BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur’an Surah Ar-Ruum ayat 41, bahwa “Telah nampak kerusakan didarat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali kejalan yang benar “. Sumberdaya perikanan pada saat sekarang dianggap sebagai salah satu
potensi yang prospektif untuk membantu peningkatan kesejahteraan
masyarakat nelayan. Sehingga pemanfaatan sumberdaya perikanan yang merupakan sumberdaya yang bersifat common property dan open acces saat ini terjadi peningkatan pada sebagian besar perairan Indonesia. Sejalan dengan peningkatan penangkapan ikan tersebut sebagai akibat dari
pemanfaatan
sumberdaya
perikanan
sebagai
pemenuhan
pangan
masyarakat, disamping pemenuhan pasar domestic maupun eksport. Dimana berdampak pada peningkatan eksploitasi terhadap sumberdaya perikanan, mengakibatkan terjadinya peningkatan jumlah armada penangkapan sekaligus skala usahanya. Hal tersebut memberikan trend atau kecenderungan terjadinya penangkapan sumberdaya perikanan yang lebih tangkap (over fishing) dan cenderung merusak lingkungan. Ditambah lagi dengan meningkatnya jumlah nelayan dengan alat tangkap serta teknologi yang berakibat terhadap rusaknya lingkungan sumberdaya perikanan.
2
Disamping itu berbagai aktivitas manusia baik di wilayah pesisir dan laut serta kegiatan di daratan (upland) yang juga dapat menimbulkan dampak pencemaran lingkungan.
Kondisi
ini
menimbulkan
bahkan cenderung merusak sumberdaya alam cenderung
meningkat intensitasnya
tekanan
pesisir dan
lingkungan laut
yang
dari waktu ke waktu, sehingga pada
akhirnya menimbulkan menurunnya daya dukung sumberdaya dan dalam jangka panjang akan mengakibatkan suatu tragedi bersama (Stanis. S, 2005). Perikanan Indonesia berpeluang mengalami over fishing karena sifatnya yang terbuka untuk umum dan tidak adanya suatu hak kepemilikan atas suatu wilayah laut. Perikanan Indonesia didasarkan atas berbagai stok yang bersifat Common Property dan Open Acces. Oleh sebab itu perikanan komersial tidak dapat dikontrol secara langsung seperti layaknya seorang pemilik terhadap hak miliknya sendiri, yakni mengontrol sumberdaya maupun eksploitasinya. Pada umumnya sumberdaya seperti itu bersifat terbuka terhadap eksploitasi oleh siapupun /kesertaan tidak terbatas (Unlimited Entry) dan cenderung menderita eksploitasi berlebihan (Over Exploitation) (Widodo, 2002). Berdasarkan
UU No. 32 Tahun 2004, bahwa otonomi daerah yang
diaplikasikan oleh
Pemerintah Daerah . Pertama, daerah kabupaten/kota
dituntut untuk lebih mampu menjalankan roda pemerintahan secara mandiri. Untuk itu pemerintah daerah harus mampu menggali potensi lokal guna meningkatkan pendapatan mampu
asli
daerah. Kedua,
otonomi daerah
harus
mendorong masyarakat untuk lebih berpartisipasi dalam berbagai
aspek kehidupan. Dalam pendekatan yang terdahulu, partisipasi sering diartikan secara sempit yaitu sekedar mobilisasi sumberdaya masyarakat untuk kepentingan
3
suatu program atau proyek yang didesain dari atas. Pada era otonomi seyogyanya partisipasi masyarakat (pemangku kepentingan) diartikan lebih luas yaitu
mulai dari analisis permasalahan, perencanaan, pelaksanaan
dan pemanfaatan keberhasilan program. Dengan demikian masyarakat ikut serta dalam semua tahapan suatu program. Hal ini akan membawa banyak keuntungan baik dari pemerintah sendiri maupun bagi masyarakatnya. Keikutsertaan masyarakat dari awal dalam menentukan permasalahan akan lebih memastikan bahwa program yang akan dilaksanakan benarbenar merupakan kebutuhan masyarakat setempat. Pendekatan
yang
demikian juga membuat masyarakat ikut merasa memiliki dan bertanggung jawab
pada program tersebut sehingga lebih mudah dalam mengajak
masyarakat untuk ikut mengelola sumberdaya yang mereka miliki. Pada gilirannya metode pendekatan ini akan menumbuhkan kepercayaan diri masyarakat dan mengurangi ketergantungan masyarakat pada pemerintah. Menurut Suparmoko (1994) pengambilan secara optimal bagi sumberdaya alam yang pulih (ikan) haruslah didasarkan pada konsep "study state" yaitu pengambilan sumberdaya alam yang optimal dengan mengindahkan pemeliharaan persediaan. Pemeliharaan persediaan pada sumberdaya alam ini dimaksudkan untuk menjaga kelestarian dari sumber daya alam tersebut dimasa sekarang dan masa depan. Pengambilan sumberdaya alam (ikan) tersebut dilakukan dengan berbagai macam alat tangkap yang telah dikenal dan digunakan oleh nelayan. Salah satu alat tangkap yang ada dan sudah dikenal oleh nelayan di pesisir utara Jawa Timur adalah Payang. Payang merupakan salah satu alat tangkap yang tergolong tradisional, dimana sasaran penangkapan ditujukan pada jenisjenis ikan permukaan. Keberadaan alat tangkap bagi perikanan laut di Indonesia
4
sampai saat ini masih dianggap penting, baik dilihat dari produktivitasnya maupun penyerapan tenaga kerjanya. Bentuk payang secara garis besar terdiri dari bagian sayap, badan dan kantong namun ada yang membaginya dalam dua bagian yaitu kantong dan kaki. Bagian kantong umumnya terdiri dari bagian-bagian kecil yang tiap-tiap bagian mempunyai nama daerah sendiri-sendiri. Besar mata dari ujung kantong sampai kaki berbeda-beda (Subani dan Barus, 1989). Untuk jumlah alat tangkap yang ada di Kabupaten Probolinggo terdapat pada tabel dibawah ini : Tabel 1. Jumlah Alat Tangkap dan Produksi Perikanan Tahun 2010-2011
Jenis Alat Tangkap Payang Pukat Cincin Jaring Klitik Jaring Insang Tetap Bagan Tancap Kelng Trammel Net Pancing Yang Lain Bubu Alat Pgmpl Kerang Lain-Lain Jumlah Perubahan (%)
Tahun
Tahun
2010 2011 Jumlah Alat Tangkap (Unit) 333 226 227 219 38 18 1.245 1.659 122 33 1.091 63 472 859 200 377 115 147 783 150 4.626 3.751 -18,91
2010 2011 Produksi (Ton) 3.743,80 3.801,80 4354,40 4.427,40 102,70 104,30 91,10 92,30 151,40 153,10 93,40 95,00 353,80 357,90 138,60 141,00 165,5 94,50 279,6 282,90 9.474,30 9.550,20 0,80
Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Probolinggo (2011)
Ikan-ikan pelagis yang menjadi tujuan penangkapan alat tangkap payang meliputi ikan pelagis besar dan ikan pelagis kecil seperti : ikan selar, layang, tongkol, lemuru, teri dll. Sumber perikanan tersebut sebagian besar menunjukkan fluktuasi alamiah yang disebabkan oleh keadaan musim, ruaya atau berhasil tidaknya penangkapan. Alat tangkap payang hampir dikenal diseluruh perikanan laut Indonesia. Keberadaannya untuk perikanan laut Indonesia sampai saat ini tetap dianggap
5
penting baik dilihat dari produktifitasnya maupun penyerapan tenaga kerja selain itu kontruksi alat tangkap payang sederhana dan masih bersifat tradisional memungkinkan para nelayan untuk memperoleh alat tangkap tersebut. Usaha penangkapan telah dilakukan oleh nelayan sejak lama dengan menggunakan perahu layar dan alat penangkapan ikan yang sederhana, namun seiring dengan perkembangan teknologi penangkapan ikan dilakukan dengan menggunakan alat penangkapan ikan yang lebih modern dan efisien. Sampai saat ini penangkapan ikan dengan alat tangkap payang dilakukan tanpa mengikuti kaidah-kaidah pengelolaan sumberdaya perikanan (Wudianto, et al, 2002). Salah satu konsep pengelolaan yang secara tegas disebutkan dalam pasal 6 Undang-Undang Perikanan adalah pentingnya mempertimbangkan kearifan lokal serta memperhatikan peran serta masyarakat, dimana kearifan lokal tersebut tidak bertentangan dengan hukum nasional (Sulaiman 2007). Pembangunan perikanan tidak bisa terlepas dari keberadaan sumberdaya (resource-based-development).
Tanpa
adanya
sumberdaya,
pembangunan
perikanan tidak akan ada. Oleh karena itu, semua kebijakan yang dilakukan dalam hubungannya dengan peningkatan pembangunan perikanan untuk kesejahteraan nelayan, perlu mempertimbangkan ketersediaan sumberdaya perikanan. Mengingat
terdapat
kaitan
erat
antara
ketersediaan
sumberdaya
perikanan dengan perilaku ekonomi rumahtangga nelayan, maka pilihan berbagai kebijakan pemanfaatan bergantung pada kekhasan, situasi dan kondisi perikanan yang dikelola serta tujuan pemanfaatan atau pembangunan perikanan. Meskipun demikian setiap pilihan pemanfaatan beserta kebijakan yang akan dilakukan sebaiknya berdasarkan kriteria sebagai berikut : (1) diterima nelayan, (2)
6
diimplementasikan secara gradual, (3) fleksibel, (4) Implementasinya didorong oleh efisiensi dan inovasi, (5) pengetahuan yang sempurna tentang peraturan dan biaya yang dikeluarkan sebagai akibat untuk mengikuti peraturan dan atau kebijakan tersebut, dan (6) ada implikasi terhadap tenaga kerja, pengangguran dan keadilan ( Nikijuluw 2002). Berdasarkan hal diatas,maka penelitian dengan pendekatan ekonomi rumahtangga nelayan dan keterkaitannya dengan kearifan lokal pada masyarakat nelayan payang yang beroperasi di perairan Selat Madura Jawa Timur dengan memperhatikan potensi lestari perairan Selat Madura, sehingga mengarah kepada penelitian tentang Pengembangan Model Ekonomi Rumahtangga Nelayan Payang Dengan Pemberdayaan Kearifan Lokal di Selat Madura sangat perlu untuk dilakukan.
1.2 Perumusan masalah Payang sebagai alat tangkap yang sampai saat ini masih bertahan diusahakan oleh nelayan menunjukkan adanya indikasi secara sosial, ekosistem, ekonomi serta budaya yang begitu penting terkait dengan kearifan lokal yang ada didalamnya , sehingga mampu bersaing dengan alat tangkap lain yang lebih modern seperti purse seine. Didalam sub sektor perikanan pantai, interaksi antara sumberdaya pokok, teknologi perikanan, sosio ekonomi masyarakat dan lembaga-lembaga yang ada cukup bermasalah. Untuk dapat memahami interaksi dan dampak program program pengembangan sebagai usaha meningkatkan pendapatan usaha perikanan ini. Dari pendekatan ini, suatu upaya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dapat diusahakan melalui pengembangan mata
7
pencaharian
alternatif
dalam
kehidupan
para
keluarga
nelayan
dengan
bertumpukan pada pemanfaatan sumberdaya lokal secara optimal diharapan mampu untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat di wilayah tersebut. Hal ini juga bertujuan agar masyarakat nelayan dapat meningkatkan kesejahteraan nelayan dan juga dapat memenuhi kebutuhan pangan mereka secara sustainable, sehingga nantinya didapatkan masyarakat yang tangguh dalam alternatif mata pencaharian. maka sangat penting untuk menganalisis alternatif dalam upaya peningkatan pendapatan usaha perikanan pada tingkat abstraksi tertentu. Maksud penelitian disertasi ini adalah untuk melihat kemungkinan akibat-akibat jangka panjang
dari
berbagai
alternatif
pengembangan,
dengan
menggunakan
Pengembangan Model Ekonomi Rumahtangga Nelayan Payang Dengan Pemberdayaan Kearifan Lokal di Selat Madura. Disamping itu penelitian ini diharapkan dapat mendeskripsikan mengapa tujuan masyarakat perikanan dalam aspek eksploitasi sumberdaya perikanan pada umumnya bertentangan dengan tujuan secara regional maupun nasional dalam upaya pengelolaan sumberdaya perikanan pantai dan menyarankan programprogram
alternatif
yang mengarah pada upaya peningkatan pendapatan
opportunity bagi nelayan, yaitu pendapatan yang dapat diperoleh dari kegiatan alternatif, khususnya dalam penelitian ini adalah nelayan payang yang berada dikawasan Selat Madura Jawa Timur. Usaha penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap payang cukup banyak dilakukan oleh nelayan Indonesia, namun yang paling banyak ialah di Selat Madura Jawa Timur, dikarenakan alat tangkap ini dianggap efektif dan menguntungkan untuk menangkap jenis ikan pelagis. Dengan menggunakan
8
payang
diharapkan
nelayan
dapat
mempertahankan
dan
meningkatkan
kehidupannya dengan biaya yang serendah mungkin. Apabila alat tangkap payang dibandingkan dengan alat tangkap purse seine dan gill net yang juga banyak digunakan oleh nelayan, maka dari segi efisiensi usaha penangkapan, purse seine lebih efektif dan dari segi permodalan maka alat tangkap gill net menggunakan modal kecil. Namun pada kenyataannya masih banyak nelayan lebih memilih alat tangkap payang dan menganggap payang lebih menguntungkan. Walaupun menguntungkan, nelayan payang harus tetap memperhatikan kelestarian sumberdaya alam (ikan) dan potensi perairan di masa sekarang dan masa yang akan datang berbasis kearifan lokal dengan memperhatikan rezim pengelolaan sumber daya, yaitu : state property, private property, common property dan open acces. Kearifan lokal merupakan kumpulan dari beberapa gagasan masyarakat setempat yang memilki ciri antara lain : terdapat kearifan, kebijaksanaan, kebaikan yang berlaku dan ditaati oleh masyarakat setempat. Disamping itu juga memiliki sifat-sifat sebagai berikut : (1) proteksi terhadap pengaruh kebudayaan dari luar. (2) Akomodatif terhadap beberapa unsur kebudayaan luar. (3) Mampu berintegrasi terhadap unsur kebudayaan luar untuk dimasukkan pada kebudayaan setempat. (4). Mampu mengontrol dan memilah terhadap proses modernisasi. Sehingga terdapat peluang yang besar untuk dikembangkan pada masa mendatang dalam rangka pengelolaan sumberdaya perikanan secara berkelanjutan (sustainable). Selain itu dalam beberapa pengujian empiris terhadap peran kearifan lokal pada pemberdayaan masyarakat nelayan di Selat
Madura juga dibutuhkan untuk
menilai kondisi sosial budaya masyarakat nelayan.
9
Wilayah peralihan dari interaksi antara ekosistem darat dan ekosistem laut yang biasa disebut dengan wilayah pesisir. Dimana pada wilayah tersebut terdapat sumberdaya alam (hayati dan non hayati) yang cukup besar. Sumberdaya alam hayati wilayah pesisir Indonesia memilki keaneka ragaman yang cukup tinggi. Beberapa bentuk sumberdaya alam tersebut antara lain : terumbu karang, padang lamun, hutan mangrove, rumput laut. Oleh karena itu ada banyak peluang untuk pengembangan kearifan lokal pada sumberdaya perikanan agar dapat dimanfaatkan secara berkesinambungan (sustainable). Disamping itu pengujian empiris terhadap indikator peran kearifan lokal pada masyarakat nelayan di Selat Madura perlu juga dilakukan untuk menilai kondisi sosial budaya masyarakat. Disamping itu pada bagian ketentuan Undang-Undang No. 9 Tahun 1985 tentang Perikanan, dikatakan bahwa pemanfaatan sumberdaya perikanan adalah semua upaya, termasuk kebijakan dan non kebijakan yang bertujuan agar sumberdaya itu dapat dimanfaatkan secara optimal dan berlangsung secara terus menerus (sustainable). Karena setiap bentuk kebijakan akan berdampak terhadap para pelaku yaitu rumahtangga nelayan, maka upaya untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan harus dilakukan secara terpadu dan terarah dengan melestarikan sumberdaya ikan beserta lingkungannya. tersebut diatas dapat diformulasikan
Dari latar belakang
permasalahan secara spesifik sebagai
berikut : 1.Apa saja karakteristik kearifan lokal dan kendala-kendala dalam implementasinya (pethik laut, nyabis, andun, pangamba’, onjhem, telasan, Sistem Kontrak Kerja) di Selat Madura ?
10
2.Bagaimana “Model Ekonomi Rumahtangga” Nelayan Payang di Selat Madura? 3.Kearifan lokal apa saja
yang dapat mempengaruhi perilaku
rumahtangga
nelayan payang agar dapat menjaga kelestarian sumberdaya ikan di Selat Madura?
1.3 Tujuan penelitian Tujuan dari penelitian Pengembangan Model Ekonomi Rumahtangga Nelayan Payang di Selat Madura. Adalah untuk : 1. Menganalisis tentang karakteristik kearifan lokal dan kendala-kendala dalam implementasinya (pethik laut, nyabis, andun, pangamba’, onjhem, bagi hasil,) di Selat Madura. 2. Menganalisis Model Ekonomi Rumahtangga Nelayan Payang. 3. Menyusun model pemberdayaan nelayan untuk mengoptimalkan kearifan lokal yang dapat mempengaruhi perilaku rumahtangga Nelayan untuk kelestarian sumberdaya perikanan
1.4 Kegunaan Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi:
1. Para nelayan yang berada di Selat Madura Jawa Timur dan khusus nelayan payang, sebagai bahan informasi dan pertimbangan dalam memanfaatkan sumberdaya alam dilaut dengan memperhatikan kelestariannya untuk masa yang akan datang dan dapat membantu meningkatkan usahanya di masa yang akan datang. Dengan berbasis kearifan lokal yang berlaku pada masyarakat setempat dalam melakukan diversifikasi usaha atas sumber daya perikanan yang ada.
11
2. Pemerintah, sebagai bahan pertimbangan dalam mengupayakan peningkatan dan
pengembangan usaha
penangkapan dengan
tetap memperhatikan
kelestarian sumberdaya laut berbasis kearifan lokal yang ada. Dengan dikeluarkannya SKB (Surat Keputusan Bersama) dan penerapan kearifan lokal yang efektif mempengaruhi rumahtangga nelayan untuk pembatasan jumlah armada penangkapan.
3. Mahasiswa, sebagai latihan dalam menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh selama kuliah dan menjadikan suatu pengalaman yang bermanfaat untuk masa yang akan datang. Disamping itu dapat mengintegrasikan berbagai macam kegiatan yang ramah lingkungan agar sumberdaya bisa lestari.
4. Bagi Investor menjadi bahan informasi tentang pemetaan (mapping) dalam hal diversikasi usaha lestari serta ramah lingkungan berbasis kearifan lokal yang menguntungkan serta lestari dalam pengelolaannya di Selat Madura
5. Bagi Lembaga terkait /lembaga akademis/perguruan tinggi, dapat digunakan sebagai
bahan
penelitian
selanjutnya.
Terutama
dalam
mengupayakan
lingkungan yang bersih dan ramah berbasis kearifan lokal serta menguntungkan secara Multiplier effect di lingkungan Selat Madura.