BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Jepang merupakan salah satu Negara yang kaya akan budaya. Budaya
Jepang yang nyata dan bisa disaksikan saat ini adalah musik popularnya dan harajuku style 1. Musik Jepang mampu mencari jati dirinya dengan membuat aliran atau style sendiri meskipun mereka terinspirasi dari barat. Mereka berusaha untuk membuat sesuatu yang baru dengan melakukan inovasi terhadap apa yang ditirunya. Tidak heran jika saat ini kita selalu mendengar aliran musik yang terdapat inisial “J” didepannya, seperti J-Pop, J-Dangdut, J-Rap, dan juga J-Rock. Jika selama ini masyarakat kita sangat terbuka dalam menerima musik dari mancanegara, terutama musik-musik yang berasal dari Amerika seperti Hip-Hop dan R&B, kini berkat teknologi kita juga bisa merasakan kehadiran musik popular Jepang di Indonesia. Saat ini yang sedang menjadi trend bermusik anak-anak muda Indonesia adalah musik Japanese rock (J-Rock). J-Rock atau Japanese Rock (nihon no rokku, rock Jepang) digunakan untuk menyebut genre musik rock
1
Gaya dandanan yang “aneh” dan tidak lazim, sering disebut gaya pemberontak (rebellion). Masyarakat Jepang (para pekerja) maupun para anak muda merasa bosan dengan keseharian mereka yang selalu rapi memakai jas saat bekerja, rambut tersisir rapi, memakai seragam kesekolah. Oleh karena itu mereka merasa harus “memberontak” terhadap ketidakbebasan mereka dalam hal berdandan dengan melawan mainstream. Mereka berdandan sesuai dengan apa yang mereka mau, memakai baju yang “nabrak-nabrak”, memoles wajah dengan make up tebal ala boneka, memakai stoking warna norak atau belang-belang, rambut warna-warni, dan sepatu ber highheel. Biasanya di kawasan Harajuku ini mereka bercosplay meniru tokoh anime, manga, band favorit, tokusatsu, ataupun tokoh dalam permainan video game. Dalam perkembangannya Harajuku menjadi tempat pelarian para seniman untuk mengadakan perform jalanan. Kini harajuku dikenal sebagai sebuah sentra dunia entertainment yang terkenal di Jepang maupun dunia karena memiliki ciri khas dimana banyak street performers mengekspresikan idealisme mereka dengan gaya berpakaian yang unik yang kemudian dikenal dengan nama Harajuku Style.
Universitas Sumatera Utara
yang ada di Jepang. 2 Ada beberapa ciri dari J-Rock yang membuatnya berbeda dari rock Amerika yaitu dalam hal komposisi musik, sound, dan performance. Selain tiga hal tersebut, dari segi Vokal biasanya penyanyi J-Rock memiliki karakter yang kuat dan khas yaitu identik dengan vibrasi dan teknik falsetto. Ciri lainnya yaitu permainan bass yang intens dan tidak hanya memainkan akord saja, drum yang tidak harus double pedal dan banyak sinkop serta variasi, serta nada yang cenderung minor, dan lain sebagainya. Japanese Rock juga memiliki ciri dalam hal pembawaan bermusiknya. Pemusik biasanya memakai tema Visual Kei (V-Kei) yang merupakan trend dalam J-rock yang mengutamakan penampilan visual untuk menarik perhatian penonton. Prinsip dari V-Kei adalah pemusik mengenakan pakaian dan dandanan yang memberi kesan feminin meskipun personilnya adalah laki-laki. Biasanya dalam V-Kei satu orang personilnya berdandan sebagai wanita, meskipun selamanya tidak harus begitu. Perkembangan V-Kei menjadi popular di Jepang dan sering dikaitkan dengan band rock Jepang. Di Jepang sendiri tumbuh kepercayaan di kalangan komunitas band, jika ingin sukses dalam bermusik sebaiknya memulai debut dengan penampilan Visual Kei karena semakin banyak band Visual Kei yang terkenal. 3 Beberapa band Visual Kei adalah Dir en Grey, The GazettE, Alice Nine, Malize Mizer, X Japan, Luna Sea, Vidoll, Versailles, ScReW, SuG dan sebagainya. Dir en Grey merupakan salah satu band yang “ekstrim” dalam performancenya. Dua hal inilah (J-Rock dan V-Kei) yang kemudian banyak ditiru oleh anak-anak muda Indonesia. Japanese Rock dan Visual Kei seolah menjadi trend baru 2 3
http://id.wikipedia.org/wiki/J-Rock http://efeksamping.wordpress.com/2008/03/06/band-jepang-yang-beraliran-visual-kei/
Universitas Sumatera Utara
dikalangan komunitas pecinta musik Jepang di Indonesia. Karena kecintaan mereka terhadap musik dan fashion Jepang akhirnya memunculkan band-band yang beraliran J-rock dengan tema V-Kei, contohnya adalah band RevDeKei yang berasal dari Yogyakarta. Meskipun demikian tidak semua band yang muncul mengangkat tema Visual Kei walaupun berada pada aliran Japanese Rock. Wasabi dan Japanese Heroes adalah pelopor band Japanese rock di Indonesia. Setelah mereka, kemudian muncul band-band baru lagi seperti J-Rocks (nama band, bukan penyebutan genre musik), Jetto, dan Leto di Jakarta, atau Sound Wave dan Lucifer di Bandung. Band-band ini selain memainkan lagu soundtrack anime 4 juga memainkan lagu-lagu dari band J-Rock Jepang. Selain itu masih banyak band-band dari kota-kota besar lainnya di Indonesia yang mengikuti trend tersebut. Band-band J-Rock tersebut sering tampil dalam acara yang bersifat Jepang, seperti acara Japan Festival di Universitas Indonusa Esa Unggul (Jakarta Barat), Japan Festival di Margo City (Depok), Japanese Rock Day volume 12,13,14 (Jakarta Selatan), serta Bunkasai yang diadakan diberbagai Universitas di Indonesia. Melody Maker, Wasabi, Monalisa, Mama Rocker, X-Shibuya, Chick-en-katsu, Monoimi, Zanrokku, merupakan beberapa band yang sering melakukan pertunjukan di acara yang bersifat Jepang. Trend serupa juga diikuti oleh beberapa band di kota Medan. Biasanya mereka tampil di acara-acara komunitas ataupun bunkasai 5. Beberapa group band yang kerap membawakan lagu-lagu milik band rock Jepang adalah Marrionate, Azumi, Shiroyuuki, dan beberapa band lainnya. Selain membawakan lagu dari band Jepang mereka juga membawakan lagu ciptaan mereka sendiri. 4
Film animasi Jepang seperti Samurai X, City Hunter, Gundam, Saint Seiya, Candy-Candy, Detective Conan, Naruto, Dragon ball, dan lain-lain. 5 Festival budaya Jepang
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan pemikiran diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang trend Japanese Rock dan Visual Kei. Ada beberapa alasan mengapa penulis tertarik pada topik ini. Pertama, penampilan V-Kei dan gaya bermusik band Japanese Rock mampu menjadi sebuah trend di kalangan anak-anak muda Indonesia, walaupun jenis musik ini tergolong musik minoritas dalam industri rekaman Indonesia. Hal tersebut menyebabkan pendengar/penikmat musik ini masuk dalam kategori pendengar minoritas. Kedua, J-Rock dan V-Kei ini sering menjadi topik diskusi para pendengar/penikmatnya diberbagai forum di internet. Ketiga, banyak musik popular di Medan yang telah dibahas dan dijadikan sebuah skripsi, seperti perkembangan musik Progressive Metal, perkembangan musik EMO, perkembangan musik keroncong, seni pertunjukan dangdut, dan lain sebagainya, sedangkan Japanese Rock dan Visual Kei belum pernah dibahas. Oleh karena itu, muncul ketertarikan saya untuk membuat tulisan tentang trend J-Rock dan V-Kei di Indonesia umumnya, dan Medan khususnya. Berdasarkan hal di atas, adapun judul skripsi ini adalah “Trend Japanese Rock dan Visual Kei Dalam Konteks Pertunjukan Musik Popular di Indonesia : Studi Kasus Group-Group Band di Medan”.
1.2
Pokok Permasalahan Adapun yang menjadi pokok permasalahan pada penelitian ini adalah : 1. Bagaimana fenomena Japanese Rock dan Visual Kei di Indonesia? 2. Bagaimana trend Japanese Rock (hal tentang musik) serta Visual Kei (hal tentang performance) dalam konteks pertunjukan group band beraliran J-Rock di Medan?
Universitas Sumatera Utara
1.3
Tujuan dan Manfaat
1.3.1 Tujuan Adapun yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah : a) Untuk melihat bagaimana fenomena Japanese Rock dan Visual Kei di Indonesia. b) Untuk melihat bagaimana trend Japanese Rock dan Visual Kei yang mengacu pada musik dan performance dalam konteks pertunjukan group band beraliran J-Rock di Medan
1.3.2 Manfaat Beberapa manfaat dari penelitian ini adalah : a)
Memberikan informasi kepada pembaca bagaimana fenomena Japanese Rock dan Visual Kei di Indonesia.
b) Memberikan informasi kepada pembaca terkait Trend Japanese Rock dan Visual Kei dalam konteks pertunjukan group band beraliran J-Rock di Medan yang mengacu pada musik dan performance-nya. c) Dapat dijadikan data untuk bahan penulisan selanjutnya tentang musik Japanese Rock dan Visual Kei d) Memenuhi salah satu syarat menjadi sarjana seni di Departemen Etnomusikologi, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara
1.4
Konsep dan Teori
1.4.1 Konsep Konsep merupakan ide-ide, penggambaran hal-hal atau benda-benda ataupun gejala sosial, yang dinyatakan dalam istilah atau kata (Malo,1985:46). Suatu makna atau pengertian dari sebuah konsep harus didefinisikanan. Trend merupakan sesuatu yang diikuti oleh orang banyak, bukan satu atau dua orang saja 6, sifatnya sementara dan bisa berulang lagi. Pada tulisan ini trend yang akan dibahas meliputi segi musikal dari musik Japanese Rock, serta hal-hal yang bersifat visual seperti kostum, dandanan, perilaku bermusik, yang kesemuanya itu berkaitan dengan Visual Kei. Seluruh musik yang disebarluaskan melalui media massa baik media cetak, penyiaran ataupun rekaman dapat dikategorikan sebagai musik popular. Japanese dalam Kamus Inggris Indonesia (2004:334) artinya orang Jepang atau Jepang. Rock adalah genre musik yang memiliki karakter keras dan menghentak-hentak. Yang dimaksud dengan Japanese Rock disini adalah sebuah genre musik yang berkarakter keras dan menghentak-hentak yang dimainkan oleh orang-orang (musisi) Jepang. Beberapa karakteristik J-Rock secara umum seperti: akord yang banyak menggunakan transpose 7, banyak memainkan nada-nada kromatik 8, pemilihan nada-nada tinggi yang dominan dalam solo gitar, permainan tempo bass yang intens, dan lain sebagainya. Visual kei merupakan penggabungan dari kata Visual (bahasa Inggris) yaitu berkenaan dengan sesuatu yang dapat dilihat, dan Kei (bahasa Jepang) yang
6
Netsains.com Penulisan ulang rangkaian melodi atau akord-akord sebuah lagu dengan meninggikan atau merendahkan semua nada dalam rentang jarak tertentu dan menyeluruh. 8 Tangga nada yang jarak antara semua notnya setengah tone saja. 7
Universitas Sumatera Utara
mempunyai arti “gaya”. Jadi bisa diartikan bahwa Visual Kei adalah gaya dari penampilan luar yang dapat dilihat dengan mata. Gaya dari penampilan luar ini mencakup kostum, rambut, aksesoris, make up, dan perilaku bermusik. Secara umum, anggota band V-Kei berpenampilan “nyentrik” untuk menarik perhatian, seperti rambut yang diwarnai, potongan rambut yang “keren” yang tidak pernah terbayang sebelumnya, make-up tebal yang memiliki kesan feminin, serta kostum yang “aneh”. Visual Kei terbagi lagi menjadi tiga bagian yaitu angura kei, eroguro, oshare kei, yang memiliki cirinya masing-masing [baca halaman 27]. Mereka bebas menciptakan gaya berpakaian dan berdandan mereka sendiri yang mampu menarik perhatian penonton. Oleh karena itu mereka memiliki ciri kostum sendiri, ada yang mengenakan kimono, ada yang bergaya ke-Eropaan, dan lainlain. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995: 522), konteks memiliki dua arti. Arti yang pertama yaitu bagian suatu uraian atau kalimat yang dapat mendukung atau menambah kejelasan makna, sedangkan yang kedua adalah situasi yang ada hubungannya dengan suatu kejadian. Pertunjukan, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995:1086) artinya sesuatu yang dipertunjukkan, tontonan. Maksud dari konteks pertunjukan dalam penelitian
ini
adalah
situasi/hal-hal
yang
terdapat
dalam
sebuah
pertunjukan/tontonan, baik itu dari segi audio (segala bentuk musikal yang dapat didengar ) maupun visual (semua hal yang dapat dilihat dengan mata). Manuel (1988:2) mengatakan bahwa “kata musik popular telah digunakan secara umum dalam tulisan-tulisan berbahasa inggris untuk mengartikan musik rakyat dari seni musik yang diasosiasikan dengan kaum elit. Kata musik popular ini juga
Universitas Sumatera Utara
bisa dideskripsikan sebagai bentuk dari musik yang berkembang di abad ini yang mempunyai hubungan erat dengan media massa”. Sebagai musik yang banyak disebarluaskan melalui media massa, Japanese rock tergolong sebagai salah satu jenis musik popular. Secara umum, studi kasus merupakan strategi yang lebih cocok bila pokok pertanyaan suatu penelitian berkenaan dengan “how” atau “why”, bila peneliti hanya memiliki sedikit peluang untuk mengontrol peristiwa-peristiwa yang akan diselidiki, dan bilamana fokus penelitiannya terletak pada fenomena kontemporer (masa kini) di dalam konteks kehidupan nyata (Yin, 2003:1). Dari definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa maksud dari judul penelitian ini yaitu sebuah tulisan yang ingin menggambarkan bagaimana trend musik Rock Jepang sebagai musik yang rekaman dan penyiarannya telah sampai ke Indonesia beserta gaya visualnya, diikuti atau ditiru oleh anak-anak muda Indonesia baik dari segi musikal maupun segi visual yang kemudian diterapakan dalam situasi pertunjukan mereka, khususnya pertunjukan dari band beraliran rock Jepang yang ada di Medan.
1.4.2 Teori Teori adalah serangkaian konsep dalam bentuk preposisi-preposisi yang saling berkaitan, bertujuan memberikan gambaran yang sistematis tentang suatu gejala (Malo dkk, 1985:49-50). Kemajuan teknologi membantu penyebaran Japanese Rock dan Visual Kei di Indonesia. Penyebaran berkaitan dengan proses difusi. Difusi (diffusion) adalah proses penyebaran kebudayaan-kebudayaan secara geografi, terbawa oleh
Universitas Sumatera Utara
perpindahan bangsa-bangsa di muka bumi. Bersamaan dengan penyebaran dan migrasi kelompok-kelompok manusia di muka bumi, turut pula tersebar unsurunsur kebudayaan dan sejarah dari proses penyebaran unsur-unsur kebudayaan ke seluruh penjuru dunia (Koentjaraningrat, 2002:227-228,244). Dalam zaman modern sekarang ini, difusi unsur-unsur kebudayaan yang timbul di salah satu tempat di muka bumi berlangsung dengan cepat sekali, bahkan seringkali tanpa kontak yang nyata antara individu-individu. Ini disebabkan karena adanya alat-alat penyiaran yang sangat efektif, seperti surat kabar, majalah, buku, radio, film dan televisi (Koentjaraningrat, 2002: 246-247). Jadi tidak heran jika seandainya gaya bermusik dan gaya Visual musisi Jepang dalam waktu kurang dari sebulan atau bahkan seminggu telah ditiru oleh remaja di Indonesia karena adanya televisi, intenet, dan TV kabel. Dalam menjelaskan konteks pertunjukan Japanese Rock dan Visual Kei, penulis memperhatikan unsur-unsur yang terdapat dalam sebuah seni pertunjukan seperti waktu, tempat, pemain, penonton; kapan dan dimana pertunjukan dilaksanakan, disajikan untuk apa, dipertontonkan untuk siapa/kalangan mana, serta bagaimana sifat pertunjukannya. Penjelasan mengenai unsur-unsur musikal yang membentuk suatu komposisi musik, tentang instumentasi, lirik, dan vocal berkaitan dengan disiplin ilmu etnomusikologi. Sloboda dan O’Neill (2001) dalam Djohan (2009:49) mengatakan bahwa dalam pemahaman sehari-hari, musik seringkali dikaitkan dengan perasaan. Di satu sisi, musik dianggap sebagai sarana untuk mengungkapkan perasaan, dan di sisi lain musik dianggap dapat menggugah perasaan pendengarnya. Karena
Universitas Sumatera Utara
kedekatannya dengan kehidupan manusia, maka kajian tentang musik hampir selalu terkait dengan kajian tentang perilaku manusia. Penulis akan menggunakan ”Teori Emosi” untuk melihat perilaku pemusik dan penonton selama pertunjukan berlangsung. Emosi dimaknai sebagai cepat lambat (elemen tempo) atau keras dan lembutnya (elemen dinamika) sebuah komposisi musik. Emosi menggambarkan hal-hal yang berkaitan dengan perasaan ataupun hal-hal yang dapat dirasakan dari penyajian sebuah musik. Musik diakui mempunyai kekuatan untuk mengantar dan menggunggah emosi (Djohan, 2009:86-87).
1.5
Metode Penelitian Metode disini diartikan sebagai suatu cara yang digunakan oleh penulis
dalam mengumpulkan data penelitiannya. Metode yang penulis pergunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh objek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lainlain. Salah satu ciri penelitian kualitatif adalah mengutamakan proses daripada hasil. Perhatian penelitian kualitatif lebih ditekankan pada bagaimana gejala tersebut muncul (Arikunto, 2002:14). Dalam metode penelitian kualitatif, tahapan-tahapan penelitian secara umum terdiri dari tahap Pra-lapangan dan tahap Pekerjaan lapangan.
Universitas Sumatera Utara
1.5.1 Studi Kepustakaan Sebelum melakukan penelitian lapangan, pada tahap pra-lapangan penulis terlebih dahulu akan melakukan studi pustaka dengan membaca bahan bacaan yang memiliki relevansi dengan topik penelitian. Bahan bacaan bisa berupa buku, majalah, jurnal, artikel, maupun skripsi. Musik Populer yang ditulis oleh Mauly Purba dan Ben M. Pasaribu, 2006; Musik dan Kosmos karya Shin Nakagawa, 2000; Psikologi Musik karya Djohan, 2009; merupakan buku-buku yang saya gunakan dalam menulis skripsi ini, dan masih ada beberapa buku lainnya yang relevan dengan topik penelitian. Penulis tidak menemukan buku khusus yang menulis tentang Japanese rock dan Visual Kei, oleh karena itu penulis mencari artikel dan informasi lain yang memiliki relevansi melalui internet.
1.5.2 Pengamatan Pengamatan dalam metode penelitian kualitatif meliputi keseluruhan kejadian, kelakuan, dan benda-benda pada latar penelitian. Mengamati adalah menatap kejadian, gerak atau proses. Untuk mengamati kejadian
yang
kompleks
dan
terjadi
serentak,
pengamat
diseyogiakan
menggunakan alat bantu misalnya kamera, video tape dan audio-tape recorder. Kejadian tersebut kemudian dapat diamati dan dianalisis setelah rekamannya diputar kembali (Arikunto, 2002:205). Harsja
W.
Bachtiar
dalam
Koenjtaraningrat
(1973:149-151)
mengemukakan dua macam pengamatan yaitu : Metode pengamatan terkendali. Dalam pengamatan terkendali, para pelaku yang akan diamati diseleksi dan diamati dalam ruang/tempat
Universitas Sumatera Utara
1. kegiatan. Tidak memungkinkan bagi orang yang menjadi sasaran penelitian untuk melihat peneliti yang mengamati mereka, karena peneliti biasanya mengamati dari kaca jendela. 2
Metode pengamatan terlibat. Yang menjadi sasaran pada pengamatan ini adalah orang/pelaku. Oleh sebab itu, dalam mengumpulkan bahan yang diperlukan peneliti mempunyai hubungan dengan para pelaku yang diamatinya. Sasaran penelitian harus diamati di tempat mereka dijumpai. Artinya, orang yang menjadi sasaran penelitian menyadari kehadiran si peneliti. Berbeda dengan pengamatan terkendali, pada pengamatan terlibat peneliti tidak perlu bersembunyi saat mengamati dan tidak juga mengakibatkan perubahan pada kegiatan yang diamati karena kehadirannya.
Dalam
melakukan
penelitian
ini,
penulis
menggunakan
metode
pengamatan terlibat karena orang yang menjadi sasaran penelitian menyadari kehadiran penulis. Melalui pengamatan ini peneliti dalam mengumpulkan bahan keterangan
yang
diperlukan tidak
perlu
bersembunyi tapi
juga tidak
mengakibatkan perubahan oleh kehadirannya pada kegiatan yang diamati.
1.5.3 Wawancara Untuk mendapatkan keterangan secara lisan dari responden, penulis akan melakukan wawancara. Metode wawancara dibagi kedalam dua golongan besar yaitu : 1. Wawancara berencana, yang selalu terdiri dari daftar pertanyaan yang telah direncanakan dan disusun sebelumnya.
Universitas Sumatera Utara
2. Wawancara tidak berencana, yang tidak mempunyai persiapan sebelumnya dari suatu daftar pertanyaan. Wawancara tidak berencana ini dibagi lagi kedalam (a) metode wawancara berstruktur yaitu pedoman wawancara yang disusun secara terperinci sehingga menyerupai check-list, dan (b) metode wawancara tak berstruktur yaitu wawancara yang hanya memuat garis besar yang akan ditanyakan. Kreativitas pewawancara sangat diperlukan, bahkan hasil wawancara dengan jenis ini banyak tergantung dari pewawancara.
Berdasarkan bentuk pertanyaannya wawancara terbagi atas dua, yaitu : 1. Wawancara tertutup, terdiri dari pertanyaan yang bentuknya sedemikian rupa sehingga kemungkinan jawaban dari responden atau informannya terbatas. 2. Wawancara terbuka, terdiri dari pertanyaan sedemikian rupa bentuknya sehingga responden atau informan tidak terbatas jawabannya dan dapat memberi keterangan atau cerita yang panjang. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan dua jenis wawancara, yaitu wawancara berencana dengan menyusun daftar pertanyaan, serta wawancara terbuka agar mendapatkan keterangan yang panjang. Selama wawancara peneliti akan mendengarkan dengan penuh perhatian segala hal yang diceritakan informan, juga keterangan yang mungkin tidak diperlukan. Wawancara juga bisa dilakukan melalui telepon, email, dan melalui situs-situs pertemanan.
Universitas Sumatera Utara
1.6
Kerja Laboratorium Kerja laboratorium adalah kerja dimana penulis akan mulai melakukan
pengolahan data dengan menyeleksi semua data yang terkumpul setelah melakukan penelitian lapangan. Pada tahap ini, data yang diperlukan akan dikumpulkan dan disusun sedemikian rupa sehingga membentuk sebuah laporan dalam bentuk skripsi.
1.7
Lokasi Penelitian Untuk kegiatan penelitian, penulis memfokuskannya di kota Medan.
Acara bunkasai selalu berlokasi di lapangan parkir Fakultas Sastra USU, yang diselenggarakan oleh mahasiswa/mahasiswi jurusan Sastra Jepang Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara. Selebihnya pertunjukan tidak memiliki lokasi yang tetap. Oleh karena itu, penulis akan melakukan pengamatan ke beberapa pertunjukan musik dimana band beraliran Japanese Rock kota Medan akan tampil.
Universitas Sumatera Utara