1
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah Kajian mengenai Corporate Governance meningkat dengan pesat seiring
dengan terbukanya skandal keuangan berskala keuangan besar. Upaya pengembangan Good Corporate Governance ditunjukkan untuk mendorong optimalisasi alokasi atau penggunaan sumber daya perusahaan agar pertumbuhan dan kesejahteraan pemilik perusahaan terjaga. Corporate Governance pada dasarnya menyangkut masalah pengendalian perilaku para eksekutif puncak perusahaan untuk melindungi kepentingan pemilik perusahaan (pemegang saham). Masalah ini muncul karena adanya pemisahan antara kepemilikan dan pengelolaan
perusahaan.
Pemilik
sebagai
pemasok
modal
perusahaan
mendelegasikan kewenangan atas pengelolaan perusahaan kepada proffessional managers. Akibatnya, kewenangan untuk menggunakan resources perusahaan sepenuhnya ada di tangan para eksekutif. Pemegang saham mengharapkan manajemen bertindak secara profesional dalam mengelola perusahaan. Setiap keputusan yang diambil seharusnya didasarkan pada kepentingan pemegang saham dan resources yang ada digunakan semata-mata untuk kepentingan pertumbuhan nilai perusahaan. Meskipun demikian, yang sering terjadi adalah keputusan yang diambil oleh manajemen tidak semata-mata untuk kepentingan perusahaan tapi juga untuk kepentingan para eksekutif. Bahkan dalam banyak kasus, keputusan dan tindakan yang diambil seringkali hanya menguntungkan eksekutif dan merugikan perusahaan.
2
Bernhart dan Rosenstein (1998) dalam Siallagan dan Mas’ud (2006) menyatakan beberapa mekanisme (mekanisme corporate governance) seperti mekanisme internal (struktur kepemilikan dan dewan komisaris) dan mekanisme eksternal (pasar) untuk kontrol perusahaan diharapkan dapat mengatasi masalah keagenan. Cross-Directorships dewan merupakan salah satu mekanisme corporate governance yang dapat mengatasi masalah keagenan. Dewan di sini didefinisikan sebagai gabungan antara komisaris dan direksi. Di dalam konteks tersebut lebih menekankan pada fungsi ketergantungan sumber daya (resource dependence) yang dimiliki baik oleh dewan komisaris maupun oleh dewan direksi. Fungsi resource dependence dari dewan pertama kali dikemukakan oleh Pfeffer (1972, 1973). Perspektif fungsi ini memandang dewan sebagai suatu alat untuk mendapatkan informasi dan sumber daya yang penting (Dalton dan Daily, 1999). Peran ini sangat berguna mengingat sumber daya yang langka justru dapat menciptakan keuntungan yang kompetitif (Canner dan Prahalad, 1996). Teori Keagenan (agency theory ) mengemukakan jika antara pihak principal (pemilik) dan agent (manajer) memiliki kepentingan yang berbeda, muncul konflik yang dinamakan konflik keagenan (agency conflict). Hal yang senada diungkapkan oleh (Jensen dan Meckling, 1976) dalam Ummah (2005) bahwa agency conflict muncul akibat adanya pemisahan antara kepemilikan dan pengendalian perusahaan. Berdasarkan uraian diatas maka mekanisme Cross-Directorships dewan yang merupakan gabungan antara komisaris dan direksi dapat mengatasi konflik keagenan karena Cross-Directorships dewan dapat menyatukan kepentingan yang berbeda antara komisaris dan direksi.
3
Mekanisme internal lainya yaitu dewan komisaris, peran dewan komisaris dalam suatu perusahaan lebih ditekankan pada fungsi monitoring dan implementasi
kebijakan
direksi.
Peran
komisaris
ini
diharapkan
akan
meminimalkan permasalahan agensi yang timbul antara dewan direksi dengan pemegang saham. Komisaris Independen dapat berfungsi untuk mengawasi jalannya perusahaan dengan memastikan bahwa perusahaan tersebut telah melakukan praktek-praktek transparansi, disclosure, kemandirian, akuntabilitas dan praktek keadilan menurut ketentuan yang berlaku di dalam suatu sistem perekonomian negara (Adityawan Chandra, 2006). Komisaris Independen yang capable dan efektif di perusahaan publik merupakan salah satu pendorong implementasi Good Corporate Governance (GCG) (Effendi, 2008). Sebelum diberlakukan ketentuan tentang komisaris independen, tidak ada pihak yang bertanggungjawab yang mewakili pemegang saham minoritas dalam forum Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) maupun rapat Direksi (Board of Directors) dan komisaris (Board of Commissioner) perusahaan publik (Effendi, 2008). Anggota dewan komisaris yang mempunyai keahlian dalam bidang tertentu juga dapat memberikan
nasehat
yang
bernilai
dalam
penyusunan
strategi
dan
penyelenggaraan perusahaan. Dan dari perpektif teori agensi, dewan komisaris mewakili mekanisme internal utama untuk mengontrol perilaku oportunistik manajemen sehingga dapat membantu menyelaraskan kepentingan pemegang saham dan manajer. Beberapa hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh ukuran dan komposisi dewan direksi dalam kegiatan perusahaan. Ukuran dan komposisi dewan direksi dapat mempengaruhi efektif atau tidaknya di dalam memonitoring perusahaan. Dewan komisaris yang berukuran kecil akan lebih
4
efektif dalam melakukan tindakan pengawasan dibandingkan dewan komisaris yang berukuran besar. Ukuran dewan komisaris yang besar dianggap kurang efektif dalam menjalankan fungsinya karena sulit dalam komunikasi, koordinasi serta pembuatan keputusan (Yermack, 1996), (Beaslley, 1996), dan (Jensen, 1993). Berdasarkan uraian di atas keberadaan Dewan Komisaris Independen yang sesuai peraturan yang berlaku pada perusahaan dapat membantu meningkatkan kinerja direksi dan manajemen yang akan berakibat pada peningkatan kualitas kebijakan-kebijakan yang dihasilkan, yang nantinya akan mempengaruhi nilai perusahaan itu sendiri. Penelitian (Wicaksono, 2000) dalam (Vianney, 2006) menjelaskan bahwa keberhasilan penerapan corporate governance tidak terlepas dari struktur kepemilikan. Struktur kepemilikan saham yang dimaksud disini adalah proporsi kepemilikan
saham
oleh
pemegang
saham
pendiri,
manager,
investor
institusional, dan publik. Penelitian (Jensen dan Meckling, 1976) dalam (Fuad, 2005) menyimpulkan bahwa proporsi kepemilikan saham yang dikontrol oleh manajer atau kepemilikan manajerial dapat mempengaruhi kebijakan-kebijakan perusahaan. Selain itu, kepemilikan manajerial akan mensejajarkan kepentingan manajemen dan pemegang saham sehingga manajer akan merasakan langsung manfaat dari keputusan yang diambil dengan benar dan merasakan langsung kerugian sebagai konsekuensi dan pengambilan keputusan yang salah. Demzet dan Lehn (1985) dalam Faizl (2004) menyimpulkan bahwa level kepemilikan manajerial yang lebih tinggi dapat digunakan untuk mengurangi masalah keagenan. Kepemilikan saham oleh managerial dimiliki oleh para pelaksana
5
perusahaan, dimana nama-namanya terdaftar di Board Of Directors (Jensen dan Meckling, 1976) menyatakan bahwa kontrol internal dilakukan oleh pihak dalam perusahaan (manajer), dan juga menyatakan bahwa masalah agensi tersebut dapat memburuk apabila persentase saham yang dimiliki oleh manajer (managerial ownerships) sedikit atau kurang dari 100 persen saham biasa perusahaan tersebut. Dengan struktur kepemilikan saham oleh manager dapat mensejajarkan kepentingan
pemilik
(shareholder)
dengan
manager
sehingga
dalam
melaksanakan kinerja perusahaan berjalan dengan baik. Berdasarkan uraian diatas maka penulis dapat membuktikan secara empiris bahwa mekanisme Corporate Governance mempengaruhi Kinerja Perusahann. Dalam penelitian ini mekanisme Corporate Governance diukur dengan CrossDirectorships dewan, Jumlah Komisaris dan Proporsi Kepemilikan Manajeral. Maka peneliti mengambil judul “Pengaruh Cross-Directorships dewan, Jumlah Dewan Komisaris dan Proporsi Kepemilikan Manajerial Terhadap Kinerja Perusahaan”.
1.2
Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang saya dapatkan mengenai judul tersebut adalah: 1.
Apakah
dewan
berpengaruh
terhadap
Kinerja
Komisaris
berpengaruh
terhadap
Kinerja
Cross-Directorships
Perusahaan? 2.
Apakah
Jumlah
Dewan
Perusahaan? 3.
Apakah Proporsi Kepemilikan Manajerial berpengaruh terhadap Kinerja Perusahaan?
6
1.3
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah: 1.
Untuk mengetahui pengaruh antara Cross-Directorships dewan terhadap Kinerja Perusahaan.
2.
Untuk mengetahui pengaruh antara Jumlah Dewan Komisaris terhadap Kinerja Perusahaan.
3.
Untuk mengetahui pengaruh antara Proporsi Kepemilikan Manajerial terhadap Kinerja Perusahaan.
1.4
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam penguatan teori
atau eksistensi teori mengenai Corporate Governance khususnya dalam pengaruh mekanisme Cross-Directorships dewan, Jumlah Dewan Komisaris, dan Proporsi Kepemilikan Manajerial dalam mempengaruhi Kinerja Perusahaan.
1.5
Batasan Masalah
Agar masalah tidak terlalu luas, penulis memberikan batasan masalah: 1.
Perusahaan yang akan diteliti adalah seluruh perusahaan sektor manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI), karena perusahaan dalam satu industri yaitu manufaktur cenderung memiliki karakteristik akrual yang hampir sama, sehingga penelitian
ini memberikan hasil yang konsisten
dalam menyamaratakan perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI).
7
2.
Periode penelitian dilakukan dari tahun 2001 sampai tahun 2006, peneliti mengambil tahun tersebut karena mulai tahun 2001 secara efektif mulai diterapkan
Good
Corporate
Governance,
yang
berdasarkan
pada
terbentuknya Komite Nasional mengenai Kebijakan Corporate Governance (National Committee on Corporate Governance atau NCCG).