BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan suatu negara yang luas, terbagi diantara beberapa pulau yang membentang luas dari Sabang sampai Merauke. Disetiap wilayahnya terdapat daerah-daerah yang kemudian disatukan dan membentuk negara Indonesia. Hal ini juga diperjelas dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat 1, yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah–daerah provinsi, dari daerah provinsi itu dibagi atas daerah kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan undang-undang 1. Setelah merdeka pada 17 Agustus 1945, negara Indonesia sudah melaksanakan pemilihan umum (Pemilu) sebanyak enam kali. Pemilu pertama tahun 1955 dilaksanakan pada masa pemerintahan Soekarno menggunakan sistem demokrasi liberal berdasarkan UUDS tahun 1950. Pada waktu itu, puluhan partai dan perorangan turut sebagai kontestan Pemilu, dan akhirnya memang tidak ada kontestan yang memperoleh suara mayoritas. Kelemahan sistem demokrasi liberal, pemerintahan akan mudah jatuh kalau tidak didukung oleh partai dengan suara mayoritas. Terlepas dari hasil pemilu tahun 1955 yang tidak mampu menghadirkan sebuah partai dengan suara mayoritas dan kemudian masyarakat mengetahui, konstituante yang dipilih melalui pemilu tersebut gagal pula menetapkan konstitusi yang baru menggantikan UUD (Sementara) tahun 1950,pemilu tahun 1955 adalah contoh pelaksanaan pemilu yang sangat fair.
1
Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat 1
1
Universitas Sumatera Utara
Pemilu tahun 1955 telah menjadi bagian dari sejarah Indonesia,kegagalan maupun keberhasilannya. Perjalanan bangsa dan negara Indonesia sejak merdeka hingga tahun 60-an memang mengalami masa-masa yag sulit. Proses integrasi sering mendapat tantangan dengan adanya berbagai pemberontakan. Ideologi negara pun masih kerap dipersoalkan.Akibat dari semua itu, pembangunan ekonomi mengalami kemandegan. Disahkan rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pemerintah Daerah menjadi UU No. 32 Tahun 2004 yang merupakan revisi UU No. 22 Tahun 1999 oleh DPR RI tanggal 29 September 2004, memuat regulasi bersejarah pemilihan kepala daerah (Pilkada) secara langsung. Dalam ketentuan tersebut, pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD). Komisi Pemilihan Umum atau KPU tidak lagi mempunyai hubungan struktural dengn KPUD. KPU juga tidak lagi mempunyai otoritas membuat regulasi serta wewenang lain yang selama ini dalam Pemilu 2004 baik Pemilu Legislatif dan Pilpres, dinilai sebagai institusi “Superbody”. Pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat di wilayah propinsi dan/atau kabupaten kota berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 untuk memilih kepala daerah dan wakil kepala daerah. Secara teknis pelaksanaan Pilkada dibagi menjadi dua tahap kegiatan, yakni masa persiapan dan tahap pelaksanaan. Hubungan Pengusaha dengan dunia politik bukanlah sebuah hal yang baru dan pertama kali terjadi di Indonesia. Hal ini sudah berlangsung sejak Orde Lama hingga saat sekarang ini. Tidak hanya di pusat, hubungan antara pengusaha dengan dunia politik juga merambah sampai ke daerah-daerah, termasuk di Kabupaten Dairi. Semenjak Orde Baru berkuasa, pengusaha telah mewarnai kehidupan politik di Kabupaten Dairi. Pengusaha yang ada pada waktu itu lebih
2
Universitas Sumatera Utara
banyak berada dalam Partai Golkar, kalaupun ada yang bergabung dalam partai lain, mereka kebanyakan tidak berani “menampakan muka” pada saat itu. Setelah tumbangnya rezim Orde Baru, pengusaha yang ada di Sumatera Utara tidak hanya berada dalam tubuh Partai Golkar saja, tetapi juga mengisi struktur kepengurusan partai-partai politik yang lain. Mahalnya ongkos sistem pemilihan langsung dan besarnya dana yang dibutuhkan untuk menjalankan kepengurusan partai, membuat partai tidak bisa menafikan kehadiran pengusaha tersebut. Keberadaan mereka dalam suatu partai politik kemudian mewarnai dinamika politik di daerah Sumatera Utara, baik dalam pemilu maupun dalam pemilihan kepala daerah. Latar belakang masuknya pengusaha untuk terjun ke dalam dunia politik di Sumatera Utara dapat dilihat dari profil singkat beberapa pengusaha yang mengisi jabatan dalam struktur kepengurusan partai dan menjadi anggota legislatif di DPRD Sumatera Utara. Dari sanalah kemudian dapat diambil kesimpulan, bahwa pengusaha yang terjun ke kancah politik di Sumatera Utara khususnya di Kabupaten Dairi dilatarbelakangi oleh motif ekonomi, yaitu untuk menyelematkan dan mengembangkan kepentingan bisnis mereka. Sejarah mencatat, kerjasama antara pengusaha dengan penguasa di negeri ini telah menghasilkan kebijakan yang di antaranya adalah dorongan atas pertumbuhan dunia usaha pribumi yang tercermin dalam kebijakan Ali Baba atau Baba Ali pada tahun 1950-an. Yahya Muhaimin menyebutnya sebagai Client Businessmen, dimana pengusaha-pengusaha bekerja dengan dukungan dan proteksi dari jaringan kekuasaan pemerintahan. Para pengusaha mempunyai patron dalam kelompok kekuasaan politikbirokrasi dan mereka sangat tergantung kepada konsesi dan monopoli yang diberikan oleh pemerintah. Mereka lahir di luar aparat birokrasi dan biasanya juga masih termasuk ke dalam keluarga elit yang sedang berkuasa 2 . Arief Budiman menyebut pola hubungan ini sebagai sebuah hasil dari perkembangan 2
Yahya Muhaimin, Bisnis dan Politik (Jakarta: LP3S, 1991), hal. 152.
3
Universitas Sumatera Utara
”kapitalisme semu” yaitu adanya campur tangan pemerintah yang terlalu banyak sehingga mengganggu prinsip persaingan bebas dan membuat dunia usaha Indonesia menjadi tidak dinamis. Kondisi ini semakin diperburuk oleh perkembangan dunia usaha Indonesia yang tidak didasarkan pada perkembangan teknologi yang memadai, akibatnya tidak terjadi industrilisasi yang mandiri. Ikatan patron dan klien ini semakin kuat dengan bergabungnya para pengusaha tersebut dalam partai berkuasa, terutama pada masa rezim Orde Baru. Pada umumnya para pengusaha itu bergabung dalam partai Golongan Karya (Golkar) yang merupakan partai pemerintah dan berkuasa 3 . Siti Hardianti Rukmana, Aburizal Bakrie, Jusuf Kalla adalah beberapa nama yang tergabung dalam partai yang berlambang pohon beringin tersebut. Pasca tumbangnya Rezim Orde Baru, sistem politik Indonesia mengalami perubahan. Pemberlakuan UU No. 2 Tahun 1999 membuat Indonesia mulai menerapkan sistem multi partai. Sistem ini telah mendorong tumbuhnya partai-partai di luar partai yang telah ada sebelumnya seperti Partai Demokrasi Indonesia (PDI), Golkar dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Terdapat 48 partai yang bersaing dalam perebutan kekuasaan pada pemilu 1999, di antaranya Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Keadilan (PK) dan Partai Amanat Nasional (PAN). Sistem multi partai ini juga mengharuskan setiap partai untuk menghidupi diri sendiri. Kekuatan finasial partai menjadi salah satu penentu kekuatan partai bersaing memperebutkan kekuasaan di parlemen yang selanjutnya berdampak pada ”bargaining” bagi penempatan orang-orang partai di legislatif. Salah satu akses bagi kekuatan finansial itu didapatkan dari para pengusaha. Dalam berbisnis sangatlah penting mempertimbangkan risiko politik dan pengaruhnya terhadap organisasi. Hal ini patut dipertimbangkan karena perubahan dalam suatu tindakan 3
Aries Kelana dan Rohmat Haryadi, Yang Makmur Di Pentas Politik, diakses dari www.gatra.com/08mei 2016.
4
Universitas Sumatera Utara
maupun kebijakan politik di suatu negara dapat menimbulkan dampak besar pada sektor keuangan dan perekonomian negara tersebut. Risiko politik umumnya berkaitan erat dengan pemerintahan serta situasi politik dan keamanan di suatu negara. Setiap tindakan dalam organisasi bisnis adalah politik, kecuali organisasi charity atau sosial. Faktor-faktor tersebut menentukan kelancaran berlangsungnya suatu bisnis. Oleh karena itu, jika situasi politik mendukung, maka bisnis secara umum akan berjalan dengan lancar. Dari segi pasar saham, situasi politik yang kondusif akan membuat harga saham naik. Sebaliknya, jika situasi politik tidak menentu, maka akan menimbulkan unsur ketidakpastian dalam bisnis. Dalam konteks ini, kinerja sistem ekonomi-politik sudah berinteraksi satu sama lain, yang menyebabkan setiap peristiwa ekonomi-politik tidak lagi dibatasi oleh batas-batas tertentu Sebagai contoh, IMF, atau Bank Dunia, atau bahkan para investor asing mempertimbangkan peristiwa politik nasional dan lebih merefleksikan kompromi-kompromi antara kekuatan politik nasional dan kekuatan-kekuatan internasional. Tiap pembentukan pola bisnis juga senantiasa berkait erat dengan politik. Budaya politik merupakan serangkaian keyakinan atau sikap yang memberikan pengaruh terhadap kebijakan dan administrasi publik di suatu negara, termasuk di dalamnya pola yang berkaitan dengan kebijakan ekonomi atau perilaku bisnis. Terdapat politik yang dirancang untuk menjauhkan campur tangan pemerintah dalam bidang perekonomian/bisnis. Sistemnya disebut sistem liberal dan politiknya demokratis. Ada politik yang bersifat intervensionis secara penuh dengan dukungan pemerintahan yang bersih. Ada pula politik yang cenderung mengarahkan agar pemerintah terlibat/ ikut campur tangan dalam bidang ekonomi bisnis 4.
4
Endang. S. Soesilowati, dkk. 2007. Bisnis Dan Tingkat Lokal; Pengusaha, Penguasa Dan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Pasca Pilkada. Jakarta: Pusat PenelitianEkonomi LIPI.
5
Universitas Sumatera Utara
Bisnis dan politik adalah dua kegiatan yang saling berkaitan.Bisnis dapat menunjang politik, demikian juga sebaliknya. Aktivitas bisnis dapat dimudahkan karena adanya kegiatan politik pada tingkatan negara. Sebaliknya, politik dapat dipermudah karena adanya kegiatan bisnis.Tanpa adanya kegiatan bisnis, domestik dan internasional, politik kenegaraan tidak akan mungkin dapat berjalan. Sebaliknya, kegiatan bisnis juga berjalan baik jika kondisi politik domestik dan internasional amat kondusif dan mendukung. Bayangkan jika tidak ada bisnis di bidang transportasi dan telekomunikasi, bagaimana pemimpin negara dapat mempertahankan keutuhan negara?Adanya bisnis di kedua bidang itu telah mempermudah pemerintah di sebuah negara untuk mempertahankan kedaulatan nasional dalam arti yang luas. Politik dan bisnis dalam arti yang lebih sempit juga saling mendukung. Para pebisnis besar, menengah, dan kecil akan berlomba-lomba untuk mendukung aktor dan atau partai politik yang kira-kira akan menang di dalam pemilu legislatif, pemilu presiden/wakil presiden langsung, pilkada gubernur, bupati, walikota, dan sebagainya. “Bantuan dana kampanye”dari para pengusaha/pebisnis itu tentu tidak gratis karena dalam aktivitas politik semacam itu memang berlaku slogan “tidak ada makan siang yang gratis”(no free lunch). Dari sisi teori politik, pendanaan semacam itu dapat dikategorikan sebagai bribes and kick-back (sogokan dana agar bisnis mereka dipermudah). Timbal balik ekonomi yang didapat pelaku bisnis dari para politikus/pejabat negara dapat berupa konsesi bisnis melalui tender-tender pemerintah, keringanan pajak, kebijakan negara/pemerintah daerah dan peraturan yang memudahkan bisnis mereka, tetapi tidak terbatas pada kemudahan untuk memperoleh dana dari institusi perbankan.
6
Universitas Sumatera Utara
Kaitan antara bisnis dan politik dalam kategori yang sempit itu bagaikan gurita yang sulit dilepaskan oleh para politikus, khususnya mereka yang membutuhkan bantuan dana kampanye. Aktivitas tersebut bahkan sudah merambah soal proses politik di parlemen yang terkait dengan fit and proper test untuk jabatan-jabatan yang basah atau penuh uang. Contoh misalnya, isu skandal suap soal dukung-mendukung mengenai siapa yang akan menjadi Gubernur, Deputi Gubernur Senior atau Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI). Kita belum tahu, apakah isu benar adanya atau tidak, tetapi dalam kasus Miranda Swaray Goeltom, isu tersebut sempat merebak. Dalam bahasa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), kongkalikong atau kolusi antara pejabat publik dan pelaku bisnis ini akan dihabisi karena hanya menimbulkan ekonomi biaya tinggi dan perusakan pada sistem pemerintahan yang bersih. Secara lebih tegas, Presiden SBY mengaitkan soal bagaimana pelaku bisnis berupaya menyogok para pejabat publik agar pajak perusahaan tidak sebesar yang seharusnya dibayar oleh para pelaku bisnis. Jika benar Presiden ingin membasmi korupsi dan kolusi di bidang perpajakan, ini suatu hal yang amat positif. Namun, kalau ini dikaitkan dengan soal perseteruannya dengan “mantan pembantunya” (mantan Menko Kesra Aburizal “Ical” Bakrie) yang kini menjabat sebagai Ketua Umum DPP Partai Golkar, ini tentu menimbulkan tanda tanya besar. Pertanyaannya, mengapa soal utang pajak perusahaan-perusahaan milik keluarga besar Bakrie yang konon nilainya mencapai Rp. 2,1 triliun ditambah denda yang katanya mencapai Rp6 triliun itu tidak diselesaikan saat Aburizal Bakrie masih menjabat sebagai menteri pada Kabinet Indonesia Bersatu I (2004–2009)? Mengapa soal kemplang-mengemplang pajak itu yang adalah soal teknis perpajakan tidak dilontarkan oleh Direktur Jenderal Pajak saja dan harus dilontarkan oleh Presiden? Mengapa pula hal itu tidak diajukan ke pengadilan atau diselesaikan melalui perundingan antara Direktorat Jenderal Pajak dan wajib pajak yang mekanisme resminya sudah ada? Pertanyaan lain yang patut 7
Universitas Sumatera Utara
dikemukakan ialah, apakah Partai Demokrat dan pasangan SBYBoediono pada masa kampanye Pemilu 2004 dan 2009 bersih dari “bantuan dana kampanye” para pelaku bisnis? Pertanyaan ini patut dikemukakan lantaran asumsi yang saya ajukan ialah tidak ada pasangan calon presiden/wakil presiden atau partai-partai politik yang 100% bersih atau tidak menerima dana bantuan kampanye dalam bentuk apa pun dari para pelaku bisnis. Para pasangan dalam berbagai pilkada juga kemungkinan besar mendapatkan dana bantuan kampanye dari para pelaku bisnis di pusat ataupun daerah. Besar kecilnya ukuran bantuan tergantung pada kedekatan pribadi, kedekatan politik atau probabilitas kemenangan yang akan diraih partai atau para kandidat presiden/ wakil presiden serta kepala daerah pada pemilihan umum legislatif pusat/ daerah atau pemilihan presiden/ wakil presiden atau pilkada langsung. Persoalan dana bantuan politik ini merupakan suatu hal yang wajar asalkan transparan dan akuntabilitasnya dapat dipertanggungjawabkan. Kita sampai kini juga masih bertanya apakah Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan akuntan publik telah melakukan audit atas danadana kampanye itu secara benar. Soal bisnis dan politik ini anehnya baru mengemuka dan menjadi headline di berbagai surat kabar Ibu Kota setelah Presiden SBY melontarkan hal itu saat memberikan amanat pada Rapat Pimpinan Polri beberapa tahun lalu. Isu ini juga tidak melulu mengenai bagaimana membangun pemerintahan yang bersih dan meningkatkan pendapatan negara dari sektor pajak, melainkan terkait kuat dengan soal tarik ulur dukungan di Pansus DPR dalam kasus skandal Bank Century. Baik SBY maupun Aburizal Bakrie tentu memiliki kartu truf yang bisa mereka mainkan untuk melemahkan lawannya. Anehnya soal tekan-menekan politik bukan terjadi antara penguasa dan lawan politiknya, melainkan di antara dua penanda tangan kontrak politik, yaitu antara SBY sebagai penguasa
8
Universitas Sumatera Utara
negeri dan Ical sebagai penguasa Partai Golkar. Dua tokoh politik ini juga sama tidak sterilnya dalam soal dana bantuan politik. Bukan mustahil Aburizal Bakrie pada Pilpres 2004 dan 2009 termasuk pelaku bisnis sekaligus pejabat negara yang perusahaan keluarganya memberi bantuan dana kampanye pada pasangan SBY–JK (2004) dan SBY– Boediono (2009). Tekanan Partai Golkar dalam Pansus Bank Century juga bukan mustahil mengandung unsur politik untuk menekan SBY agar memberi ruang pemakzulan terhadap Wakil Presiden Boediono dan memecat Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan bukan murni ingin membangun pemerintahan yang bersih seperti yang dilontarkan Aburizal Bakrie bahwa “orang yang tidak benar harus diganti”. Indonesia lebih mengacu pada pola terakhir, yakni pemerintah terlibat atau turut campur tangan dalam bisnis. Hal ini dapat dilihat dalam hukum maupun kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah untuk menunjang perekonomian dan bisnis. Setelah era reformasi bergulir, kegiatan pemerintahan yang tadinya bersifat sentralis berubah menjadi desentralisasi dalam wujud otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab. Kewenangan otonomi luas adalah keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan yang mencakup kewenangan semua bidang pemerintahan, kecuali kewenangan di bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta kewenangan bidang lainnya yang akan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Keleluasaan otonomi mencakup pula kewenangan yang utuh dan bulat dalam penyelenggaraan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan evaluasi, menjadi desentralisasi wewenang yang berarti meningkatnya peran pemerintah daerah akibat berkurangnya campur tangan pemerintah pusat dalam mengatur wilayahnya masing-masing demi tercapainya kesejahteraan masyarakat setempat sesuai koridor yang berlaku (Undang-undang no. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah). Sejatinya, 9
Universitas Sumatera Utara
politik dan bisnis mempunyai pola hubungan yang saling terkait. Layaknya hubungan timbal balik antar individu, aktivitas politik seharusnya dapat menunjang kegiatan bisnis dalam sebuah lingkup Negara. Hal yang sama terjadi dengan bisnis yang dapat mendukung kegiatan politik untuk mempertahankan kedaulatan Negara. Tidak heran, jika kita lihat para pelaku bisnis sangat dekat dengan dunia politik. Bahkan, beberapa di antaranya juga merupakan figur politik yang sangat dikenal oleh masyarakat. Keterlibatan mereka dapat kita rasakan saat pemilihan kepala daerah maupun pemilihan anggota legislatif baik di tingkat nasional maupun tingkat daerah. Mereka menyadari bahwa para elit politik ini memegang peranan penting dalam membuat kebijakan yang nantinya akan menentukan iklim perekonomian di daerah tersebut. Muunculnya sistem multi partai telah membuka peluang yang sangat luas bagi para pengusaha untuk terjun dan berkiprah di dunia politik. Budaya patron dan klien yang telah terbentuk membuat pengusaha dan politikus mencari jalan untuk saling mendukung pada pengusaaan atas politik dan dunia usaha. Keterlibatan para pengusaha pada partai politik tidak lagi terkonsentrasi pada satu partai saja tetapi menyebar pada banyak partai lainnya. Contohnya dalam Partai Amanat Nasional, Soetrisno Bachir dan Zulkifli Hasan yang menjabat sebagai Ketua Umum dan Sekretaris Jendral. Soetrisno berasal dari Pekalongan dan berlatar belakang pengusaha batik dan Zulkifli Hasan merupakan pengusaha asal Lampung. Dalam jajaran kepemimpinan Partai PDI-Perjuangan, jabatan Sekjen diduduki oleh Pramono Anung yang merupakan pengusaha pertambangan. Tren pengusaha menduduki jabatan-jabatan strategis dalam partai politik tidak hanya pada tingkat nasional saja, tetapi sudah merambah ke daerahdaerah. Tren pengusaha menduduki jabatan-jabatan strategis dalam partai politik tidak hanya pada tingkat nasional saja, tetapi sudah merambah ke daerah-daerah.Salah satu daerah tersebut 10
Universitas Sumatera Utara
adalah Kabupaten Dairi. Nama-nama seperti Gotuk Sihombing, Adi Tobing, Leonardy Harmainy dan Amran Nur adalah politikus yang mempunyai latar belakang sebagai pengusaha. Tren ini juga didorong oleh pelaksanaan Undang-Undang Otonomi Daerah Nomor 22 Tahun 1999 yang memberi ruang yang luas bagi hubungan timbal balik antara kepentingan pengusaha dan penguasa di daerah. Pada kasus di kabupaten Dairi, Israr Iskandar menyebutkan bahwa pengusaha di daerah ini membangun akses ke sumber kekuasaan atau terjun langsung ke dalam aktivitas politik untuk kepentingan bisnis mereka. Bukan hal yang aneh jika banyak proyek pembangunan dikerjakan oleh pengusaha yang memiliki akses pada sumber kekuasaan baik politik maupun ekonomi. Ada beberapa buah buku dan artikel yang membahas kiprah para pengusaha di dunia politik Indonesia, di antaranya adalah Bisnis Dan Politik yang ditulis oleh Yahya Muhaimin. Buku ini menjelaskan tentang ”perselingkuhan” antara penguasa dengan pengusaha sebagai dampak dari pelaksanaan kebijaksanaan ekonomi yang diterapkan oleh pemerintahan Indonesia dari awal kemerdekaan sampai masa Orde Baru. Pemilihan kepala daerah merupakan pesta rakyat, dimana pemilihan kepala daerah dapat diartikan sebagai suatu kesempatan untuk menampilkan orang-orang yang dapat melindungi kepentingan masyarakat di kabupaten. Masyarakat memiliki kesempatan untuk memilih secara langsung siapa yang akan menjadi pemimpin di kabupaten. Pemilihan Kepala Deaerah tidak lepas dari partisipasi politik masyarakat. Partisipasi politik pada hakikatnya sebagai ukuran untuk mengetahui kualitas kemampuan warga negara dalam menginterpretasikan sejumlah simbol kekuasaan (kebijaksanaan dalam mensejahterakan masyarakat sekaligus langkahlangkahnya)
ke
dalam
simbol-simbol
pribadi.
Partisipasi
politik
adalah
proses
memformulasikan ulang simbol-simbol komunikasi berdasarkan tingkat rujukan yang dimiliki
11
Universitas Sumatera Utara
baik secara pribadi maupun secara kelompok (individual reference, social references) yang berwujud dalam aktivitas sikap dan perilaku. Pemilihan Kepala Daerah pada umumnya mendapat campur tangan dari berbagai pihak yang memiliki kepentingan. Dimana hal ini berdampak pada pelaksanaan demokrasi ditingkat kabupaten tidak seperti yang diharapkan dan masih dijadikan alat bagi para elit ekonomi untuk penguasaan dan memperkaya diri maupun kelompok tertentu, dan tidak lagi untuk menyejahterakan rakyat. Pada banyak tempat dalam pengalaman di daerah-daerah, demokrasi hanya digunakan oleh elit ekonomi politik untuk merebut kekuasaan dan mengumpulkan kekayaan dan para elit tersebut memiliki kesempatan ini dengan menggunakan sistem demokrasi dengan cara merebut posisi-posisi politik di pemerintahan (eksekutif) maupun parlemen (legislatif). Umumnya, elit memandang bahwa setiap masyarakat terbagi dalam dua kategori yang luas yang mencakup: (a) sekelompok kecil manusia yang berkemampuan dan karenanya menduduki posisi untuk memerintah; dan (b) sejumlah besar massa yang ditakdirkan untuk diperintah. Elit sering diartikan sebagai sekumpulan orang sebagai individu-individu yang superior, yang berbeda dengan massa yang menguasai jaringan-jarngan kekuasaan atau kelompok yang berada di lingkaran kekuasan maupun sedang berkuasa. Mosca dan Pareto membagi stratifikasi masyarakat dalam tiga kategori yaitu elit yang memerintah (governing elit), elit yang tidak memerintah (non-governing elite) dan massa umum (non-elit). Pada fakta di lapangan bahwa proses sosial-politik di kabupaten sebenarnya bukan proses demokrasi, melainkan proses dominasi, kekuatan-kekuatan para elit lokal mendominasi sistem pemerintahan di kabupaten. Disebut proses dominasi karena proses sosial-politik mengarah pada pembentukan dominasi kekusaan di kabupaten yang dilakukan oleh elit sosial,
12
Universitas Sumatera Utara
ekonomi dan politik daerah terhadap keseluruhan warga di kabupaten. Proses ini juga memanfaatkan alat-alat kekuasaan
untuk mengatur melalui kebijakan pemerintahan di
kabupaten, dan mempengaruhi masyarakat agar tunduk dan taat terhadap aturan-aturan di kabupaten itu. Seringkali kabupaten merupakan perpanjangan tangan dari birokrasi diatasnya dan meneruskan pesan yang lebih sering berupa perintah yang diterapkan pada warga masyarakat . Kekuasaan di kabupaten yang dilakukan oleh elit sosial merupakan suatu kelompok masyarakat yang senang menggeluti kekuasaan dan menguasai kelompok lain. Merekalah yang terlibat di dalam proses pengimbangan atau pengendalian terhadap yang lain, sehingga berbagai kepentingan dari berbagai pengikut kelompok bisa terpelihara. Senantiasa adanya dorongan kemanusiaan yang tak dapat dihindarkan atau diabaikan untuk meraih kekuasaan yang memicu elit politik atau kelompok-kelompok elit untuk memainkan peranan aktif dalam politik. Seperti halnya dengan kekuasaan di kabupaten yang dilakukan oleh elit politik, dimana setiap masyarakat diperintah oleh sekelompok kecil orang yang mempunyai kualitas-kualitas, mereka yang mampu menjangkau pusat kekuasaan sosial dan politik yang penuh, dimana dalam hal ini adalah kepala daerah di tingkatan menengah dalam sistem pemerintahan. Melalui pemilihan kepala daerah, pengusaha yang ada di kabupaten membantu calon kepala daerah untuk memperubutkan kekuasaan dan menjalankan segala aturan-aturan yang akhirnya berpihak pada kepentingan pengusaha-pengusaha di kabupaten tersebut. Seperti contoh pada penelitian yang dilakukan oleh Arfan Habibi yang berjudul Konstelasi Politik Dalam Pemilihan Kepala Daerah yang terjadi di Kabupaten Padang Lawas, dimana pada Pemilihan Kepala daerah di kabupaten tersebut terjadi aktivitas-aktivitas dalam pemilihan Kepala Daerah di Kabupaten tersebut. Aktivitas tersebut adalah adanya pengaruh dari kelompok
13
Universitas Sumatera Utara
yang berkepentingan pada saat pemilihan berlangsung yang bertujuan dapat mempengaruhi masyarakat di Kabupaten Padang Lawas pada saat pemberian suara berlangsung dengan cara memberikan imbalan atas partisipasinya memilih calon Kepala Daerah sesuai dengan keinginan kelompok tadi. Dalam pemilihan Kepala Daerah minat masyarakat cukup tinggi untuk ikut berpatisipasi dalam proses pilkada tersebut, karena bagi sebagian masyarakat tidak ada lagi tekanan dan intimidasi politik dari pihak manapun dan sebagian masyarakat adanya paksaan dari salah satu calon Kepala Daerah melalui tim suksesnya dengan membagikan kaos dan stiker serta adanya tekanan-tekanan dari para pemodal yang hadir dalam pelaksaan pemilihan berlangsung. Dimana para pemodal tersebut memberikan uang kepada sebagian masyarakat agar memilih calon yang sesuai dengan keinginan pemodal tersebut, banyak sekali masyarakat yang mengikuti keinginan para pemodal tersebut karena telah diberikan imbalan sebelum masuk kedalam bilik suara. Selain itu ada juga sebagian masyarakat lainnya memilih calon Kepala daerah tersebut karena memiliki hubungan kekeluargaan (trah) dengan salah satu calon tersebut. Demikian juga pada penelitian yang dilakukan oleh Wensdy Tindaon yang berjudul Pemanfaatan Modal Sosial dan Kekuasaan Dalam Strategi Pemenangan Kepala Daerah di Kabupaten Humbahas dimana pada pemilihan kepala daerah, calon Kepala Daerah sudah membangun citra yang baik didalam masyarakat dalam kurun waktu yang sudah lama dengan berpatisipasi secara aktif dalam berbagai kegiatan sosial. Hal ini dibuktikan dengan strategi ini menjadikan calon Kepala Daerah tersebut telah memenangi dua periode pemilihan secara berturut-turut. Selain itu sang calon Kepala Daerah telah menghimpun dukungan dari elit yang ada seperti Tokoh Adat, Tokoh Agama, Tokoh Pendidikan, kaum muda-mudi, dan calon Kepala Daerah yang kalah. Hubungan baik yang sudah dibangun sejak lama menghasilkan timbal balik
14
Universitas Sumatera Utara
dari warga untuk meberikan kepercayaan kepada Kepala Daerah yang terpilih. Disamping itu, calon Kepala Daerah memanfaatkan modal sosial seperti jaringan, kepercayaan, nilai, dan moral sebagai kekuatan untuk menggerakkan atau memobilisasi dukungan agar bisa terpilih sebagai Kepala Daerah. Kepala daerah memainkan peranan aktif dalam sistem politik yang disebabkan adanya kekuasaan yang diakui oleh masyarakat yang berdampak pada seluruh lapisan termasuk ekonomi sehingga memunculkan para elit ekonomi yang sangat berpengaruh pada sistem pemerintahan di kabupaten hingga pada penentuan eksekutif di kabupaten itu sendiri. Seperti pada contoh diatas, dapat dijelaskan bahwa setiap calon Kepala Daerah juga menghimpun dukungan dari elit-elit yang ada di Kabupaten tersebut. Elit-elit ini adalah seperti elit ekonomi, elit sosial, dan juga elit politik. Para elit-elit yang ada di kabupaten pada akhirnya menghimpun suara untuk calon Kepala Daerah. Dimana dalam penghimpunan masyarakat tentunya keberadaan para elit yang ada di kabupaten tersebut dalam menghimpun masyarakat akan semakin menyakinkan masyarakat pada calon Kepala Daerah tersebut. Disamping itu para elit-elit di kabupaten Dairi juga mampu menjangkau pusat kekuatan sosial sosial dan politik yang penuh, dimana dalam hal ini adalah kepala daerah dalam sistem pemerintahan. Kepala daerah memainkan peranan aktif dalam sistem politik yang disebabkan adanya kekuasaan yang diakui oleh masyarakat yang berdampak pada seluruh lapisan, termasuk pada lapisan ekonomi sehingga memunculkan para elit ekonomi yang sangat berpengaruh pada sistem pemerintahan. Seperti yang sudah dijelaskan diatas, bahwa pengusaha membawa pengaruh yang sangat kuat dan juga mendominasi pada setiap aspek kehidupan masyarakat, termasuk pada struktur pemerintahan di kabupaten. Hal ini dikarenakan, para pengusaha sangat dekat dengan pemimpin yang ada di daerah tersebut sehingga mampu memegang kendali atas pemerintahan di
15
Universitas Sumatera Utara
kabupaten tersebut. Seperti halnya pada pemilihan Kepala Daerah di Kabupaten Dairi pada tahun 2013, dimana pengusaha yang berperan dalam mengarahkan pilihan masyarakat kepada satu calon tertentu. Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik melakukan penelitian yang berjudul Bisnis dan Politik . 1.2 Perumusan dan Pembatasan Masalah 1.2.1. Perumusan Masalah Proses pemenangan pemilukada dalam Kabupaten Dairi diwarnai dengan peran pengusaha lokal didalamnya. Keterlibatan pengusaha terlihat dengan adanya hubungan kekerabatan antara pengusaha lokal dengan salah satu calon bupati dalam hal ini adalah Johnny Sitohang. Adanya ikatan kekerabatan itu membuat pengusaha lokal dapat terjun dalam dunia politik sekaligus memiliki akses yang lebih mudah untuk ambil bagian dalam pemerintahan. Dalam proses pemilukada di Kabupaten Dairi, strategi yang bagus untuk memenangkan pemilihan kepala daerah tidak menjamin calon kepala daerah menang, dibutuhkan modal yang cukup besar untuk memenangkan pemilihan kepala daerah. Untuk melihat adanya keterlibatan pengusaha lokal dalam pemilihan kepala daerah di Kabupaten Dairi, pertanyaan penelitian yang akan dijawab adalah: 1. Apakah yang melatarbelakangi pengusaha di Kabupaten Dairi terjun ke dunia politik dalam pemilihan kepala daerah 2014-2019? 2. Bagaimana peranan pengusaha di Kabupaten Dairi dalam pemilukada 2014-2019?
16
Universitas Sumatera Utara
1.2.2.Pembatasan Masalah Agar penelitian terfokus pada permasalahan, akan lebih baik jika dibuat pembatasan masalahnya. Adapun yang menjadi pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Pemilihan kepala daerah (Pilkada) di Kabupaten Dairi tahun 2013 untuk masa jabatan 2014-2019. 2. Peranan pengusaha dalam penentuan kepala daerah di Kabupaten Dairi (pendukung Johny Sitohang). 1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : 1. Latar belakang yang mempengaruhi para pengusaha untuk ikut aktif dalam perpolitikan di kabupaten Dairi. 2. Untuk menganalisis dominasi kekuatan ekonomi dalam penentuan kepala daerah di kabupaten Dairi. 1.3.2. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan bermanfaat kepada semua pihak yang secara umum, yaitu: 1. Manfaat akademik, penelitian ini bermanfaat untuk mengasah kemampuan berpikir penulis dalam membuat suatu karya tulis ilmiah serta memberikan pengetahuan yang baru bagi peneliti sendiri tentang posisi kabupaten Dairi. 2. Manfaat keilmuan, penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan rujukan bagi peneliti yang lain untuk memahami politik di tingkat kabupaten. 3. Manfaat praktis, penelitian ini bermanfaat sebagai masukan yang berguna bagi 18
Universitas Sumatera Utara
pengambil kebijakan khususnya tentang kabupaten.
1.4. Kerangka Teori Sebelum melakukan penelitian lebih lanjut, seorang penulis perlu menyusun kerangka teori sebagai landasan berfikir umtuk menggambarkan dari segi mana peneliti menyoroti masalah yang telah dipilih 5. Hal ini menjadi penting karena disamping sebagai landasan berfikir, kerangka teori akan digunakan sebagai pisau analisis dalam mengkaji masalah yang telah dipaparkan diatas. Menurut Masri Singarimbun, teori adalah serangkaian asumsi, konsep, konstruksi, dan defenisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematisdengan cara merumuskan hubungan antarkonsep 6 . Teori yang digunakan dalam penelitian adalah Teori Hubungan Bisnis dan Politik, dan teori Kekuasaan. 1.4.1 Hubungan Bisnis Dan Politik Hubungan bisnis dengan politik merupakan hubungan yang sangat erat kaitannya dan saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya. Politik akan memberikan pengaruh yang sangat besar untuk perjalanan bisnis. Situasi politik yang tidak stabil akan mengakibatkan perekonomian yang merosot sehingga memiliki dampak besar terhadap bisnis yang sedang dijalani. Permasalahan politik yang ada juga akan berpengaruh terhadap bisnis bisnis yang kecil hingga menengah. Bisnis-bisnis dengan level menengah ke bawah akan merasakan dampak dari politik yang ada, makanya harus mengetahui perubahan apa yang akan terjadi dari sebuah politik pemerintahan atau sebuah kebijakan pemerintahan, apakah mendukung atau bahkan merugikan.
5
Nawawi, Hadari. 1987. Metodologi Penelitian Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. hal. 40 Singarimbun, Masri, dkk. 1955. Metode Penelitian Survey. Jakarta: LP3ES. hal. 37
6
19
Universitas Sumatera Utara
Pengusaha harus menyadarinya dan harus selalui mencari informasi politik terutama yang akan mempengaruhi untuk bisnis sehingga tidak terkena resiko yang akan ditimbulkan dari dampak politik yang tidak bersahabat dengan bisnis yang dijalani. Dalam bukunya yang berjudul “Bisnis dan Politik: Kebijakan ekonomi Indonesia tahun 1950-1980, Yahya mengungkapkan bahwa ikatan pebisnis dan kepala daerah sudah ada sejak lama. Keterkaitan bisnis dengan politik merupakan ikatan yang tidak bisa dilepaskan. Modal saham yang dikeluarkan dalam hal ini perusahaan sebagai pihak pengusaha, dan tidak meliputi modal pinjaman, dimana pinjaman yang diberikan merupakan modal terbesar dari modal perusahaan yang bersangkutan. (Hal 13. Penerbit: LP3ES, Jakarta, 1991) Ungkapan Yahya dalam bukunya diperkuat dengan hasil penelititan yang dilakukan seorang profesor ilmu politik di Universitas Princeton, Amerika Serikat. Pada tahun 2014, pada proses Kongres Amerika Serikat, bahwa senator dari Partai Republik dan Demokrat bisa menang dalam kongres, bahwa sebagian besar karena didukung oleh pebisnis. Sedangkan, teori bisnis dan politik menurut Barbara Harriss White (1999) mendefisinikan sebagai bentuk praktik “ekonomi informal” dimana terjadinya bentuk transaksi ekonomi dan politik di luar institusi formal. Modus operandi dari praktik ekonomi informal ini cukup beragam. Diantaranya adalah ; manipulasi kebijakan publik untuk kepentingan pengusaha; transaksi “bawah tangan” antara penguasa dan pengusaha dalam tender proyek-proyek pemerintah; dan pemaksaan swastanisasi aset-aset negara. Dari sisi pengusaha, praktik ekonomi informal ini dapat diartikulasi sebagai bagian dari kompensasi atas perannya sebagai donator bagi si pejabat pemerintah dalam mendapatkan kursi kekuasaan. Sementara, dari sisi pejabat pemerintah, praktik ekonomi informal tersebut memiliki fungsi ganda, yaitu merupakan bagian
20
Universitas Sumatera Utara
dari bentuk “politik balas budi” dan merupakan arena untuk mendapatkan keuntungan ekonomi dalam jangka pendek. Modus operandi dari praktik ekonomi informal tersebut adalah, para penyelanggara negara mengundang para pengusaha (investor) untuk bergabung dalam dalam jaringan shadow state yang mereka bangun, dan sebagai imbalannya para pengusaha tersebut diberi perlindungan dengan menggunakan otorisasi formal yang dimiliki oleh pejabat negara. Disini sangat jelas sekali terlihat bahwa antara penguasa dan pengusaha telah melakukan transaksi ekonomi politik tanpa harus melalui institusi formal negara. Menurut White, sedikitnya ada dua pengertian yang melekat pada terminologi informal economy. Pertama, kegiatan usaha perseorangan, dan/atau perusahaan yang tidak didaftarkan pada pemerintah dan tidak membayar pajak. Kedua, berkaitan dengan perilaku (behaviour) dari institusi formal (publik maupun swasta) untuk menghindari jangkauan regulasi. Bentuk dari kegiatan informal economy yang disebut kedua ini antara lain; kelonggaran pajak, penyalahgunaan kebijakan public, korupsi, kolusi, dan pemaksaan swastanisasi aset negara. Dua kategori diatas, memperlihatkan bahwa bentuk informal economy yang pertama merupakan arena bagi “si kecil” (petani dan pengusaha kecil) sementara bentuk informal economy yang kedua merupakan domain dari “si besar” Ada empat karakteristik umum dari praktik ekonomi informal yaitu : 1. Ekonomi informal hadir, tumbuh, dan berkembang sebagai akibat dari terjadinya pelapukan fungsi dari institusi formal (negara). Keadaan akan lebih buruk bila disertai oleh krisis ekonomi yang akut.
21
Universitas Sumatera Utara
2. Akumulasi keuntungan ekonomi dan politik jangka pendek diluar bingkai regulasi formal, merupakan tujuan utama dari “transaksi” melalui ekonomi informal. Pada konteks inilah, masing-masing pihak akan memaksimalkan sumber daya yang dimiliki, untuk kemudian “diperjual-belikan” dalam informal market. 3. Modus operasi atau mekanisme kerja cukup bervariasi, yang secara umum dapat dibedakan dalam dua kategori utama, yaitu : melalui manipulasi kebijakan publik, dan melalui jaringan aliansi antar-personal, maupun aliansi antar-lembaga 4. Aktor yang terlibat dalam ekonomi informal adalah para penyelenggara negara (state actors) dan aktor-aktor dalam masyarakat (societal actors).
1.4.2 Teori Kekuasaan Kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau suatu kelompok untuk mempengaruhi seseorang atau kelompok lain, sesuai dengan keinginan para pelaku 7. Konsep kekuasaan erat sekali hubungnnya dengan konsep kepemimpinan.Dengan kekuasaan pimpinan memperoleh alat untuk mempengaruhi pengikutnya. Kekuasaan biasanya berbentuk hubungan dalam arti bahwa ada satu pihak yang memerintah dan ada pihak yang diperintah satu pihak yang memberi perintah, satu pihak yang mematuhi perintah dari yang memerintah. Tidak ada persamaan martabat, hirarki hadir sebagai aturan utama, selalu yang satu lebih tinggi daripada yang lain dan selalu ada unsur paksaan dalam hubungan kekuasaan. Paksaan tidak selalu perlu dipakai secara gamblang, tetapi adanya kemungkinan paksaan itu dipakai, sering sudah cukup. Kekuasaaan merupakan suatu kondisi yang memunculkan dua pemahaman pertama pemahaman tentang orang yang memperoleh kekuasaan dan kedua pemahaman tentang orang 7
Miriam Budiardjo. 2008. Dasar Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Hal. 17.
22
Universitas Sumatera Utara
yang dikuasai atau tunduk pada kekuasaan. Pemahaman sentral yang berkenaan dengan ini berkisar pada sumber kekuasaan sebagai legitimasi atas kekuasaan itu pada satu sisi dan kemauan seseorang untuk tunduk pada kekuasaan
yang maknanya adalah pembatasan dan
bahkan menerima tekanan pada sisi lain. Legitimasi sebagai dasar berfungsinya kekuasaan bisa bermacam macam, di dalam perspektif lebih teknis rincian dari sumber kekuasaan khususnya secara formal administratif ada 6 sebagai berikut 8 : 1. Kekuasaan balas jasa (reward power) Kekuasaan yang legitimasinya bersumber dari sejumlah balas jasa yang bersifat positif (uang perlindungan, perkembangan karir, janji positif dan sebagainya) yang diberikan kepada pihak penerima guna melaksanakan perintah atau persyaratan lain. Faktor ketundukan seseorang pada kekuasaan dimotivisir oleh hal itu dengan harapan jika telah melakukan sesuatu akan memperoleh seperti yang dijanjikan. 2. Kekuasaan paksaan (coercive power) Berasal dari perkiraan yang dirasakan orang bahwa hukuman (dipecat, ditegur) akan diterima jika mereka tidak melaksanakan perintah pimpinan. Kekuasaan menjadi suatu motivasi yang bersifat refresif terhadap kejiwaan seseorang untuk tunduk pada kekuasaan pimpinan itu dan melakukan seperti apa yang dikehendaki. Jika tidak paksaan yang diperkirakan akan dijatuhkan. 3. Kekuasaan legitimasi (legitimate power) Kekuasaan yang berkembang atas dasar dan berangkat dari nilai nilai intern yang mengemuka dari dan sering bersifat konvensional bahwa seorang pimpinan mempunyai
8
Samsul Wahidin. 2007. Dimensi Kekuasaan Negara Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal. 3.
23
Universitas Sumatera Utara
hak sah untuk mempengaruhi bawahannya. Sementara itu pada sisi lain seorang mempunyai kewajiban untuk menerima pengaruh tersebut karena seorang lainnya ditentukan sebagai pimpinannya atau petinggi sementara dirinya seorang bawahan. Legitimasi demikian bisa diperoleh atas dasar aturan formal tetapi bisa juga bersumber pada kekuasaan yang muncul karena kekuatan
alamiah dan kekuatan akses dalam
pergaulan bersama yang mendudukkan seseorang beruntung memperoleh legitimasi suatu kekuasaan. 4. Kekuasaan pengendalian atas informasi Kekuasaan ini ada dan berasal dari kelebihan atas suatu pengetahuan dimana orang lain tidak mempunyai. Cara ini digunakan dengan pemberian atau penahanan informasi yang dibutuhkan oleh orang lain yang mau tidak mau tunduk (secara terbatas) pada kekuasaan pemilik informasi. Pemilik informasi dapat mengatur segala sesuatu yang berkenaan denga peredaran informasi, atas legitimasi kekuasaan yang dimiliki. 5. Kekuasaan panutan (referent power) Kekuasaan ini muncul di dasarkan atas pemahaman secara kultural dari orang orang dengan yang berstatus sebagai pemimpin. Masyarakat menjadikan pemimpin tersebut sebagai panutan atau simbol dari perilaku mereka. Aspek kultural yang biasanya muncul dari pemahaman religiusitas direfleksikan pada kharisma pribadi, keberanian, sifat simpatik dan sifat sifat lain yang tidak ada pada kebanyakan orang. Hal ini menjadikan orang lain tunduk pada kekuasaannya. 6. Kekuasaan keahlian (expert power) Kekuasaan ini ada dan merupakan hasil dari tempaan yang lama dan muncul karena suatu keahlian atau ilmu pengetahuan. Kelebihan ini menjadikan seorang menjadi winasis dan
24
Universitas Sumatera Utara
secara alamiah berkedudukan sebagai pemimpin dalam bidang keahliannya itu. Sang pemimpin bisa merefleksikan kekuasaan dalam batas-batas keahliannya itu dan secara terbatas pula orang tunduk pada kekuasaan yang bersumber dari keahlian yang dimiliki karena adanya kepentingan terhadap keahlian sang pemimpin.
Sumber daya kekuasaan sebagai hal yang tentunya harus terpenuhi terlebih dahulu untuk mencapai kekuasaan politik. Menurut Charles F. Adrian seperti yang dikutip oleh P. Antonius Sitepu, sumber daya kekuasaan atau tipe sumber daya kekuasaan dibagi menjadi lima, yaitu 9 : 1. Tipe sumber daya fisik Seperti senjata, senapan bom, rudal, penjara, kerja paksa, teknologi dan aparat yang menggunakan senjata-senjata itu dan sebagainya yang sejenis dengan itu. Motivasi untuk mematuhi, (B) berusaha untuk menghindari cedera fisik yang disebabkan oleh (A). Pada masyarakat yang maju, senjata modernseperti nuklir dan misil tidak dipergunakan untuk mempengaruhi proses politik dalam negeri. Di negara itu, senjata modern berfungsi sebagai penangkal (deterrent) da sumber pengaruh dalam percaturan politik internasional.Dalam negara-negara berkembang, senjata konvesional tidak hanya dipergunakan untuk mempertahankan kedaulatan dari penetrasi luar, tetapi juga mematahkan oposisi dan kelomok-kelompok yang dianggap menentang kekuasaan dengan alasan demi ketertiban dan kestabilan. 2. Tipe sumber daya ekonomi Seperti misalnya kekayaan (uang, emas, tanah, barang-barang berharga, dan surat-surat berharga), dan harta benda, pendapatan, serta kontrol atas barang dan jasa. Motivasi untuk Mematuhi, (B) berusaha untuk memperoleh kekayaan dari (A). Mereka yang 9
P. Antonius Sitepu. 2012. Teori-Teori Politik. Yogyakarta: Graha Ilmu. Hal. 55-56.
25
Universitas Sumatera Utara
memiliki kekayaan dalam jumlah yang besar, setidak-tidaknya secara potensial akanmemiliki kekuasaan politik. Para bankir, industrialis, pengusaha, dan tuan-tuan tanah adalah orang-orang yang memiliki kekuasaan politik potensial. Pengaruh pemilik kekayaan ini timbul tidak hanya karena pembuat dan pelaksanaan keputusan politik dapat “dibeli” secara langsung dengan uang, akan tetapi secara tidak langsung pemerintah dapat dipengaruhi dengan melalui lembaga-lembaga ekonomi, seperti pasar, bank, perdagangan dan pelayanan masyarakat lainnya yang menguasai kehidupan masyarakat. 3. Tipe sumber daya normatif Seperti misalnya moralitas, kebenaran, tradisi, religius, legitimasi, dan wewenang. Motivasi untuk Mematuhi, (B) mengakui bahwa (A) memiliki hak moral untuk mengatur perilaku (B). Sementara itu, para pemimpin agama dan pemimpin suku, ditaati oleh anggota masyarakatnya bukan karena senjata atau kekayaan yang mereka miliki namun kebenaran agama yang “diwakili” dan disebarluaskan oleh pemimpin agama, dan adat dan tradisi yang dipelihara dan ditegakkan oleh pemimin suku tersebut. Selain itu, sebagian anggota masyarakat menaati kekuasaan atau kewenangan pemerintah bukan karena takut paksaan fisik atau takut akan kehilangan pekerjaan, melainkan melulu karena kesadaran hukum demi ketertiban umumdan pencapaian tujuan masyarakatnegara. 4. Tipe sumber daya personal Seperti kharisma pribadi, daya tarik, persahabatan, kasih sayang, popularitas, dan sebagainya sejenis dengan itu. Motivasi untuk Mematuhi, (B) mengidentifikasi diri (merasa tertarik) dengan (A).Penampilan bintang terkenal, pemain sepakbola yang cemerlang, penyanyi yang terkenal dan dipuja orang ataupun pemimpi yang kharismatik,
26
Universitas Sumatera Utara
merupakan sumber kekuasaan popularitas pribadi (pribadi terkenal).Pengaruh orangorang ini terutama muncul rasa kagum orang-orang yang dipengaruhi terhadap mereka.
5. Tipe sumber daya ahli Seperti misalnya informasi, pengetahuan, intelegensi, keahlian teknis dan sebagainya sejenis dengan itu. Motivasi untuk Mematuhi (B) merasa bahwa (A) mempunyai pengetahuan dan keahlian yang lebih.Pengetahuan, teknologi, dan keterampilan, merupakan sejumlah bentuk kekuasaan keahlian.Pasa dokter di daerah pedesaan, para ahli ekonomi, dan insyinyur serta para ilmuan lainnyayang berada di daerah perkotaan, cenderungmemiliki pengaruh yang cukup besar karena keahlian tersebut. Cakupan kekuasaan menunjuk pada kegiatan, perilaku, serta sikap dan keputusankeputusan yang menjadi objek dari kekuasaan. Istilah wilayah kekuasaan menjawab pertanyaan siapa-siapa saja yang dikuasai oleh orang atau kelompok yang berkuasa, jadi menunjuk pada pelaku, kelompok organisasi atau kolektivitas yang kena kekuasaan. Dalam suatu hubungan kekuasaan (power relationship) selalu ada satu pihak yang lebih kuat dari pihak lain. jadi, selalu ada hubungan tidak seimbang atau simetris. Ketidakseimbangan ini sering menimbulkan ketergantungan (dependency); dan lebih timpang hubungan ini, lebih besar pula sifat ketergantungannya. Hal ini oleh generasi pemikir dekade 20-an sering disebut sebagai dominasi, hegemoni, atau penundukan 10. Konsep yang selau dibahas bersama dengan kekuasaan adalah pengaruh.Pada umumnya masyarakat berpendapat bahwa kekuasaan dapat mengadakan sanksi dan pengaruh.Namun dalam
10
Miriam Budiardjo. op.cit.,hal. 63.
27
Universitas Sumatera Utara
forum diskusi ilmiah sering dipertanyakan apakah kekuasaan dan pengaruh merupakan dua konsep yang berbeda, dan apakah satu diantaranya merupakan konsep pokok, dan yang lainnya bentuk khususnya. Pengaruh biasanya tidak merupakan satu-satunya faktor yang menentukan perilaku seseorang, dan sering bersaing dengan faktor lain. Bagi pelaku yang dipengaruhi masih terbuka alternatif lain untuk bertindak. Akan tetapi, sekalipun pengaruh sering kurang efektif dibandingkan dengan kekuasaan, ia kadang-kadang mengandung unsur psikologis dan menyentuh hati, dan karena itu sering kali cukup berhasil 11. 1.4.3. Teori Klanisasi Reformasi telah mengundang debat akademik tentang demokrasi Indonesia dan masa depannya. Ada dua pendapat dalam perdebatan tersebut. Satu pihak begitu optimis dalam menapaki masa depan demokrasi di Indonesia, sedangkan yang lainnya cenderung pesimis. Pendapat pertama banyak diusung oleh mereka yang mengatakan bahwa runtuhnya rezim Soeharto dan hadirnya reformasi menandai era baru di Indonesia; bangsa ini memasuki masa transisi demokrasi. Demokrasi pluralis dan pemilu kompetitif kemudian diperkenalkan di Indonesia pada 1999. Hal ini ditandai dengan transisi dari otokrasi terpusat ke kecenderungan untuk memilih demokrasi yang dibantu oleh transformasi elite politik, langkah-langkah membangun control sipil atas aparat keamanan, sejumlah undang-undang tentang desentralisasi, pembentukan komisi independen untuk mempromosikan transparansi dan akuntabilitas dalam pencegahan korupsi, kebebasan pers, serta pembentukan pengadilan niaga. Salah satu bagian dari transisi yang dimaksud misalnya sebagai bagian dari proses desentralisasi, dilaksanakan pemilihan kepala daerah secara langsung yang diyakini membuat tata pemerintahan demokratis, 11
Ibid. hal. 67.
28
Universitas Sumatera Utara
lebih transparan (local accountability), partisipatif (political equality) dan mampu meningkatkan pembangunan sosial ekonomi, oleh karena itu Indonesia disebut sebagai Negara yang sedang mengonsolidasikan demokrasi. Penganut teori konsolidasi demokrasi mengatakan bahwa bagaimanapun, konsolidasi demokrasi di Indonesia akan terus membingungkan karena pelembagaan yang buruk dalam hal supremasi hokum dibarengi kerap terjadinya kekerasan dan peran militer yang tidak akan berkurang dalam waktu dekat. Konsolidasi akan terjadi sampai elite dan pejabat pemerintah diperkirakan dapat diandalkan untuk menegakkan lembaga-lembaga demokrasi, dan tunduk pada hukum itu sendiri adalah jawaban untuk masa depan demokrasi di Indonesia Teori klanisasi mengacu pada praktik politik yang dijalankan oleh sekelompok orang untuk menjalankan kekuasaan. Penggunaan istilah “klan” disini juga menggambarkan hal yang sama dengan penggunaan istilah “ Oligarki Politik “ dalam studi lain. Belum banyak studi yang menjelaskan pengertian teori klanisasi secara spesifik. Pada umumnya, kata “klan“ berarti keluarga/ kelompok atau suku. Dalam bahasa Gaelic Skotlandia dan Irlandia, clan berarti anak. Sementara itu, kata “klan“ lebih banyak digunakan dalam bidang antropologi sebagai suatu istilah dalam analisis system kekerabatan yang didefiniskan sebagai sebuah kelompok sosial yang permanen berdasarkan keturunan langsung atau fiktif ( dugaan ) dari nenek moyang yang sama. Mulanya, kata ini digunakan para antropolog dalam studi atas masyarakat primitif. Namun, istilah ini kemudian digunakan untuk menjelaskan masyarakat modern,misalnya, dalam studi tentang Negara pasca-Soviet. Juga, cukup umum untuk berbicara tentang klan dengan mengacu pada jaringan informal dalam bidang ekonomi dan politik. Penggunaan ini atas asumsi bahwa anggota mereka bertindak terhadap satu sama lain dalam cara yang sangat dekat dan saling mendukung, kurang lebih sama dengan solidaritas dalam keluarga. 29
Universitas Sumatera Utara
Selain itu, terdapat istilah yang biasa digunakan dalam menjelaskan fenomena keluarga politik, misalnya “politik dinasti”. Para akademisi lebih banyak menggunakan istilah-istilah ini untuk menjelaskan bagaimana politik dalam lingkaran keluarga karena definisinya yang mudah dipahami. Kamus Oxford, Advanced Learner’s Dictionary mendefiniskan dynasyty sebagai “a period of years during which members of a particular family rule a country”. Dinasti didefinsikan sebagai suatu periode tahun dimana anggota keluarga tertentu memerintah sebuah Negara. Singkatnya, bahwa dinasti adalah bagian dari produksi kekuasaan yang dilakukan oleh keluarga dalam struktur sosial dan politik yang kemudian berlanjut secara turun-temurun. Konsep-konsep dari Pierre Bourdieu seperti habitus, modal, arena, dan doxa sebagai pisau dari anlisis. Konsep modal dan arena digunakan untuk menjelaskan bagaimana kedua hal ini sebagai alat reproduksi kekuasaan, sedangkan untuk melihat sumber legitimasi kekuasaan digunakan konsep habitus dan doxa. Pierre Bourdieu melihat bahwa dalam arena sosial selalu ada yang mendominasi dan didominasi. Kondisi ini tidak lepas dari situasi dan sumber daya capital (modal) yang dimiliki seseorang. Modal merupakan sesuatu yang langka dan berharga dalam ruang sosial tertentu. Menurutnya, modal adalah akumulasi kerja, baik berupa barang material maupun simbolik yang apabila dialokasikan secara privat oleh agen atau kelompok agen, memungkinkan mereka untuk memperoleh kekuatan sosial. Pandangannya tentang modal dimaksudkan sebagai hubungan sosial, karena modal merupakan suatu energi sosial yang hanya ada dan membuahkan hasil dalam arena perjuangan dimana modal memproduksi dan mereproduksi. Bourdieu menegaskan bahwa modal adalah hasil dari sebuah proses kerja yang perlu waktu untuk diakumulasikan, sebagai kapasitas potensi untuk menghasilkan keuntungan dan untuk mereproduksi dirinya sendiri dalam bentuk yang sama untuk diperluas. Modal juga
30
Universitas Sumatera Utara
mengandung kecenderungan untuk bertahan dalam eksistensinya, sebagai kekuatan yang terkandung dalam obyektivitas sesuatu, sehingga semuanya tidak mungkin setara. Modal secara prinsipil dibedakan menjadi empat kategori yaitu: modal ekonomi (berupa uang, kekayaan, properti), modal sosial (berbagai jenis relasi, jaringan), modal kultural (misalnya, pengetahuan, kualifikasi pendidikan, gelar akademik, dan bahasa) dan modal simbolik (seperti prestise, kehormatan, atau karisma). Salah satu sifat modal yang paling penting ialah dimungkinkan konversi dari satu bentuk ke bentuk lain, misalnya kualifikasi pendidikan tertentu dapat diuangkan melalui pekerjaan yang menguntungkan. Modal- modal inilah yang kemudian memiliki kekuatan-kekuatan sosial fundamental. Bourdieu mendefinisikan modal-modal tersebut dalam pengertian yang berbeda-beda. Menurutnya, modal ekonomi merupakan modal yang paling cepat dan dapat langsung dikonvenrsi menjadi uang serta dapat dilembagakan dalam bentuk hak milik. Sedangkan modal sosial adalah jumlah sumber daya, baik actual ataupun maya, yang bertambah pada seorang individu atau kelompok karena memiliki jaringan tahan lama melalui hubungan timbal balik dari perkenalan dan pengakuan yang kurang lebih terlembagakan. Dalam pandangan Bourdieu, modal sosial sederhananya merupakan kelompok relasi-relasi sosial yang mengatur individu atau kelompok. Modal ini dapat berupa jaringan informasi, norma-norma sosial dan kepercayaan yang melahirkan kewajiban-kewajiban dan harapan. Menurut Bourdieu, modal adalah setiap sumber daya yang efektif di ruang sosial tertentu yang memungkinkan seseorang untuk memastikan adanya keuntungan khusus yang timbul dari partisipasi dan kontestasi didalamna. Modal tersebut berada dalam sebuah champ atau arena, dimana berbagai jenis modal itu diperebutkan, dipertahankan dan dipertukarkan. Secara
31
Universitas Sumatera Utara
sederhana, arena dapat disimpulkan sebagai jaringan hubungan sosial, system terstruktur dari posisi sosial dimana perjuangan atau manuver perebutan sumber daya, wilayah dan akses beberapa akan berusaha untuk mempertahankan status quo, sedangkan yang lain berusaha untuk mengubahnya. Arena dilambangkan sebagai arena-arena produksi, sirkulasi dan perebutan barang kebutuhan, pelayanan, pengetahuan atau status. Arena merupakan tempat pertarungan kekuatan atau tempat mempertahankan dan mengubah struktur hubungan-hubungan kekuasaan. Dalam hal ini, arena merupakan sebuah ruang terstruktur dari posisi, dengan kekuatan yang menetapkan penentuan spesifik kepada semua orang yang memasukinya. Misalnya, seseorang ingin berhasil sebagai seorang ilmuwan, maka dia tidak memiliki pilihan lain selain untuk mendapatkan minimal modal ilmiah yang diperlukan dan untuk mematuhi adat istiadat dan peraturan yang ditegakkan oleh lingkungan ilmiah tersebut. Arena juga merupakan “arena of struggle” dimana agen dan institusi berusaha untuk melestarikan atau membatalkan distribusi yang ada terhadap modal. Konsep ketiga sebagai pijakan analisis adalah habitus yang digunakan dalam studi ini untuk melihat bagaimana disposisi individu ke dalam suatu praktik tertentu. Apakah individu cenderung mendisposisikan dirinya dalam skema praktik yang dikonstruksi oleh masyarakat atau sebaliknya? Bagaimana praktik sosial dipahami sebagai agregat perilaku individu ataukah sebagai sesuatu yang ditentukan oleh struktur supra individual? Sedangkan konsep doxa dipinjam untuk menjelaskan bagaimana wacana dominan yang diproduksi oleh institusi sosial dapat diterima sebagai kebenaran obyektif bagi masyarakat. Dengan kata lain, doxa merupakan basis bagi klan sebagai legitimasi wacana dominan yang
32
Universitas Sumatera Utara
diproduksi oleh institusi masyarakat. Dalam studi ini, institusi yang dimaksud adalah institusi yang sifatnya informal. Doxa adalah hubungan kepatuhan langsung yang didirikan dalam praktik antara habitus dan arena yang sangat menyesuaikan diri, dan sesuatu yang diterima begitu saja dari dunia yang mengalir dan pikiran (Bourdieu, 1990a: 68). 1.5. Metode Penelitian 1.5.1. Jenis Penelitian Berangkat dari uraian serta penjelasan tujuan penelitian maupun kerangka dasar diatas, penelitian ini adalah kualitatif dengan metode deskriptif. Dengan metode kualitatif, penelitian sama-sama mempersoalkan realibitas, validitas, pengukuran dan alat ukur juga berbeda 12. Penelitian deskriptif adalah suatu cara yang digunakan untuk memecahkan masalah yang ada pada masa sekarang berdasarkan fakta dan data-data yang ada. Menyajikan data, menganalisis dan menginterpretasi dan juga bersifat komperatif dan korelatif 13. Secara khusus penelitian deskriptif yang penulis gunakan dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah dengan menggambarkan keadaan objek penelitian berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya. Fakta atau data yang ada dikumpulkan, diklarifikasi dan kemudian akan dianalisa. 1.5.2. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini, peneliti mengumpulkan data-data dari data primer dan data sekunder.
12
Burhan Bungin. 2001. Metodologi Penelitian Sosial: Format-Format Kuantitatif dan Kualitatif. Surabaya: Airlangga University Press. Hal. 71. 13 Abu Achmadi dkk. 1997. Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta: Bumi Aksara. Hal. 44
33
Universitas Sumatera Utara
1. Data primer, yaitu data yang diperoleh dari sumber pertama di lapangan 14. Penelitian ini dilakukan dengan wawancara pada key informan, yaitu : a. Hendra Sihombing sebagai salah satu anggota DPRD Kab. Dairi dari Partai PKPI b. Lanjo Sihombing sebagai pengusaha di Kab. Dairi c. Andre Sijabat sebagai salah satu ketua tim sukses calon kepala daerah bidang kepemudaan. d. P. Tarigan sebagai pengusaha di Kab. Dairi e. Sasta Tambunan sebagai pengusaha di Kab. Dairi f. Sia Sihombing sebagai pengusaha di Kab. Dairi g. Tumbur Simorangkir sebagai salah satu tokoh masyarakat dan ketua organisasi kepemudaan di Dairi. h. H Sijabat sebagai salah satu tokoh masyarakat dan mantan ketua organisasi kepemudaan di dairi. i. Gamal Purba sebagai sekretaris Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Dairi j. Aris Simbolon sebagai pengusaha di Kab. Dairi k. Daniel Sitompul sebagai pengusaha di Kab. Dairi l. Togar Pasaribu sebagai pengusaha di Kab. Dairi m. Safarudin Siregar sebagai wartawan Analisa di Kab. Dairi
14
Burhan Bungin. Op.cit,. hal. 128.
34
Universitas Sumatera Utara
1.5.3. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah reduksi data. Penelitian ini akan bersifat deskriptif dengan tujuan memberikan gambaran mengenai peranan elit ekonomi dalam pemilihan kepala daerah di Kabupaten Dairi 2014-2019, Yang kemudian akan mengolah data yang didapat dari wawancara penelitian yang akan dianalisis, kemudian akan di eksplorasi lebih dalam dan akan memunculkan sebuah kesimpulan yang akan menjelaskan dan menjawab masalah yang diteliti. 1.5.4. Lokasi Penelitian Lokasi yang dipilih menjadi tempat penelitian adalah Kabupaten Dairi, khususnya Kecamatan Sidikalang. Pemilihan lokasi penelitian tersebut dikarenakan di kabupaten Dairi terdapat keberadaan pengusaha yang banyak bergerak di bidang kontraktor.
1.6. SISTEMATIKA PENULISAN Untuk mendapatkan suatu gambaran yang jelas dan untuk mempermudah isi, maka penelitian ini dibagi ke dalam 4 (empat) bab, yaitu: BAB I : PENDAHULUAN Dalam bab ini berisikan mengenai Latar Belakang Masalah, Rumusan dan Pembatasan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Teori Kekuasaan dan Teori Bisnis Dan Politik, , Metodologi Penelitian dan Sistematika Penulisan. BAB II : PROFIL KABUPATEN DAIRI Dalam bab ini akan menguraikan tentang gambaran umum tentang deskriptif lokasi penelitian seperti profil kabupaten Dairi, dan gambaran umum pengusaha di kabupaten Dairi. 35
Universitas Sumatera Utara
BAB III : ANALISIS DOMINASI KEKUATAN EKONOMI DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH Bab ini akan memuat analisis penulis mengenai dominasi kekuatan ekonomi dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) Kabupaten Dairi tahun 2013 masa jabatan 2014-2019. BAB IV : PENUTUP Bab ini berisikan kesimpulan analisis dan implikasi teori dari hasil penelitian yang dilakukan.
36
Universitas Sumatera Utara