BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan kesehatan sangat dipengaruhi oleh tersedianya sumber daya manusia yang sehat, terampil dan ahli, serta disusun dalam satu program kesehatan dengan perencanaan terpadu yang didukung oleh data dan informasi epidemiologi yang valid. Pembangunan bidang kesehatan di indonesia saat ini mempunyai beban ganda (double burden). Penyakit menular masih merupakan masalah, sementara penyakit degeneratif juga muncul sebagai masalah. Penyakit menular tidak mengenal batas wilayah administrasi, sehingga menyulitkan pemberantasannya. Dengan tersedianya vaksin yang dapat mencegah penyakit menular tertentu, maka tindakan pencegahan untuk mencegah berpindahnya penyakit dari satu daerah atau negara ke negara lain dapat dilakukan dalam waktu relatif singkat. (Anonim, 2012, Rencana Pembangunan Kesehatan Tahun 2012-2014, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.).
Universal Child Immunization (UCI) adalah suatu keadaan tercapainya imunisasi dasar secara lengkap pada semua bayi (anak dibawah umur 1 tahun) dan target UCI tahun 2014 adalah 100% / desa (DepKes, 2009). Indonesia pernah berhasil mencapai UCI namun berdasarkan
data
WHO
pada
Weekly
Epidemiological Record (No.46, 2011, 86, 509-520, 11 November 2011), Indonesia masih menempati peringkat ke-4 di dunia setelah India, Nigeria, dan Republik Demokrasi Kongo untuk undervaccination children dalam cakupan
Universitas Sumatera Utara
imunisasi DPT3. Hal ini mengakibatkan Indonesia menjadi salah satu negara prioritas yang diidentifikasi oleh WHO dan UNICEF untuk melaksanakan akselerasi dalam pencapaian target 100% UCI Desa / Kelurahan. Diperkirakan 1,5 juta balita di Indonesia belum terjangkau program imunisasi dasar maupun pemberian vaksin lainnya. (World Health Organization, WHO 2013 ). Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia masih tinggi, 80% diakibatkan oleh Pneumonia. Hal tersebut juga ditegaskan oleh Strategic Advisory Group of Experts (SAGE) kelompok penasehat utama WHO untuk vaksinasi dan imunisasi didunia dalam pertemuan di Swiss, Pneumokokus merupakan penyebab utama morbititas dan mortalitas didunia dan vaksinasi merupakan upaya terbaik untuk mencegah penyakit Pneumokokus. (Lisnawati, 2011). Persentase imunisasi menurut jenisnya yang tertinggi sampai terendah adalah untuk BCG (77,9%), Campak (74,4%), Polio4 (66,7%), dan terendah DPTHB3 (61,9%). Bila dilihat masing-masing imunisasi menurut provinsi, Banten menempati urutan ke 15 dengan hasil BCG (76,3%), Polio (64,5%), DPT-HB (57,7%), Campak (69,3%). Adapun cakupan imunisasi dasar lengkap yang sudah di dapatkan anak umur 0-12 bulan sebesar 53,8%, yang tidak lengkap sebesar 33,5% dan yang tidak imunisasi sebesar 12,7%. Sedangkan jika dilihat dari segi pendidikan orang tua tamat SD (48,8%), tamat SMP (57,0%), SMA (61,1%), Perguruan Tinggi (67,7%). Apabila dilihat dari segi pekerjaan, yang tidak bekerja (57,7%), Pegawai (67,7%), Wiraswasta (57,4%), Petani/Nelayan/Buruh (47,2%). Ini menunjukkan adanya kecenderungan semakin tinggi tingkat pendidikan dan
Universitas Sumatera Utara
status ekonomi maka semakin tinggi pula status imunisasi dasar balita (Profil Kesehatan Indonesia tahun 2013). Indikator lain yang diukur untuk menilai keberhasilan pelaksanaan imunisasi adalah Universal Child Immunization atau yang biasa disingkat UCI. UCI adalah gambaran suatu desa/kelurahan dimana ≥ 80% dari jumlah bayi (0-11 bulan) yang ada di desa/kelurahan tersebut sudah mendapat imunisasi dasar lengkap. Target UCI pada Renstra tahun 2013 adalah sebesar 95%. Pada tahun 2013 terdapat 9 provinsi yang memiliki persentase desa UCI melebihi target 95%. Dari 9 provinsi hanya tiga provinsi memiliki capaian tertinggi sebesar 100%, yaitu DI Yogyakarta, DKI Jakarta, dan Jambi. Kemudian diikuti oleh Lampung sebesar 99,27%. Sedangkan Provinsi Papua memiliki capaian terendah sebesar 13,05%, diikuti oleh Papua Barat sebesar 41,21%, dan Sulawesi Tenggara sebesar 56,50%. Informasi terkait capaian desa UCI pada tahun 2011 -2013. Imunisasi dasar pada bayi seharusnya diberikan pada anak sesuai dengan umurnya. ( Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013). Pada kondisi ini, diharapkan sistem kekebalan tubuh dapat bekerja secara optimal. Namun demikian, pada kondisi tertentu beberapa bayi tidak mendapatkan imunisasi dasar secara lengkap. Kelompok inilah yang disebut dengan drop out (DO) imunisasi. Bayi yang mendapatkan imunisasi DPT/HB1 pada awal pemberian imunisasi, namun tidak mendapatkan imunisasi campak, disebut Drop Out Rate DPT/HB1-Campak. Indikator ini diperoleh dengan menghitung selisih penurunan cakupan imunisasi campak terhadap cakupan imunisasi DPT/HB1.
Universitas Sumatera Utara
Drop Out Rate imunisasi DPT/HB1-Campak pada tahun 2013 sebesar 3,3%. Angka ini lebih rendah dibandingkan tahun 2011 sebesar 3,6%. DO Rate DPT/HB1-Campak
menunjukkan
kecenderungan
penurunan
sejak
tahun
2007sampai dengan tahun 2013 yang artinya semakin sedikit bayi yang tidak mendapatkan imunisasi dasar secara lengkap. Angka droup out cakupan imunisasi DPT/HB1 – Campak pada bayi diIndonesia tahun 2007-2013 DO rate DPT/HB1campak diharapkan agar tidak melebihi 5%. Batas maksimal tersebut telah berhasil dipenuhi sejak tahun 2010 sampai dengan tahun 2013. Pada tahun 2013 terdapat 19 provinsi dengan DO rate ≤ 5%. Data dan informasi lebih rinci mengenai drop out rate cakupan imunisasi pada tahun 2013 DPT/HB1-campak tahun 2013. ( Profil Kesehatan Indonesia tahun 2013). Cakupan Imunisasi Campak pada Bayi diIndonesia tahun 2014 yang menduduki tingkat yang paling tinggi diJawa Barat sekitar 64,5%, yang paling rendah diPapua Barat sekitar 12,2%, sedangkan diSumatera Utara sekitar 41,9%. Dari Persentase Imunisasi dasar lengkap diIndonesia tahun 2014 yang menduduki tingkat yang paling tinggi diBali sekitar 62,3%, DKI Jakarta sekitar 61,2%, Bangka Belitung sekitar 60,0%, yang paling rendah diPapua sekitar 20,3%, Papua Barat sekitar 18,3%, Maluku Utara sekitar 17,7%, sedangkan diSumatera Utara sekitar 36,5%. (Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara 2014). Cakupan Imunisasi Campak diProvinsi Sumatera Utara tahun 2014 yang menduduki tingkat yang paling tinggi diPakpak Bharat sekitar 78,4%, Samosir sekitar 59,3%, yang paling rendah diNias Utara sekitar 19,6%, Gunung sitoli sekitar 9,4%, sedangkan Deli Serdang sekitar 43,3%. Dari persentase Imunisasi
Universitas Sumatera Utara
dasar lengkap diSumatera Utara tahun 2014 yang menduduki tingkat yang paling tinggi Samosir sekitar 57,3%, Medan sekitar 49,6%, Tebing Tinggi sekitar 46,3%, yang paling rendah diPadang Sidempuan sekitar 17,5%, Nias Barat sekitar 17,4%, Nias Utara sekitar 8,7%, sedangkan Deli Serdang sekitar 34,2%. (Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara 2014). Hasil penelitian Simangunsong (2011) menunjukkan bahwa sebagian besar tingkatan tindakan Responden dalam membawa bayi Imunisasi Puskesmas Kolang, Kecamatan Kolang, Kabupaten Tapanuli Tengah berada pada tingkat kategori tidak membawa yaitu sebanyak 44 orang (100,00%) dan membawa 0 (0.00%). Alasan Responden tidak membawa bayi karena sibuk kerja sebanyak 30 orang (68,18%), dan Responden karena malu sebanyak 5 orang (11,36%). Hasil penelitian Lobert (2011) menunjukkan bahwa sebagian besar dukungan suami tentang pembeian Imunisasi pada bayi diwilayah kerja Puskesmas Aekraja Kabupaten Tapanuli Utara terdapat dari 67 Responden kategori buruk yaitu sebanyak 60 orang (89,5%) dan kategori sedang 3 orang (4,5%) Dari data diatas banyak faktor yang mempengaruhi kurangnya cakupan imunisasi dasar pada bayi yaitu kurangnya dukungan keluarga terutama suami, kondisi bayi, jumlah anak balita yang diasuh, pengetahuan suami/ibu, pekerjaan suami/ibu,
pendidikan
formal
suami/ibu,
tingkat
penghasilan
keluarga,
penyuluhan imunisasi, jarak ke tempat pelayanan imunisasi, ketersediaan vaksin, efek samping imunisasi dan, sikap petugas kesehatan. (Elly, 2011; Widiyanti, 2009; Kurniawati, 2012).
Universitas Sumatera Utara
Imunisasi BCG dapat melindungi anak dari penyakit tuberculosis. Imunisasi DPT dapat mencegah penyakit diptheri, pertusis dan tetanus. Diptheri menyebabkan infeksi saluran pernafasan atas, yang dalam beberapa kasus dapat menyebabkan kesulitan bernafas bahkan kematian. Tetanus menyebabkan kekakuan otot dan kekejangan otot yang menyakitkan dan dapat mengakibatkan kematian. Pertusis atau batuk rejan mempengaruhi saluran pernafasan dana dapat menyebabkan batuk hingga delapan minggu. Semua anak perlu mendapatkan imunisasi polio. Tanda-tanda polio adalahtungkai tiba-tiba lumpuh dan sulit untuk bergerak. Dari 200 anak yang terinfeksi polio, maka satu orang akan menjadi cacat sepanjang hidupnya. (Profil Kesehatan Indonesia tahun 2013). Sebagai salah satu kelompok yang menjadi sasaran program imunisasi, setiap bayi wajib mendapatkan lima imunisasi dasar lengkap (LIL) yang terdiri dari : 1 dosis BCG, 3 dosis DPT, 4 dosis polio, 3 dosis hepatitis B, dan 1 dosis campak. Dari kelima imunisasi dasar lengkap yang diwajibkan tersebut, campak merupakan imunisasi yang mendapat perhatian lebih yang dibuktikan dengan komitmen Indonesia pada lingkup ASEAN dan SEARO untuk mempertahankan cakupan imunisasi campak sebesar 90%. Hal ini terkait dengan realita bahwa campak adalah salah satu penyebab utama kematian pada balita. Dengan demikian pencegahan campak memiliki peran signifikan dalam penurunan angka kematian balita. (Profil Kesehatan Indonesia tahun 2013). Perilaku suami dalam mendorong pemberian imunisasi pada bayi merupakan salah satu faktor dalam pencapaian cakupan imunisasi. Hal ini dikarenakan sebagian besar setiap daerah di Indonesia memiliki sosial budaya
Universitas Sumatera Utara
dalam hal pengambilan keputusan di rumah tangga adalah pihak suami. Sehingga anggapan salah tentang imunisasi yang berkembang dalam masyarakat membuat para suami merasa khawatir terhadap resiko dari beberapa vaksin yang diberikan pada bayi. Adanya kepercayaan tersebut membuat para suami kurang memberikan dorongan kepada istri untuk mengimunisasi bayi mereka. (Simangunsong, sarbarita 2011. Perilaku suami dalam dukungan pemberian Imunisasi pada Bayi diwilayah kerja Puskesmas Kolang Kecamatan Kolang Kabupaten.Tapanuli Tengah Tahun 2011). Pada umumnya suami tidak menyadari manfaat pemberian imunisasi pada bayi terhadap kesehatan. Hal ini dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan suami, karena semakin tinggi pendidikan maka semakin baik wawasan tentang kesehatan. Selain tingkat pendidikan, pengetahuan dan sikap juga dapat mempengaruhi perilaku suami yang tercermin pada tindakan suami dalam mendorong pemberian imunisasi pada bayi. Oleh karena pentingnya pemberian imunisasi dasar lengkap, maka suami dituntut untuk memiliki pengetahuan yang memadai. Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang, yang dapat menimbulkan perubahan persepsi dan terbentuknya sikap yang konsisten. Dengan pengetahuan, sikap dan tindakan yang baik dalam mendorong pemberian imunisasi, sehingga dapat menurunkan angka kematian pada anak. (Simangunsong, sarbarita 2011. Perilaku suami dalam dukungan pemberian Imunisasi pada Bayi diwilayah kerja Puskesmas Kolang Kecamatan Kolang Kabupaten.Tapanuli Tengah Tahun 2011).
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan Data Puskesmas Pagar Jati Jumlah Bayi yang Imunisasi sekitar 102 jiwa, BCG (58,0%), DPT1 (34,03%), DPT3 (42,12%), Polio (33,06%), Campak (46,05%), HB3 (48,14%), dari penelitian awal yang ikut berpartisipasi dalam kunjungan imunisasi sekitar 20 orang (32%) suami yang mendampingi istrinya untuk membawa bayi imunisasi dan sekitar 82 orang (68%) tidak pernah mendampingi istri untuk membawa bayi imunisasi. Maka dari itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang dukungan sosial suami dalam kelengkapan terhadap pemberian imunisasi pada bayi diPuskesmas Pagar Jati Tahun 2015. Alasan saya melakukan Penelitian diPuskesmas Pagar Jati Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang, Petugas Kesehatan Imunisasi mengatakan ditahun 2014 ada 1 bayi yang terdapat kasus gizi buruk dan dibulan April tahun 2015 ada 1 bayi yang hampir menuju kasus gizi buruk, kurangnya dukungan dari pihak suami untuk membawa bayi diimunisasi, kurangnya kunjungan imunisasi diPuskesmas Pagar Jati serta belum pernah ada melakukan penelitian dilokasi tersebut. 1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana dukungan sosial suami terhadap kelengkapan imunisasi dasar bayi di Puskesmas Pagar Jati Kecamatan.Lubuk Pakam Kabupaten.Deli Serdang Tahun 2015.
Universitas Sumatera Utara
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Mengetahui bagaimana dukungan sosial suami terhadap kelengkapan imunisasi dasar bayi di Puskesmas Pagar Jati Kecamatan.Lubuk Pakam Kabupaten.Deli Serdang Tahun 2015.
1.3.2. Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui Karakteristik suami (umur, pendidikan, pekerjaan, dan penghasilan). 2. Untuk mengetahui dukungan instrumental (penyediaan materi dan pelayanan). 3. Untuk mengetahui dukungan informasional (pemberian informasi dan pengetahuan). 4. Untuk mengetahui dukungan emotional (rasa empati dan rasa diperhatikan). 5. Untuk mengetahui kelengkapan imunisasi dasar bayi. 1.4. Manfaat Penelitian 1. Bagi peneliti merupakan salah satu aplikasi Ilmu Kesehatan Masyarakat yang dipelajari selama masa perkuliahan di Fakultas Kesehatan Masyarakat USU. 2. Sebagai bahan masukan bagi peneliti lain untuk melaksanakan penelitian lebih lanjut tentang dukungan sosial suami terhadap kelengkapan imunisasi dasar
bayi
di
Puskesmas
Pagar
Jati
Kecamatan.Lubuk
Pakam
Kabupaten.Deli Serdang Tahun 2015.
Universitas Sumatera Utara
3. Sebagai
informasi
bagi
para
suami
di
Puskesmas
Pagar
Jati
Kecamatan.Lubuk Pakam Kabupaten.Deli Serdang Tahun 2015.
Universitas Sumatera Utara