BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai Negara kepulauan terbesar di dunia, secara keseluruhan memiliki garis pantai terpanjang di dunia, yakni 81.000 km yang merupakan 14 % dari garis pantai yang ada di seluruh dunia. Khusus untuk Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, lahan pasir pantai membentang dari sisi Barat ke Timur, mempunyai potensi luas yang sangat besar yaitu dengan panjang ± 60 km dengan lebar 1,5 km. Pada saat ini baru sepertiga lahan tersebut diusahakan untuk pertanian (Sukirno, 2005). Lahan pasir pantai merupakan salah satu sumberdaya lahan yang memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai kawasan produksi pertanian. Potensi lahan pasir pantai dapat dilihat dari keberadaannya yang masih tergolong luas, jarang banjir, sinar matahari melimpah, serta ketersediaan air tanahnya cukup melimpah khususnya di kawasan lahan pasir pantai Samas Yogyakarta. Selain itu, dari segi persiapan lahan, pemanfaatan lahan pasir pantai tergolong cukup sederhana yaitu dengan membuat bedengan dan tidak perlu membuat parit-parit dalam sehingga akan terjadi efisiensi biaya dari pengolahan tanah. Menurut Widodo dkk. (2008), lahan pantai memiliki sifat agroklimatologi yang spesifik yaitu jenis tanah berpasir sehingga memiliki tingkat porositas yang cukup tinggi, kesuburan yang rendah dan ketersediaan air yang kurang. Kondisi lain yakni kecepatan angin laut yang cukup tinggi serta mengandung garam, suhu
1
2
cenderung tinggi, kelembaban relatif rendah sehingga evaporasi dan transpirasi cukup tinggi pula. Kondisi lahan pasir pantai yang demikian tentunya memerlukan peran teknologi yang tepat serta memperhatikan kelestarian lingkungan untuk kepentingan usaha pertanian. Kondisi iklim mikro pada lahan pasir pantai cukup berbeda dengan kawasan lahan non-pantai, terutama masalah angin laut. Lahan pasir pantai sangat dipengaruhi oleh angin laut dengan kecepatan yang relatif tinggi serta membawa garam sehingga dibutuhkan upaya pengendalian bila ingin digunakan sebagai lahan pertanian. Upaya pengendalian angin laut dapat dilakukan dengan memanfaatkan teknologi pemecah angin (windbreak). Peran pemecah angin (windbreak) di kawasan lahan pasir pantai adalah untuk mengendalikan angin laut serta garam yang terangkut. Angin laut dikawasan lahan pasir pantai dianggap dapat mengakibatkan kerusakan tanaman karena mengakibatkan patah atau hilangnya organ-organ tanaman, kegagalan pembungaan dan penyerbukan, mengakibatkan bentuk tanaman yang tidak normal serta meningkatkan laju evapotranspirasi. Serta angin yang mengangkut garam akan mengakibatkan tanaman keracunan yang diperlihatkan dengan adanya gejala nekrosis, ujung daun kering, dan tanaman kerdil (Bennet,1993). Teknologi pemecah angin (windbreak) yang diterapkan oleh Petani lahan Pasir Pantai Samas sangat beragam yaitu dengan memanfaatkan vegetasi misalnya cemara udang (Casuarina equisetifolia L.), kelapa, Accasia, Glerecidae, pandan, tebu dan lainnya. Selain itu, ada juga dengan menggunakan bahan lain seperti terpal, lembaran plastik, pelepah daun kelapa, anyaman bambu dan lain-lain.
3
Pemasangan pemecah angin (windbreak) dilakukan di sudut pinggir lahan mereka dan secara teknis belum memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas windbreak itu sendiri. Salah satu indikator untuk menilai keberhasilan pemanfaatan teknologi pemecah angin dapat dilihat dari efektivitas perlindungannya terutama dalam hal mengurangi kecepatan angin yang masuk ke lahan. Efektivitas bangunan atau tanaman pemecah angin (windbreak) ditentukan oleh beberapa faktor yaitu ketepatan dan kesesuaian dalam memilih bahan, lokasi pemasangan serta sudut atau kemiringannya terhadap arah angin. Selain itu, pengelolaan yang tepat juga memiliki andil yang besar untuk mempertahankan efektivitas windbreak agar dapat berfungsi sebagaimana yang diharapkan. Berdasarkan uraian diatas maka perlu dilakukan penelitian mengenai efektifitas pemecah angin (windbreak) yang diterapkan oleh petani setempat guna menguji serta menilai tingkat keberhasilan dan kesesuaian teknologi windbreak yang telah diterapkan. Hasil penelitian ini nantinya akan bisa digunakan sebagai dasar pertimbangan maupun pengetahuan untuk meningkatkan efektivitas pemecah angin (windbreak) sudah diterapkan di Kawasan Lahan Pasir Pantai Samas.
4
1.2. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui sebaran kecepatan angin laut dan arah angin di lokasi penelitian 2. Mengetahui hubungan antara kecepatan angin dan kandungan garam yang masuk ke lahan pertanian 3. Mengetahui hubungan antara kecepatan angin dan tingkat kerusakan tanaman yang ada di lahan 4. Mengetahui efektivitas perlindungan tanaman pemecah angin (windbreak) yang ada di lokasi penelitian
1.3. Manfaat Penelitian Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan informasi atau masukan yang dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam penanganan masalah angin laut di Kawasan Lahan Pasir Pantai. Pengujian terhadap tanaman pemecah angin yang diterapkan oleh petani setempat akan memberi kemudahan bagi petani dalam upaya mengevaluasi pemecah angin (windbreak) yang telah diterapkan. Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan bisa memberi manfaat maupun informasi bagi petani kawasan lahan pasir pantai lain dalam upaya perlindungan tanaman dari kerusakan akibat kecepatan angin khususnya angin laut.
5
1.4. Batasan Masalah Penelitian ini dilaksanakan dengan batasan–batasan masalah yang bertujuan untuk mendapatkan data dan hasil yang sesuai dengan tujuan penelitian. Adapun batasan masalah yang di bahas pada penelitian terdiri atas: 1. Pengambilan data dilakukan dengan survei dan pengukuran dilapangan 2. Pengamatan dilakukan terhadap petak lahan petani setempat dengan kondisi lahan dan tanaman pemecah angin (windbreak) pada saat pengamtan 3. Pengamatan dikhususkan pada lahan yang memanfaatkan tanaman cemara laut/udang
(Casuarina
equisetifolia L.)
sebagai
pemecah
angin
(windbreak) 4. Analisis efektivitas windbreak dilakukan berdasarkan sebaran kecepatan angin pada lahan serta pengaruhnya terhadap kandungan garam yang terangkut dan tingkat kerusakan tanaman