1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Kebutuhan sumberdaya alam terutama sumberdaya lahan semakin besar, seiring dengan kemajuan pembangunan yang membutuhkan lahan.
Tekanan
terhadap lahan akibat pertambahan penduduk, konversi lahan dan alih fungsi lahan, degradasi lahan dan kerusakan lahan, kerusakan lingkungan serta bencana alam yang terus meningkat, merupakan tantangan dalam pengelolaan sumberdaya lahan di Indonesia saat ini (Worosuprojo, 2007). Oleh karena itu, konsep pembangunan berkelanjutan perlu diimplementasikan pada setiap skala perencanaan baik nasional, regional maupun lokal. Pengelolaan sumberdaya tanah (lahan) merupakan agenda ke tiga dari empat agenda yang disebutkan dalam strategi nasional untuk pembangunan berkelanjutan, yang termuat dalam dokumen Agenda 21 Indonesia. Pengeleloaan sumberdaya lahan ini dipandang penting, dan didasari oleh pertimbangan bahwa proses-proses pembangunan yang akan terjadi di Indonesia masih akan ditumpukan pada potensi sumberdaya tanah. Oleh karenanya sumberdaya tanah dengan segala komponen yang ada di dalamnya termasuk air, biota, dan lainnya harus dikelola secara baik. Empat sub-agenda dirumuskan dalam hal ini, yakni: (1) penatagunaan sumberdaya tanah, (2) pengelolaan hutan, (3) pengembangan pertanian dan perdesaan, dan (4) pengelolaan sumberdaya air. Keempat sub agenda tersebut di atas erat kaitannya satu dengan yang lain. Dalam implementasinya, pengelolaan aspek tanah, hutan, pertanian dan sumberdaya air tidak boleh dilakukan secara
2
parsial. Pengelola sumberdaya lahan harus berusaha agar upaya-upaya terpadu ini dapat ditingkatkan. Perencanaan penggunaan lahan seharusnya merupakan suatu proses pengambilan keputusan yang membantu pengalokasian lahan untuk penggunaanpenggunaan yang memiliki manfaat besar dan berkelanjutan. Dengan demikian, perencanaan penggunaan lahan merupakan penilaian secara sistematis faktor-faktor fisik, sosial dan ekonomi untuk membantu pengguna lahan dalam menentukan pilihan meningkatkan produktivitas lahan secara berkelanjutan yang dapat memenuhi kebutuhan hidup masyarakat (Fletcher-Paul, 2003; Ellis, 2000). Dalam pengembangan penggunaan lahan pertanian, diperlukan suatu sistem usahatani berkelanjutan, yang bukan hanya menekankan pada peningkatan pendapatan petani tetapi juga pada stabilitas dan konservasi sumberdaya lahan. Sistem usahatani berkelanjutan merupakan sistem usahatani yang dirancang dengan memperhatikan kaidah-kaidah kelestarian produktivitas sumberdaya lahan (Semaoen, et al., 1991). Sistem usahatani berkelanjutan akan terwujud hanya apabila lahan dipergunakan dengan pola yang tepat dan cara pengelolaan yang sesuai (Amien, 1991). Untuk itulah diperlukan rencana penggunaan lahan yang mempertimbangkan berbagai komponen yang merupakan suatu sistem dalam perencanaan penggunaan lahan. Kajian-kajian perencanaan penggunaan lahan membutuhkan suatu model untuk menelaah kerumitan dan keunikan sistem lahan. Sebidang lahan diasumsikan sebagai suatu sistem yang mempunyai struktur dinamik, mempunyai input dan output tertentu, dan terhubung dengan sistem lain di luar sistem lahan. Pemahaman
3
terhadap sistem yang kompleks dibutuhkan pendekatan-pendekatan. Pendekatan keruangan (spasial), ekologis dan kompleks wilayah yang merupakan ciri utama ilmu Geografi dapat digunakan untuk menelaah sistem lahan ini. Berbagai model dikembangkan untuk menyederhanakan sistem yang sangat kompleks. Diperlukan keterpaduan berbagai model yang ada untuk dapat memperoleh hasil yang lebih efektif. Selain itu, dibutuhkan data yang cukup banyak, yang berakibat pada penyediaan fasilitas pengumpulan dan kemampuan analisis data yang cukup besar dan akurat. Model Dinamika Spasial adalah integrasi model dinamika sistem dan model spasial. Forrester (1999) mendefinisikan dinamika sistem sebagai sebuah bidang studi untuk memahami bagaimana sesuatu berubah menurut waktu. Dinamika sistem merupakan perangkat analisis sistem yang dapat dipakai untuk membuat simulasi sistem yang kompleks. Model spasial pada dasarnya sama dengan model lainnya, hanya saja data yang diolah oleh model berbentuk peta atau matriks dua dimensi dari angka atau simbol lainnya. Model dinamika spasial melakukan simulasi terhadap proses-proses spasiotemporal dari perubahan-perubahan pada lokasi yang ada di permukaan bumi, yang disebabkan oleh faktor-faktor pendorong (driving factors) (Pedrosa et al., 2003). Penelitian terkait simulasi spasial pernah dilakukan oleh Li dan Yeh (2001), yang mengembangkan model untuk zonasi lahan pertanian yang perlu dilindungi berdasarkan citra penginderaan jauh, SIG dan cellular automata (CA). Munibah (2008) menyusun model spasial perubahan penggunaan lahan dengan pendekatan Cellular Automata. Susilo (2013) mengkaji simulasi spasial berbasis SIG dan CA
4
untuk pemodelan perubahan penggunaan lahan di daerah pinggiran Kota Yogyakarta. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa simulasi spasial dengan SIG dan CA dapat digunakan untuk pemodelan perubahan penggunaan lahan. Model dapat memberikan gambaran tentang proses perubahan penggunaan lahan sekaligus menghasilkan prediksi perubahan penggunaan lahan. Pemodelan dinamika spasial menghasilkan model yang diharapkan dapat memberikan gambaran berbagai kemungkinan dampak (prospeksi) yang dihasilkan pada kurun waktu yang akan datang.
Model dinamika spasial sejalan dengan pendekatan
geografi, yaitu pendekatan keruangan (spatial approach), pendekatan ekologikal (ecological approach), dan pendekatan kompleks wilayah (regional complex approach). Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, daerah atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan objek, daerah atau fenomena yang dikaji (Lillesand dan Kiefer, 1994). Tersedianya citra satelit yang beresolusi sangat tinggi dan kemudahan memperoleh citra dengan harga yang pantas, memungkinkan pengelola sumberdaya menggunakan waktu, uang dan sumberdaya secara lebih efisien dan efektif.
Danoedoro (2008) mengemukakan bahwa dewasa ini
pemahaman mengenai cara ekosistem berfungsi dalam konteks spasial tidak bisa dilepaskan dari penginderaan jauh dan ekologi bentanglahan. Pemetaan penutup lahan, penggunaan lahan dan ekosistem hampir selalu menggunakan penginderaan jauh karena alasan efisiensi waktu, akses dan akurasinya, khususnya untuk lingkup yang relatif luas. Dengiz, et al., (2002) mengemukakan bahwa penginderaan jauh
5
adalah alat yang sangat berguna untuk mengumpulkan dan memantau informasi tutupan lahan dan penggunaan lahan dengan biaya yang rendah namum memiliki ketelitian data yang tinggi. Keuntungan pemanfaatan penginderaan jauh dalam evaluasi lahan menurut Rossiter (1994) adalah: (1) relatif murah dan sebagai metode cepat untuk mendapatkan informasi terbaru dari daerah yang cukup luas; (2) satu-satunya cara praktis untuk mendapatkan data dari daerah-daerah yang tidak dapat dimasuki; (3) pada skala kecil, gejala regional yang tidak dapat dilihat di lapang dapat jelas terlihat pada citra penginderaan jauh; (4) metode cepat dan murah dalam membangun peta-peta dasar terutama dalam mengatasi permasalahan ketiadaan data hasil survey lahan terinci; (5) mudah untuk memanipulasi dengan bantuan komputer, dan mengabungkan dengan data geografis lainnya dalam Sistem Informasi Geografis (SIG). Dalam kaitannya dengan kegiatan evaluasi lahan, Uboldi dan Chuveico (1997) mengemukakan bahwa penginderaan jauh sering digunakan bersama-sama dengan SIG. Teknologi penginderaan jauh menyediakan data tutupan/penggunaan lahan aktual, sedangkan SIG mampu melakukan evaluasi terpadu potensi-potensi lahan yang ada. Metode integrasi penginderaan jauh dan SIG dikenal luas sebagai keuntungan mutualistis. Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah suatu sistem berbasis komputer yang memiliki kemampuan menangani data spasial yang meliputi pemasukan data, pengelolaan data, menipulasi data, analisis data dan display data. Aplikasi SIG telah berkembang dengan sangat cepat ke berbagai disiplin ilmu karena kemampuannya untuk menangani data spasial yang cukup
6
banyak sekalipun. Pijanowski, et al., (1997) mengembangkan model simulasi berbasis SIG yang memrediksi penggunaan lahan di DAS Saginaw Bay menggunakan variabel kebijakan, sosio-ekonomi dan lingkungan sebagai variabel penentu. Hasil model ini antara lain proyeksi penggunaan lahan berkala dari sebuah DAS dalam waktu tertentu. Tantangan yang dihadapi adalah bagaimana peran data penginderaan jauh dan SIG dalam menyelesaikan isu-isu pemanfaatan sumberdaya lahan saat ini, khususnya dalam mengaplikasikannya pada pemodelan dinamika spasial. Li dan Yeh (2001) dalam mengembangkan model untuk zonasi perlindungan lahan pertanian mengintegrasikan citra penginderaan jauh, SIG dan teknik cellular automata (CA). Data penginderaan jauh digunakan untuk menghitung indeks vegetasi (NDVI). Model yang dikembangkan dapat mengkaji berbagai alternatif dengan mudah dan menghasilkan pola zonasi yang lebih baik. Hasil pemodelan dapat digunakan untuk zonasi dan mempromosikan pembangunan penggunaan lahan lestari di wilayah tersebut. Model ini dapat diterapkan pada aplikasi lain dan dapat berfungsi sebagai alat yang baik untuk perencanaan zonasi secara ilmiah dan efisien. Baja et al., (2002) mengembangkan sebuah kerangka metodologis penilaian sumber daya lahan berdasarkan informasi biofisik lahan terpadu melalui penginderaan jauh dan SIG. Model yang dikembangkan menggunakan dua submodel utama (modul), yaitu: klasifikasi penggunaan lahan berdasarkan penginderaan jauh, dan penilaian kesesuaian lahan. Model spasial kuantitatif sering menganalisis perubahan penggunaan lahan yang diekstrak dari data penginderaan
7
jauh, dengan harapan dapat dipahami proses sejarah dan menerapkan pemahaman tersebut untuk mengeksplorasi skenario masa depan untuk perubahan (Netzband et al., 2007). Dalam pemodelan ekologis, Liang (2004) mengemukakan pendekatanpendekatan yang menghubungkan data penginderaan jauh dan pemodelan ekologis pada berbagai skala spasial dan temporal, yang secara umum dapat dikelompokkan menjadi empat strategi, yaitu: (1) menggunakan data penginderaan jauh untuk memberikan perkiraan variabel yang diperlukan untuk mendorong pemodelan ekologis, yang disebut strategi pendorong (forcing strategy), (2) menggunakan data penginderaan jauh untuk menguji, melakukan validasi atau untuk verifikasi prediksi model ekologis atau disebut strategi kalibrasi (calibration strategy), (3) menggunakan data penginderaan jauh untuk memperbarui atau menyesuaikan prediksi model ekologis, yang disebut strategi asimilasi (assimilation strategy), dan (4) menggunakan model proses ekologis untuk memahami data penginderaan jauh. Menurut Liang (2007), untuk memajukan model global dan regional dalam berbagai skala dan untuk meningkatkan kemampuan prediksi dari model, maka berbagai variabel biogeofisik harus diestimasi dari pengamatan penginderaan jauh yang berfungsi untuk mengkalibrasi, melakukan validasi dan menjalankan model. Lokasi penelitian, Daerah Aliran Sungai (DAS) Noongan dan DAS di Kabupaten Minahasa berperan sebagai daerah tangkapan air Danau Tondano. Lokasi penelitian ini merupakan lahan pertanian tanaman setahun dan tanaman tahunan/perkebunan yang diusahakan secara intensif oleh masyarakat setempat. Dari lokasi ini mengalir dua sungai utama yaitu Sungai Noongan dan Sungai
8
Panasen yang masuk ke Danau Tondano. Danau Tondano mempunyai satu outlet yaitu sungai Tondano yang selanjutnya bermuara di Laut Sulawesi. Danau Tondano di samping sebagai reservoir alami, juga memiliki beberapa fungsi antara lain sebagai sumber energi empat pusat pembangkit listrik tenaga air (PLTA), sumber air minum dari PDAM Minahasa dan Manado, dan juga saat ini sedang direncanakan pembangunan Bendungan Kuwil yang akan menampung air untuk menunjang kegiatan Masterplan Percepatan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), termasuk di dalamnya Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Bitung dan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) Manado-Bitung, sumber air irigasi dan untuk usaha perikanan serta pariwisata. Selain itu, DAS Tondano telah ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) sebagai KSN Kawasan Konservasi dan Wisata DAS Tondano. Namun demikian, keberadaan danau Tondano pada tahun-tahun terakhir ini, terindikasi dalam kondisi yang mengkuatirkan.
Indikasi ini didukung oleh
informasi bahwa proses pendangkalan danau Tondano akibat erosi mencapai 54 m3/ha/tahun, telah melampaui ambang batas toleransi, yakni 12 m3/ha/tahun. Keadaan ini berakibat, luas danau menyusut dari 5.600 ha menjadi 4.800 ha, dan kedalaman berkurang dari 42 meter menjadi 19 meter selama tahun 1939-1992 (Tim Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, 1995). Isu pendangkalan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor antara lain: penggunaan lahan di daerah tangkapan air, yang sebagian besar berada di DAS Noongan dan DAS Panasen, yang tidak sesuai dengan kemampuan tanahnya dan
9
pengelolaan lahan yang tidak menerapkan teknik konservasi tanah dengan baik sehingga menimbulkan erosi tanah. Erosi tanah yang terjadi di lahan petani selain menurunkan kesuburan dan produktivitas tanah, yang selanjutnya dapat menurunkan tingkat pendapatan petani, juga menimbulkan dampak negatif berupa pendangkalan di danau Tondano. Syarief (1985) mengemukakan bahwa merosotnya kesuburan dan produktivitas tanah pada sistem pertanian disebabkan oleh penggunaan sumberdaya tanah yang melampaui batas kemampuannya tanpa ada usaha-usaha teknologi tertentu sebagai masukan. Pemanfaatan lahan yang intensif pada lahan-lahan kering di bagian hulu DAS dengan cara melakukan konversi lahan dari lahan tanaman berkayu diubah menjadi lahan-lahan pertanian tanaman semusim, dari lahan pertanian diubah menjadi lahan-lahan non pertanian (bangunan rumah tinggal) pada lereng-lereng terjal (>40%) merupakan awal dari degradasi lahan dan lingkungan saat ini (Sunarminto dan Gunawan, 2010). Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa lokasi penelitian sebagai sumber pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat lokal dan secara ekologis sangat strategis, maka diperlukan usaha-usaha untuk menata penggunaan lahan agar dapat dicapai peningkatan pendapatan petani dan juga stabilitas dan kelestarian sumberdaya lahan dan danau. Penggunaan lahan hendaknya dipilih penggunaan yang memungkinkan secara fisik, ekonomi dan relevan secara sosial. Perencanaan dan pengembangan sistem lahan pertanian perlu mengadopsi teknologi informasi mutakhir dan mendasarkan pada data dinamik dan mutakhir, semua itu dapat memanfaatkan teknologi penginderaan jauh (remote sensing technology) dan prosedur SIG terakhir (Sunarminto dan Gunawan, 2010). Alasan
10
paling umum untuk memadukan (interfacing) penginderaan jauh dan setiap model dinamika permukaan lahan adalah menggunakan data penginderaan jauh untuk menghasilkan produk yang digunakan untuk proses inisialisasi dalam model. Input data ini berhubungan dengan variabel fungsi pendorong atau state dalam pemodelan ekologis (Liang, 2004).
1.2. Perumusan Masalah Permasalahan yang ingin diangkat dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana ketelitian parameter-parameter lahan yang diekstrak dari citra penginderaan jauh, yang digunakan dalam penyusunan Model Dinamika Spasial Penggunaan Lahan Pertanian?
2. Bagaimana tingkat kesesuaian lahan untuk pertanian di DAS Noongan dan Panasen dan apa yang menjadi faktor-faktor pembatas dalam pengelolaan. 3. Bagaimana Model Dinamika Spasial Penggunaan Lahan Pertanian yang representatif untuk menunjang pertanian lestari berdasarkan data penginderaan jauh?
1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengkaji ketelitian parameter-parameter lahan yang dapat diekstrak dari citra penginderaan jauh, yang digunakan dalam penyusunan Model Dinamika Spasial Penggunaan Lahan Pertanian.
11
2. Mengkaji tingkat kesesuaian lahan untuk pertanian di DAS Noongan dan Panasen 3. Menyusun Model Dinamika Spasial Penggunaan Lahan Pertanian yang tepat untuk menunjang pertanian lestari.
1.4. Kegunaan Penelitian Pertanian sebagai sektor penyedia berbagai bahan kebutuhan hidup manusia telah mengalami perubahan dalam beberapa tahapan, mulai dari cara memanfaatkan lahan untuk bercocok tanam kemudian membongkar hutan dan berpindah-pindah tempat bertani (ladang berpindah) sampai pada sistem pertanian menetap. Havlin et al., (2005 dalam Sunarminto 2010) mengemukakan bahwa bertani dengan sistem rotasi tanaman, tanpa berpindah tempat mulai dilakukan sekitar tahun 500 sampai tahun 1450 dan makin berkembang pada akhir tahun 1700 karena pertanian mulai memanfaatkan ternak untuk pengolahan tanah. Perubahan pertanian
fundamental
dalam
pemakaian
teknologi
budidaya
dimulai pada tahun 1950-an hingga 1980-an yang dikenal dengan
Revolusi Hijau. Konsep Revolusi Hijau yang di Indonesia dikenal sebagai gerakan Bimas (bimbingan masyarakat) adalah program nasional untuk meningkatkan produksi pangan, khususnya swasembada beras.
Revolusi hijau berhasil
meningkatkan produksi padi dan gandum sehingga pemenuhan pangan (karbohidrat) meningkat. Sebagai contoh: Indonesia dari pengimpor mampu swasembada dan bisa mengekspor beras ke India.
Namun, Revolusi Hijau
mendapat kritik sejalan dengan meningkatnya kerusakan lingkungan yang parah.
12
Kerusakan diakibatkan oleh ekses dalam penggunaan teknologi yang tidak memandang kaidah-kaidah yang sudah ditentukan. Masyarakat mulai sadar, bahwa penggunaan lahan secara berkelanjutan akan menjamin pemanfaatan tanah tanpa risiko kerusakan tanah atau degradasi lahan.
Pada abad 21 mulai dikembangkan sistem pertanian organik yang
memanfaatkan bahan organik menggantikan pupuk sintetis atau bahan anorganik lainnya. Upaya keberlanjutan usahatani menjadi prioritas utama. Perkembangan teknologi informasi saat ini bersamaan dengan dikembangkannya sistem pertanian presisi, yaitu pengelolaan pertanian berbasis informasi dan teknologi untuk mengidentifikasi, menganalisis dan mengelola berbagai variasi di lapang untuk mencapai keuntungan optimum, berkelanjutan dan memberikan perlindungan terhadap sumberdaya lahan. Data penginderaan jauh, SIG, Global Positioning System (GPS) merupakan peralatan penting dalam sistem pertanian presisi. Diharapkan penelitian ini dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan sektor pertanian yang saat ini mengaplikasikan penggunaan teknologi informasi dan penginderaan jauh menuju tercapainya penggunaan lahan pertanian yang lestari. Di samping itu, hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran bentuk penggunaan lahan pertanian yang baik untuk diterapkan di DAS Noongan dan DAS Panasen Kabupaten Minahasa Provinsi Sulawesi Utara.
13
1.5. Keaslian Penelitian Penelitian tentang model penggunaan lahan telah banyak dilakukan. Pada umumnya model yang dikembangkan adalah model spasial berbasis SIG dan/atau teknik komputasi CA. Di samping itu model spasial digunakan secara terpisah dengan model dinamika sistem.
Dalam penelitian ini dikembangkan model
dinamika spasial yang merupakan integrasi antara model spasial dan model dinamika sistem berdasarkan citra penginderaan jauh. Metode simulasi model bersifat empirical mecahanistic, yang menggunakan data hasil pengamatan secara empiris dan menerapkan proses-proses pemahaman terhadap sistem seperti aturan transisi.
Penelitian ini berbeda dengan penelitian-penelitian terdahulu dalam hal
penggunaan variabel dan metode dan tujuan spesifiknya. Penelitian yang pernah dilakukan di lokasi kajian antara lain dilaporkan oleh Tim Peneliti Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat (1995), Luntungan (1998), dan Prenzel (2002). Penelitian tentang pemodelan penggunaan lahan pernah dilakukan oleh Pijanowski, et al., (1997), Li dan Yeh (2001), Badja, et al., (2002), Dengiz, et al., (2003), Roonerberger (2006), Munibah (2008), dan Susilo (2013). Ringkasan penelitian yang pernah dilakukan terkait dengan penelitian penulis dapat dilihat pada Tabel 1.1.
14
Tabel 1.1 Penelitian-Penelitian Terkait yang Pernah Dilakukan No
1.
2.
Peneliti, Tahun Penelitian, Lokasi Tim Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, 1995. Tondano – Sulawesi Utara
Luntungan, J.N. 1998. DAS Tondano Hulu
Judul
Survei dan Pemetaan Sumberdaya Tanah Tingkat Semi Detail (skala 1: 50.000) Daerah Tondano Sulawesi Utara untuk Penyediaan Air dan Hydropower
Arahan Pemanfaatan Lahan Menggunakan Data Dijital Landsat TM dan SIG Di DAS
Tujuan
Metode
1. Inventarisasi sumberdaya lahan - Interpretasi fisiografi, dan fisik lingkungan serta penggunaan lahan dan vegetasi aspek sosial ekonomi. dari foto udara 2. Identifikasi, karakterisasi dan evaluasi potensi sumberdaya - Pengamatan tanah di lapang, lahan untuk menunjang penelitian agroklimat, hidrologi, pengembangan pertanian komputerarisasi basis data tanah 3. Menyediakan peta sumberdaya dan peta tanah, sosial ekonomi tanah semidetail dan budaya 4. Rekomendasi untuk pengembangan daerah-daerah - Evaluasi Lahan yang berpotensi dan penanggulangan daerah-daerah kritis 1. Mengkaji kemampuan Data dijital Lansat TM penggunaan data PJ dijital diklasifikasi untuk mendapatkan Landsat TM untuk data penutup lahan dan memperoleh data parameter bentuklahan. Dari data penutup lahan yang diperlukan dalam lahan + bentuk lahan diperoleh penetapan arahan fungsi data penggunaan lahan. Arahan pemanfaatan lahan dan pemanfaatan lahan diperoleh mengkaji tingkat ketelitiannya, dengan cara kalkulasi peta-peta
Kesimpulan
- Tanah terdiri atas Histosols, Inceptisols, Andisols, dan Mollisols - Faktor pembatas utama untuk komoditas tanaman pangan dan perkebunan adalah keadaan lereng. Daerah yang berpotensi untuk pertanian sebesar 72,93%. - Untuk mengurangi sedimentasi akibat erosi diperlukan penataan penggunaan lahan. 1. Tingkat ketelitian data jenis tanah dan penggunaan lahan sebesar > 80% 2. Daerah penelitian dapat dibagi dalam lima kawasan menurut fungsi pemanfaatannya.
15
Tondano Hulu Sulawesi Utara
3.
Pijanowski, B.C., D.T.Long; S.H.Gage; W.E.Cooper. 1997. DAS Saginaw Bay, Michigan
4.
Li, X and A.G.O.Yeh, 2001. Pear River Delta, China
A Land Transformation Model: Conceptual Elements, Spatial Object Class Hierarchies, GIS Command Syntax and An Application for Michigan’s Saginaw Bay Watershed Zoning Land for Agriculture Protection by the Integration of Remote Sensing, GIS, and Cellular Automata
2. Menentukan arahan fungsi pemanfaatan lahan dengan bantuan SIG di DAS Tondano Hulu 3. Mengevaluasi kesesuaian antara penggunaan lahan saat ini terhadap arahan fungsi pemanfaatan lahan yang dibuat. Mengembangkan model simulasi berbasis SIG yang memrediksi penggunaan lahan di DAS Saginaw Bay menggunakan variabel Kebijakan, Sosioekonomi dan Lingkungan sebagai variabel penentu.
yang relevan menggunakan ILWIS ver 1.4.
3. Sebesar 22 % Penggunaan lahan saat ini tidak sesuai dengan arahan pemanfaatan yang dibuat.
Model Transformasi Lahan, Land Transformation Model
Dihasilkan peta Penggunaan Lahan DAS Saginaw Bay secara time series: tahun 1990, 2000, 2010, 2020, 2030 dan 2040
Mengembangkan model yang dapat digunakan untuk zonasi lahan pertanian yang dilindungi.
Model dikembangkan dari integrasi penginderaan jauh, SIG, dan cellular automata (CA). Data penginderaan jauh digunakan untuk menghitung indeks vegetasi (NDVI).
CA Model yang dikembangkan dapat mengkaji berbagai alternatif dengan mudah dan menghasilkan pola zonasi yang lebih baik. Hasil pemodelan dapat digunakan untuk zonasi perlindungan lahan pertanian dan mempromosikan pembangunan penggunaan lahan berkelanjutan di wilayah tersebut. Model ini dapat
16
5.
Prenzel, B. 2002. Tondano Sulawesi Utara
Remote Sensing 1) memperbaiki metoda ekstraksi and GIS For distribusi perubahan lahan Thematic Land tematik dan informasi Surface Analysis perubahan yang merupakan and Monitoring: A komponen kunci dalam banyak Case Studiy of the proses pengambilan keputusan, Tondano Study dan Area, Sulawesi, 1. menentukan pola perubahan Indonesia permukaan lahan dan prosesproses perubahan yang terjadi di daerah studi selama 10 tahun, mulai 1990 sampai 1999.
6.
Badja S, D.M.Chapman, D. Dragovich, 2002. DAS HawkesburyNepean, Australia
Using Remote Sensing and GIS for Assessing and Mapping Land Use and Land Qualities in the HawkesburyNepean River Catchment, Australia
Mengembangkan kerangka kerja metodologis penilaian dan pemetaan sumberdaya biofisik dari suatu daerah terpilih menggunakan teknik terbaru penilaian dan pemetaan sumberdaya lahan melalui penginderaan jauh dan SIG
- Citra SPOT tahun 1990 dan 1999; - Perbandingan antara Structureand function-based Schemes untuk Klasifikasi Data PJ - Spectral Thresholding and Spatial Filtering for Enhanced Themathic Change Analysis of Remotely Sensed Data - Thematic Land Surface Change in the Tondano Study Area
diterapkan pada aplikasi lain. Model ini merupakan alat yang baik untuk membantu perencana dalam penyusunan rencana zonasi secara ilmiah dan efisien. Perubahan permukaan lahannya sekitar 5,84 %. Kebanyakan perubahan berupa perubahan vegetasi akibat proses antropogenik seperti pengambilan kayu, kegiatan pertanian dan urbanisasi.
Sub-model utama (modul): klasifikasi penggunaan lahan berdasarkan penginderaan jauh, dan penilaian kesesuaian lahan. Modul pertama menggunakan Citra Landsat 7 ETM+ untuk menghasilkan peta penggunaan/tutupan lahan. Kerangka spesifik tapak (site-spesific) dikembangkan untuk ekstraksi informasi tematik yang melibatkan analisis
Kerangka kerja berbasis penginderaan jauh dan SIG dikembangkan untukmenilai dan memetakan penggunaan lahan dan kualitas lahan di lokasi penelitian. Teknik berdasarkan kombinasi klasifikasi spectral, analisis visual dan data lapangan untuk ekstraksi informasi tematik dari penginderaan jauh dipakai untuk menghasilkan peta
17
visual, prosedur berbasis spektral (otomatis), dan informasi tambahan. Sub-model kedua menerapkan metodologi fuzzy set, dan menggunakan data tanah dan Model Elevasi Dijital (DEM) sebagai kriteria evaluasi.
7.
Dengiz,O., I.Bayramin, and M.Yuksel. 2003. Beypazari, Ankara-Turki
Geographic Information System and Remote Sensing Based Land Evaluation of Baypezary Area Soils by ILSEN Model
8.
Roonerberger, K.E. 2006. Hamburg
The Global Agricultural Landuse Model
- FAO Framework - Landsat 5 TM + DEM menghasilkan Penutup lahan dan landform. Peta Geologi + landform + penutup lahan dihasilkan satuan-satuan tanahlahan. - Analisis Kesesuaian Lahan menggunakan ILSEN Computer Model, dihasilkan indeks kesesuaian tipe penggunaan lahan - membangun temumuka KLUM (Kleines Land Use (interface) antara model ekonomi Model), GTAP (Global Trade Analysis Project) Model, mengetahui kegunaan teknik PJ & SIG, dan Model Komputer ILSEN dalam evaluasi sumberdaya lahan dan kelas kesesuaiannya untuk beberapa tipe penggunaan lahan
penggunaan/penutup lahan lokasi penelitian Analisis citra digital terbukti layak untuk mengklasifikasikan tipe penggunaan/tutupan lahan lahan di daerah penelitian, dan memberikan hasil yang cepat dan dapat diandalkan dari kategori diskriminan - Hasil yang diperoleh dari penilaian akurasi menunjukkan bahwa penggunaan prosedur tersebut memberikan peningkatan yang signifikan dari keseluruhan tingkat klasifikasi akurasi PJ adalah alat yang sangat berguna untuk mengumpulkan dan memantau informasi penutup dan penggunaan lahan dengan harga yang rendah dan ketelitian yang tinggi.
- telah dikembangkan link antara model ekonomi global dan vegetasi.
18
(Disertasi)
9.
Munibah, K. 2008. Prov. Banten (Disertasi)
10.
Susilo, B. 2013. Kecamatan Depok, Mlati dan Gamping, Provinsi DI Yogyakarta
KLUM, A Coupling Tool for Integrated Assessment Model Spasial Perubahan Penggunaan Lahan dan Arahan Penggunaan Lahan Berwawasan Lingkungan (Studi Kasus DAS Cidanau, Provinsi Banten)
Simulasi Spasial Berbasis Sistem Informasi Geografi dan Cellular Automata untuk Pemodelan Perubahan Penggunaan Lahan di Daerah
dan model vegetasi dalam suatu framework pemodelan terpadu.
GTAP-EFL, LPJ-C (Lund Postdam Jena model for crops)
Tujuan utama: menyusun Model Spasial Perubahan Penggunaan Lahan dengan Pendekatan Cellular Automata, yang didukung tujuan antara: 1) mengkaji kesesuaian lahan dan perubahan penggunaan lahan, 2) mengkaji penggunaan lahan hasil simulasi Model terhadap estimasi erosi, 3) mengkaji hubungan antara jumlah penduduk dengan luas lahan pertanian dan permukiman, 4) menyusun arahan penggunaan lahan berwawasan lingkungan, dimana nilai estimasi erosi yang terjadi (A) lebih kecil dari erosi yang ditoleransi (TSL) Mengkaji dinamika perubahan pengggunaan lahan melalui suatu pemodelan berbasis simulasi spasial,
Metode dibagi dalam empat blok, yaitu 1) untuk menghasilkan peta kesesuaian lahan, 2) mengidentifikasi dampak perubahan penggunaan lahan terhadap laju erosi, 3) mengetahui hubungan antar jumlah penduduk, luas area pertanian dan luas permukiman, dan 4) mengalokasikan struktur penggunaan lahan optimum berdasarkan laju erosi yang dapat ditoleransi.
- Model Spasial Perubahan Penggunaan Lahan dengan pendekatan cellular automata - Presentasi kesesuaian penggunaan lahan - Laju perubahan penggunaan lahan periode 1982-2006 dan faktor-faktor yang berpengaruh - Kelas erosi penggunaan lahan - Hubungan antara jumlah penduduk dengan luas lahan pertanian dan permukiman. - Arahan penggunaan lahan
Simulasi spasial perubahan - Simulasi spasial dengan SIG dan penggunaan lahan menggunakan CA dapat digunakan untuk integrasi SIG dan CA pemodelan perubahan penggunaan berdasarkan aspek kebutuhan lahan. lahan (demand of land), kualitas - Ketelitian prediksi perubahan lahan (quality of land) dan penggunaan lahan hasil simulasi kondisi sekitarnya termasuk dalam kategori cukup (neighbouring effects). baik.
19
Pinggiran Kota Yogyakarta
11.
Luntungan, J.N. 2014 (DAS Noongan dan Panasen, Minahasa Prov. Sulut)
Dinamika Spasial Penggunaan Lahan Pertanian Berdasarkan Citra Penginderaan Jauh, Tinjauan dalam rangka menuju Pertanian Lestari di DAS Noongan dan Panasen, Kabupaten Minahasa Provinsi Sulawesi Utara
1. Mengkaji ketelitian parameter-parameter lahan yang dapat diekstrak dari citra penginderaan jauh, yang digunakan dalam penyusunan Model Dinamika Spasial Penggunaan Lahan Pertanian. 2. Mengkaji tingkat kesesuaian lahan untuk pertanian di DAS Noongan dan Panasen 3. Menyusun Model Dinamika Spasial Penggunaan Lahan Pertanian yang tepat untuk menunjang pertanian lestari.
- Ketelitian prediksi dipengaruhi antara lain oleh sumber data, parameter dan ukuran piksel yang digunakan - Citra Quickbird digunakan - Parameter pemodelan dinamika untuk mengekstrak varabel spasial penggunaan lahan model dinamika spasial pertanian dapat diekstrak dari citra penggunaan lahan pertanian. penginderaan jauh dengan Foto udara digunakan dalam ketelitian tinggi. interpretasi unsur-unsur - Kesesuaian Lahan aktual dan penyusun satuan lahan yang potensial untuk komoditas digunakan sebagai satuan pertanian di DAS Noongan dan analisis Panasen - Mengembangkan model - Model Dinamika Spasial Dinamika Spasial Penggunaan Penggunaan Lahan Pertanian Lahan Pertanian. Parameter yang digunakan adalah pengunaan lahan, jarak terhadap jalan dan terhadap sumberdaya, dan kesesuaian lahan. - Model disusun menggunakan perangkat lunak NetLogo v.5.0.4 dan ArcGis Desktop 9.3