BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Jembatan adalah suatu konstruksi yang menghubungkan dua bagian jalan yang terputus karena suatu rintangan, baik itu karena sungai, danau, kali, atau jalan raya. Menurut letak geografis tempat-tempat di sekitar kita, begitu banyak rintangan-rintangan yang mengakibatkan dua bagian jalan terputus. Salah satu rintangan tersebut contohnya adalah sungai. Oleh karena itu, sangat banyak kita melihat konstruksi jembatan yang menghubungkan antara satu tempat dengan tempat yang lain karena dirintangi oleh sungai. Sungai sangat penting peranannya bagi kehidupan manusia. Kenyataan ini dapat dilihat dari pemanfaatan sungai yang makin lama makin kompleks, mulai dari sarana transportasi, sumber baku air, sumber tenaga listrik, dan sebagainya. Menurut Chow (1992), saluran yang mengalirkan air dengan suatu permukaan bebas disebut saluran terbuka. Menurut asalnya, saluran dapat digolongkan menjadi saluran alam (natural) dan saluran buatan (artificial). Saluran alam meliputi semua alur air yang terdapat secara alamiah di bumi, mulai dari anak selokan kecil di pegunungan, sungai kecil, dan sungai besar hingga sampai ke muara sungai. Sungai merupakan suatu saluran drainase yang terbentuk secara alami yang mempunyai fungsi sebagai saluran. Air yang mengalir di dalam sungai akan mengakibatkan proses penggerusan tanah dasarnya. Penggerusan yang terjadi secara terus menerus akan membentuk lubang-lubang gerusan di dasar sungai.
1
Proses gerusan dapat terjadi karena adanya pengaruh morfologi sungai yang berupa tikungan atau adanya penyempitan saluran sungai. Dalam perancangan konstruksi jembatan harus diperhitungkan beberapa aspek seperti letak jembatan, aspek hidraulik sungai serta bentuk abutment yang akan memberikan pola aliran di sekitarnya. Struktur jembatan umumnya terdiri dari dua bangunan penting, yaitu struktur bangunan atas dan struktur bangunan bawah. Salah satu struktur utama bangunan bawah jembatan adalah abutment jembatan yang selalu berhubungan langsung dengan aliran sungai. Aliran yang terjadi pada sungai biasanya disertai proses penggerusan/erosi dan endapan sedimen/deposisi. Gerusan (scouring) merupakan suatu proses alamiah yang terjadi di sungai sebagai akibat pengaruh morfologi sungai (dapat berupa tikungan atau bagian penyempitan aliran sungai) atau adanya bangunan air (hydraulic structur) seperti jembatan, bendung, pintu air, dan lain-lain. Morfologi sungai merupakan salah satu faktor yang menentukan dalam proses terjadinya gerusan. Hal ini disebabkan aliran saluran terbuka mempunyai permukaan bebas (free surface). Kondisi aliran saluran terbuka berdasarkan pada kedudukan permukaan bebasnya cenderung berubah sesuai waktu dan ruang. Di samping itu, ada hubungan ketergantungan antara kedalaman aliran, debit air, kemiringan dasar saluran, dan permukaan saluran bebas itu sendiri. Adanya bangunan air menyebabkan perubahan karakteristik aliran seperti kecepatan dan/atau turbulensi sehingga menimbulkan perubahan transfor sedimen dan terjadinya gerusan. Adanya abutment jembatan akan menyebabkan perubahan pola aliran sungai dan terbentuknya aliran tiga dimensi di sekitar abutment tersebut.
2
Perubahan pola aliran tersebut akan menimbulkan terjadinya gerusan lokal di sekitar konstruksi abutment. Gerusan yang dihasilkan secara langsung akibat adanya suatu bangunan dinamakan gerusan lokal (local scouring). Proses terjadinya gerusan lokal biasanya dipicu oleh tertahannya angkutan sedimen yang dibawa bersama aliran oleh struktur bangunan dan peningkatan turbulensi aliran akibat gangguan suatu struktur. Abutment merupakan bangunan jembatan yang terletak di pinggir sungai, yang dapat mengakibatkan perubahan pola aliran. Bangunan seperti abutment jembatan selain dapat merubah pola aliran juga dapat menimbulkan perubahan bentuk dasar saluran sepeti penggerusan. Gerusan lokal yang terjadi pada abutment biasanya terjadi gerusan pada bagian hulu abutment dan proses deposisi pada bagian hilir abutment (Hanwar, 1999). Kedalaman aliran merupakan salah satu parameter yang mempengaruhi besarnya gerusan lokal yang terjadi di sekitar abutment jembatan. Kedalaman aliran akan sangat berpengaruh terhadap kecepatan aliran yang terjadi. Semakin dalam aliran yang terjadi maka kecepatan semakin berkurang. Apabila kedalaman aliran berkurang maka kecepatan akan bertambah, sehingga besarnya gerusan yang diakibatkan adanya pengaruh kedalaman aliran juga akan berbeda pula. Banyak kasus-kasus tentang runtuhnya bangunan jembatan bukan hanya disebabkan oleh faktor konstruksi, namun persoalan gerusan di sekitar abutment jembatan juga bisa menjadi penyebab lain. Hal ini ditunjukkan karena proses gerusan yang terjadi secara terus menerus sehingga terjadi penurunan pada pangkal abutment. Dampak dari gerusan lokal harus diwaspadai karena dapat berpengaruh pada penurunan stabilitas keamanan bangunan air.
3
Gambar 1.1. Jembatan Srandakan, Bantul, 2009
Jembatan Srandakan, yang melintasi Sungai Progo, yang menghubungkan Kecamatan Srandakan, Kabupaten Bantul, dengan Kecamatan Galur, Kabupaten Kulonprogo, Provinsi D.I. Yogyakarta merupakan salah satu contoh jembatan yang memngalami gerusan lokal pada abutment jembatan sehingga menyebabkan kegagalan fondasi.
Gambar 1.2. Jembatan Kereta Api di Comal, Jawa Tengah, 2001
4
Pada kasus lain terjadi juga pada jembatan kereta api. Jembatan ini merupakan jembatan kereta api lintas Pekalongan-Tegal, tepatnya diantara ComalPetarukan, dikenal pula dengan nama Jembatan BH 474. Jembatan ini melintasi Sungai Comal. Bentang jembatan 60×60×12 m ini ditopang oleh sebuah pilar pasangan batu kali di atas fondasi batu kali dan sebuah pilar beton di atas fondasi tiang pancang. Jembatan dibangun pada akhir abad ke-19. Pada Juni 2001, pilar pasangan batu kali miring akibat fondasi di bawahnya amblas sedalam 188 cm. Mengingat kompleks dan pentingnya permasalahan di atas, kajian tentang gerusan lokal (local scouring) di sekitar abutment jembatan yang terdapat pada sungai akibat adanya pengaruh kedalaman aliran perlu mendapat perhatian secara khusus, sehingga nantinya dapat diketahui mengenai pola aliran, pola gerusan, dan kedalaman gerusan yang terjadi dan selanjutnya dapat pula dicari upaya pengendalian dan pencegahan gerusan pada abutment jembatan. Maka dari itu, dalam setiap perencanaan jembatan, perencana juga harus merencanakan dan menganalisis nilai scouring jembatan sehingga diketahui seberapa dalam gerusan yang terjadi pada aliran air yang melintasi jembatan tersebut. Dengan demikian, perencana jembatan dapat mengantisipasi gerusan (scouring) yang terjadi pada abutment jembatan.
5
B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, dapat diambil permasalahan yaitu menganalisis nilai scouring atau gerusan lokal yang terjadi pada abutment jembatan. Dalam hal ini, untuk mencari nilai scouring (gerusan) dapat menggunakan software HEC-RAS karena lebih efektif dan otomatis dalam pencarian nilai scouring atau gerusan.
C. Batasan Penelitian Penelitian ini mempunyai batasan sebagai berikut: 1. Penelitian hanya sebatas menggunakan software HEC-RAS untuk menganalisis nilai scouring (gerusan) yang terjadi. 2. Penelitian menggunakan 4 sampel jembatan dengan menggunakan studi kasus pembangunan 4 jembatan di Provinsi Nusa Tenggara Barat. 3. Jembatan yang akan dijadikan studi kasus analisis scouring empat jembatan yakni: b. Jembatan Oiniu, di Kabupaten Bima, Provinsi Nusa Tenggara Barat. c. Jembatan Sila, di Kabupaten Bima, Provinsi Nusa Tenggara Barat.
d. Jembatan Godo I, di Kabupaten Bima, Provinsi Nusa Tenggara Barat. e. Jembatan Godo II, Kabupaten Bima, Provinsi Nusa Tenggara Barat.
6
D. Tujuan Penelitian Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini yaitu untuk: 1. Mengetahui kedalaman scouring yang terjadi pada abutment jembatan yang disebabkan oleh aliran air. 2. Mengetahui pengaruh parameter aliran terhadap proses gerusan dan bentuk hubungan antarparameter yang berpengaruh tersebut dengan besar gerusan yang terjadi, sehingga nantinya dapat diketahui pengaruh kedalaman aliran terhadap kedalaman gerusan lokal.
E. Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diambil dalam penelitian ini adalah: 1. Hasil
dari
penelitian
diharapkan
memberikan
manfaat
dalam
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terutama bidang hidrolika yang berkaitan dengan konsep gerusan lokal pada abutment jembatan. 2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu masukan bagi para konsultan perencana dalam kaitannya dengan perencanaan bangunan air, khususnya dalam menaikkan tingkat keamanan konstruksi abutment jembatan terhadap gerusan lokal. 3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan untuk mendapatkan atau mengetahui nilai scouring yang terjadi pada keempat jembatan.
7
F. Sistematika Penelitian Penelitian ini disusun dalam lima bab dengan sistematika penulisan sebagai berikut: BAB I Pendahuluan Berisi latar belakang permasalahan, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitiaan, manfaat penelitian, dan sistematika penelitian. BAB II Tinjauan Pustaka Dan Landasan Teori Bab ini menjelaskan tentang pokok-pokok kajian tentang definisi sungai, gerusan, mekanisme gerusan, transpor sedimen, pola aliran, bilangan Froude, koefisien kekasaran dasar, awal gerak butiran, faktor yang mempengaruhi gerusan di sekitar abutmen, persamaan gerusan untuk aliran beraturan. BAB III Metodologi Penelitian Bab ini membahas tentang metode pengumpulan data, langkah penelitian, dan analitis data. BAB IV Hasil Penelitian Dan Pembahasan Bab ini menguraikan data-data hasil penelitian dan pembahasan. BAB V Penutup Bab penutup berisi tentang simpulan dan saran yang berkaitan dengan penelitian Penggunaan Software HEC-RAS dalam mencari nilai scouring.
8