BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Industri manufaktur adalah salah satu industri yang berpeluang besar menguasai pasaran. Dalam kegiatannya industri tersebut selalu berhubungan dengan pengerjaan logam, yaitu proses pembentukan logam, pemotongan logam atau proses pemesinan menggunakan pahat potong. Meningkatnya permintaan konsumen untuk menambah produktivitas, menuntut industri manufaktur untuk melakukan pemesinan yang cepat maka dilakukan pemesinan dengan cara meningkatkan kecepatan pemesinan dengan biaya produksi yang rendah. Pemesinan laju tinggi dan pemesinan keras adalah dua metode yang dapat digunakan untuk meningkatkan produktivitas industri manufaktur yang menghasilkan produk-produk dari operasi pemotongan logam. Pemesinan keras lebih fleksibel, lebih ramah lingkungan dan memiliki kinerja yang lebih baik dibandingkan proses gerinda dalam hal produktivitas (Ozel et.al., 2008). Namun untuk kualitas permukaan khususnya kemasan permukaan masih dibawah proses gerinda. Hingga saat ini pemesinan laju tinggi dan pemesinan keras masih lazim dilakukan pada keadaan pemesinan basah (wet machining) (Sutter, 2004). Pada metode ini sejumlah cairan pemotongan dialirkan ke kawasan pemotongan selama proses pemesinan
dengan tujuan menurunkan suhu pemotongan dan melumasi
Universitas Sumatera Utara
bagian-bagian pemesinan sehingga diharapkan permukaan pemesinan memiliki suatu keutuhan permukaan (surface integrity) yang baik. Manfaat lain yang dapat diterima adalah umur pahat yang relatif panjang karena laju aus yang dapat dikurangi. Selanjutnya, permukaan termesin memperoleh manfaat dari keberadaan cairan pemotongan sebagai media pelumas yang menyebabkan gesekan antara pahat dan benda kerja yang relatif kecil. Fenomena kegagalan
pahat dan penggunaan cairan pemotongan merupakan
salah satu masalah yang telah banyak dikaji dan mendapat perhatian dalam kaitannya yang sangat berpengaruh terhadap kekasaran permukaan hasil pengerjaan, ketelitian geometri produk dan mekanisme keausan pahat serta umur pahat (Ginting, 2003). Disisi lain, peningkatan produktifitas harus memperhatikan regulasi-regulasi yang berkaitan dengan isu penyelamatan lingkungan. Pada industri manufaktur logam, salah satu masalah utama yang menjadi perhatian adalah dampak lingkungan yang terjadi karena produk, proses atau sistem produksinya. Kepentingan terhadap kesehatan manusia dan ekologi telah membuat industri pemotongan logam mengembangkan
metode pemotongan yang bersahabat dengan lingkungan dan
kesehatan serta mempunyai tujuan memperbaiki efisiensi, mereduksi biaya produksi, meningkatkan produktifitas dan meminimalkan siklus waktu dan secara bersamaan pula memberikan kenyamanan terhadap lingkungan dan kesehatan kerja. Sreejith & Ngoi (2000) melaporkan bahwa umumnya cairan pemotongan bekas disimpan dalam kontainer dan kemudian ditimbun di tanah. Selain itu, masih banyak praktek yang
Universitas Sumatera Utara
membuang cairan pemotongan bekas langsung ke alam bebas. Hal ini jelas akan merusak lingkungan dan undang – undang lingkungan hidup yang berlaku. Menurut Seco (2004), badan administrasi keamanan dan kesehatan telah merekomendasikan batas unsur-unsur berbahaya pada cairan pemotongan untuk pemesinan
yaitu
0,5 5,0 mg/m3 dan Metalworking fluid Standard Advisory Committee (MWFSAC) merekomendasikan sebesar 0.5 mg/m3 (Canter, 2003). Untuk maksud tersebut, para pakar pemesinan merekomendasikan konsep pemesinan kering. Pada konsep ini, cairan pemotongan yang berpotensi mendistorsi lingkungan hidup dapat dieliminasi sehingga konsep pemesinan kering memiliki dua manfaat, yaitu penyelamatan lingkungan dan mereduksi ongkos produksi karena kontribusi 20% nilai cairan pemotongan pada ongkos produksi tidak perlu lagi dikeluarkan (Sreejith & Ngoi, 2000). Seco (2004) melaporkan pula bahwa ongkos cairan pemotongan rata–rata adalah 15% setahun dari total ongkos produksi. Apabila konsep pemesinan laju tinggi, keras dan kering sebagaimana dipaparkan diatas dapat dipadukan maka tujuan industri manufaktur untuk menghasilkan produktivitas yang tinggi serta berwawasan lingkungan dapat diwujudkan. Namun demikian, satu hal yang paling penting digaris bawahi dalam hal ini adalah kualitas produk yang dihasilkan. Pemesinan laju tinggi, keras dan kering
berpotensi
memberikan kontribusi yang kontra produktif bagi produk yang dihasilkan sebab absennya cairan pemotongan (pemesinan kering) dan operasi pemesinan yang ekstrim (pemesinan laju tinggi dan keras) akan menyebabkan terjadinya peristiwa tribologi
Universitas Sumatera Utara
yang berakhir dengan generasi panas dan suhu pemotongan yang tinggi. Peristiwa tribologi dan suhu pemotongan yang tinggi tersebut berpotensi mendistorsi permukaan benda kerja termesin (Field & Kahles, 1971). Dari sudut pandang proses pemotongan logam, distorsi terhadap permukaan benda kerja termesin dikaji melalui topik keutuhan permukaan (surface integrity). Kajian keutuhan permukaan secara garis besar meliputi kajian topografi permukaan dan metalurgi permukaan. Kajian keutuhan permukaan yang diprakarsai oleh Field & Kahles (1971) melaporkan bahwa kajian ini begitu penting dilakukan, apalagi pada benda kerja yang termasuk kepada produk yang akan digunakan sebagai komponen berkehandalan tinggi. Sebagai contoh Rech & Moisan (2003) pada pembubutan keras paduan baja melaporkan masalah-masalah yang berkaitan dengan keutuhan permukaan seperti kekasaran, tegangan sisa dan lapisan putih adalah sebagai bagian dari kajian keutuhan permukaan. Hal yang menjadi pertimbangan bagi pemilihan bahan baja paduan AISI 4140 sebagai bahan komponen produk manufaktur yang akan diteliti pada kajian ini adalah karena
baja AISI 4140 ini sangat banyak
mengalami peningkatan pemakaiannya misalnya untuk komponen sistem hidrolik berkehandalan tinggi, komponen pemesinan seperti untuk roller cyclo speed reducer sebagai komponen cyclo speed reducer untuk keperluan industri, untuk komponen otomotif seperti shaft, gears, crankshaft dan lain-lain serta dapat juga digunakan untuk komponen transportasi udara seperti landing gear. Apabila konsep pemesinan laju tinggi, keras dan kering dapat diimplementasikan untuk memproses bahan baja
Universitas Sumatera Utara
AISI 4140 ini maka perlu dilakukan kajian keutuhan permukaan untuk memastikan hasil permukaan termesin tersebut dapat dihasilkan dengan baik yaitu memenuhi aspek-aspek yang disyaratkan oleh konsep keutuhan permukaan. 1.2 Perumusan Masalah Pada proses pemesinan laju tinggi, keras dan kering ada kecendrungan mempengaruhi morphologi pembentukan serpihan dan daya hantar panas yang baik maka akan sangat mempengaruhi mekanisme kegagalan pahat karena lebih mudah terbentuknya Built Up-Edge (BUE) dan BUE ini akan cenderung lebih berpengaruh apalagi bila temperatur pemotongan meningkat, BUE dapat mengakibatkan kualitas permukaan benda kerja pemesinan menjadi buruk. Untuk memastikan reliabilitas yang besar dari satu komponen otomotif atau aerodinamikal, integritas atau keutuhan permukaan benda termesin harus terpenuhi. Benda kerja diproses secara pemesinan dengan tujuan untuk menghasilkan produk yang berupa komponen mesin/peralatan dengan ketelitian dimensi/ukuran dan bentuk serta karakteristik permukaan yang tertentu. Kualitas penyelesaian permukaan yang telah dimesin biasanya diteliti dalam bidang yang dikenal sebagai keutuhan permukaan. Keutuhan permukaan merupakan satu kajian yang menerangkan keadaan dan sifat permukaan suatu benda kerja setelah dimesin. Beberapa aspek yang terlibat dalam keutuhan permukaan adalah kekasaran permukaan
(roughness), corak permukaan (lay) dan cacat permukaan (defect)
sebagai aspek dalam topografi permukaan dan perubahan sub permukaan (kekerasan
Universitas Sumatera Utara
mikro dan struktur mikro) adalah sebagai aspek dalam metalurgi permukaan (Ginting & Nouari, 2009) serta tegangan sisa (residual stress). Masalah utama yang akan dibahas dari objek pada penelitian ini
adalah
keutuhan permukaan termesin AISI 4140 dari aspek topografi permukaan yaitu kajian lebih diarahkan pada kekasaran permukaan (roughness), corak permukaan (lay), dan cacat permukaan (defect). Sedangkan dari aspek metalurgi permukaan dan tegangan sisa tidak dibahas pada penelitian ini. Objek yang dikaji pada penelitian ini adalah permukaan termesin baja paduan AISI 4140 berkekerasan ~ 55 HRC yang dihasilkan pada operasi pembubutan dengan penerapan konsep pemesinan laju tinggi, keras dan kering menggunakan pahat CBN. Dawson & Kurfess (2002) melaporkan bahwa material yang khusus digunakan untuk proses bubut keras adalah cubic boron nitride (CBN), keramik, dan cermet. Peneliti lain, yaitu Aslan (2005) melaporkan bahwa pemesinan keras dengan kekerasan 60 HRC dengan kecepatan potong 200 m/menit atau lebih dan tingkat pemakanan ratarata 0,1 mm/putaran atau lebih besar, kedalaman potong aksial 0,2 - 1,0 mm, menggunakan pahat potong advance keramik (CBN) dapat dikategorikan sebagai operasi pemotongan kecepatan tinggi (HSM). Harga pahat CBN memang relatif mahal dibanding karbida atau advance keramik sehingga pemakaiannya masih terbatas pada pemesinan. Namun, untuk mencapai ketelitian dimensi dan kehalusan permukaan yang tinggi, diperlukan pahat yang terbuat dari bahan yang handal yaitu pahat CBN yang digunakan dalam penelitian ini.
Universitas Sumatera Utara
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Secara umum, tujuan penelitian ini adalah meneliti tentang keutuhan permukaan dari aspek topografi permukaan pada pemesinan laju tinggi, keras dan kering pada bahan AISI 4140 menggunakan pahat CBN. 1.3.2 Tujuan Khusus Secara khusus, tujuan penelitian ini meliputi: 1. Mempelajari karakteristik kekasaran permukaan termesin AISI 4140 menurut parameter Ra. 2. Mempelajari corak permukaan (lay) termesin AISI 4140 yang dihasilkan. 3. Mempelajari kecacatan (defect) yang terjadi pada permukaan termesin.
1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini memiliki dua manfaat utama yaitu : 1. Bagi dunia akademik, hasil penelitian ini dapat memberi kontribusi kapada penyediaan informasi dan pengembangan ilmu pemotongan logam khususnya konsep pemesinan laju tinggi, keras dan kering 2. Bagi industri dunia manufaktur, hasil penelitian ini dapat di gunakan sebagai rujukan implementasi konsep pemesianan laju tinggi, keras dan kering.
Universitas Sumatera Utara