BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Kaligrafi merupakan khasanah kebudayaan Islam. Secara tradisional terus hadir sepanjang riuh perkembangan agama ini, karena berfungsi sebagai bahasa visual dari ayat-ayat suci1. Dalam sejarah islam, Kaligrafi menjadi faktor penting karena selain sanggup mempersaudarakan kaum muslim dalam rasa dan bahasa keindahan. Juga secara dahsyat dapat memanifestasikan dirinya pada seluruh pemikiran seni islam yang berwujud lukisan-lukisan yang diikuti oleh pameran-pameran atau pertunjukan yang meluas. Mengetahui seluk beluk aliran Kaligrafi dan tata cara penulisannya tidak saja akan memperkokoh kredibilitas tulisan pada komposisi yang serasi, tetapi sang karya juga dapat dipertanggung jawabkan sebagai hasil pencapain yang utuh. Kita ketahui bahwa Kaligrafi adalah ilmu yang mengerjakan tata cara huruf-huruf arab dengan benar sesuai dengan kaidah. Hal ini sebagaimana definisi Kaligrafi yang dijelaskan oleh Syekh Syamsudin Al-Afkani dalam kitabnya “Irsyad Al-Qasyid” sebagaimana di nukil oleh Sirojuddin sebagai berikut :
1
Ali Akbar, Kaedah Menulis dan Karya-karya Master Kaligrafi Islam. (Jakarta: PT Pustaka Firdaus, 1995).XV.
Artinya : Khat/kaligrafi adalah suatu ilmu yang memperkenalkan bentuk huruf-huruf tunggal, letak-letaknya, dan cara-cara merangkainya menjadi sebuah tulisan yang tersusun, atau apa-apa yang ditulis diatas garis-garis. Bagaimana cara menulisnya dan menentukan mana yang tidak perlu ditulis, mengubah ejaan yang perlu diubah dan menetapkan bagaimana cara mengubahnya. Pembelajaran kursus Kaligrafi baik di sekolah, sanggar atau pondok pesantren sangat ditekankan. Bila dilihat dari esensinya jelas termasuk dalam kelompok ilmuilmu agama. Karena pelaksanaan pembelajaran kursus Kaligrafi disekitar tulis menulis huruf-huruf Al-Qur’an (huruf Arab). Maka dalam konsep pembelajaran kursus Islam ilmu ini merupakan “alat” yang musti digunakan dalam proses penelusuran dan penggalian ilmu-ilmu yang lain Pembelajaran kursus Kaligrafi mempunyai tujuan yang sangat bermanfaat bagi santri Fauzi Salim Afifi dalam bukunya “Cara Mengajar Kaligrafi”, mengatakan tentang tujuan pengajaran Kaligrafi adalah sebagai berikut : 1. Mendidik berbagai kemampuan diantaranya : pengawasan, kecermatan memandang dan kehalusan dalam segala hal. 2. Membentuk rupa-rupa watak dan kebiasaan seperti disiplin, ketertiban, kebersihan, kesabaran dan ketekunan. 3. Memperoleh kemahiran dan keterampilan tangan saat latihan memperbagus tulisan 4. Menumbuhkan kemampuan mengkritik dan menyelami rasa seni setelah mengetahui unsur-unsur keindahan dalam kaligrafi yang bagus. 5. Memperoleh rasa senang melaksanakan tugas secara baik dan memperdalam rasa tenteram dalam jiwa bila mencapai beberapa kemajuan dalam latihan. 6. Meningkatkan minat dalam jiwa murid untuk menambah kecintaan, perhatian, pemeliharaan dan karir dalam seni kaligrafi.2
2
Fauzi Salim Afifi, Cara Mengajar Kaligrafi, Terjemahan Drs. H.D. Sirojuddin AR, (Jakarta : Darul Ulum, 2002), 20.
Pondok pesantren Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo merupakan salah satu Pondok Pesantren yang memberikan pembelajaran kursus Kaligrafi bagi santrinya. Kegiatan ini telah banyak mempengaruhi santri dalam beraktifitas, tidak sekedar hanya memenuhi kebutuhan estetis semata. Namun manfaat lain sangat membantu pelajaran lain khususnya pelajaran agama yang berkaitan tulis-menulis Arab. Disamping itu juga juga mendapatkan tambahan materi (uang) dari hasil karya Kaligrafi yang mereka buat dalam berbagai macam bentuk yang indah sehingga diminati masyarakat sehubungan dengan nilai jualnya tinggi (marketabie).3 Syaikh Az-Zarnuji dalam kitabnya “Ta’limul Muta’alim” Bab “Hal-hal yang mendatangkan rizki” mengatakan bahwa bagusnya tulisan adalah termasuk sebagian dari kuncinya rejeki. Jika ditelusuri lebih mendalam ternyata banyak sekali manfaat dan maknamakna yang terkandung dalam kaligrafi sebagaimana yang diperoleh oleh santri Pondok Pesantren Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo setelah mereka mendapatkan pembelajaran kaligrafi di sekolah. Dengan kondisi obyektif semacam itulah, maka penulis merasa tertarik untuk mengadakan penelitian lapangan dengan judul skripsi “PEMBELAJARAN KALIGRAFI DI PONDOK PESANTREN DARUL HUDA MAYAK TONATAN PONOROGO ”.
B. Fokus Penelitian
3
H.D. Sirojuddin AR, M.Ag, Belajar Kaligrafi Jilid 7. (Jakarta : Darul Ulum Press, 1997), 63.
Fokus dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui tentang apa makna yang terkandung dalam pembelajaran kaligrafi di Pondok Pesantren Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo.
C. Rumusan Masalah 1. Bagaimana rancangan pembelajaran kaligrafi di Pondok Pesantren Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo ? 2. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran kaligrafi di Pondok Pesantren Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo ? 3. Bagaimana evaluasi pembelajaran kaligrafi di Pondok Pesantren Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo ? 4. Apa faktor pendukung dan penghambat pembelajaran kaligrafi di Pondok Pesantren Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo ?
D. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui rancangan pembelajaran kaligrafi di Pondok Pesantren Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo. 2. Untuk mengetahui pelakksanaan pembelajaran di Pondok Pesantren Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo. 3. Untuk mengetahui evaluasi pembelajaran kaligrafi di Pondok Pesantren Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo ? 4. Untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat pembelajaran kaligrafi di Pondok Pesantren Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo ?
E. Manfaat Penelitian Hasul penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi proses dan pelaksanaan pelajaran kaligrafi di Pondok Pesantren sebagai berikut : 1. Bagi Pondok Pesantren, semoga dapat menjadi bahan masukan untuk kegiatan Pendidikan di Pondok Pesantren Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo, sehingga mampu menambah khasanah keilmuan bagi para santri 2. Bagi Ustad dan Ustadzah, semoga dapat menjadi sumbangan pemikiran dalam pengembangan dan penerapan pelajaran kaligrafi yang baik/ ideal 3. Bagi santri, semoga dapat menambah wawasan keilmuan dan kreatifitas dalam bidang kaligrafi menjadi semakin meningkat dan professional
F. Metode Penelitian 1. Pendekatan penelitian dan Jenis penilitian Jenis penelitian yang peneliti gunakan adalah penelitian kualitatif dengan field research (penelitian lapangan) Penelitian kualitatif adalah penelitian untuk mengungkap sebuah kebenaran dengan menitik beratkan pada kualitas data atau cenderung padsa penilaian proses bukan penilaian hasil, sehingga penelitian bukan untuk menolak atau menerima hipotesis ( jika ada) tetapi cenderung pada pengamatan dari gejala- gejala yang terjadi sehingga penelitian ini bertumpu pada data- data yang diperoleh dari lapangan selanjutnya dilakukan analisis4
4
AnselmStrauss & Juliet Corbin, Dasar- dasar Penelitian Kualitatif, ( Yogyakarta, 2003 ), hal 4-9
Penulis menggunakan pendekatan Deskriptif, yang berusaha mengungkap gambaran fenomena- fenomena dari beberapa orang atau pelaku yang dapat diamati serta fakta- fakta khusus (peristiwa- peristiwa yang kongkrit).
2. Data dan Sumber data a. Data Data adalah hasil pencatatan baik yang berupa fakta ataupun angka5. Adapun data yang ingin peneliti peroleh dalam penyusunan penelitian ini adalah: 1. Data tentang Pondok Pesantren Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo 2. Data tentang pelaksanaan pembelajaran kaligrafi di Pondok Pesantren Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo 3. Data tentang faktor pendukung dan penghambat pembelajaran kaligrafi di Pondok Pesantren Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo
3. Informan Penelitian Informan dari penelitian ini adalah lurah pondok, pengurus bidang kesenian, ustadz-ustadzah, santri dan lain-lain.
4. Prosedur Pengumpulan Data
5
Suharsimi Arikunto, Prosedur penelitian Suatu Pendekatan Praktek, ( Jakarta : 2002 ),
hal : 99.
Dalam penelitian ini menggunakan beberapa metode untuk pengumpulan data, diantaranya : a. Teknik Observasi Metode
observasi
adalah
metode
pengumpulan
data
dengan
mengadakan pengawasan atau pengamatan serta pencatatan secara sistematis terhadap fenomena- fenomena yang di jumpai6. Dalam arti luas observasi sebenarnya tidak terbatas pada pengawasan yang dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung, metode ini digunakan untuk mengetahui : 1. Letak geografis, sarana prasarana pendidikan, struktur organisasi, jumlah ustadz dan jumlah santri 2. Pelaksanaan
pembelajaran
kaligrafi,
kerja
sama
seluruh
pelaku
pendidikan, serta seluruh kegiatan santri yang menunjang pada penelitian ini. b. Teknik Wawancara Metode interview/wawancara adalah tehnik pengumpulan data yang digunakan untuk mendapatkan keterangan- keterangan lisan wawancara ( pengajuan secara lisan, untuk dijawab secara lisan pula) dengan orang yang dapat memberikan informasi7. Dalam metode ini penulis gunakan untuk mendapatkan data- data lapangan yang menyangkut kegiatan pelajaran kaligrafi yang diselengarakan oleh Pondok Pesantren Darul Istiqomah dan kondisi pelaku kegiatan belajar mengajar ( ustadz dan santri )
6 7
Sutrisno Hadi, Metodologi Research 2 ( Yogyakarta : 1993 ), cet XX, hal : 136 Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial ( Yogyakarta : 2003 ), hal : 111
Teknik wawancara ini ada beberapa macam yaitu : 1) Wawancara terstruktur, yaitu bila peneliti telah mengetahui dengan pasti informasi apa yang akan diperoleh. 2) Wawancara semi terstruktur, yaitu wawancara yang bertujuan untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka, dimana pihak yang diajak wawancara diminta pendapat dan ide-idenya. 3) Wawancara tak berstruktur, yaitu wawancara bebas dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya8. Sedangkan dalam penelitian ini peneliti menggunakan tehnik wawancara terstruktur artinya bahwa peneliti/pewawancara menetapkan sendiri masalah dan pertanyaan yang akan diajukan. c. Metode Dokumentasi Teknik ini adalah cara mengumpulkan data melalui peninggalan tertulis, terutama berupa arsip- arsip, buku, foto, transkrip dan lain- lain yang berhubungan dengan masalah penelitian9. Metode ini digunakan untuk mendapatkan data seperti: struktur organisasi pondok, struktur pengurus yayasan, data ustadz-ustadzah, data santri dan kegiatan-kegiatan pondok.
5. Teknik Analisis Data
8 9
Sugiono, Memahami Penelitian Kualitatif, ( Bandung : 2005 ), hal : 67 Suharsimi arikunto, Prosedur Penelitian Suatu pendekatan praktek, ( Jakarta : 2002),
hal : 206
Teknik analisa data dalam kasus ini menggunakan analisa deduktif, keterangan-keterangan yang bersifat umum menjadi pengertian khusus yang terperinci, baik pengetahuan yang diperoleh dari lapangan maupun kepustakaan. Sedangkan aktifitas dalam analisis data mengiukuti konsep yang diberikan Miles dan Huberman yang mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus pada setiap tahapan penelitian sehingga sampai tuntas, dan datanya sampai jenuh, meliputi : a.
Data reduction, data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak maka perlu dicatat secara teliti dan rinci.
b.
Data display, setelah data direduksi maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan data. Maka data terorganisasikan, tersusun dalam pola hubungan, sehingga akan semakin mudah dipahami.
c.
Conclusion/verification, yaitu penarikan kesimpulan dan verifikasi10.
G. Pengecekan Keabsahan Temuan Keabsahan data merupakan konsep penting yang diperbaharui dari konsep kesahihan (validitas) dan keandalan (rellabilitas). Derajat kepercayaan keabsahan data (kredibilitas data) dapat diadakan pengecekan dengan teknik pengamatan yang tekun dan triangulasi. Ketekunan pengamtan adalah menemukan ciri-ciri dan unsurunsur dalam situasi yang sangat relevan dan persoalan/isu yang sedang dicari. Ketekunan ini dilaksanakan peneliti dengan cara :
10
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, ( Bandung : 2005 ). hal. 91-99.
1.
Mengadakan pengamatan dengan teliti dan rinci secara berkesinambungan terhadap hal-hal yang berhubungan dengan pelaksanaan pembelajaran kaligrafi Pondok Pesantren Darul Huda dengan kesesuaian dengan konsep pembelajaran dalam isian kemudian..
2. Menelaahnya secara rinci pada suatu titik, sehingga pada pemeriksaan tahap awal tampak salah satu/seluruh hal tentang keadaan pembelajaran kaligrafi di Pondok Pesantren Darul Huda sudah dipahami secara biasa. Dalam penelitian ini, menggunakan teknik triangulasi dengan sumber. Hal ini dapat dicapai peneliti dengan jalan: 1.
Membandingkan hasil pengamatan tentang keadaan pembelajaran kaligrafi dengan data hasil wawancara.
2. Membandingkan pandangan orang di depan umum dan pribadi. 3.
Membandingkan apa yang dikatakan orang tentang keadaan pembelajaran kaligrafi Pondok Pesantren Darul Huda dengan apa yang dikatakan orang sepanjang waktu.
4. Membandingkan keadaan dan pandangan yang berpendidikan menengah/tinggi orang berada dan pemerintahan tentang keadaan pembelajaran kaligrafi di Pondok Pesantren Darul Huda dan 5.
Membandingkan hasil wawancara dengan isi dokumen yang terdapat di Pondok Pesantren Darul Huda.
H. Tahapan-Tahapan Penelitian
Tahapan-tahapan penelitian dalam penelitian ini ada tiga tahapan dan ditambah dengan tahap terakhir dan penelitian yaitu tahap penulisan laporan hasil penelitian. Tahap-tahap penelitian tersebut adalah : 1.
Tahap pra lapangan yang meliputi menyusun rancangan penelitian, memilih lapangan penelitian, mengurus perizinan, menjaga dan menilai keadaan lapangan, memilih dan menmanfaatkan informen, menyediakan perlengkapan penelitian dan yang menyangkut persoalan etika penelitian.
2.
Tahap pekerjaan lapangan yang meliputi memahami latar penelitian dan persiapan diri memasuki lapangan dan berperan serta sambil mengumpulkan data
3.
Tahap analisis data yang meliputi analisis selama dan setelah pengumpulan data
4.
Tahap penulisan hasil laporan penelitian.
I. Sistematikan Pembahasan Untuk memudahkan penyusunan skripsi, maka pembahasan dalam laporan penelitian ini dikelompokkan menjadi lima bab, masing-masing bab terdiri dari subsub yang berkaitan. Adapun pembahasannya adalah : Bab I
: Pendahuluan, merupakan gambaran umum untuk memberikan pola pemikiran bagi keseluruhan laporan penelitian ini yang meliputi: latar belakang masalah, fokus masalah, rumusan masalah, tujuan masalah, tujuan masalah, manfaat penelitian, landasan teori, metode penelitian, sistematika pembahasan serta daftar isi.
Bab II
: berisi kajian teori sebagai pedoman umum yang digunakan sebagai landasan dalam melakukan penelitian yaitu kajian tentang konsep pendidikan kaligrafi meliputi makna yang terkandung dalam kaligrafi, sejarah perkembangan kaligrafi, dan teori pembelajaran kaligrafi.
Bab III
: berisi tentang paparan data lokasi penelitian meliputi: sejarah singkat pondok pesantren “Darul Huda”, keadaan geografis,
struktur
organisasi dan sarana dan prasarana. Dan paparan data khusus, peneliti menyajikan data tentang rancangan pembelajaran kaligrafi di pondok pesantren “Darul Huda” Mayak Tonatan Ponorogo, Pelaksanaan pembelajaran kaligrafi di pondok pesantren “Darul Huda” Mayak Tonatan Ponorogo, evaluasi pembelajaran kaligrafi di pondok pesantren “Darul Huda” Mayak Tonatan Ponorogo, Faktor pendukung dan penghambat pembelajaran kaligrafi di pondok pesantren “Darul Huda” Mayak Tonatan Ponorogo. Bab IV
: Ananlisis tentang rancangan pembelajaran kaligrafi di pondok pesantren “Darul Huda” Mayak Tonatan Ponorogo, analisis tentang Pelaksanaan pembelajaran kaligrafi di pondok pesantren “Darul Huda” Mayak Tonatan Ponorogo, analisisi tentang evaluasi pembelajaran kaligrafi di pondok pesantren “Darul Huda” Mayak Tonatan Ponorogo, analisis tentang Faktor pendukung dan penghambat pembelajaran kaligrafi di pondok Pesantren Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo
Bab V
: berisi tentang penutup merupakan bab terakhir yang berisi kesimpulan dan saran.
BAB II PEMBELAJARAN KALIGRAFI
A. Dasar Pelaksanaan Kaligrafi 1. Pengertian Kaligrafi Ungkapan kaligrafi di ambil dari Bahasa Inggris “calligraphy”, diambil dari Bahasa Yunani “kalios” yang berarti indah dan “graph” yang berarti tulisan atau aksara. Bahasa Arab menyebutnya dengan istilah khat yang berarti garis atau tulisan indah. Dengan demikian jelas, bahwa kaligrafi mempunyai makna tulisan yang indah, arti lainnyanya kepandaian menulis indah atau elok (tulisan elok) Definisi kaligrafi lebih lengkap sebagaimana menurut Sirojuddin AR dalam bukunya Seni Kaligrafi Islam, Syekh Syamsudin Al-Afkani dalam kitab Irsyad Al-Qaysid” bab “Hasr Al ‘Ulum” mengemukakan sebagai berikut :
Artinya : “Khat/kaligrafi adalah suatu ilmu yang memperkenalkan bentuk huruf-huruf tunggal, letak-letaknya dan cara-cara merangkainya menjadi sebuah tulisan yang tersusun atau apa-apa yang ditulis di atas garis-garis, bagaimana cara menulisnya, dan menentukan mana yang dtk perlu ditulis, mengubah ejaan yang perlu diubah, dan menentukan bagaimana cara mengubahnya”11. Selanjutnya
menurut
Yaqut
Al-Musta’shimi
seorang
kaligrafer
kenamaan dimasa Sultan Turki Usmani (ottonom) sebagaimana diuraikan oleh
11
Ibid, 3.
Naji Zaynuddin dalam kitabnya Mushawar Al-Khath Al-Araby yang dikutip oleh Sirojuddin AR menjelaskan bahwa :
Artinya : “kaligrafi adalah seni arsitektur rohani yang lahir melalui perabot kebendaan”12 . Selanjutnya Sirojuddin AR mengatakan, kalimat diatas oleh M. Ugur Derman dalam jurnal Art and the Islamic word volume 4 th 1987 dibahasa inggriskan menjadi “calligraphy is a spiritual geometry brought about with materials tools” yang artinya kaligrafi adalah suatu ilmu ukur spiritual yang menghasilkan perabot kebendaan13. Selanjutnya kata-kata ini menjadi definisi yang diakui oleh banyak pihak. Dengan demikian, maka penulis dapat menarik kesimpulan bahwa kaligrafi adalah ilmu yang mempelajari tentang tata cara menulis huruf-huruf Arab dengan benar sesuai dengan kaidah-kaidah yang mengaturnya. Kaidah disini yang dimaksud adalah aturan yang harus dipatuhi oleh seorang penulis kaligrafi agar tulisan yang dihasilkan memenuhi standard, sebagai tulisan yang diakui kebenarannya.
2. Dasar Pendidikan Kaligrafi Dasar yang dimaksud disini adalah landasan, atau alasan mengapa perlu belajar kaligrafi. Sehingga dengan alasan tersebut terasa perlunya menekuni,
12
Ibid, 4-5. H.D Sirojuddin AR. Bores Kalam (Butir-butir Pemikiran Sekitar Pengembangan Seni kaligrafi Islam di Indonesia (Jakarta: Lemka, 1994) 3. 13
mempelajarinya14. Kaligrafi sebagai salah satu mata pelajaran yang memiliki disiplin ilmu tersendiri. Sebagai dasar pelaksanaan pendidikan Islam yang bersumber kepada tiga sumber yang pokok, yaitu Al-Qur’an, sunnah Rosul, dan ijtihad. Maka dalam membicarakan dasar pelaksanaan pendidikan kaligrafi pun mengikuti sumber yang sama, karena pendidikan Islam. Menurut Azyumardi Azra, dasar pendidikan Islam selain Al-Qur’an dan as-sunnah juga nilai-nilai sosial kemasyarakatan yang tidak bertentangan dengan ajaran-ajaran Al-Qur’an dan as-sunnah atas prinsip mendatangkan kemanfaatan dan menjauhkan kemudharatan bagi manusia. Rasulullah SAW menerima wahyu yang pertama turun, yaitu surah Al‘Alaq ayat 1-5.
Artinya : “Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan. (Dia) menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmu Maha Pemurah, yang mengajar menulis dengan kalam. Mengajar manusia apa yang tidak diketahuinya. (Q.S Al-Alaq: 1-5)15.
14
Azyumardi Azra, Pendidikan Islam, Tradisi dan Modernisasi Menuju Millenium Baru (Jakarta: kalimah, 2001) 9. 15 Departemen Agama RI.
Menurut Sirojuddin AR dalam ayat tersebut disamping mengandung perintah membaca (iqro) juga tersirat perintah menulis, lebih jelasnya beliau berkata : “ Yang lebih mengagumkan bahwa membaca dan menulis merupakan perintah pertama dalam wahyu tersebut. Dapat dipastikan bahwa kalam atau pena memiliki kaitan erat dengan seni penulisan kaligrafi. Jika kalam disebut sebagai diatas. Maka ia adalah sarana Al-Khaliq dalam rangka memberikan petunjuk kepada manusia. Ini membuat gambaran yang jelas, bahwa kaligrafi mendominasi tempat tertua dalam peraturan sejarah Islam itu sendiri16. Hamka dalam tafsirnya “Al-Azhar” sebagaimana dikutip oleh Sirojuddin AR dlam buku Tafsir Al- Qolam mengatakan bahwa dalam lima ayat yang pertama turun itu terkandung kemuliaan Allah SWT dengan diajarkannya manusia berbagai ilmu, dibukanya berbagai rahasia , diserahkannya berbagai kunci untuk membuka perbendaharaan Allah, yaitu dengan kalam (pena)17. Sehubungan dengan itu, alat-alat yang lazim mendapatkan perhatian dalam proses pembelajaran kaligrafi seperti pena, tinta, dan kertas pun mendapat penegasan langsung dari Allah SWT melalui firman-Nya dalam Al-Qur’an :
Artinya : “Nun, perhatikan kalam (pena) dan apa saja yang mereka tuliskan dengannya” (Q.S Al-Qalam: 1)18. Kata “Nun” ada ulama yang menafsirkan sebagai dawat (tinta) berdasarkan hadits yang dikeluarkan oleh Abu Hasim dari riwayata Abu Hurairah ra. Menyebutkan bahwa Muhammad SAW pernah bersabda :
16
Sirojuddin AR, Seni Kaligrafi Islam ……., 5-6. Sirojuddin AR, Tafsir Al-Qalam (Jakarta: Studio Lemks, 2002), 33 18 Departemen Agama RI. 17
Artinya : “Allah telah menciptakan nun, yaitu dawat19. Dalam hadis riwayat lain, yakni Ibn Jarir dari Ibn Abbas ra. Nabi Muhammad SAW bersabda :
Artinya : “Setelah Allah menciptakan nun, yakni dawat dan telah menciptakan pula kalam. Lantas dia bertitah: Tulislah! Ya Robbi, apa yang hamba tulis? Jawab Allah: Tulislah semua yang ada sampai hari kiamat”. (HR. Ibn Karir)20.
Kata tinta itu sendiri dalam bahasa Arab diartikan dengan midad atau hibr. Dinamakan midad karena mempunyai arti membentangkan atau menolong. Kalam dalam menggoreskan kata-kata atau tulisan. Lebih tegas lagi Allah SWT, menyebut dalam firmannya tentang istilah tinta ini dengan kata midad seperti dijelaskan dalam Al-Qur’an Surat
Al-Kahfi: 109.
Artinya : “Katakan seandainya air larutan dijadikan tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhan ku, sungguh habislah larutan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhan ku, meskipun kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula). (Q.S Al-Kahfi:109)
19 20
Sirojuddin AR. Seni Kaligrafi Islam. 247. Ibid, 247
Dalam ayat yang lain, juga dijelaskan tentang pena (kalam) dan tinta sesuai dengan firman Allah dalam Al-Qur’an surat Al-Lukman: 27.
Artinya : “Dan sekitarnya pohon-pohon di bumi adalah pena, dan semudra (menjadi tintanya), ditambah kepadanya tujuh laut (lagi). Sesudah (kering) nya niscaya tidak akan habis-habis nya (dituliskan) kalimat Allah, sesungguhnya Allah Maha perkara lagi maha bijaksana. (Q.S Al-Lukman: 27). Namun, tidak hanya pena (tinta) saja yang dipergunakan dalam pembelajaran kaligrafi, tetapi ada istilah lain dalam Al-Qur’an yang mempunyai makna sebagai “alas” untuk menulis. Allah menjelaskan dalam Al-Qur’an surat Al-Buruj 21-22.
Artinya : “Bahkan ia itu Al-Qur’an yang mulia di Al-Lauh Al-Mahfudz” (Q.S Al-Buruj: 21-22)21. Dalam firman yang lain Allah berfirman dalam surat Al-Qur’an surat Al-A’raf : 145.
Artinya : “Dan kami telah tuliskan baginyta di alwah itu segala sesuatu sebagai nasehat dan penerangan bagi segala sesuatu. (Q.S Al-A’raf: 145)22. 21
Ibid, 259
Menurut Sirojuddin AR, kata “lauh” bermakna papan atau sabak untuk menulis jamak dan kata lauh adalah “alwah”23. Melihat dan memperhatikan melalui keterangan beberapa ayat di atas jelas, bahwa alat-alat untuk kegiatan tulis menulis kaligrafi mendapatkan penekanan langsung dari Allah SWT, sehingga penulis berkesimpulan bahwa ini merupakan landasan/dasar yang dapat memberikan dorongan bagi kegiatan pembelajaran kaligrafi. Dasar yang lain tentang penghargaan Islam kepada kepada para penuntut ilmu yang menggunkan kalam sebagai alat tulis, dalam keterangan lain Nabi SAW juga menekankan anjuran menulis bagus (kaligrafi), seperti sabdanya :
Artinya : “ Tulisan yang bagus akan menambah kebenaran tampak nyata karena keunggulannya. “ (HR. Ad-Dailami)24 Dalam beberapa ungkapan Nabi SAW, seperti :
Artinya : “ Barang siapa yang menulis Bismillahirrahmanirrahim dengan kaligrafi yang indah, ia berhak masuk surga. “ (HR. Ad- Dailami). Dalam hal penekanan Rasulullah SAW terhadap orang tua dan 22
Ibid, 260. Sirojuddin AR, Sejarah Kaligrafi Islam, 261. 24 Jalaluddin Abdurrahman bin Abu baker As- Suyuthi, Al-Jami’ Ash-Shoghir, (Indonesia : Daar Ihya’ al-Kutub al- Arabiyah, tth), juz 2, 99 23
kewajiban terhadap anaknya, beliau bersabda :
Artinya : “ Diantara kewajiban orang tua atas anaknya adalah mengajarinya menulis, memperbagus namanya, dan mengawinkannya kalau sudah dewasa.” (HR. Ibnu Najjar)25
Dengan demikian maka jelaslah ternyata baik Al-Qur’an maupun alhadits sama-sama menekankan dan memberikan dorongan yang kuat untuk memahami pentingnya belajar menulis dengan indah, namun lebih dari itu merupakan anjuran yang jelas-jelas telah ditekankan untuk
Allah SWT
bersama Rasulnya, penulis berpendapat hendaknya kaum pelajar yang berkecimpung didunia pendidikan untuk mempelajarinya. Seperti kata seorang penyair yang pernah berkata :
Artinya : “pelajarilah kaligrafi yang betul wahai orang yang memiliki akal budi karena kaligrafi itu tiada lain dari hiasan orang yang berbudi pekerti, jika engkau memiliki kekayaan. Maka kaligrafimu adalah hiasan. Namun jika engkau membutuhkan maka kaligrafimu adalah sebaikbaik sumber usaha. Tulisan indah akan abadi, melampaui umur penulisnya. Sementara sang penulis telah istirahat di dalam bumi.
25
Ibid, juz 1, 99
3. Tujuan dan Manfaat Pendidikan Kaligrafi Menurut Fauzi Salim Afifi, tujuan pendidikan kaligrafi di sekolahsekolah dan tempat-tempat pembinaan kaligrafi adalah untuk : -
Mendidik berbagai kemampuan, diantaranya pengawasan, kecermatan memandang, dan kehalusan dalam segala hal. Membentuk rupa-rupa watak dan kebiasaan seperti disiplin, ketertiban, kebersihan, kesabaran dan ketekunan. Membentuk rupa-rupa watak dan kebiasaan seperti disiplin, ketertiban, kebersihan, kesabaran dan ketekunan. Memperoleh kemahiran dan keterampilan tangan saat memperbagus tulisan dalam latihan. Menumbuhkan kemampuan mengkritik dan menyelami rasa seni setelah mengetahui unsur-unsur keindahan dalam kaligrafi yang bagus. Memperoleh rasa senang dan memperdalam rasa tentram dalam jiwa bila memperoleh kemajuan dalam latihan. Meningkatkan minat dalam jiwa murid untuk menambah kecintaan, perhatian, pemeliharaan, dan karir dalam seni kaligrafi26. Sementara itu Sirojuddin AR mengatakan bahwa belajar kaligrafi
bertujuan pula sebagai sarana untuk memperbaiki atau mengubah karakter seseorang agar menjadi lebih halus, santun dan sebagainya27. Namun tidak hanya itu saja, tetapi kaligrafi itu juga memiliki peranan yang begitu besar dalam kehidupan individu dan kehidupan bermasyarakat. Sebagaimana dikatakan Fauzi Salim Afifi sebagai berikut : -
Salah satu sarana komunikasi antar manusia yang telah berhasil membawa warisan budaya berabad-abad lamanya. Salah satu medium kebudayaan yang lahir dari agama, social, ekonomi sebagai media ilmu dan penelitian ilmiah. Merupakan kepanjangan dari pikiran manusia. Salah satu sarana penyampai sejarah sepanjang masa. Salah satu sarana informasi dan cabang estetika yang bernilai budaya. Dengan memperhatikan dari beberapa pernyataan diatas dapat
simpulkan bahwa dari beberapa pernyataan memiliki tujuan dan manfaat yang 26 27
Fauzi Salim Afifi, Op. Cit, 20. Sirojuddin AR, Tafsir Al-Qalam,Op. Cit. 175.
begitu besar. Diantaranya adalah melatih diri seseorang untuk memiliki kemampuan teknis menulis kaligrafi dengan baik.
B. Sejarah Kaligrafi Arab Dalam pembahasan ini terbagi menjadi tiga tahapan : 1. Sejarah Abjad Arab Tradisi bermulanya penggunaan tulisan merupakan tahap peningkatan kebudayaan manusia yang bergerak dari zaman lisan ke zaman tulisan. Dengan ditemukannya tulisan ini sebagai sekat pembeda antara zaman sejarah dengan zaman prasejarah. Timbulnya kesadaran akan perlunya tulisan disebabkan untuk desakan kepentingan kehidupan manusia sendiri untuk mencatat peristiwaperistiwa dan hal-hal penting dalam kehidupannya, agar tidak mudah dilupakan dan tidak hilang ditela masa. Ada sebagian pendapat yang menyatakan bahwa tulisan itu sebenarnya telah dirintis oleh Nabi Adam As. dia merupakan manusia pertama. Pengetahuan tersebut berasal dari Allah SWT melalui wahyu. Sebagaimana firman Allah SWT dalam SUrat Al-Baqoroh ayat 31 :
Artinya : Allah mengajari Adam pengetahuan tentang semua nama. (Q.S. AlBaqoroh:31) Hikayat lain menerangkan bahwa 300 th sebelum wafat, Nabi Adam As menulis diatas lempengan tanah yang selanjutnya dibakar lalu menjadi tembikar.
Setelah bumi dilanda banjir bah di zaman Nabi Nuh As dan air sudah surut kembali. Sehingga setiap bangsa/kelompok turun mendapat tembikar bertuliskan tulisan Nabi Adam tersebut. Dari sini pulalah lahir sebuah anggapan bahwa setiap bangsa telah mempunyai tulisan masing-masing yang berasal dari Tuhan/dewa mereka. Padahal yang sebenarnya semuanya itu berasal dari wahyu Allah SWt yang diturunkan kepada Nabi Adam As28.
2. Pertumbuhan Kaligrafi Arab Kaligrafi /khat Arab berasal dari kaligrafi Mesir (HIEROGLIPH aksara paku, kepunyaan suku kan’an smit/tursina). Lalu terpecah menjadi khat finiqi (funisia), yang kemudian pecah lagi menjadi Arami dan Musnad, dengan cabangcabang (Arami): Nabti di Hirah/Huron dan satranjili Suryani di Irak dan (musnad) safawi, samudi, Lihyani (utara Jazirah Arabia) dan Humeri selatannya. Induk tulisan kaligrafi Arab ini adalah khat finiqi yang kemudian pecah menjadi beberapa macam dan terus berakar dan berkembang yang semuanya dapat kita lihat pada skema dibawah ini. A.
Feniqi Humery-jazm Aramy
Suryani
Nabthi
Musnad
Hunyari Tsamudi
Satranjili
Shafawi Naskhi 28
Tsuluts
Jazm
Sirojuddin AR, Seni Kaligrafi Islam, Op. Cit, 23
Koufi
B.
Nabthi
Ambary
Madani
Makky
Mudawwar
Mutsallats
Rounded
Bersegi tiga
Cursif
Koufi
C
Hijazi
Ti’im
Musnad
Berbalok
Berlengkung
Dry Writing
Soft Writing
(Kering/ sadsadd )
Slating/miring-miring
(lembut/ sadsadd )
Extended/memanjang
D. Koufi
Maghriby Qaramithy Andalusi Sudani Qayrawany Fasy Thumar
Jalil
Nishf
Ghubar
Tsuluts
Hawasy Riqa’
Tsulutsayu
Riyasy Khafif Tsuluts
Rayhany
Muhaqqaq
Tawaqi
Muqtarin
3. Perkembangan Kaligrafi Arab Bangsa Arab jika dibandingkan dengan bangsa-bangsa lain seperti Mesir, Babilonia atau Cina, yang telah sukses mengembangkan sistem tulis menulis dan telah memiliki kaligrafi yang sangat komplek. Boleh dikatakan bahwa bangsa Arab adalah sebagai pendatang yang sangat lambat, alasannya cukup sederhana bahwa bangsa Arab dikenal sebagai masyarakat yang suka berpindah-pindah (nomaden) sehingga tidak memiliki catatan sejarah yang dapat dipegang. Karena
dapat dikatakan demikian mereka memiliki suatu “kekuatan” unik yang sangat mengagumkan, yakni “Tradisi mulut ke mulut” dalam hal menyampaikan komunikasi/menyimpan informasi dari budaya tersebut terkenalah mereka dengan “pantun syairnya” yang popular. Pantun syair merupakan penalaran paling berharga untuk mengungkapkan makna-makna perasaan hati dan gejolak pikiran. Tidak ada yang dianggap berharga dimata orang-orang Arab selain pantun syair. Faktor geografisnya juga mendorong seperti alamnya yang bebas, padang pasir yang membentang luas dan ragam kehidupan yang terbatas dari segala pengaruh kebudayaan asing, sehingga membuat mereka leluasa dan berlatih untuk menghayal apa saja yang mereka alamidlm kehidupan sehari-hari29. Akan tetai menurut literature Arab ada 7 (tujuh) jenis syair pujaan yang disebut “Al-Muallaqat” (gantungan) sebagai hasil karya seni sastra yang maha indah dan paling sempurna yang mempunyai nama terhormat karena ditulis dengan tinta emas lalu digantungkan pada dinding ka’bah. Ketika itu, pantun syair yang keluar seleksi dan dinilai paling bagus, langsung ditempelkan pada dinding ka’bah, sebagai penghormatan yang luar bias akan tetapi hal itu telah lapuk tatkala diadakan pembersihan terhadap ka’bah dan lingkungannya dari berhala dan patung-patung. Seluruh syair jahiliyah yang menjadi catatan sejarah kelak, adalah hasil dari hafalan turun temurun belaka, buka dari catatan30. Dari penjelasan di atas, bahwa kaligrafi Arab memang mengalami kelambanan perkembangannya, tulis baca dengan bukti sampai saat Islam datang,
29 30
Sirojuddin Seni Kaligrafi Islam,Op. Cit. 21. Ibid, 22.
tulis juga belum mentradisi dikalangan Arab dan kaum muslim. Namun pada masa itu ada dua bentuk huruf yang berkembang. Pertama, yang condong kepada gaya kubisme/balok yang memiliki sudut-sudut sering disebut dengan gaya penulisan kering (dry writing). Inilah cikal bakal tulisan kufi. Jenis kedua, yang condong elastis memutar atau cursive, memiliki lengkungan-lengkungan dan bundaran-bundaran pada torehan huruf-hurufnya, sering disebut penulisan lembut (soft writing). Dari sini muncullah tulisan-tulisan lain non-kufi seperti Naskhi, Tsuluts, raihan, dan lain-lain. Dua corak tulisan di atas tersebut, pada awalnya sangat kabur, dan selalu mengambil nama-nama- sesuai lokasi dimana mereka berada,seperti tulisan Makki, Madani, Hejazi dan Anbari31. Bagi bangsa Arab, dalam kondisi lalai seperti itu, wahyu permulaan AlQur’an (Qs. Al-Alaq : 1-5) yang mengisyaratkan perintah membaca dan menulis itu bagaikan bom. Ayat-ayat ini merupakan sinar yang membawa perubahan. Pada tahun kedua hijriah, terjadi ledakan para pemuda muslim Madinah belajar menulis dari tawanan perang Badar. Mereka kemudian menyebarkannya lagi kepada kawan-kawannya. Sampai zaman khalifah Utsman, khat Kufi dirasakan sebagai satu-satunya tulisan untuk menyalin Al-Qur’an. Justru pada saat ini para khattat mulai tidak hanya memandang kaligrafi pada komposisi desain huruf-hurufnya, tetapi juga pada pertimbangan mata batinnya yang artistik. Keterlibatan spiritualnya, komitmen keimanannya, pengabstraksian dan perefleksian akan keindahannya.
31
Sirojuddin AR, Pengembangan Kaligrafi Islam di Indonesia, Makalah seminar nasional di fakultas Adab IAIN Syarif Hidayatullah ; Jakarta, Selasa 13 Maret 1990
Karena Al-Qur’an dipandang sebagai sumber segala inspirasi, maka “perburuan” kreasi ditumpahkan kepada kitab suci ini. Maka dari itulah, timbullah kaidah khatiyyah yang mana kaidah ini mempunyai makna dan tujuan, adapun makna dari kaidah khatiyyah ini adalah tata cara penulisan indah sesuai rumus, sedangkan tujuan dari kaidah ini untuk menjaga supaya tulisan dalam posisinya tepat sesuai dengan makna-makna yang dikandungnya. Misalnya, dalam penulisan sin dibutuhkan tidak kurang dan tidak lebih dari tiga gigi (nibrah). Kaidah khatiyyah ini pertama kali dirumuskan oleh al-wazir Ibnu Muqlah. Beliau dikenal sebagai Imam al Khattatin. Beliau adalah seorang jenius yang memiliki pengetahuan mendasar tentang geometri. Dia telah membawa kemajuan besar dalam perumusan gaya-gaya kaligrafi klasik. Beliau juga dikenal sebagai “penemu sejati” kaligrafi Arab. Ibnu Muqlah merumuskan beberapa kriteria untuk menilai suatu tulisan dianggap benar yaitu : 1. Tawfiyah (tepat) yakni setiap huruf harus mendapat usapan sesuai dengan bagiannya, dari lengkungan dan bengkokannya. 2. Itmam (tuntas) yakni setiap huruf harus diberi ukuran yang “utuh” dari panjang, pendek, dan tipis tebalnya. 3. Ikmal (sempurna) yakni setiap usapan garis harus sesuai dengan kecantikan bentuk yang wajar, dalam gaya tegak, terlentang, memutar dan melengkung. 4. Isyba’ (padat) yakni setiap usapan garis harus mendapat sentuhan pas dari mata pena sehingga terbentuk suatu keserasian.
5. Irsal
(lancar)
yakni
menggoreskan
kalam
secara
tepat,
tidak
tersandung/tertahan-tahan sehingga menyusahkan/mogok ditengah-tengah sehingga menimbulkan getaran tangan yang kelanjutannya merusak tulisan yang sedang digoreskan. Lebih dari sekedar ketat, Ibnu Muqlah masih membuat peraturan lagi berupa tata letak atau lay out yang baik yang menghendaki kepada perbaikan meliputi empat hal yaitu : 1. Tarshif (rapat teratur) yakni tepatnya sambungan satu huruf dengan huruf lain. 2. Ta’lif (tersusun) yakni menghimpun setiap huruf terpisah (tunggal) dengan lainnya dalam bentuk wajar namun indah. 3. Tasthir (selaras/beres) yakni menghubungkan suatu kata dengan lainnya sehingga membentuk suatu garis yang selaras letaknya bagaikan mistar. 4. Tanshil yakni meletakkan sapuan-sapuan garis memanjang yang indah pada huruf-huruf sambung. Ibnu Muqlah hanya memaparkan sosok kaedah baku gaya penulisan yang dianggap klasik. Tidak berarti keinginan untuk mengembangkan kepada warnawarna kreasi akan terhambat. Kita bisa memodifikasi tulisan-tulisan baku kepada gaya-gaya lukis yang indah. Namun, berpijak pada ciri-ciri kebakuan tetap harus dipelihara, dalam konteks ini. Sekalipun kini berkembang gaya-gaya lukis yang bebas, norma bahkan sering memberontak terhadap gaya-gaya klasik yang dipandang membelenggu, namun mempertahankan corak tersebut tetap penting untuk
menjaga warisan yang begitu agung, dan mungkin satu-satunya peninggalan teragung dalam khazanah budaya Islam. Dalam perkembangannya, ada beberapa macam aliran khat yang populer pada masa itu yaitu : 1. Khat Naskhi (
)
Tulisan ini lahir pada akhir abad 8 M. Tulisan ini disukai oleh orang Arab karena bentuknya yang simpel dan tidak menonjol serta mudah ditulis dalam bentuk geometrikal cursif tanpa macam-macam structural yang komplek. Rumusnya disempurnakan oleh Ibnu Muqlah pada corak yang lebih indah dan utuh, dan diabadikan oleh Ibnu Al-Bawwab dengan tulisan AlQur’an (mushaf) yang diikuti oleh mushaf-mushaf ukuran kecil dengan tulisan Naskhi ini. Namanya diambil dari kata “Nuskhah” yang berarti naskah karena ia banyak dipakai untuk menyalin terjemahan dari naskah-naskah Yunani, India dan Parsi. Khat ini digunakan untuk menyalin mushaf Al-Qur’an, buku pelajaran dan kebudayaan, surat kabar, majalah, dan iklan. Khat Naskhi ini diajarkan ditingkat permulaan32. Tulisan ini mencapai puncak kesempurnaannya dan keindahannya pada abad ke 5 Hijriyah di Turki hingga pernah menggeser kedudukan tulisan koufi pada saat itu.
32
Sirojuddin AR, Cara Mengajar Kaligrafi, Op. Cit, hal : 15.
Berikut ini contoh dari Khat Naskhi 33sebagai berikut :
2. Khat Riq’iy (
)
Riqa’ adalah jama’ dari ruq’ah yang berarti lembaran daun kecil halus. Tulisan ini diduga keras berasal dari perpaduhan Naskhi dan Tsulutsi, namun bergaya Ghubar. Tulisan ini memiliki beberapa kelainan : a. Huruf-hurufnya yang ditulis kecil-kecil dan halus. b. Alat yang ditulis sering tanpa tanwin (kepala). c. Poros lingkar ‘ain, fa’, qof, mim dan wau yang selalu tertutup penuh tanpa lubang. d. Garis-garis
horizontalnya
pendek-pendek,
simpul-simpul
pengikat
bersusun tebal dan huruf awal akhir kata sering bertabrakan dalam suatu susunan kalimat. Khat ini digunakan sebagai tulisan harian di sekolah, kantor untuk berbagai kebutuhan, urusan bisnis dan rumah tangga. Khat Riq’iy dimanfaatkan untuk surat menyurat antar sesama karena kecepatan goresan dan kaidah-kaidahnya yang simpel. Khat ini merupakan gaya kaligrafi sohor dan paling banyak digunakan di dunia Islam34.
33 34
Misbahul Munir, Mengenal Kaedah Kaligrafi Alqur’an, (Semarang : PT. Binawan, 2004), hal : 221. Sirojuddin AR, .Loc. Cit., hal : 15.
Tulisan Riq’iy mencapai puncak keindahannya pada abad ke 12 Hijriyah ditangan kaligrafer Turki Abu Bakar Mumtaz yang menekuni dan mendesain rumus-rumus Riq’ah hingga kemudian disempurnakan oleh kaligrafer AlAmasi sampai populer digemari di seluruh Jazirah Arab, karena mudah, cepat, halus dan indah. Berikut ini contoh dari Khat Riq’iy35sebagai berikut :
3. Khat Tsulutsi (
)
Para ahli sejarah berselisih pendapat mengenai asal nama Tsulutsi bagi tulisan ini. Ibnu Muqlah sendiri menyebutkannya untuk masa sebuah kalam/pena yang memang berukuran Tsulutsi (sepertiga dari kalam Khat Ghubar Hulbah yang merupakan asal pokok dari pada tulisan ini). Tulisan inilah yang dianggap paling cocok untuk hiasan-hiasan gedung dan lain-lain, termasuk kiswah Ka’bah karena indah dan serasi. Khat Tsulutsi ini cocok diajarkan ditingkat guru/pengajar. Berikut ini contoh dari Khat Tsulutsi36sebagai berikut :
35
Sirojuddin AR, Serial Belajar Kaligrafi Jilid 4, (Jakarta : Darul Ulum Press, 1991), hal : 28. M. Noor Aufa Shiddiq, Tuntunan Belajar Tahsiinul Khoth Jilid 3, (Kudus : Menara Kudus, 1998), hal : 17. 36
4. Khat Farisi (
)
Khat ini disebut juga khat ta’liq (menggantung) yang menurut sumber Arab dikembangkan oleh orang-orang Persia dari tulisan Arab kecil kuno yang bernama Firamuzi. Khat ini diciptakan oleh Mir Ali Sultan Attabrizi. Khat ini dikembangkan oleh Taj-i-Salmani, seorang kaligrafer dari Isfahan (salah satu kota di Persia) maka tulisan ini juga disebut orang Khat Farisi (tulisan orang-orang persi). Sedangkan orang-orang Persi sendiri menyebutnya Nas Ta’liq mirip orang-orang Eropa menyebutnya “Ta’liq”. Tulisan ini banyak dipakai untuk tulisan surat-surat Raja, perjanjianperjanjian negeri dan prasasti Sultan, sampai sekarang ini hanya terdapat sebuah mushaf Al-Qur’an yang seluruhnya ditulis dengan Khat Farisi ini yang luar biasa indahnya sebagai persembahan untuk Syeh Mahmud (penguasa Persia tahun 1537) Berikut ini contoh dari Khat Farisi37sebagai berikut :
5. Khat Rihani (
)
Namanya diambil dari kata-kata Al-Rayhani yang berarti tumbuhtumbuhan wanita yang molek batangnya dan harum baunya. Tulisan ini diciptakan oleh Ibnu Al-Bawwab sebagai pecahan yang dikembangkan dari asalnya. Naskhi, Tsulutsi dan Muhaqqoq. Perbedaan Khat
37
M. Noor Aufa Shiddiq, Tuntunan Belajar Tahsiinul Khoth Jilid 4, (Kudus : Menara Kudus, 1998), hal : 15
Rihani dengan Tsulutsi terletak pada pukulan garis yang lurus dan tajam mulus. Adapun corak yang membedakan dengan Muhaqqoq adalah bentuk poros/pusat lekukan yang tak pernah tersumbat. Berikut ini contoh dari Khat Rihani38sebagai berikut :
6. Khat Diwany (
)
Tulisan ini tumbuh dan berkembang pada masa kekuasaan Turki Usmaniyah di penghujung abad ke 15 M. Tulisan ini diciptakan pertama kali oleh kaligrafer bernama Ibrahim Munif. Pada masa Sultan Muhammad II. Khat Diwany adalah pecahan yang berkembang dari tulisan Ta’liq Turki, yang kemudian mulai dikenal pada abad ke 8 H dan disempurnakan rumus-rumusnya oleh kaligrafer Ulung Al-Amasi dengan ciri-ciri, miring sekali, bersusun saling tumpang tindih (bertumpuk) dan saling bersambungan huruf-hurufnya, serta jarang menggunakan baris/harakat. Dinamakan Khat Diwany karena tulisan ini awal tumbuhnya khusus dipakai untuk tugas administrasi perkantoran pada masa Turki Usmani dalam bahasa kita diwany berarti kantor. Jenis khat ini harus ditempuh serius dan tidak diajarkan kecuali di sekolah kaligrafi. Berikut ini contoh dari Khat Diwani39sebagai berikut :
38 39
Ibid, 15 Sirojuddin AR, Serial Belajar Kaligrafi Jilid 5, (Jakarta : Darul Ulum Press, 1991), 120.
7. Khat Diwani Jali (
)
Khat diwany jail ini adalah kembang/pecahan dari khat diwani yang diciptakan oleh As-Shodrul’ As-hom Syahlan Pasha dan kemudian disempurnakan oleh Ahmad Azat Al-Khattat sehingga mencapai puncak keindahannya. Perbedaan dengan khat diwani terletak pada variasi hiasannya yang begitu menonjol hingga merupakan ciri khas yang glamour indah beraneka ragam, memiliki susunan padat berkerumun dengan hiasan Tarwis (kepala) alif, kaf dan berukir ditambah dengan titik-titik halus yang membuatnya semakin agung dan indah. Tulisan ini juga dikenal dengan nama Muqqodasi dan Humayuni karena dipakai untuk para Sultan Penguasa Turki Utsmani pada zaman dulu. Berikut ini contoh dari Khat Diwani Jali40sebagai berikut :
C. TEORI PEMBELAJARAN KALIGRAFI 1. Pengertian Pembelajaran Menurut Oemar Hamaik, dalam bukunya “Kurikulum dan Pembelajaran”, mengatakan bahwa : Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang 40
Ibid, hal : 130.
tersusun
meliputi
unsur-unsur
manusiawi,
material.
Fasilitas,
perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran41. Menurut undang-undang SISKIDNAS NO. 20 Tahun 2003 pembelajaran adalah “proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”42. Dalam pembelajaran mencakup kegiatan belajar mengajar antara guru dengan anak didik meliputi komponen pembelajarannya antara lain : tujuan, materi, strategi/metode, pendekatan dan sistem evaluasi, yang pada hakikatnya pembelajaran adalah “suatu proses yaitu proses mengatur, mengorganisasi lingkungan yang ada di sekitar anak didik, sehingga dapat menumbuhkan dan mendorong anak didik melakukan proses belajar43. Dalam pembelajaran kaligrafi ini mencakup tiga aspek yaitu merancang, melaksanakan dan mengevaluasi : a. Merancang Pembelajaran Kaligrafi Dalam mempersiapkan pembelajaran kaligrafi, guru hendaknya menyiapkan rancangan pembelajaran yang meliputi beberapa unsur. Seperti : tujuan pelajaran, materi pelajaran, sarana-sarana pembantu, kemudian tahaptahap penyampaian pelajaran.
b. Pelaksanaan Pembelajaran Kaligrafi 41
Oemar Hamaik, Kurikulum dan Pembelajaran (Jakarta : Bumi Aksara, 2001) 57. Undang-undang RI No.20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional (Bandung, Citra Umbara : 2003) 5. 43 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahsa Indonesia (Jakarta : Balai Pustaka, 1989) 17. 42
Menurut Fauzi Salim Afifi dalam bukunya cara mengajar kaligrafi (Pedoman Guru) mengatakan ada beberapa langkah pelaksanaan pembelajaran kaligrafi 44: 1. Langkah awal Dimulai di kelas satu dan dua SD (Ibtidayah). Dan mengingat bahwa tulisan yang menuntut perjuangan otot dan pikiran belum dapat dikuasai oleh murid-murid tingkat ini, maka cukuplah kita beri mereka motivasi untuk meniru sebisanya tidak perlu kita tuntut supaya detail dan indah/kita wajibkan menggunakan alat-alat penjelas dan warna untuk langkah ini, cukup digunakan pensil. 2. Langkah kedua Dimulai di kelas tiga dan empat. Disini murid membutuhkan pengarahan seperti cara menyempurnakan setiap bentuk huruf seumpama gigi sin, kepala ha dan lengkungan-lengkungan huruf tertentu dan seterusnya. Mereka harus selalu diberi motivasi, karena mempunyai buku tulis tersendiri untuk Khat Naskhi yang digunakan untuk membaca dan menulis setiap mata pelajarannya. Pada periode ini, anak lebih banyak diarahkan kepada cara menggunakan tangan dan memegang kalam/pena secara betul. 3. Langkah ketiga Dimulai di kelas lima dan enam. Anak memiliki buku tulis Khat Riq’ah yang merupakan materi baru. Tangannya yang telah terlatih
44
Fauzi Salim Afifi : 27 – 29.
menulis Khat Naskhi akan sangat membantunya dalam mempelajari jenis kaligrafi baru ini. Pada langkah ini, harus ada peningkatan ketajaman menelaah, pengetahuan tentang hubungan-hubungan dan perbandingan antara bentu-bentuk huruf serta tuntutan agar murid memperbagus kaligrafinya untuk membangkitkan ketajaman rasa seni dalam jiwanya. 4. Langkah keempat Dimulai di tingkat tujuh dan delapan (SLTP Kelas 1 dan 2) murid dikelas-kelas ini memiliki buku-buku tulis Khat dan diwajibkan mengerjakan tugas-tugas menulis Khat dibuku-buku tersebut agar tangannya terlatih secara serius untuk membaguskan tulisannya. Tugas lain adalah membuat ragam iluminasi/ornamen dan medium berwarna yang menerangkan huruf-huruf/ kata-kata. 5. Langkah ke lima Merupakan periode tingkat muailimin dimana pelajar memiliki buku-buku tulis, Riq’ah dan Sulus. Studi kaligrafi pada periode ini merupakan studi atas dasar kesadaran dan ketelatenan, dibawah bimbingan dan pengarahan yang datang dari perasaan pentinganya kaligrafi dan pentingnya memperelok tulisan. Disiapkan untuk digunakan latihan setelah diajarkan karena kaligrafi telah dibiasakannya melalui pemahaman dan indera. 6. Langkah ke enam
Diajarkan di sekolah-sekolah kaligrafi Arab dan merupakan Studi Standarisasi huruf untuk berbagai-bagai gaya kaligrafi yang berbeda-beda. Para siswa di sekolah-sekolah ini secara bersama-sama memperoleh ijasah persiapan sekaligus pada waktu meneruskan studi di sekolah-sekolah kaligrafi dilangsungkan sore hari. Namun tidak hanya ini saja, tapi ada beberapa langkah yang harus ditempuh dalam mengajar : 1. Dalam buku tulis persiapan, guru mencantumkan hari, tanggal, kelompok dan kelas kemudian menulis garis di papan tulis diikuti murid dalam buku tulis mereka. Selain mengingatkan beberapa catatan, disampaikan pula tujuan umum pelajaran. 2. Menjelaskan bentuk-bentuk lain untuk menuliskan baris tadi dan bentuk-bentuk lain untuk kalimat digaris tersebut. 3. Menuliskan beberapa perbandingan, menjelaskan catatan-catatan dan memperingatkan kesalahan-kesalahan goresan pena sekaligus cara memecahkannya. 4. Mengakrabkan diri dengan sarana-sarana seperti gambar huruf-huruf yang ditulis di media yang benar dengan jumlah titik pengukur disertai penjelasannya atau menyediakan panel-panel bergambar huruf yang setiap saat berada di kelas atau dalam bentuk cetakan seperti gambargambar Khat Sulus karya Syeikh Al-Rifa’I dan lain-lain.
D. Cara Mengevaluasi/Koreksi Pelajaran Kaligrafi Menurut Mutholib Al-Fasiriy dalam bukunya Mausu’ah Manhajil Khathathin45. Mengatakan cara memberi petunjuk dan koreksi pelajaran Kaligrafi ada dua petunjuk yaitu : 1. Petunjuk Khusus Adalah petunjuk yang disampaikan kepada siswa secara satu persatu ketika ustadz berkeliling di kelas dan para siswa mencontoh pada nomor satu dimana ustadz membawa pena merah untuk memberi tanda pada tulisan yang salah. Ustadz berkeliling untuk kedua kalinya ketika siswa mencontoh pada nomor dua, sekaligus memberi petunjuk-petunjuk seperlunya, sewaktu siswa mencontoh untuk nomor tiga ustadz duduk di kursinya dan memanggil mereka agar berkeliling di meja ustadz, kemudian memberi petunjuk bagaimana menulis yang benar terhadap tulisan yang tidak bisa di kerjakan dengan baik/dianggap sulit oleh siswa. 2. Petunjuk Umum Adalah petunjuk yang diberikan oleh ustadz di papan tulis. Hal ini dilakukan ketika ustadz berkeliling untuk pertama dan kedua kali dimana akan menemukan kesalahan-kesalahan yang fatal, selanjutnya ustadz
menyuruh
siswa agar siswa meletakkan
alat
tulis
dan
memperhatikan ke papan tulis. Ustadz menjelaskan untuk kedua kali (karena dia sudah menerangkannya sebelum para siswa menulisnya) dan
45
Mutholib Al-Fasiry, Maururoh Manhajil Khathathin (Lamongan : 2008) 12.
menjelaskan
kesalahan-kesalahan
tulisan
siswa
sekaligus
membetulkannya. Sedangkan menurut Fauzi Salim Afifi dalam bukunya cara mengajar kaligrafi (Pedoman Guru) mengatakan cara mengevaluasi pelajaran kaligrafi ada bebrapa tahapan46 : 1.
Guru memilih duduk dibagian belakang kelas untuk
memberikan kesempatan kepada murid memperhatikan papan tulis atau berada dibagian pojok yang dapat dilirik murid-murid di sekililingnya untuk mengoreksi tulisan mereka. Cara lain adalah dengan berkeliling ke tiap-tiap murid sambil membetulkan tulisan mereka di tempat duduknya masing-masing ketika waktu jam pelajaran ini berakhir. 2. Guru membetulkan tulisan murid dalam buku mereka yang telah dipersiapkan, dan jangan mengoreksi di kertas-kertas usang yang telah ditulisi karena hal itu sama dengan tidak adanya hormat murid kepad guru., tidak adanya penghargaan dan penghormatan kepada materi Khat, bahkan sama dengan
tidak mampu menarik manfaat dari koreksian
kesalahan tersebut saat akan kembali mengeceknya. 3. Koreksian hendaknya dengan tinta merah dan jangan sama dengan warna tinta murid, supaya mereka mengenal Khat guru dan letak-letak koraksian pada huruf-huruf yang ditulisnya, tinta murid berwarna hitam dan jangan menulis dengan tinta berwarna-warni. 4. Koreksian dengan menggunakan pulpen murid kelas satu dengan dua sehingga membantu guru dalam mengenal murid dan dapat merasakan 46
Fauzi Afifi : 107 - 110
titik-titik
kelemahan
pulpennya.
Misalnya,
dalam
cara-cara
memiringkan/memanjangkan goresannya, sebab murid kelas satu dan dua masih membutuhkan pengarahan dalam menulis dengan pulpen yang baik. 5. Guru harus selalu memperhatikan ujung pelatuk kalam kayu/bambu, sehingga keserasian potongannya senantiasa terjaga. Oleh karenanya, ia selalu membawa contoh kalam tersebut untuk diperhatikan muridnya. Setiap kali hendak menulis, keserasian potongannya harus dicek. Jika umur kalam tambah menua ukurannya memendek. Saat itulah kita segera merautnya untuk meyakinkan bahwa ujung pelatuknya tetap bagus dan tulisan dapat digoreskan dengan indah. 6. Keterangan dan koreksian harus berdasarkan “ukuran titik” sehingga guru menulis huruf dan kalimat di papan tulis dan buku murid selalu di ukur dengan “ukuran titik” tersebut. 7. Potongan kalam untuk setiap materi adalah seukuran dan yang digunakan untuk menulis, latihan dan koreksi misalnya murid menulis naskhi/Riq’ah seukuran 4 MM/lebih, maka guru pun mengoreksi dengan mata pena selebar itu. 8. Setiapa murid memerlukan dorongan agar tulisannnya tambah berkembang, tanpa dorongan seperti ini, praktek pengajaran menjadi tidak sempurna, seperti halnya mendemontrasikan huruf-huruf yang indah akan mendorong minat murid untuk maju dengan perasaan bahagia karena berhasil memperindah tulisannya, ini pun merupakan motivasi untuk menambah kemajuan.
BAB III PEMBELAJARAN KALIGRAFI DI PONDOK PESANTREN DARUL HUDA MAYAK TONATAN PONOROGO
A. Gambaran Umum 1. Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren Darul Huda Pondok Pesantren Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo Jawa Timur pada awal berdirinya mempunyai pengertian yang sangat sederhana sekali yaitu sebagai tempat pendidikan yang mempelajari ilmu pengetahuan agama Islam di bawah naungan atau bimbingan seorang guru atau kyai. Sejalan dengan perkembangan zaman dan tuntutan masyarakat dewasa ini, lembaga pesantren masih tetap bertahan dalam pendidikan salafiah dan modern, bahkan semakin eksis berkembang sedemikian rupa baik dari jumlah santrinya, tujuannya, maupun sistem pendidikan yang diselenggarakan. Pondok Pesantren Darul Huda merupakan salah satu pondok pesantren yang menerapkan metode salafiah dan haditsah berdiri tahun 1968 di bawah asuhan KH. Hasyim Sholeh47. Metode salaf yang digunakan di Pondok Pesantren Darul Huda adalah metode sorogan, wetonan (bandongan), dan sekolah Diniyah Madrasah Miftahul Huda. Sedangkan metode modern yang dimaksudkan adalah adanya penyelenggaraan sekolah formal kurikulum Departemen Agama. Dengan metode tersebut santri pondok pesantren diharapkan dapat mempelajari ilmu agama secara utuh, dalam arti tidak hanya mempelajari ilmu-ilmu agama seperti syariat, tauhid, dan tasawuf, tetapi juga mempelajari ilmu agama Islam yang 47
Lihat Transkrip Dokumentasi Nomor 01/D/10.II/2008 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini. 55
bersifat umum, seperti Fisika, Kimia, Biologi, dan lain-lain dalam rangka “Tafakkaru Fi Khalg Allah”, sehingga dengan metode tersebut akan membentuk santri yang mempunyai jiwa keagamaan yang teguh serta dapat hidup secara fleksibel dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di zaman yang modern ini. Tantangan yang dihadapi pada waktu itu adalah kurangnya sarana dan prasarana penunjang pendidikan. Selama 13 tahun KH. Hasyim Sholeh bekerja keras untuk mengatasi hambatan ini. Baru sekitar tahun 1980 upaya ini baru membuahkan hasil baik dari segi fisik, kualitas maupun kuantitas, pembangunan sarana fisik, atau kegiatan Pondok Pesantren Darul Huda, belajar mengajar maupun asrama santri, secara bertahap dapat ditingkatkan meskipun tetap disadari bahwa hasil yang telah dicapai masih jauh dari kesempurnaan48. Belajar dari pengalaman, banyak pondok pesantren yang telah masyhur tetapi kemudian tenggelam setelah pengurusnya meninggal. Maka untuk mempertahankan kelangsungan hidup Pondok Pesantren Darul Huda sejak tahun 1983, sistem pengelolaan ahli waris pada Pondok Pesantren Darul Huda dihapus dan diganti dengan pengelolaan yayasan. Selanjutnya, kaderisasi mendidik kaderkader sekaligus memperpanjang amal jariyah para dermawan di Pondok Pesantren Darul Huda. Untuk menjawab tantangan dan tuntutan zaman serta terdorong untuk berperan aktif melaksanakan program pemerintah dalam membangun manusia seutuhnya berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, Pondok Pesantren Darul Huda mendirikan Madrasah Salafiah Diniyah Miftahul-Huda dengan jenjang sekolah 48
Lihat Transkrip Dokumentasi Nomor 02/D/10.III/2008 dalam lampiran laporan penelitian ini.
persiapan selama satu tahun, Ibtidaiyah selama enam tahun, Tsanawiyah selama tiga tahun dan Madrasah Aliyah selama tiga tahun. Kemudian karena adanya beberapa faktor yang memungkinkan untuk menarik minat dari santri, maka sekitar tahun 2001 sistem pendidikan di Madrasah Miftahul Huda diubah dengan jenjang pendidikan selama enam tahun. Hal ini dimaksudkan untuk santri yang memulai pendidikan di Pondok Pesantren Darul Huda, sejak dari Madrasah Tsanawiyah, yang kemudian melanjutkan ke Madrasah Aliyah Darul Huda juga selesai sekolah Madrasah Miftahul Huda. 2. Visi, Misi dan Tujuan Bagi setiap lembaga pastilah mempunyai visi, misi dan tujuan untuk mewujudkan tujuan dari lembaga tersebut. Adapun visi, misi dan tujuan Pondok Pesantren Darul Huda adalah sebagai berikut : Visi Pondok Pesantren Darul Huda adalah berilmu, beramal dan bertaqwa serta
dilandasi
dengan
akhlaqul
karimah.
Sedangkan
misinya
adalah
menumbuhkan budaya ilmu, amal dan taqwa serta akhlaqul karimah pada jiwa santri dalam pengabdiannya kepada masyarakat49. Adapun dasar Pondok Pesantren Darul Huda menganut sistem salafiyah haditsah, sebagaimana semboyan Pondok Pesantren Darul Huda “melestarikan barang yang kuno yang baik dan mengambil barang baru yang lebih baik.” Sedangkan tujuan yang ingin dicapai oleh Pondok Pesantren Darul Huda adalah mencetak santri muslim yang diap mengabdi pada agama, nusa dan bangsa sesuai dengan visi, PP Darul Huda. 49
Lihat Transkrip Dokumentasi Nomor 03/D/10.III/2008 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini.
3. Letak Geografis Dari hasil observasi50 pada tanggal 24 Februari 2008 lokasi Pondok Pesantren Darul Huda secara geografis terletak di Kota Ponorogo, tepatnya di jalan Ir. H. Juanda Gang VI nomor 38 Dusun Mayak, Kelurahan Tonatan, Kecamatan Ponorogo Kabupaten Ponorogo Propinsi Jawa Timur. Lokasi Pondok Pesantren Darul Huda merupakan lokasi yang strategis yang terletak di jantung Kota Ponorogo batas-batas wilayah lokasi tersebut adalah : Sebelah Utara
:
Kelurahan Ronowijayan
Sebelah Selatan
:
Kantor Dep. Agama Kab. Ponorogo
Sebelah Timur
:
Jl. Soeprapto
Sebelah Barat
:
Jl. Ir. H. Juanda Gang VI
4. Struktur Organisasi Dalam sebuah lembaga untuk mencapai suatu tujuan perlu adanya organisasi. Penyusunan struktur organisasi ini bertujuan untuk memudahkan sistem kerja dan kewenangan masing-masing. Karena suatu organisasi tanpa adanya Job Discription akan mengakibatkan kerancauan kerja. Mengenai struktur organisasi di Pondok Pesantren Darul Huda meliputi Madrasah Tsanawiyah Darul Huda, Madrasah Aliyah Darul Huda, Madrasah Diniyah Miftahul Huda, Pondok Pesantren Darul Huda Putra dan Pondok Pesantren Darul Huda Putri. Sebagai penanggung jawabnya adalah yayasan Pondok Pesantren Darul Huda. Adapun pengurus yayasan Pondok Pesantren Darul Huda secara garis besar sebagai berikut : 50
Lihat Transkrip Observasi Nomor 01/D/24.II/2008 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini.
Ketua
:
KH. Abdus Sami’ Hasyim
Sekretaris
:
H. Ansor Asfihani, BA
Bendahara
:
H. Gatot Sudarto
Bagian Pendidikan
:
Drs. H. Syamsul Arifin, AR.
Bagian Sarana dan Prasarana
:
Ir. Muhammad Hermanto
Bagian Dakwah
:
Drs. H. A. Chalig Ridwan
Bagian Kesejahteraan Masjid
:
Sayidi
Bagian Wakaf
:
H. Supandi
Untuk lebih jelas dan terperincinya susunan kepengurusan dapat dilihat dalam lampiran.
5. Sarana dan Prasarana Sarana dan prasarana merupakan komponen yang tidak bisa dipisahkan dalam mencapai tujuan pendidikan. Pada masing-masing lembaga pendidikan penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran akan dapat mencapai tujuannya apabila sarana dan prasarananya mendukung. Adapun sarana prasarana yang ada di Pondok Pesantren Darul Huda ialah51 asrama putra, asrama putri, ruang belajar, ruang pimpinan/kyai, ruang guru/ustadz, ruang kantor administrasi, masjid atau mushola, perpustakaan, aula, klinik, koperasi, kantin, ruang tata usaha, wartel, dapur umum, kamar mandi atau WC santri. Lebih jelasnya dapat dilihat sebagaimana tabel berikut ini Tabel 3.1 Sarana dan Prasarana Pondok Pesantren Darul Huda Mayak 51
ini.
Lihat Transkrip Dokumentasi Nomor 04/D/25.III/2008 dalam lampiran laporan hasil penelitian
NO
BANGUNAN
1 Asrama Putra 2 Asrama Putri 3 Ruang Belajar 4 Ruang Pimpinan/Kyai 5 Ruang Guru/Ustadz 6 Ruang Kantor Administrasi 7 Masjid/Mushola 8 Perpustakaan 9 Aula 10 Klinik 11 Koperasi 12 Kantin 13 Ruang Tata Usaha 14 Kamar Mandi/WC Ustadz 15 Kamar Mandi/WC Santri 16 Dapur Umum 17 Wartel 6. Elemen-Elemen dalam Pesantren
JUMLAH 2 2 24 1 3 5 1 2 1 1 3 2 1 7 189 1 2
Sebagaimana pondok-pondok yang lainnya di Pondok Pesantren Darul Huda juga memiliki beberapa elemen pokok di dalamnya yaitu : a. Kyai Kyai di Pondok Pesantren Darul Huda Mayak adalah pemimpin atau pengasuh dari Pondok Pesantren Darul Huda. Beliau juga sebagai ketua yayasan Darul Huda karena beliau sebagai pimpinan tertinggi, maka setiap bagian yang ada di pondok harus melaporkan pertanggung jawaban setiap kegiatan yang dilakukan mulai dari lembaga Madrasah, hingga pengurus santri (putra-putri). Di Pondok Pesantren Darul Huda, sejak awal berdirinya sampai saat sekarang sudah mengalami pergantian kepemimpinan yakni mengalami satu kali pergantian, kyai pertama sebagai pendiri Pondok Pesantren Darul Huda, dan kyai kedua sebagai pemimpin pondok pesantren hingga saat sekarang.
Kyai yang pertama sebagai pendiri Pondok Pesantren Darul Huda adalah Al Maghfurllah KH. Hasyim Sholeh. Beliau adalah putra Ponorogo asli, tepatnya di Dusun Mayak. KH. Hasyim Sholeh memimpin Pondok Pesantren Darul Huda sejak awal beliau mendirikan Madrasah pada tahun 1968 sampai tahun 2003 ketika beliau wafat. Setelah KH. Hasyim Sholeh meninggal dunia, maka kepemimpinan pondok dialihkan kepada putra pertama beliau yaitu KH. Agus Abdus Sami’ pada tahun 2003 hingga sekarang. b. Santri 1. Keadaan Santri Pondok Pesantren Darul Huda Di pondok pesantren ada dua jenis santri, yaitu santri mukim dan santri tidak mukim. Santri mukim adalah santri yang berasal dari daerah yang jauh dari lokasi pondok dan mukim di dalam pondok. Dan daerah asli santri Darul Huda bermacam-macam, ada yang berasal dari dalam daerah Ponorogo, maupun daerah luar Ponorogo, dan ada juga yang berasal dari luar Jawa, seperti Sumatra, Jambi, Riau, Kalimantan dan lainlain. Awal mula berdirinya Pondok Pesantren Darul Huda santri yang mukim hanya santri putra, sedangkan santri putri pulang kerumah setelah selesai mengikuti kegiatan. Namun mulai tahun 1983 setelah dibangunnya asrama putri, saat itulah ada beberapa santri putri yang mukim. Adapun jenis santri yang kedua adalah santri kalong disebut demikian karena para santri datang ke pondok hanya untuk mengikuti
kegiatan belajar saja, dan setelah kegiatan belajar selesai santri pulang ke rumahnya masing-masing52. 2. Kegiatan Santri Kegiatan santri di Pondok Pesantren Darul Huda antara santri mukim dan santri kalong jauh berbeda, yakni untuk santri yang tidak mukim, santri tersebut tidak mengikuti seluruh rangkaian kegiatan yang ada di Pondok Pesantren Darul Huda namun hanya mengikuti pelajaran ketika sekolah saja. Hal ini berbeda dengan santri yang mukim, dimana untuk santri yang mukim sangat banyak sekali kegiatan, mulai dari bangun tidur sampai tidur kembali. Adapun jadwal kegiatan santri terbagi menjadi beberapa kegiatan diantaranya kegiatan harian, mingguan, bulanan53, tahunan54. Adapun jadwal sebagaimana terlampir. c. Masjid Sebagai sebuah lembaga pendidikan Islam, keberadaan masjid menjadi sarana yang wajib dimiliki begitupun di sebuah lembaga pesantren, karena biasanya berdirinya sebuah lembaga pendidikan pesantren diambil dari pembelajaran di sebuah masjid, begitu juga di Pondok Pesantren Darul Huda sebelum adanya gedung Madrasah para santri mengikuti kegiatan-kegiatan di masjid.
52 53 54
ini.
Lihat Transkrip Observasi Nomor 02/D/25.III/2008 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini. Lihat Transkrip Observasi Nomor 03/D/14.III/2008 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini. Lihat Transkrip Dokumentasi Nomor 05/D/18.III/2008 dalam lampiran laporan hasil penelitian
Masjid di Pondok Pesantren Darul Huda tidak hanya sebagai tempat ibadah sholat jamaah saja akan tetapi juga digunakan tempat untuk kegiatan Dibaiyah, Muhadloroh55, dan terkadang dijadikan sebagai aula tempat pertemuan bagi seluruh santri serta sebagai tempat belajar santri. d. Asrama/Pondok Sebagaimana pondok pesantren pada umumnya di Pondok Pesantren Darul Huda juga terdapat asrama tempat tinggal santri, awal mulanya Pondok Pesantren Darul Huda berdiri, Pondok Pesantren Darul Huda hanya sebuah bangunan sederhana berdindingkan kayu, namun seiring berjalannya waktu dan berkembangnya zaman asrama tempat tinggal santri sudah banyak mengalami kemajuan. e. Ruang Kelas Pada awal berdirinya Pondok Pesantren Darul Huda, santri Darul Huda dalam menjalankan kegiatan belajar mengajar berada di masjid dan di teras rumah penduduk. Pada saat sekarang sudah banyak tersedia ruangan yang dijadikan sebagai ruang belajar. Sehingga, proses belajar mengajar yang dulu digabung antara santri putra dan santri putri, saat ini sudah terpisah dan menempati ruang kelasnya masing-masing.
B. Data khusus 1. Data tentang rancanagan pembelajaran kaligrafi di Pondok Pesantren “Darul huda” Mayak Tonatan Ponorogo
55
Lihat Transkrip Observasi Nomor 04/D/27.III/2008 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini.
Rancangan pembelajaran kaligrafi di Pon. Pes “ Darul Huda dimulai dari kelas satu. Pada tingkat dasar ini seorang guru cukup memberi motivasi untuk meniru sebisanya. Langkah ini cukup menggunakan pensil . Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh ustadz Muhtadin S. PdI, bahwa : “ Rancangan pembelajaran kaligrafi di PP. Darul huda Mayak dimulai dari kelas satu, pada tingkat awal ini seorang guru cukup memberi motivasi dan alat yang digunakan cukup pensil.”56 Dalam
mengajar
pelajaran
kaligrafi
seorang
guru
harus
mempersiapkan RPP, selain itu dalam mengajar pelajaran kaligrafi guru harus mengakrabkan diri dengan sarana seperti huruf-huruf yang ditulis di media yang besar dengan jumlah titik pengukur disertai penjelasannya/menyediakan panel-panel bergambar huruf yang setiap saat berada di kelas atau dalam bentuk cetakan seperti gambar-gambar khat. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh ustadzah Muzakiyatul Maghfiroh bahwa : “Guru harus bisa mengakrabkan diri dengan sarana yang berkaitan dengan pelajaran kaligrafi.”57
2. Data tentang Pelaksanaan Pembelajaran Kaligrafi di Pondok Pesantren “ Darul Huda “ Mayak Toanatan Ponorogo Pelaksanaan pembelajaran kaligrafi di Pon. Pes “Darul Huda” ditangani oleh sebuah lembaga yang bernaung dibawah Pondok Pesantren Darul Huda yang bernama Bina Kaligrafi Santri (BINKAT) “IBNU MUQLAH”. Lembaga ini lahir
56 57
pada tanggal 15 Maret 1999, atas prakarsa salah satu alumnus Pesantren Kaligrafi Al-Qur’an LEMKA Sukabumi Jawa Barat yaitu ust. Muhtadin, S. PdI dan ust. Miftahul Huda, A. Ma (alumnus Pondok Modern Gontor Ponorogo). Kehadiran Binkat “IBNU MUQLAH” adalah sebagai wadah sentra pengembangan kaligrafi khususnya di wilayah Ponorogo, yang mana masih minim sekali kemampuan menulis kaligrafi para santri khususnya dan umumnya. Tujuan di adakan kegiatan kaligrafi Pondok Pesantren Darul Huda adalah : 1. Untuk menangani/mengarahkan minat dan bakat santri di bidang kaligrafi, sehingga lebih baik dan profesional 2. Sebagai media eksperimen bagi santri yang berbakat di bidang kaligrafi 3. Sebagai syiar Islam dari Pondok Pesantren di kalangan masyarakat Untuk merealisasikan tujuan tersebut
Dalampelaksanaan pembelajaran kaligrafi ini setiap jenjang kelas/basic ditempuh 24 kali (dalam 4 minggu) pertemuan atau 6 bulan, masing-masing pertemuan menghabiskan waktu 120 menit atau 2 jam.58 Menurut Zulfa Ulyani, selaku peserta kaligrafi mengatakan : “Tentang metode yang digunakan dalam pelaksanaan pembelajaran kaligrafi adalah metode demonstrasi yaitu dengan cara mengajarkan dan membimbing langsung dengan memberi contoh tulisan kepada peserta satu persatu dari meja ke meja mereka.”59 Agar metode tersebut terlaksana, maka setiap ruang kelas dibimbing seorang guru utama yang menuliskan pelajaran di papan tulis dan beberapa asisten guru (dua orang atau lebih) yang berkeliling memberikan bimbingan dari bangku ke bangku peserta. Untuk menambah wawasan peserta kursus, Ustd Muzakiyatul Magfiroh selaku pembimbing dan pengajar kaligrafi mengatakan : “Untuk menambah wawasan peserta kursus harus diadakan stadium general tentang seni budaya dan sejarah seni kaligrafi Islam.”60 Sedangkan untuk memelihara kesegaran pembelajaran agar dapat berjalan dengan lancer, maka harus diberikan program novelty (hiburan), sebagaimana yang dikatakan oleh Siti Azizatul Masruroh selaku ketua Binkat Ibnu Muqlah periode 20082009 : “Untuk memelihara kesegaran kursus harus diberikan program novelty (hiburan) dengan beberapa cara diantaranya : a. Mengunjungi galeri-galeri seni, baik galeri seni kaligrafi atau galeri seni lukis, kemudian mengadakan dialog-dialog singkat dengan mereka. b. Mengunjungi pameran-pameran lukisan untuk memperkaya teknis pengolahan bahasa warna.
58 59 60
c. Rihlah Khattiyah (rekreasi kaligrafi) dengan cara berkunjung ke pusatpusat wisata alam dan lain-lainnya.”
3. Data tentang Evaluasi Pembelajaran Kaligrafi di Pondok Pesantren “Darul Huda” Mayak Tonatan Ponorogo
Hal ini diungkapkan oleh ustadzah Muzakiyatul Magfiroh sebagai pembimbing Binkat Pon. Pes Darul Huda putri bahwa : “Motivasi juga sebagai pendukung terlaksananya kursus kaligrafi. Dimana motivasi ini dibedakan menjadi dua yaitu motivasi intrinsic yaitu hal keadaan yang berasal dari dalam diri santri sendiri yang dapat mendorongnya melakukan tindakan dan motivasi ekstrinsic yakni hal dan keadaan yang datang dari luar individu yang juga menjadi pendorong untuk melakukan kegiatan. Keberhasilan/prestasi-prestasi yang telah diraih oleh para kakak kelas/teman sekelasnya ini merupakan contoh konkret motivasi ekstrinsic motivasi dari berbagai pihak baik motivasi yang berasal dari sendiri/dari orang lain. Hal ini sangat menjadi pendukung terlaksananya dengan lancar.”61 Siti Azizatul Masruroh juga mengungkapkan bahwa : “Faktor pendorong pembelajaran kaligrafi adalah adanya penghargaan bagi santri yang berprestasi di bidang kaligrafi untuk menjadi duta/utusan Pondok pesantren darul Huda pada berbagai even perlombaan, seperti : PORSENI MTs, PORSENI antar Pondok pesantren, MTQ dll. Baik ditingkat kecamatan, kabupaten, propinsi dan nasional. Dengan adanya pemberian penghargaan ini menjadi kursus kaligrafi di PP. Darul Huda berjalan dengan lancer.”62 Ust. Muhtadin, S. PdI selaku pendiri dan pembimbing Binkat PP. Darul Huda mengungkapkan bahwa : “Dengan adanya kursus kaligrafi di PP. Darul Huda sangat membantu santri didalam hal tulis menulis Arab dan keindahan dalam penulisannya.”63 Disamping itu juga masih menurut ust. Muhtadin, S. PdI mengatakan : “Kursus kaligrafi adalah salah satu cara upaya santri bisa menulis Arab dengan indah. Hal ini merupakan salah satu factor pendukung kursus kaligrafi.”64 Adanya mengenai factor penghambat pembelajaran kaligrafi di Pon. Pes Darul Huda berdasarkan data yang peneliti peroleh yakni factor internal yakni keadaan/kondidsi jasmani dan rohani santri, sedangkan factor eksternal adalah factor yang berada di luar
61
Lihat Transkip Wawancara Nomor 10/2-W/F-2/7-XI/2008 dalam lampiran laporan Hasil Penelitian Lihat Transkip Wawancara Nomor 11/2-W/F-2/8-XI/2008 dalam lampiran laporan Hasil Penelitian 63 Lihat Transkip Wawancara Nomor 12/2-W/F-2/9-XI/2008 dalam lampiran laporan Hasil Penelitian 64 Lihat Transkip Wawancara Nomor 13/2-W/F-2/10-XI/2008 dalam lampiran laporan Hasil Penelitian 62
santri. Faktor internal sebagai penghambat kursus kaligrafi, santri yang berasal dari jasmani santri yakni santri merasa kecapean karena di PP Darul Huda begitu padatnya kegiatan yang ada, sedangkan factor eksternalnya adalah kondisi lingkungan kursus yakni kursus berada di kelas sekolah pagi masing-masing. Jadi santri merasa bosan karena lingkungan belajar yang sama. Hal ini diungkapkan oleh Devi Lutviana siswa kelas X MA, bahwa : “Faktor penghambat pembelajaran kaligrafi adalah berasal dari santri itu sendiri, misalnya santri merasa capek karena begitu padatnya kegiatan pondok. Dan factor eksternal dari luar santri yaitu kondidsi lingkungan kursus yang dilaksanakan sekolah pagi. Sehingga santri merasa bosan dengan kondisi yang ada pemandangan itu-itu saja.”65 Hal serupa diungkapkan oleh saudari Siti Suyanti selaku pengurus Binkat PP. Darul Huda putri bahwa : “Faktor penghambat kursus kaligrafi adalah santri malas dan capek karena begitu padatnya kegiatan pondok dan kursus dilakasankan pada hari libur pondok/sekolah yaitu setiap jum’at pagi, sehingga pada saat kursus berlangsung santri ada yang mencuci baju dan sebagainya.”66 Hal lain diungkapkan oleh sdri. Tri Yuli Kurniawati selaku peserta kaligrafi mengatakan bahwa : “Faktor penghambat kursus adalah terbatasnya tenaga pengajar sehingga memunculkan rasa malas pada diri sendiri.”67 Hal lain diungkapkan oleh sdri Lailatul Mukarromah selaku pengurus Binkat mengatakan bahwa : “ Kurangnya kesadaran para santri akan pentingnya pelajaran kaligrafi sebagai salah satu pelajaran agama yang berkaitan dengan tulis menulis huruf Arab yang mana hal ini jika ditekuni sangat dibutuhkan dan bahkan sangat membantu
65
Lihat Transkip Wawancara Nomor 14/2-W/F-2/11-XI/2008 dalam lampiran laporan Hasil Penelitian Lihat Transkip Wawancara Nomor 15/2-W/F-2/12-XI/2008 dalam lampiran laporan Hasil Penelitian 67 Lihat Transkip Wawancara Nomor 16/2-W/F-2/13-XI/2008 dalam lampiran laporan Hasil Penelitian 66
pelajaran-pelajaran agama yang lain seperti : Bahasa Arab, Al-Qur’an Hadits, Fiqih dll.” Berdasarkan hasil wawancara diatas sebagai factor penghambat pembelajarn kaligrafi adalah factor internal dan factor eksternal yakni kondisi lingkungan serta terbatasnya tenaga pengajar.
BAB IV ANALISI PEMBELAJARAN KALIGRAFI DI PONDOK PESANTREN “DARUL HUDA” MAYAK TONATAN PONOROGO
A. Analisis Tentang Rancangan Pembelajaran Kaligrafi di PP Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo Rancangan pembelajaran kaligrafi di Pon-Pes “Darul Huda” diawali dengan pembuatan RPP, selain itu dalam mengajar pelajaran kaligrafi guru harus bisa mengakrabkan diri dengan sarana-sarana seperti huruf-huruf yang ditulis yang besar dan jumlah titik pengukur disertai huruf yang setiap saat berada di kelas dalam bentuk cetakan seperti gambar-gambar khat tsuluts.
B. Analisis Tentang Pelaksanaan Pembelajaran Kaligrafi di PP Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo Pelaksanaan pembelajaran kaligrafi di Pon. Pes “Darul Huda” ditangani oleh sebuah lembaga yang bernaung dibawah Pondok Pesantren Darul Huda yang bernama Bina Kaligrafi Santri (BINKAT) “IBNU MUQLAH”. Lembaga ini lahir pada tanggal 15 Maret 1999, atas prakarsa salah satu alumnus Pesantren Kaligrafi Al-Qur’an LEMKA Sukabumi Jawa Barat yaitu ust. Muhtadin, S. PdI dan ust. Miftahul Huda, A. Ma (alumnus Pondok Modern Gontor Ponorogo). Dalam pelaksanaan pembelajaran kaligrafi ini berdasarkan penelitian dan wawancara di lapangan. Telah ditemukan adanya kurikulum baku yang menjadi dasar
pijakan pengurus Binkat dalam melaksanakan program-program kursus kaligrafi yang di istilahkan dengan kelas-kelas yaitu : a. Kelas Basic/kelas naskah yaitu mengajarkan Khat Naskhi b. Kelas Basic II/Kelas Mushaf yaitu mengajarkan Khat Tsuluts dan pendalaman Khat Naskhi c. Kelas Basic II/Kelas Dekorasi yaitu mengajarkan Khat Diwani, Farisi dan pendalaman Naskhi dan Tsuluts d. Kelas tata warna/kelas lukis yaitu mengajarkan tehnik penggunaan berbagai media dan cat dalam mempraktekkan seluruh pelajaran yang diperoleh pada kelas-kelas terdahulu dan ditambah pengenalan Riq’ah dan Kufi Berdasarkn penelitia dan wawancara di lapangan, sebelum masuk menjadi anggota kursus, terlebih dahulu kita harus melewati beberap tes yang diistilahkan dengan PREPOTARY TES (Tes kemampuan/minat dan bakat). Bentuk Prepotary Tes ini terdiri dari tiga macam yaitu tes tulis, tes membuat karya dan tes wawancara. a. Tes Tulis Dalam tes tulis setiap peserta kursus di beri soal berupa abjad-abjad huruf tertentu, beberapa penggal kata sambung dan bait-bait puisi Arab (mutiara hikmah). b. Tes Membuat Karya Adapun bentuk tes dari membuat karya ini, setiap peserta kursus dibebaskan untuk memilih aneka macam bentuk karya tulis. Bisa lukisan bebas berupa gambar pemandangan, ataupun lukisan kaligrafi dll. Tujuan dilakukan tes ini adalah untuk menggali/mengukur sampai dimana kemampuan yang dimiliki
oleh peserta kursus dalam bidang tata warna, diharapkan nanti bagi mereka yang telah memiliki penggalaman di bidang tata warna diarahkan untuk masuk kelas mushaf atau dekorasi. c. Tes Wawancara Tujuan diadakannya tes wawancara ini adalah untuk mengukur minat dan bakat santri dalam mengikuti kursus kaligrafi dengan wawancara para pengurus Binkat dapat mengetahui apa tujuan mereka kursus kaligrafi, apa latar belakang mereka mengikuti kursus kaligrafi dan harapan-harapan apa yang akan dicapai setelah mengikuti kursus kaligrafi. Adapun metode yang digunakan pada saat kursus berlangsung yaitu dengan metode demonstrasi, yaitu guru mengajarkan dan membimbing langsung kepada pesert akursus satu persatu dari meja ke meja, agar metode ini dapat terlaksana. Maka setiap ruang kelas dibimbing untuk guru utama yang menuliskan pelajaran di papan tulis dan beberapa asisten guru yang berkeliling memberikan dari bangku ke bangku peserta kursus. C. Analisis Tentang Evaluasi Pembelajaran Kaligrafi di PP Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo Disetiap lembaga tidak lepas dari istilah evaluasi, dan evaluasi yang digunakan berbeda-beda. Begitu juga evaluasi yang digunakan dalam pelajaran kaligrafi di Pondok Pesantren Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo dengan menggunakan istilah koreksi dengan menggunakan dua petunjuk/pedoman yaitu : a. Petunjuk khusus
Dimana petunjuk ini disampaikan kepada peserta didik secara satu persatu ustadznya berkeliling ke tiap-tiap murid sambil membetulkan tulisan mereka ke tempat duduknya masing-masing. Selain itu dalam mengoreksi hendaknya menggunakan tinta merah agar peserta didik mengenal khat guru dan mengetahui dimana letak kesalahannya. Setelah dikoreksi murid berlatih lagi dengan berpegangan pada hasil pembetulan tersebut. Sebelum pelajaran berakhir, guru memberikan pekerjaan rumah dari pelajaran yang telah disampaikan dan dinilai/dikoreksi pada pelajaran yang akan datang. Karena pelajaran kaht termasuk pelajaran yang banyak latihan b. Petunjuk Umum Dimana petunjuk ini diberikan oleh guru di papan tulis. Hal ini dilkukan ketika guru berkeliling untuk pertama dan kedua kali dimana akan menemukan kesalahan-kesalahan yang fatal. Selanjutnya guru menyuruh siswa agar meletakkan alat tulis untuk kemudian memperhatikan ke papan tulis. Guru menjelaskan untuk kedua kalinya (karena dia sudah menerangkannya sebelum para siswa menulisnya) dan menjelaskan kesalahan-keslahan tulisan siswa sekaligus membetulkannya.
C. Analisis Tentang Faktor Pendukung dan Penghambat Pembelajaran Kaligrafi di PP Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo Disetiap lembaga selalu terdapat maslah yang semua itu perlu pemecahan, setiap masalah perlu segera dicarikan jalan keluar agar tidak berlarut-larut. Untuk itu
pelaksanaan pembelajaran kaligrafi sangat diperlukan untuk hal tulis menulis huruf Arab. Yang namanya kegiatan tidak akan mungkin berjalan dengan lancar tanpa adanya pengawasan yang baik dan yang bersangkutan, seperti halnya pembelajaran kaligrafi di PP darul Huda sangat perlu adanya pengawasan langsung dari dewan ustadz dan ustadzah serta dari jajaran pengurus Binkat pondok. Keberhasilan suatu bentuk kegiatan tidak bisa lepas dari faktor penghambat dan juga faktor pendukung itu sendiri. Selanjutnya akan peneliti uraikan faktor-faktor penghambat dan pendukung pembelajaran kaligrafi di PP darul Huda Mayak : a. Faktor Penghambat Suatu lembaga pendidikan sudah barang tentu dalam membuat suatu kegiatan memiliki harapan supaya kegiatan tersebut dapat berjalan lancar tanpa hambatan suatu apapun dan kegiatan tersebut dapat memberikan manfaat bagi siswa/siswi dikemudian hari. Seperti yang terjadi di PP Darul Huda terkait dengan pembelajaran kaligrafi dari data-data yang kami peroleh kegiatan tersebut belum berjalan dengan baik dan lancar, akan tetapi masih mengalami berbagai macam hambatan-hambatan yang belum terselesaikan. Adapun beberapa hal yang menjadi hambatan berdasarkan wawancara dengan berbagai pihak adalah : 1. Terbatasnya tenaga pengajar kursus kaligrafi 2. Terbatasnya sarana galeri kaligrafi sebagai tempat berekspresi para pesert kursus kaligrafi.
Dalam pelaksanaan pembelajaran kaligrafi selama ini, hanya diawasi dan dikontrol oleh pengurus Binkat saja untuk dewan ustadz dan ustadzah akan ikut mengawasi jika akan ada perlombaan. b. Faktor Pendukung Untuk mendukung pembelajaran kaligrafi yang dilaksanakan di PP Darul Huda ada beberapa faktor pendukung berdasarkan data yang peneliti peroleh. Pembelajaran kaligrafi akan dapat dikatakan berhasil apabila telah membuahkan hasil yang bermanfaat bagi santri juga bagi lembaga, maka agar pembelajaran kursus kaligrafi dapat berjalan lancar dan sesuai dengan harapan maka perlu adanya beberapa faktor pendukung yaitu : 1. Adanya penghargaan bagi santri yang berprestasi di bidang kaligrafi 2. Keberhasilan/prestasi-prestasi yang telah diraih oleh para kakak kelas/teman sekelasnya dalam bidang kaligrafi 3. Tersedianya sarana/prasarana fasilitas kursus kaligrafi yang memadai, seperti ruang kelas kursus, ruang galeri karya-karya kaligrafi. 4. Ketrampilan dan kreatifitas pembimbing kaligrafi dalam menyampaikan materi pelajaran kursus kaligrafi baik dalam bentuk teori/praktek Dari beberapa faktor penghambat dan pendukung dapat dipahami bahwa dari beberapa faktor penghambat tersebut harus sedikit demi sedikit diminimalisir dan dicari pemecahannya yaitu dari pengurus Binkat dan dewan pembimbing juga ikut mengontrol dalam pembelajaran kaligrafi. Dan dari faktor pendukung yang
ada diharapkan dapat meminimalisir ketidakaktifan santri dalam menjalankan pembelajaran kaligrafi.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan 1. Rancangan pembelajaran kaligrafi di Pon. Pes “Darul Huda” diawali dengan pembuatan RPP dan seorang guru kaligrafi harus bisa mengakrabkan diri dengan sarana yang digunakan dalam pelajaran kaligrafi 2. Pembelajaran kaligrafi di Pon. Pes “Darul Huda” dilaksanakan setiap Jum’at sore, dimulai pukul 14.30 sampai 16.00 WIB dengan model pelaksanaan yang bervariasi sesuai dengan jenjang yang diistilahkan dengan kelas-kelas yaitu : Kelas basic I/Kelas Naskah, Kelas Basic II/Kelas Mushaf, Kelas Basic III/Kelas Dekorasi, Kelas Tata Warna/Kelas Lukis 3.
Evaluasi yang digunakan dalam pembelajaran kaligrafi berupa koreksian menggunakan dua petunjuk yaitu petunjuk khusus dan petunjuk umum.
4.
Faktor pendukung dan penghambat pembelajaran kaligrafi di PP Daru Huda adalah sebagai berikut : adanya penghargaan bagi santri yang berpresrtasi di bidang kaligrafi, keverhasilan/prestasi yang telah diraih oleh kakak kelas, tersedianya sarana prasarana fasilitas kursus kaligrafi yang memadai, ketrampilan dan kreatifitas pembimbing kaligrafi dalam menyampaikan materi pelajaran kursus kaligrafi. Untuk faktor penghambat : terbatasnya tenaga kursus kaligarfi, dan terbatasnya sarana galeri kaligrafi sebagai tempat berekspresi para peserta kursus kaligrafi
B. Saran 1. Untuk pengurus Binkat hendaknya lebih meningkatkan diri dalam mengontrol pembelajaran kaligrafi 2.
Untukdewan pembimbing hendaknya ikut mengontrol dalam pelaksanaan pembelajaran kaligrafi
3. Untuk santri hendaknya lebih meningkatkan kedisiplinan dalam melaksanakan kursus kaligrafi
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an dan terjemahannya, Departemen Agama RI Afifi, Fauzi Salim, Cara Mengajar Kaligrafi (Pedoman Guru) Terjemahan Sirojuddin A.R. Jakarta: Darul Ulum Press, 2002
Drs. H.D.
Ahmad Syakir, Utsman bin Hasan, Dzurrotun Nashihin, (Surabaya : Sahabat Ilmu, tth) Ali Akbar, Kaedah Menulis dan Karya-Karya Master Kaligrafi Islam. (Jakarta: PT Pustaka Firdaus, 1995), XV. Azzarnujiy, Ta’limul Muta’allim thoriqul Ta’allum, Terjemahan Drs. H. Ali As’ad, (Kudus : Menara Kudus, 1978) Azra, Azyumardi, Pendidikan Islam, Tradisi dan Modernisasi Menuju Millenium Baru, (Jakarta : Kalimah, 2001) Cet. III Arikunto, Suharsini. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002) Anselm dkk, Dasar-dasar Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta, …………..., 2003) As-Suyuthy, Al-Jami’ Ash-Shoghir, Indonesia, (Indonesia : Daar Ihya Al-Kutub AlArabiyah, tth) Al- Fasiriy, Mutholib, Mausu’ah Manhajil Khathathin, (Lamongan : Combi Prima Grafika, 2000) Al-Muqaddasi, Husein, Fathur Rahman, (Indonesia : Maktabah Dahlan, tth) Hadi, Sutrisno, Metodologi Research II, (Yogyakarta : Andi, 1993), Cet. XX Haryono, Amirul Hadi, Metodologi Penelitian 11, (Bandung: Pustaka Setia, 1998) Hamalik, Oemar, Kurikulum Pembelajaran, (Jakarta : Bumi Aksara, 2001) Makin, Nurul, Kapita Selekta Kaligrafi Islam, (Jakarta : Pustaka Panjimas, 1995) Mahfuddin, Abi Tofani, Kumpulan Kaligrafi Arab dengan bacaan Huruf Latin dan Artinya, (Surabaya : Amanah, tth) Midzar Achsan, Kaligrafi Hiasan Mushaf Al-Qur’an, (Gresik : Al-Qolam, 2005)
Moleong, Lexy, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2000) Mulyana, Deddy, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2003) Sirojuddin A.R, Serial Belajar Kaligrafi Jilid 4, (Jakarta : Darul Ulum Press, 1997) ____________, Serial Belajar Kaligrafi Jilid 5, (Jakarta : Darul Ulum Press, 1997) ____________, Serial Belajar Kaligrafi Jilid 7, (Jakarta : Darul Ulum Press, 1997) ____________, Pengantar Kuliah Seni Islam, (Jakarta : UIN Syarif Hidayatullah, 2004) ____________, Kaligrafi Islam Kontemporer, Makalah di sajikan untuk bahan diskusi Mata Kuliah kesenian Islam, (Jakarta : Pasca Sarjana IAIN Syarif Hidayatullah, 1988) ____________, Khat Naskhi untuk Kebutuhan Primer Baca Tulis, (Jakarta : Depbinkat LEMKA, 1997) ____________, Membina Kaligrafi Gaya Lemka, (Jakarta : Depbinkat Lemka, 1997) ____________, Seni Kaligrafi Islam, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 1992), Cet. I edisi II ____________, Koleksi Karya Master Kaligrafi Islam, (Jakarta : Darul Ulum Press, 2007) ____________, Pengembangan Kligrafi Islam di Indonesia, Makalah Seminar Nasional di Fakultas Adab IAIN Syarif Hidayatullah, (Jakarta : IAIN Sarif Hidayatullah, 1990) ____________, Seni Kaligrafi Islam di Indonesia (Angkatan perangkatan), (Jakarta : LEMKA, 1998) Munir, Misbahul, Mengenal Kaidah Kaligrafi Al-Qur’an, (Semarang : Binawan, 2004) Shiddiq, Noor Aufa, Tuntunan Belajar Tahsiinul Khat Jilid 3, (Kudus : Menara Kudus, 1998) ________________, Tuntunan Belajar Tahsiinul Khat Jilid 4 (Kudus : Menara Kudus, 1998)
Syaodih, Nana, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2007) Sugiyono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Bandung : Alfabeta, 2006)