BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Investasi adalah merupakan langkah awal kegiatan produksi sehingga
investasi pada hakekatnya merupakan langkah awal kegiatan pembangunan ekonomi. Dinamika penanaman modal mempengaruhi tinggi rendahnya percepatan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Oleh karenanya, dalam upaya
menumbuhkan
perekonomian
setiap
negara
senantiasa
berusaha
menciptakan iklim yang dapat menggairahkan investasi. Kegiatan investasi telah memberikan kontribusi yang besar dalam mendorong kinerja laju pertumbuhan ekonomi Indonesia, mendorong timbulnya industri pasokan bahan baku lokal, proses alih teknologi dan manajemen, serta manfaat bagi investor. Meningkatkan daya saing ekonomi dengan menciptakan iklim usaha yang kondusif merupakan salah satu prioritas nasional Indonesia untuk periode Tahun 2010 hingga 2014. mempermudah
proses
pendirian
usaha
Reformasi kebijakan usaha yang akan
mendorong
sektor
dominan
investasi
dan
meningkatkan penciptaan lapangan kerja. Sektor
pertanian
masih
menjadi
dalam
struktur
perekonomian Indonesia. Data BPS 2009 menunjukan bahwa sektor ini dapat menyerap 42,76 % tenaga kerja di Indonesia. Sektor pertanian yang terkait dengan komoditas agribisnis adalah sub sektor tanaman bahan makanan, perkebunan, peternakan, perikanan dan kehutanan. Agribisnis adalah melihat pertanian sebagai 1
2
suatu sistem yang terdiri dari sub sistem yang terkait satu dengan yang lainnya. Keterkaitan antar sub sistem ini bertujuan untuk memandang pertanian sebagai suatu kegiatan bisnis yang memiliki daya saing. Penekanan keterkaitan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dengan sistem agribisnis terletak pada hubungan dan integrasi vertikal antara beberapa sub sistem agribisnis dalam satu sistem komoditas. Subsistem agribisnis hulu (up-stream agribusiness) meliputi semua kegiatan untuk memproduksi dan menyalurkan input-input pertanian dalam arti luas. Dalam sistem ini temasuk kegiatan pabrik pupuk, usaha pengadaan bibit unggul, baik untuk tanaman pangan, tanaman perkebunan, dan ternak maupun ikan.
Juga
termasuk
pabrik
pakan,
pabrik
pestisida,
serta
kegiatan
perdagangannya. Subsistem usaha tani (on-farm agribusiness) merupakan kegiatan yang selama ini dikenal sebagai kegiatan usahatani. Subsistem agribisnis hilir (down-stream agribusiness) yang disebut juga dengan kegiatan agroindustri adalah kegiatan industri menggunakan produk pertanian sebagai bahan baku. Subsistem pemasaran serta perdagangan hasil pertanian dan hasil olahannya adalah untuk menyampaikan output kepada konsumen dalam negeri maupun luar negeri. Subsistem terakhir adalah subsistem jasa penunjang (supporting institution) adalah kegiatan jasa yang melayani pertanian. Kegiatan jasa yang dimaksud diantaranya adalah perbankan, infrastruktur, litbang, pendidikan dan penyuluhan atau konsultasi, transportasi dan sebagainya. Perizinan yang beraitan dengan usaha/kegiatan agribisnis adalah merupakan bagian dari subsistem jasa penunjang.
3
Perizinan usaha memberikan pengaruh cukup besar terhadap sebuah kegiatan usaha sejak usaha baru akan dimulai, tahapan produksi, pemasaran, dan pada tahap dimana usaha mengalami peningkatan dalam skala ekonominya. Sayangnya untuk kondisi Indonesia pengaruh perizinan terhadap perkembangan usaha kecil cenderung negatif, dimana pengurusan perizinan usaha sering menjadi hambatan bagi pengembangan usaha kecil tersebut (Rustiani, 2001). Proses perizinan, khususnya perizinan usaha, secara langsung akan berpengaruh terhadap keinginan dan keputusan calon
pengusaha
maupun
investor
untuk
menanamkan modalnya. Pemerintah juga telah menerbitkan peraturan yang menyederhanakan perizinan di tingkat daerah sebagai bagian dari upaya untuk lebih mendorong perkembangan sektor formal secara nasional. Hal ini berdampak pada persyaratan untuk memperoleh Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) dan Tanda Daftar Perusahaan (TDP). Meskipun izin dan surat tanda daftar ini diatur oleh ketentuan yang berlaku di tingkat nasional yaitu oleh Kementerian Perdagangan, namun penerbitan izin dan surat tanda daftar ini berada di bawah kewenangan pemerintah daerah. Pemerintah menetapkan batasan waktu yang wajib dipatuhi serta meniadakan atau mengurangi biaya yang berlaku untuk kedua izin dan tanda daftar ini, namun dalam prakteknya masih ditemukan perbedaan yang berkaitan dengan peraturan daerah yang berlaku di tingkat kabupaten/ kota. Dari hasil doing business di Indonesia 2012, beberapa pemerintah daerah telah mempergunakan himbauan nasional untuk menyederhanakan persyaratan perizinan di daerah sebagai landasan untuk melakukan penggabungkan prosedur-
4
prosedur, memberlakukan batasan waktu yang wajib dipatuhi dan meniadakan atau mengurangi biaya yang berlaku untuk perizinan di tingkat daerah. Sebagai misal, setelah diterbitkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 24 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, yang mendorong pembentukan layanan terpadu secara nasional di Palangka Raya, Surakarta, dan Yogyakarta menggabungkan seluruh perizinan usaha di daerah mereka ke dalam satu paket. Dalam dua tahun terakhir, Semarang, Denpasar, Jakarta, dan Balikpapan mengambil langkah yang sama. Setelah diterbitkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, hampir separuh dari kota-kota di Indonesia menghapus pemberlakuan biaya untuk sejumlah izin di daerah termasuk untuk Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) dan Tanda Daftar Perusahaan (TDP). Dalam memasuki era pengembangan pelayanan, penyedia jasa pelayanan publik (public service provider) terus mengupayakan perbaikan layanannya. Pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan,
maupun
dalam
rangka
pelaksanaan
ketentuan
peraturan
perundang-undangan. Di Indonesia, pihak yang berperan sebagai pihak penyedia jasa pelayanan publik adalah pemerintah. Pemerintah memiliki fungsi memberikan berbagai pelayanan publik yang diperlukan oleh masyarakat, baik dalam bentuk pengaturan maupun pelayanan-pelayanan lain dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat (Siagian, 2001).
5
Penyelenggaraan pemerintahan saat ini tidak lagi semata-mata menjadi tanggung jawab pemerintah, melainkan seluruh aktor dalam sebuah negara. Meskipun demikian, peran pemerintah masih sangat dibutuhkan terkait dengan penyediaan pelayanan publik. Pada dasarnya, pelayanan publik mencakup tiga aspek, yaitu pelayanan barang, jasa, dan administratif. Perizinan adalah merupakan salah satu bentuk pelayanan jasa yang terkait dengan kegiatan usaha. Penerapan otonomi daerah yang sudah digulirkan sejak tahun 2009 melalui Perubahan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 ke Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, memberikan ruang yang cukup besar bagi daerah untuk mengatur dan mengurus pelayanan publiknya, termasuk dalam hal perizinan. Implikasinya, sebagian daerah menggunakan kesempatan ini untuk melakukan inovasi demi menarik investor, namun sebagian lain justru menggunakannya untuk menarik retribusi sebesar mungkin demi meningkatkan penerimaan pendapatan daerah setempat (PAD). Pada era otonomi daerah yang telah memasuki lebih satu dasawarsa, banyak daerah otonomi yang cukup berhasil membangun daerahnya yang diawali dengan pemberian layanan perizinan investasi yang mudah dan murah. Investasi yang dilakukan oleh pemilik modal dalam pembangunan daerah akan menciptaka n efek pengganda (multiplier effects) bagi daerah yang bersangkutan. Investasi yang masuk akan menjadi salah satu pengerak (driving forces) dalam percepatan pembangunan daerah (Mursitama, dkk., 2010).
6
Merespon permasalahan dan fenomena tersebut, Pemerintah Kota Denpasar telah menerbitkan Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 6 Tahun 2007 tentang Organisasi Dinas Perijinan Kota Denpasar. Dalam peraturan daerah tersebut diuraikan tugas pokok Dinas Perijinan yaitu melaksanakan kewenangan Otonomi Daerah Kota Denpasar dibidang perizinan dalam rangka pelaksanaan tugas desentralisasi. Perubahan kelembagaan dari Dinas Perijinan menjadi Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Satu Pintu dan Penanaman Modal (BPPTSP dan PM) melalui Peraturan Daerah Kota Denpasar No. 14 Tahun 2012 tentang Perubahan kedua atas Peraturan Daerah Kota Denpasar No. 8 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah Kota Denpasar juga dimaksudkan untuk terwujudnya lembaga yang “One Stop Service (OSS)”. Dalam OSS tersebut berbagai jenis perizinan/non perizinan dapat diurus melalui satu pintu, transparan dalam hal mekanisme, persyaratan, biaya dan waktu serta memungkinkan pengurusan secara paralel. Hal ini sejalan dengan semangat Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 24 Tahun 2006, tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, dan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No. 188.32/498/V/Bangda, tentang Petunjuk Pelaksanaan Pelaksanaan Permendagri No. 24 Tahun 2006 yang memiliki tujuan dan sasaran untuk mewujudkan pelayanan publik yang cepat, tepat, murah, mudah, transparan, pasti dan terjangkau serta mampu meningkatkan hak-hak masyarakat dalam pelayanan publik (Rencana Strategis Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Satu Pintu dan Penanaman Modal Kota Denpasar Tahun 2013 s/d 2015).
7
Pelayanan publik yang diselenggarakan oleh aparatur pemerintah dewasa ini masih banyak mengalami kelemahan sehingga belum dapat memenuhi kualitas yang diharapkan masyarakat. Hal ini ditandai dengan masih adanya berbagai keluhan masyarakat yang disampaikan melalui media massa, sehingga dapat menimbulkan citra yang kurang baik terhadap aparatur pemerintah. Demikan pula jika proses perizinan tidak efisien, berbelit-belit dan tidak transparan baik dalam hal waktu, biaya, maupun prosedur akan berdampak terhadap menurunnya keinginan masyarakat untuk mengurus perizinan usaha serta mereka akan mencari tempat investasi lain yang prosesnya lebih jelas dan transparan. Mereka sering dihadapkan pada urusan yang berbelit dan menjadikan mereka harus berurusan dari satu kantor ke kantor lain hanya untuk mengurus suatu layanan perizinan. Hal ini membuat masyarakat merasa tidak nyaman dan ada kesan dipermainkan oleh aparat pemerintah sehingga kinerja dan citra pelayanan publik secara keseluruhan menjadi buruk. Bagi kalangan dunia usaha masalah yang sering dikeluhkan adalah ketidakjelasan prosedur, pemrosesan izin
sehingga
biaya, dan kepastian lama waktu penyelesaian menjadikan biaya yang dikeluarkan menjadi
cukup tinggi. Tuntutan kualitas dalam penyelenggaraan pelayanan publik ini dirasakan sangat meningkat. Masyarakat pada umumnya tidak dapat lagi dipenuhi kebutuhannya atas dasar standar pemerintah. Melainkan telah dituntut adanya kualitas layanan yang ditentukan oleh kebutuhan masyarakatnya sendiri. Kebutuhan tersebut ditujukan baik terhadap barang privat (private goods) maupun terhadap barang publik (public goods). Barang layanan privat dapat dipenuhi
8
melaui mekanisme pasar, sementara barang publik tidak dapat dipenuhi melalui mekanisme pasar melainkan harus melalui pengaturan yang dilakukan oleh pemerintah (Lean, lainMc., 1989 dalam Wahyuni 2010). Mengingat fungsi utama pemerintah adalah melayani masyarakat maka pemerintah perlu terus berupaya meningkatkan kualitas pelayanan. Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (PROPENAS), adalah
disusunnya Indeks
Kepuasan Masyarakat (IKM) sebagai tolok ukur untuk menilai tingkat kualitas pelayanan. Di samping itu, data indeks kepuasan masyarakat akan dapat menjadi bahan penilaian terhadap unsur pelayanan yang masih perlu perbaikan dan menjadi pendorong setiap unit penyelenggara pelayanan untuk meningkatkan kualitas pelayanannya. Mengingat jenis pelayanan sangat beragam dengan sifat dan karakteristik yang berbeda, maka untuk memudahkan penyusunan indeks kepuasan masyarakat diperlukan pedoman umum yang digunakan sebagai acuan bagi pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan kabupaten/kota untuk mengetahui tingkat kinerja unit pelayanan di lingkungan instansi masing-masing. Dari hasil pengujian akademis/ilmiah lebih lanjut diperoleh ada 14 unsur indeks kepuasan masyarakat yang dapat diberlakukan untuk semua jenis pelayanan untuk mengukur indeks kepuasan masyarakat unit pelayanan, seperti tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor Kep/25/M.PAN/2/2004 tentang
9
Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah. Salah satu bentuk jenis layanan perizinan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kota Denpasar kepada masyarakat adalah pelayanan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) untuk kegiatan investasi yang berkaitan dengan usaha pertanian (agribisnis). Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) adalah surat izin untuk dapat melaksanakan kegiatan usaha perdagangan. Setiap perusahaan, koperasi, persekutuan maupun perusahaan perseorangan, yang melakukan kegiatan usaha perdagangan wajib memperoleh SIUP yang diterbitkan berdasarkan domisili perusahaan dan berlaku di seluruh wilayah Republik Indonesia. Beberapa contoh usaha agribisnis yang memerlukan SIUP adalah usaha yang bergerak di bidang perdagangan tanaman hias, bibit tanaman, bibit ternak, mesin pertanian, pupuk, pestisida, dan hasil pertanian seperti buah-buahan, sayursayuran, dan lain sebagainya. Mengacu pada Rencana Strategis (Renstra) Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Satu Pintu dan Penanaman Modal Kota Denpasar Tahun 2013 s/d 2015, maka pelayanan yang diberikan kepada masyarakat semestinya telah menganut pada pola pelayanan publik yang cepat, tepat, murah, mudah, transparan, pasti dan terjangkau serta mampu meningkatkan hak-hak masyarakat dalam pelayanan publik.
Apabila
pola
pelayanan
publik
seperti
tersebut
diatas
telah
terimplementasikan dengan baik, maka semestinya masyarakat dapat mengurus perizinannya (SIUP) secara langsung ke institusi perizinan pemerintah yang ditunjuk tanpa mempergunakan biro jasa pelayanan. Namun kenyataannya
10
menunjukkan bahwa masih banyak masyarakat menyerahkan pengurusan izin pada biro jasa pelayanan. Berdasarkan Tabel 1.1 berikut dapat dilihat bahwa dari lima jenis perizinan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kota Denpasar kepada masyarakat menunjukkan gambaran selama tahun 2010 s/d 2013 adalah sebagai berikut. Tabel 1.1 Rekapitulasi Berbagai Jenis Perizinan yang Terbit Periode Tahun 2010 s/d November 2013 Dengan biro jasa pelayanan No
Jenis izin
Tanpa biro jasa pelayanan
Sub total 2010
2011
2012
Sub total 2010
2013 (satuan)
2011
2012
Total
2013
(%)
(satuan)
(%)
1
IMB
2.004
2.085
1.816
1.074
6.979
80,20
594
570
404
155
1.723
19,80
8.702
2
TDP
1.307
1.552
1.595
1.349
5.803
74,32
312
503
679
511
2.005
25,68
7.808
3
SIUP
882
1.176
1.118
971
4.147
72,91
237
393
513
398
1.541
27,09
5.688
859
685
940
633
3.117
82,50
188
171
202
100
661
17,50
3.778
82,43
17,57
3.176
4 5
SITU HO
608
461
917
632
2.618
Total
5.660
5.959
6.386
4.659
22.664
142
117
199
100
558
1.473
1.754
1.997
1.264
6.488
Sumber BPPTSP dan PM Kota Denpasar Tahun 2010sd Nop 2013 Keterangan : IMB : Izin mendirikan bangunan TDP : Tanda daftar perusahaan SIUP : Surat izin usaha perdagangan
SITU : Surat izin tempat usaha HO : Izin gangguan
Pengurusan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) telah terbit sebanyak 8.702 izin yang terdiri atas 80,20% (6.979 izin) dilakukan dengan biro jasa pelayanan, sedangkan 19,80% (1.723 izin) dilakukan tanpa biro jasa pelayanan; Tanda Daftar Perusahaan (TDP) telah terbit sebanyak 7.808 izin yang terdiri atas 74,32% (5.803 izin) dilakukan dengan biro jasa pelayanan, sedangkan 25,68% (2.005 izin) dilakukan tanpa biro jasa pelayanan; Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) telah terbit sebanyak 5.688 izin yang terdiri atas; 72,91% (4.147 izin) dilakukan dengan biro jasa pelayanan, sedangkan 27,09% (1.541 izin) dilakukan tanpa biro jasa pelayanan; pengurusan Surat Izin Tempat Usana (SITU) telah terbit sebanyak 3.778 izin yang terdiri atas; 82,50% (3.117 izin) dilakukan dengan biro jasa
11
pelayanan, sedangkan 17,50% (661 izin) dilakukan tanpa biro jasa pelayanan; pengurusan Izin Gangguan (HO) telah terbit sebanyak 3.176 izin yang terdiri atas; 82,43% (2.618 izin) dilakukan dengan biro jasa pelayanan, sedangkan 17,57% (558 izin) dilakukan tanpa biro jasa pelayanan. Untuk periode tahun 2010 s/d 2013 pelaksanaan pengurusan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) kegiatan usaha agribisnis menunjukan bahwa telah terbit sebanyak 446 izin yang terdiri dari; 66,14% (295 izin) dilakukan dengan biro jasa pelayanan, sedangkan 33,86% (151 izin) dilakukan tanpa biro jasa pelayanan untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1.2. Tabel 1.2 Rekapitulasi Jenis Perizinan SIUP kegiatan Usaha Agribisnis yang Terbit Periode Tahun 2010 s/d November 2013 Dengan biro jasa pelayanan No
Tanpa biro jasa pelayanan
Sub total
SIUP 2010
2011
2012
2013 (satuan)
1
agribisnis
0
79
2
Non agribisnis
882
1.097
Total
882
1.176
119
97
295
999
874
3.852
1.118
971
4.147
Total
Sub total 2010
2011
2012
2013
(%) 66,14
(satuan)
(%)
0
22
72
57
151
33,86
73,48
237
371
441
341
1.390
26,52
5.242
72,91
237
393
513
398
1.541
27,09
5.688
446
Sumber BPPTSP dan PM Kota Denpasar Tahun 2010sd Nop 2013
Dari data di atas, menunjukkan bahwa peran biro jasa pelayanan dalam pengurusan izin besar sekali terutama dalam pengurusan perizinan SIUP. Karena itu menarik untuk diteliti manakah yang lebih berperan antara perilaku layanan dan standar layanan terhadap tingkat kepuasan masyarakat dalam pengurusan SIUP kegiatan usaha agribisnis di BPPTSP dan PM Kota Denpasar dan adakah tingkat kepuasan masyarakat dalam pengurusan SIUP kegiatan usaha agribisnis berpengaruh terhadap penggunaan biro jasa pelayanan ?
12
1.2
Rumusan Masalah Banyaknya masyarakat yang mempergunakan biro jasa pelayanan dalam
pengurusan SIUP dapat menjadi salah satu indikator bahwa implementasi atas Rencana Strategis Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Satu Pintu dan Penanaman Modal Kota Denpasar Tahun 2013 s/d 2015 belum dapat berjalan secara optimal. Hal ini diperkuat juga oleh masih banyaknya keluhan masyarakat terhadap instansi-instansi pelayanan publik dalam pengurusan perizinan. Berdasarkan hal itu, maka perlu dilakukan penelitian tentang tingkat kepuasan masyarakat dan faktor-faktor
yang
mempengaruhi
kepuasan
masyarakat
dalam
penyelenggaraan perizinan. Berdasarkan uraian diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Manakah yang lebih berperan antara variabel perilaku layanan dan standar layanan terhadap tingkat kepuasan masyarakat
di BPPTSP dan PM Kota
Denpasar ? 2. Apakah tingkat kepuasan masyarakat berpengaruh terhadap penggunaan biro jasa pelayanan di BPPTSP dan PM Kota Denpasar ? 1.3
Tujuan Penelitian Secara umum penelitian ini akan menganalisis tingkat kepuasan masyarakat
dalam pengurusan SIUP dengan kegiatan usaha agribisnis dan mengetahui pengaruh pelayanan publik terhadap kepuasan masyarakat. Secara lebih spesifik, tujuan penelitian ini adalah:
13
1. Mengetahui variabel yang paling berperan antara perilaku layanan dan standar layanan terhadap tingkat kepuasan masyarakat
di BPPTSP dan PM Kota
Denpasar. 2. Mengetahui pengaruh tingkat kepuasan masyarakat terhadap penggunaan biro jasa pelayanan di BPPTSP dan PM Kota Denpasar. 1.4
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat ganda yaitu
manfaat teoritis dan manfaat praktis. Pada aspek manfaat teoritis, hasil penelitian ini dapat mengetahui kualitas pelayanan kepada masyarakat dengan tingkat kepuasan yang diterima dalam pengurusan perizinan. Pencapaian tingkat kepuasan yang lebih baik akan menciptakan suatu paradigma baru dalam pengurusan perizinan sehingga akan mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap penggunaan biro jasa pelayanan. Dengan demikian waktu pengurusan perizinan yang lebih singkat dan biaya tambahan pengurusan izin bisa ditekan sehingga dapat merangsang masyarakat untuk berinvestasi dalam usaha agribisnis. Dari aspek manfaat praktis, hasil penelitian ini untuk mengetahui kinerja pelayanan serta sebagai dasar dalam melakukan pembenahan di BPPTSP dan PM Kota Denpasar dalam memberikan pelayanan perizinan kepada masyarakat khususnya SIUP kegiatan usaha agribisnis.