1
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara penghasil komoditi obat-obatan
yang potensial. Beraneka ragam jenis tanaman obat-obatan telah diproduksi, yang biasanya digunakan sebagai bahan dasar atau bahan baku pembuatan obat modern ataupun tradisional. Prospek pengembangan produksi tanaman obat-obatan di Indonesia dilihat dari beberapa faktor seperti potensi dari flora, keadaan tanah dan iklim, pengembangan industri obat-obatan modern serta tradisional, serta peningkatan harga komoditi obat (Santoso, 2008). Pengembangan obat tradisional ditunjang oleh berbagai faktor diantaranya kecenderungan semakin berkembangnya masyarakat di dunia untuk “back to nature” dalam memanfaatkan bahan-bahan alami sebagai obat-obatan, serta untuk perawatan kecantikan dan kesehatan. Meningkatnya penggunaan obat tradisional di kalangan masyarakat dapat dilihat dari meningkatnya jumlah industri obatobatan di Indonesia. Pada tahun 2010 terdapat 10 perusahaan farmasi besar di Indonesia, 9 diantaranya adalah perusahaan farmasi lokal, salah satunya adalah Kimia Farma, sehingga, industri obat-obatan akan terus mengalami peningkatan. Diantara beberapa jenis tanaman obat yang tumbuh di Indonesia, terdapat salah satunya yaitu rambutan rapiah (Nephelium lappaceum L.) yang dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit
antara lainnya Diabetes millitus
2
(Savitri, 2006). Seluruh bagian tanaman ini bisa digunakan sebagai obat, yang diduga menghasilkan suatu metabolit sekunder bersifat alelopati (Taiz dan Zeiger, 1991), dan berifat toksik baik terhadap serangga maupun tanaman. Rambutan merupakan tanaman buah hortikultural berupa pohon yang tergolong famili Sapindaceae. Rambutan rapiah mengandung senyawa alelopati yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman disekitarnya, hanya tanaman tertentu saja yang dapat tumbuh di sekitar lahan rambutan. Untuk peningkatan produksi dan kontinyuitas produk perlu dilakukan usaha penanaman tanaman rambutan dalam skala besar. Hal tersebut tentu membutuhkan lahan yang luas dengan jarak tanam umumnya sekitar 12x12 meter untuk pertumbuhan tanaman yang optimal. Salah satu usaha untuk mengoptimalkan penggunaan lahan yang ditanami dengan sistem tumpang sari atau penanaman tanaman sela di sekitar tanaman rambutan (Warsana,2009) Dalam penelitian ini tanaman sela yang digunakan adalah kunyit (Curcuma domestica Val.) dan temulawak (Curcuma xanthorrhiza ROXB.) yang tergolong famili Zingiberaceae. Pemilihan kedua dikarenakan
dapat
ditanam
dalam
pola
tanam
temu-temuan tersebut monokultur
maupun
tumpangsari/ganda, baik dengan tanaman semusim maupun tanaman tahunan. Penanaman anggota temu-temuan, selain sebagai tanaman sela juga dapat dimanfaatkan sebagai tanaman obat (TOGA). Peluang pengembangan temutemuan diantara pohon rambutan cukup besar, karena intensitas naungan yang dapat ditolerir komoditas temu-temuan dapat mencapai 40% (Pribadi et al., 2000).
3
Dalam pemilihan tanaman sela, tingkat intensitas naungan dan intensitas radiasi harus diperhatikan karena penurunan intensitas radiasi menyebabkan lambatnya proses pertumbuhan tanaman temu-temuan yang termasuk ke dalam famili Zingiberaceae. Fenomena alelopati merupakan salah satu bentuk interaksi tanaman yang satu dengan tanaman lain melalui senyawa kimia. Alelopati merupakan suatu peristiwa dimana individu tanaman menghasilkan senyawa kimia yang dapat menghambat jenis tanaman lain yang tumbuh di sekitarnya (Gardner, 1993). Zat alelopati dapat berupa gas atau cairan yang dapat dikeluarkan melalui akar, batang maupun daun, pengaruh negatif dari alelopati tergantung dari konsentrasi bahan kimia yang dikandungnya (Putnam, 1998). Waler (1987) menyatakan hasil-hasil metabolit sekunder seperti senyawa phenol, alkaloid, terpenoid, asam lemak, steroid dan polyacetylene dapat berfungsi sebagai alelokimia. Zat-zat alelopati suatu tanaman paling banyak terlokalisasi di daun. Pelepasan zat alelopati ke lingkungan secara alamiah terjadi melalui peristiwa eksudasi akar, basuhan batang dan daun oleh air hujan. Pelepasan atau penarikan zat aktif juga dapat dilakukan dengan cara ekstraksi, dengan air atau pelarut organik lain yang sesuai. Teknik paling sederhana adalah dengan cara maserasi (perendaman) atau dengan pemanasan. Senyawa alelopati yang dapat menghambat pembelahan sel-sel akar, menghambat pertumbuhan yaitu dengan mempengaruhi pembesaran sel, selain itu juga terhambatnya respirasi akar, sintesis protein, aktivitas enzim, serta dapat menurunkan daya permeabilitas membran pada sel tanaman. Penghambatan dari seyawa alelopati pada organisme target dapat terjadi secara langsung maupun
4
secara tidak langsung, namun penghambatan yang terjadi belum diketahui secara pasti (Inderjit, 1996). Hal ini dikarenakan selain alelokimia terdapat faktor lain yang dapat menghambat pertumbuhan yaitu kompetisi, faktor biotik dan abiotik sehingga penelitian ini penting dilakukan untuk mengevaluasi potensi dari alelokimia itu sendiri. Sehingga perlu dilakukan uji fitokimia untuk mengetahui kandungan senyawa aktif dari daun rambutan rapiah. Penelitian pemanfaatan tanaman obat sebagai tanaman sela telah dilakukan sebelumnya yaitu oleh Januwati dan Yusron (2000), pada tanaman kencur dan kunyit dapat dikembangkan di bawah tegakan tanaman sengon yang telah berumur 3 tahun. Produktivitas kencur 4-5 ton/ha lahan tanaman sengon sedangkan kunyit 4-7 ton/ha. Penelitian lain yaitu tumpangsari kunyit dan kencur dengan tanaman legum (kacang tanah, kacang hijau dan kacang tunggak) di bawah sengon umur 3 tahun di Boyolali, diperoleh produktivitas kencur ±8.8 ton/ha, kacang tanah 1.24 ton/ha dan kacang hijau 1.15 ton/ha. Pendapatan petani tertinggi diperoleh pada pola tanam kencur dan kacang tanah, yaitu 1.68 ton/ha (Januwati dan Pribadi, 2000). Penelitian Suardani (1996), menggunakan biji jagung dan kedelai yang diberikan penyiraman ekstrak daun tanaman perindang seperti akasia, angsana, flamboyan dan asam keranji. Dijelaskan bahwa ekstrak beberapa jenis tanaman perindang tersebut menurunkan persentase kecambah pada kedelai dan jagung dengan pemberian konsentrasi ekstrak 20%, sedangkan penelitian Nurmansyah
5
et.al (2003), mengenai tumpang sari gambir dengan beberapa jenis temu-temuan memperlihatkan pertumbuhan yang cukup baik. Pemilihan konsentrasi ekstrak pada penelitian ini berdasarkan acuan dari penelitian Nurmasyah (2003), yang menjelaskan bahwa tumpang sari temutemuan dengan pemberian konsentrasi ekstrak 20% sudah memperlihatkan adanya pertumbuhan yang berbeda.
1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah dari tesis ini adalah 1. Senyawa apa sajakah yang terkandung pada daun rambutan rapiah ? 2. Bagaimana pengaruh ekstrak daun rambutan rapiah terhadap pertumbuhan tanaman kunyit dan temulawak yang tergolong familia Zingiberaceae ? 3. Tanaman manakah yang paling cocok tumbuh dan dapat digunakan sebagai tanaman sela di bawah pohon rambutan rapiah ?
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari tesis ini adalah 1. Untuk mengetahui kandungan senyawa kimia yang terkandung pada daun rambutan rapiah dengan melakukan uji fitokimia. 2. Untuk mengetahui pengaruh ekstrak daun rambutan rapiah terhadap pertumbuhan tanaman kunyit dan temulawak yang tergolong familia Zingiberaceae
6
3. Untuk menentukan tanaman yang paling cocok tumbuh dan dapat digunakan sebagai tanaman sela dibawah pohon rambutan rapiah.
1.4 Manfaat Penelitian Manfaat dari tesis ini adalah 1. Dapat memberikan informasi mengenai kandungan senyawa aktif dari daun rambutan rapiah. 2. Dapat memberikan informasi mengenai pengaruh daya hambat ekstrak daun rambutan rapiah terhadap pertumbuhan tanaman
kunyit dan
temulawak yang tergolong familia Zingiberaceae. 3. Dapat memberikan informasi dalam pemilihan jenis tanaman sela dalam pemanfaatan lahan sekitar pohon rambutan rapiah sehingga dapat mengoptimalkan penggunaan lahan guna meningkatkan nilai tambah lahan yang ditanami.
7
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Rambutan Rapiah Pohon rambutan dalam taksonomi tumbuhan dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Comber, 1949) : Kingdom
: Plantae
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Ordo
: Sapindales
Famili
: Sapindaceae
Genus
: Nephelium
Spesies
: Nephelium lappaceum L.
Gambar 2.1 Pohon Rambutan Rapiah (Rukmana, 2002) Rambutan rapiah berupa pohon dengan batang berkayu, batang berbentuk silindris, permukaan batang kasar, batang berwarna coklat dengan bercak-bercak
8
putih, percabangan simpodial. Arah tumbuh batang tegak lurus, arah tumbuh cabang ada yang condong ke atas ada yang mendatar. Rambutan merupakan tanaman tropis yang tergolong ke dalam famili lerak-lerakan atau Sapindaceae yang berasal dari daerah kepulauan di Asia Tenggara. Kata "rambutan" berasal dari bentuk buahnya yang mempunyai kulit menyerupai rambut. Rambutan sebagian besar terdapat di daerah tropis seperti Afrika, Kamboja, Karibia, Amerika Tengah, India, Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand dan Sri Lanka. Pohon rambutan tumbuh dengan baik pada suhu rata-rata 25oC, tinggi dapat mencapai 8 m namun biasanya tajuknya melebar hingga jari-jari 4 m. Pertumbuhan rambutan sangat dipengaruhi oleh ketersediaan air. Setelah masa berbuah selesai, pohon rambutan akan bersemi (flushing) dan akan menghasilkan cabang dan daun baru. Tahap ini sangat jelas teramati dengan warna pohon yang hijau muda karena didominasi oleh daun muda. Pertumbuhan ini akan berhenti ketika ketersediaan air terbatas. Pohon rambutan memerlukan iklim lembab untuk tumbuh dengan curah hujan tahunan paling sedikit 2.000 mm. Rambutan merupakan sebagian tanaman yang memiliki banyak manfaat, mulai kulit, daun, biji, hingga akar, dapat dimanfaatkan sebagai obat. Kandungan senyawa kimia daun rambutan sesuai dengan uji fitokimia yang telah dilakukan terdiri dari tanin, saponin, flavonoid, dan steroid. Bagian tanaman yang sering dimanfaatkan sebagai obat adalah kulit buah untuk mengatasi disentri dan demam, kulit kayu untuk mengatasi sariawan, daun dapat mengatasi diare, menghitamkan rambut, akar untuk mengatasi demam, dan biji digunakan untuk mengatasi kencing manis.
9
Dilihat dari potensi produksi rambutan, Indonesia menduduki tempat kedua terbesar setelah Thailand (Silitonga, 2000), sebagai salah satu komoditi ekspor. Perkembangan ekspor rambutan Indonesia periode tahun 1999-2007 mengalami peningkatan volume sebesar 24,52 persen pertahun, yaitu dari 230.706 kilogram pada tahun 1999 menjadi 396.093 kilogram pada tahun 2007. Tabel 2.1.Perkembangan ekspor rambutan Indonesia tahun 1999-2007 Tahun
Rambutan Volume Pertumbuhan(%) Nilai ekspor (USS) Pertumbuhan (%) (kg)
1999
230.706
-
419.894
-
2000
233.055
1.02
327.907
-21.91
2001
202.934
-12.92
174.803
-49.69
2002
366.436
80.57
588.14
236.46
2003
604.006
64.83
985.58
63.03
2004
134.772
-77.69
117.36
-87.76
2005
262.113
94.49
312.628
166.44
2006
328.417
25.30
394.236
26.10
2007
396.093
20.61
293.756
-25.49
Rata-rata 24.5 38.77 Sumber : Badan Pusat Statistik (1999-2007). Dari survey yang telah dilakukan, terdapat 22 jenis rambutan baik yang berasal dari galur murni maupun hasil okulasi atau penggabungan dari dua jenis dengan galur yang berbeda. Adapun ciri-ciri yang membedakan setiap jenis rambutan dilihat yaitu dilihat dari sifat buah seperti daging buah, kandungan air,
10
bentuk, warna kulit, panjang rambut. Dari beberapa jenis rambutan diatas hanya beberapa varietas rambutan yang banyak digemari masyarakat dan dibudidayakan diantaranya: 1. Rambutan Rapiah, buahnya tidak terlalu lebat namun memiliki mutu buahnya tinggi, kulit berwarna hijau-kuning-merah tidak merata dengan berambut agak jarang, daging buah manis dan agak kering, kenyal, ngelotok dan daging buahnya tebal, dengan daya tahan dapat mencapai 6 hari setelah dipetik. 2. Rambutan Aceh Lebak bulus pohonnya tinggi dan lebat buahnya dengan hasil rata-rata 160-170 ikat per pohon, kulit buah berwarna merah kuning, halus, rasanya segar manis-asam banyak air dan ngelotok daya simpan 4 hari setelah dipetik, buah ini tahan dalam pengangkutan. 3. Rambutan Cimacan, kurang lebat buahnya dengan rata-rata hasil 90-170 ikat perpohon, kulit berwarna merah kekuningan sampai merah tua, rambut kasar dan agak jarang, rasa manis, sedikit berair tetapi kurang tahan dalam pengangkutan.
2.2 Kunyit (Curcuma domestica Val.) Kunyit merupakan tanaman obat berupa terna yang bersifat tahunan (perenial) tersebar di daerah tropis, tumbuh subur dan liar di sekitar hutan/bekas kebun. Tanaman kunyit tumbuh bercabang dengan tinggi 40-100 cm. Batang termasuk batang semu, tegak, bulat, membentuk rimpang dengan warna hijau kekuningan dan tersusun dari pelepah daun (agak lunak). Daun tunggal, bentuk
11
bulat telur (lanset) memanjang hingga 10-40 cm, lebar 8-12,5 cm pangkal daun meruncing, berwarna hijau seragam. Perbungaan muncul langsung dari rimpang, terletak di tengah-tengah batang, ibu tangkai bunga berambut kasar dan rapat, saat kering tebalnya 2-5 mm, panjang 16-40 cm, daun kelopak berambut berbentuk lanset panjang 4-8 cm, lebar 2-3,5 cm (Sudarsono et al., 1996). Klasifikasi tanaman kunyit yaitu : Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Kelas
: Monocotyledoneae
Ordo
: Zingiberales
Famili
: Zingiberaceae
Genus
: Curcuma
Spesies
: Curcuma domestica Val.
(Backer, 1968)
Gambar 2.2 Tanaman Kunyit (Hariana, 2006) Tanaman kunyit tumbuh subur pada tanah gembur, yang dicangkul dengan baik akan menghasilkan rimpang yang berlimpah. Jenis tanah yang baik
12
digunakan yaitu jenis tanah latosol tanah lempung berpasir dengan bahan organik tinggi. Tanaman kunyit tumbuh dengan baik pada intensitas cahaya penuh atau sedang, sehingga tanaman ini dapat tumbuh dengan baik pada tempat-tempat terbuka dan sedikit naungan. Tanaman ini dapat dibudidayakan sepanjang tahun dengan suhu udara optimum antara 19-30o C (Nugroho, 1998). Rimpangnya sangat bermanfaat sebagai antikoagulan, menurunkan tekanan darah, obat cacing, obat asma, penambah darah, mengobati sakit perut, penyakit hati, karminatif, stimulan, gatal-gatal, gigitan serangga, diare, rematik. Kandungan utama di dalam rimpangnya terdiri dari minyak atsiri, kurkumin, resin, oleoresin, desmetoksikurkumin, dan bidesmetoksikurkumin, damar, gom, lemak, protein, kalsium, fosfor dan besi. Zat warna kuning yang biasa disebut dengan kurkumin umum dimanfaatkan sebagai pewarna untuk pangan dan pakan ternak (Chattopadhyay et al., 2004). Kunyit mempunyai banyak aktivitas farmakologi salah satunya yaitu sebagai antiinflamasi. Menurut Jain et al. (2007), ekstrak kunyit mempunyai aktivitas sebagai antialergi melalui penghambatan pelepasan antihistamin oleh sel mast, dan fraksi etil asetat mempunyai potensi yang paling tinggi dibandingkan dengan fraksi lain. Pandya (1995), mengatakan bahwa serbuk kunyit mempunyai aktivitas penyembuhan luka pada pasien Diabetes dan terbukti mempunyai aktivitas antimikroba dan antifungi yang signifikan. Kunyit seperti halnya tanaman obat lain mengandung senyawa aktif yang mungkin menyebabkan timbulnya efek samping dan interaksi dengan herbal lain, suplemen, atau obat. Kunyit dan kurkuminoid diketahui aman apabila diberikan sesuai dengan dosis
13
yang direkomendasikan. Berdasarkan studi evaluasi keamanan yang dilakukan Chattopadhyay et al. (2004) kunyit tidak memberikan efek toksik pada dosis tinggi, tetapi pada penggunaan berlebihan kurkumin murni dapat menyebabkan gangguan lambung.
2.3. Temulawak (Curcuma xanthorrhiza ROXB.) Temulawak merupakan tanaman terna berbatang semu dengan tinggi hingga lebih dari 1 m tetapi tidak lebih dari 2 m, berwarna hijau atau coklat gelap. Akar rimpang terbentuk dengan sempurna dan memiliki cabang yang kuat, berwarna hijau gelap. Tiap batang mempunyai daun 2 – 9 helai dengan bentuk bundar memanjang, warna daun hijau atau coklat keunguan. Memiliki panjang daun 31 – 84 cm dan lebar 10 – 18 cm (Herman, 1985). Klasifikasi tanaman temulawak adalah sebagai berikut : Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Kelas
: Monocotyledoneae
Ordo
: Zingiberales
Famili
: Zingiberaceae
Genus
: Curcuma
Spesies
: Curcuma xanthorrhiza ROXB.
14
Gambar 2.3 Tanaman Temulawak (Hariana, 2006) Bagian dari tanaman temulawak yang paling banyak dimanfaatkan adalah bagian umbinya. Bagian pinggir penampangnya berwarna kuning muda, sedangkan bagian tengahnya berwarna kuning tua, memiliki aroma tajam dan rasa yang pahit (Darwis et al., 1992). Bagian rimpang ini biasanya dipanen setelah berumur 8 – 12 bulan. Secara alami temulawak tumbuh dengan baik pada lahan yang teduh dan terlindung dari teriknya sinar matahari. Di habitat alami tanaman ini dapat tumbuh subur di bawah naungan pohon bambu atau jati. Secara umum tanaman ini memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap berbagai cuaca di daerah beriklim tropis. Tanaman memerlukan curah hujan tahunan antara 1.000-4.000 mm/tahun. Perakaran temulawak dapat beradaptasi dengan baik pada berbagai jenis tanah baik tanah berkapur, berpasir, agak berpasir maupun latosol. Namun demikian untuk memproduksi rimpang yang optimal diperlukan tanah yang subur, gembur dan berdrainase baik. Dengan demikian pemupukan secara anorganik dan organik diperlukan untuk memberi unsur hara yang cukup dan dapat menjaga struktur tanah agar tetap gembur. Tanah yang
15
mengandung bahan organik ini diperlukan untuk menjaga agar tanah tidak mudah tergenang oleh air (Sardiantho, 1997). Suhu udara yang baik untuk budidaya tanaman temulawak ini berkisar antara 19-30 oC. Temulawak dapat tumbuh pada ketinggian tempat 5-1.000 m/dpl dengan ketinggian tempat optimum adalah 750 m/dpl. Temulawak merupakan tanaman obat berupa tanaman rumpun berbatang semu. Di daerah Jawa Barat temulawak disebut sebagai koneng gede sedangkan di Madura biasanya disebut dengan lobak (Rukmana, 1995). Rimpang temulawak segar mengandung air sekitar 75%, mengandung minyak atsiri (volatile oil), lemak (fixed oil), zat warna/pigmen, protein, resin, selulosa, pentosan, pati, mineral, zat-zat penyebab rasa pahit dan sebagainya. Kandungan berbagai komponen tersebut sangat tergantung pada umur rimpang pada saat dipanen, temulawak memiliki kandungan minyak atsiri yang tinggi dibandingkan denga curcuma yang lain. Temulawak merupakan tanaman yang banyak digunakan untuk obat atau bahan obat. Temulawak merupakan komponen penyusun hampir setiap jenis obat tradisional yang dibuat di Indonesia. Dalam konteks penggunaan obat tradisional, temulawak digunakan untuk mengatasi penyakit tertentu, atau juga digunakan sebagai penguat daya tahan tubuh dari serangan penyakit (Moelyono, 2007).
2.4 Tanaman TOGA Tanaman obat keluarga (TOGA) merupakan beberapa jenis tanaman obat pilihan yang ditanam di pekarangan rumah atau lingkungan sekitar rumah.
16
Tanaman obat yang dipilih biasanya yang dapat digunakan untuk pertolongan pertama atau obat-obat ringan seperti demam dan batuk. Tanaman obat yang sering ditanam di pekarangan rumah antara lain sirih, kunyit, temulawak, kembang sepatu dan sambiloto (Gunawan, 2004). Tanaman obat keluarga selain digunakan sebagai obat juga memiliki berapa manfaat lain yaitu : 1. Dapat dimanfaatkan sebagai penambah gizi keluarga seperti pepaya, timun dan bayam. 2. Dapat dimanfaatkan sebagai bumbu atau rempah-rempah masakan seperti kunyit, kencur, jahe, serai, dan daun salam. 3. Dapat menambah keindahan (estetis) karena di tanam di pekarangan rumah seperti mawar, melati, bunga matahari, kembang sepatu, tapak dara dan kumis kucing. Tanaman obat-obatan dapat ditanam dalam pot-pot atau di lahan sekitar rumah. Apabila lahan yang dapat ditanami cukup luas, maka sebagian hasil panen dapat dijual dan untuk menambah penghasilan keluarga.
2.5 Alelopati Kepadatan populasi semakin meningkat terus menerus sehingga suatu ekosistem persaingan atau kompetisi akan timbul antara organisme satu dengan organisme lainnya terhadap unsur pertumbuhan seperti unsur hara, air, cahaya matahari dan tempat tumbuh tidak dapat terpenuhi (Deshmukh, 1992). Kesuburan lahan merupakan lingkungan tumbuh biotik dan abiotik yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Kesuburan lahan dipengaruhi oleh unsur hara
17
makro dan mikro serta unsur toksik yang ada di dalam tanah. Senyawa toksik yang dihasilkan oleh tanaman dan berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman lain atau tanaman itu sendiri disebut dengan senyawa alelopati. Senyawa alelopat biasanya berasal dari eksudasi atau ekskresi dari akar, volatilasi dari daun yang berupa gas melalui stomata, larut atau leaching dari daun segar melalui air hujan atau embun, larut dari serasah yang telah terdekomposisi, dan transformasi dari mikroorganisme tanah. Alelopati merupakan suatu peristiwa dimana suatu individu tanaman menghasilkan zat kimia dan dapat menghambat pertumbuhan jenis yang lain yang tumbuh bersaing dengan tanaman tersebut. Keuntungan tanaman yang mengeluarkan senyawa alelopati yaitu keuntungan dalam persaingan sebab tanaman lawannya dilemahkan terlebih dahulu oleh adanya senyawa kimia tersebut (Tjitrosoedirjo dkk.,1984). Tyasmoro (1991), mengemukakan bahwa alelopati merupakan suatu pengaruh yang berbahaya dari suatu tanaman terhadap tanaman lain yang tumbuh di sekitarnya melalui produksi racun atau senyawa penghambat pertumbuhan yang dilepas di lingkungan sekitarnya. Rice (1974) berpendapat bahwa alelopati adalah pengaruh yang langsung ataupun tidak langsung dari suatu tanaman lain melalui produksi senyawasenyawa yang dilepas ke lingkungannya. Selain itu Moral dan Gates (1971), menyatakan bahwa senyawa alelopati dapat menimbulkan hambatan pada perkecambahan, pertumbuhan atau pada metabolisme suatu tanaman lain yang disebabkan oleh pelepasan senyawa-senyawa organik oleh suatu tanaman.
18
2.6 Sumber Senyawa Alelopati Sumber senyawa alelopati yang bersifat racun tersebut dapat terjadi melalui beberapa cara yaitu diantaranya eksudasi dari akar, larut dari daun segar melalui air hujan atau embun, larut dari serasah yang telah terdekomposisi dan transformasi dari mikroorganisme tanah. Pada umumnya konsentrasi senyawa alelopati yang berasal dari daun segar jauh lebih rendah dibandingkan yang berasal dari serasah yang telah terdekomposisi (Hasanuzaman, 1995). Moenandir (1988), menyatakan sumber senyawa kimia yang mempunyai sifat alelopati dapat berasal dari bagian-bagian tanaman seperti : 1. Akar Akar dari tanaman Chaenopodium album dapat mengeluarkan senyawa beracun bagi tanaman lain sejenis asam oksalat pada saat stadium pembungaan. 2. Batang Batang juga dapat mengeluarkan senyawa alelopati, meskipun jumlahnya tidak sebanyak daun. Namun demikian, batang seperti jerami yang dilapukkan mengandung senyawa alelopati sehingga dapat sebagai sumber terjadinya alelopati. 3. Daun Daun merupakan tempat terbesar bagi senyawa alelopati beracun yang mengganggu tanaman tetangganya atau tanaman yang berada di sekitarnya.
19
4. Buah Beberapa
jenis
buah
mengandung
senyawa
alelopati
walaupun
konsentrasinya kecil tetapi bisa menghambat perkecambahan biji dari buah tersebut. 5. Bunga dan biji Dalam bunga juga dikenal sejumlah senyawa yang dapat menghambat pertumbuhan.
2.7 Mekanisme Alelopati Fenomena alelopati mencakup semua tipe interaksi kimia antara tanaman, mikroorganisme, atau antara tanaman dan mikroorganisme. Menurut Rice (1984), interaksi tersebut meliputi penghambatan dan pemacuan secara langsung atau tidak langsung suatu senyawa kimia yang dibentuk oleh suatu organisme (tanaman, hewan atau mikroba) terhadap pertumbuhan dan perkembangan organisme lain. Senyawa kimia yang berperan dalam mekanisme itu disebut alelokimia. Pengaruh alelokimia bersifat selektif, yaitu berpengaruh terhadap jenis organisme tertentu namun tidak terhadap organisme lain (Weston, 1996). Alelokimia pada tanaman dibentuk di berbagai organ, akar, batang, daun, bunga atau biji, dan jenis alelokimia bersifat spesifik pada setiap jenis. Pada umumnya alelokimia merupakan metabolit sekunder yang dikelompokkan menjadi 14 golongan, yaitu terdiri dari : asam organik larut air, lakton, asam lemak rantai panjang, quinon, terpenoid, flavonoid, tanin, asam sinamat dan derivatnya, asam benzoat dan derivatnya, kumarin, fenol dan asam fenolat, asam
20
amino nonprotein, sulfida serta nukleosida. Pelepasan alelokimia pada umumnya terjadi pada stadium perkembangan tertentu, dan kadarnya dipengaruhi oleh stres biotik maupun abiotik. Alelokimia pada tanaman dilepas ke lingkungan dan mencapai organisme sasaran melalui penguapan, eksudasi akar dan dekomposisi. Setiap jenis alelokimia
dilepas
dengan
mekanisme
tertentu
tergantung pada
organ
pembentuknya atau sifat kimianya. Mekanisme pengaruh alelokimia (khususnya yang menghambat) terhadap pertumbuhan dan perkembangan organisme (khususnya tanaman) sasaran melalui serangkaian proses yang cukup kompleks, namun menurut Einhellig (1995), proses tersebut diawali di membran plasma dengan terjadinya kekacauan struktur, modifikasi saluran membran, atau hilangnya fungsi enzim ATP-ase. Hal ini akan berpengaruh terhadap penyerapan dan konsentrasi ion dan air yang kemudian mempengaruhi pembukaan stomata dan proses fotosintesis. Hambatan berikutnya mungkin terjadi dalam proses sintesis protein, pigmen dan senyawa karbon lain, serta aktivitas beberapa fitohormon. Sebagian atau seluruh hambatan tersebut kemudian bermuara pada terganggunya pembelahan dan pembesaran sel yang akhirnya menghambat pertumbuhan dan perkembangan tanaman sasaran. Alelokimia dilepas ke lingkungan dengan berbagai cara diantaranya dengan pencucian daun dan batang yang disebabkan oleh hujan, kabut, embun, gugurnya daun dan bagian tanaman lain ke tanah yang kemudian akan mengalami pelapukan, penguapan yang timbul dari bagian tanaman yang ada diatas tanah dan pelepasan dari bagian tanaman yang ada dibawah tanah. Pelapukan bagian
21
tanaman di tanah, seperti mulsa mengeluarkan senyawa yang sangat beracun dan menghambat pertumbuhan tanaman lain dalam sistem rotasi. Demikian pula sisasisa tanaman yang tak terangkat dari lahan akan mengalami perombakan oleh mikroorganisme di dalam tanah dan dapat berpengaruh negatif pada tanaman lain. Alelopati tentunya menguntungkan bagi tanaman yang menghasilkannya, namun merugikan bagi tanaman sasaran. Oleh karena itu, tanaman yang menghasilkan alelokimia umumnya mendominasi daerah-daerah tertentu, sehingga populasi hunian umumnya adalah populasi jenis tanaman penghasil alelokimia. Dengan adanya proses interaksi ini, maka penyerapan nutrisi dan air dapat terkonsenterasi pada tanaman penghasil alelokimia dan tanaman tertentu yang toleran terhadap senyawa ini. Proses pembentukan senyawa alelopati sungguh merupakan proses interaksi antarjenis
atau antarpopulasi yang menunjukkan suatu kemampuan
suatu organisme untuk mempertahankan kelangsungan hidup dengan berkompetisi dalam hal makanan, habitat, atau dalam hal lainnya.
2.8 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Senyawa Alelopati Tanaman bervariasi didalam mengahsilkan senyawa kimia penyebab alelopati, tergantung pada keadaan lingkungan tempat tumbuhnya. Sastroutomo (1990) mengemukakan bahwa hal ini dipengaruhi oleh faktor-faktor : 1. Kuantitas, kualitas dan lamanya penyinaran merupakan faktor yang sangat penting mempengaruhi pembentukan senyawa alelopati. Semakin banyak
22
dan semakin lama suatu tanaman terkena sinar matahari kandungan alelopatinya semakin banyak. 2. Kekurangan unsur hara dapat juga mempengaruhi produksi alelopati. Kekurangan boron, kalsium, magnesium, nitrogen, fosfor, kalium, dan sulfur diketahui dapat memacu prduksi senyawa alelopati pada beberapa jenis tanaman. 3. Jenis dan umur jaringan tanaman memiliki pengaruh yang penting karena senyawa alelopati tersebar tidak merata dalam tanaman. Makin tua umur jaringan tanaman kandungan senyawa alelopatinya semakin besar. 4. Jenis tanaman yang menghasilkan senyawa kimia dan jenis tanaman yang dipengaruhi juga memegang peranan penting karena senyawa kimia yang bersifat alelopati tidak berpengaruh pada semua jenis tanaman. Selain itu, daya hambat senyawa kimia penyebab alelopati dapat dipengaruhi oleh keadaan pada waktu sisa tanaman mengalami pelapukan dan lamanya sisa tanaman mengalami pelapukan.
2.9 Ekstraksi Ekstraksi adalah salah satu cara untuk mengambil atau menarik komponen kimia yang terkandung dalam sampel dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Ekstraksi yang benar dan tepat tergantung dari jenis senyawa, tekstur dan kandungan air bahan tanaman yang akan diekstraksi (Harborne, 1996). Dalam mengekstraksi suatu tanaman sebaiknya menggunakan jaringan tanaman yang masih segar, namun kadang-kadang tanaman yang akan dianalisis tidak tersedia
23
sehingga untuk itu jaringan tanaman dapat dikeringkan terlebih dahulu sebelum di ekstraksi. Ektraksi serbuk kering jaringan tanaman dapat dilakukan secara maserasi, perkolasi, refluks atau sokhletasi dengan menggunakan pelarut yang tingkat kepolarannya berbeda-beda. Pada penelitian ini teknik ekstraksi yang digunakan adalah teknik maserasi. Maserasi merupakan proses perendaman sampel untuk menarik komponen yang diinginkan dan merupakan cara ekstraksi yang sederhana. Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk daun rambutan menggunakan pelarut yang cocok dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan. Pelarut akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif tersebut akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dan diluar sel.
24
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir Pohon rambutan rapiah merupakan salah satu tanaman buah yang mempunyai nilai komoditi yang cukup tinggi. Dalam budidaya tanaman rambutan terdapat ruang kosong antar tanaman yang memiliki peluang untuk dimanfaatkan sebagai tanaman tumpang sari. Pola tanam tumpang sari merupakan salah satu usaha untuk memanfaatkan sumber daya secara optimal. Apabila sumber daya lahan dimanfaatkan secara optimal, maka akan terjadi keseimbangan biologis. Dengan demikian penganekaragaman hasil dan total produksi menjadi lebih tinggi, jika dibandingkan dengan sistem monokultur. Tanaman kunyit dan temulawak merupakan tanaman yang tergolong ke dalam famili Zingiberaceae atau temu-temuan. Tanaman ini termasuk kedalam tanaman obat keluarga (TOGA) dimana dalam penelitian ini tanaman kunyit dan temulawak digunakan sebagai tanaman tumpang sari di bawah pohon rambutan, dan penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh daun rambutan rapiah yang dikatakan mengandung alelopati yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman yang tumbuh disekitarnya. Pemilihan tanaman kunyit dan temulawak karena dapat dimanfaatkan sebagai obat tradisional, dan mampu tumbuh dan berproduksi dengan baik pada tingkat naungan sampai 45%. Penelitian alelopati oleh Drajad dkk. (2000), pada ekstrak daun kleresede (Gliricidia sp.) diperlakukan pada biji sawi dan bayam
25
memperlihatkan penurunan persentase perkecambahan biji sawi dan bayam pada konsentrasi 20%. Penghambatan perkecambahan mulai terlihat pada konsentrasi 5%. Maka berdasarkan penelitian diatas, diharapkan pada penelitian ini didapatkan tanaman tumpang sari yang cocok dibawah pohon rambutan rapiah. Penelitian Bustos dkk. (2008), tanaman Mentha sp. yang ditumpangsarikan dengan kopi arabika dapat menyerap senyawa alelopati di dalam tanah yang dihasilkan oleh tanaman kopi arabika berupa senyawa caffeine. Djazuli (2002) menambahkan bahwa dari hasil analisis senyawa fenolik diperoleh informasi bahwa ada empat senyawa yang bersifat alelopatik dan toksik seperti asam kumarat, asam adifat, asam sinapat dan asam hidroksi bensoat di dalam daun nilam segar cukup tinggi, tetapi setelah mengalami proses penyulingan dan pengomposan, kadar senyawa racun tersebut menurun secara nyata. Dari hasil penelitian sebelumnya telah dilaporkan bahwa dampak racun dari alelopati tanaman nilam dapat berkurang dengan perlakuan pengapuran, pemanasan tanah dengan autoklaf dan aplikasi pola tumpang gilir dengan tanaman Mentha piperita (Djazuli 2002).
26
3.2 Konsep Konsep dari usulan penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3 dibawah ini : Pohon Rambutan Rapiah (Nephelium lappaceum L.) Dapat digunakan sebagai obat antidiabetes Mengandung senyawa alelopati sehingga tanaman disekitarnya sulit untuk tumbuh Dipilih tanaman yang cocok tumbuh dibawah pohon rambutan Solusi dengan menanam bibit kunyit dan temulwak dan diberikan perlakuan ekstrak daun rambutan Bibit yang tumbuh diamati dari segi morfologi dan dilakukan uji fitokimia pada ekstrak daun rambutan
Uji fitokimia : • Triterpenoid • Steroid • Flavonoid • Alkaloid • Polifenol • Saponin • Tanin • Antrakuinon
Analisa morfologi : • Tinggi tanaman • Panjang daun • Lebar daun • Jumlah daun • Jumlah tunas • Berat rimpang
Tanaman tumpang sari (Agroforestry)
Gambar 3.1 Konsep Usulan Penelitian
27
3.3 Hipotesis Hipotesis dari usulan penelitian ini adalah H0 = pemberian ekstrak daun rambutan dengan konsentrasi 0%, 5%, 10%, 15% dan 20% tidak memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan tanaman kunyit dan temulawak yang tergolong kedalam familia Zingiberaceae.
H1 = pemberian ekstrak daun rambutan dengan konsentrasi 0%, 5%, 10%, 15% dan 20% memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan tanaman kunyit dan temulawak yang tergolong kedalam familia Zingiberaceae
28
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu faktor perlakuan yaitu pemberian ekstrak daun rambutan rapiah dengan konsentrasi ekstrak yaitu 0%, 5%, 10%, 15% dan 20%. Masingmasing perlakuan terdiri dari 5 kali ulangan dan setiap kali ulangan diulang sebanyak 3 kali. Sehingga tiap konsentrasi terdiri dari 15 unit percobaan. Dengan demikian ada 5x5x3 = 75 unit percobaan untuk masing-masing jenis tanaman.
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian daya hambat ekstrak daun rambutan rapiah dilaksanakan di Greenhouse Fakultas Teknologi Pertanian (FTP) Universitas Udayana, analisis fitokimia ekstrak daun rambutan dilaksanakan di Laboratorium Kimia, Jurusan Kimia Organik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Udayana dan analisis tanah dilakukan di Lab Tanah Fakultas Pertanian Universitas Udayana. Penelitian dilakukan mulai bulan November 2013 sampai April 2014.
4.3 Ruang Lingkup Penelitian Untuk membatasi permasalahan dalam penelitian, peneliti membatasi pembahasan hanya pada kandungan senyawa yang terdapat pada ekstrak daun
29
rambutan rapiah terhadap respon pertumbuhan tanaman kunyit dan temulawak. Respon tanaman yang telah diberi perlakuan ekstrak daun rambutan rapiah dilihat melalui karakter morfologi yang meliputi : tinggi tanaman, panjang daun, lebar daun, jumlah daun, jumlah tunas dan berat rimpang. Pada akhir penelitian akan dilakukan uji fitokimia untuk mengetahui kandungan senyawa yang terdapat pada ekstrak daun rambutan rapiah.
4.4 Penentuan Sumber Data Sampel kunyit dan temulawak dengan berat kurang lebih 30-50 gram dengan panjang 3-10 cm dan memiliki 3-5 mata tunas. Dipilih bibit rimpang dengan berat dan ukuran yang sama, dalam 1 pot plastik berisi 1 buah bibit rimpang. Untuk pengamatan morfologi tanaman variabel yang diamati adalah tinggi tanaman, panjang daun, lebar daun, jumlah daun, jumlah tunas dan berat rimpang. Untuk mengetahui kandungan senyawa aktif pada daun rambutan rapiah dilakukan uji fitokimia.
4.5 Variabel Penelitian Variabel bebas dalam penelitian ini adalah konsentrasi pemberian ekstrak daun rambutan rapiahyang berbeda yaitu 0%, 5%, 10%, 15% dan 20%. Variabel tergantungnya adalah respon tanaman pada pertumbuhan dari tanaman kunyit dan temulawak yang diamati dari segi morfologi.
30
4.5.1 Morfologi tanaman Zingiberaceae Variabel yang diamati untuk mengetahui ciri morfologi dari tanaman kunyit dan temulawak yaitu : tinggi tanaman, panjang daun, lebar daun, jumlah daun, jumlah tunas dan berat rimpang yang diberi perlakuan ekstrak daun rambutan rapiah dengan konsentrasi 0%,5%,10%,15% dan 20%.
4.6 Bahan Penelitian Bahan yang digunakan pada usulan penelitian ini adalah bibit rimpang kunyit dan temulawak dengan berat 30-50 gram dengan panjang 3-10 cm dan mata tunas maksimal 3-5, daun rambutan rapiah, aquades,metanol 95%, tanah berpasir sebagai media tanam, ekstrak daun rambutan rapiah.
4.7 Instrumen Penelitian Instrumen pada usulan penelitian ini adalah, timbangan analitik, botol kaca, batang pengaduk, cawan porselen, vaccum rotary evaporator, gelas beker, gelas ukur, plastik, pot plastik ukuran 20 cm, erlemeyer, camera, gunting, blender, penggaris dan label.
4.8 Prosedur Penelitian 4.8.1 Pengumpulan dan preparasi sampel Sampel daun rambutan rapiah diperoleh di wilayah Ketewel, Perumahan Candra Asri No. 1, bibit rimpang diperoleh dari Balai Pusat Pembibitan Tanaman
31
Pertanian (BPPTP) Luwus. Sampel daun rambutan rapiah dikumpulkan, kemudian dicuci dan dikering anginkan selama 2 hari. Daun yang sudah kering angin diblender hingga diperoleh serbuk, kemudian dibungkus dan disimpan di tempat kering.
4.8.2 Pembuatan ekstrak daun rambutan rapiah Daun rambutan rapiah diekstrak dengan menggunakan metode ekstraksi dari Oyun (2006), dengan cara sebagai berikut : bubuk daun rambutan rappiah dimaserasi dengan menggunakan 100 mL metanol 95% selama satu hari, lalu disaring. Ampasnya dimaserasi kembali dengan 2 kali pengulangan masingmasing menggunakan 100 mL metanol 95% selama satu hari, sehingga total jumlah metanol yang digunakan sebanyak 200 mL. Filtrat yang diperoleh melalui penyaringan ditampung dan diuapkan dengan vaccum rotary evaporator untuk mendapatkan ekstrak kental. Setelah didapatkan ekstrak kental, kemudian ditimbang dengan menggunakan timbangan analitis sesuai dengan konsentrasi yang telah ditentukan.
4.8.3 Prosedur penyiapan bibit rimpang kunyit dan temulawak Penyemaian bibit rimpang dapat dilakukan dengan peti kayu atau diletakkan di atas bedengan. Rimpang kunyit dan temulawak yang baru dipanen dari kebun dijemur sementara (tidak sampai kering), kemudian disimpan. Selanjutnya patahkan rimpang tersebut dimana setiap potongan memiliki 3-5 mata tunas (berat dan ukuran rimpang seragam). Potongan bakal bibit tersebut di kemas
32
kedalam karung beranyaman jarang, selanjutnya dicelupkan kedalam larutan fungisisda sekitar satu menit kemudian dikeringkan. Setelah itu dimasukan ke dalam peti kayu berukuran sekitar 40x40 cm. Cara penyemaian dengan menggunakan peti kayu ini dilakukan dengan bagian dasar peti kayu diletakan bakal bibit selapis, kemudian diatasnya diberi abu gosok atau sekam padi yang berfungsi sebagai pertukaran udara serta mempertahankan kelembaban. Demikian seterusnya sehingga yang paling atas adalah abu gosok atau sekam padi. Setelah 2-4 minggu, rimpang kunyit dan temulawak siap disemai (Nugroho, 1998).
4.8.4 Pembuatan Media Pertumbuhan Media pertumbuhan yang digunakan adalah tanah dengan campuran pasir dengan perbandingan 1 : 1 sebanyak 2 kg untuk masing-masing pot. Pot hitam yang digunakan berdiameter 20 cm sebanyak 75 buah untuk masing-masing spesies, sehingga keseluruhan ada 150 pot. 4.8.4.1 Penanaman bibit rimpang kunyit dan temulawak Penanaman dilakukan di dalam pot hitam dengan cara memasukan satu buah bibit rimpang kunyit atau temulawak dengan posisi tunas menghadap ke atas, kemudian ditutup dengan tanah kurang lebih setebal 5 cm. 4.8.4.2 Pemberian perlakuan Setelah semua pot diisi bibit kemudian tiap-tiap pot diberi ekstrak daun rambutan rapiah sesuai dengan konsentrasi yang telah ditentukan yaitu 0%, 5%, 10%, 15% dan 20%. Ekstrak yang diberikan kurang lebih sebanyak 75 ml, setiap
33
tiga hari sekali selama tiga bulan kemudian dilakukan penyiraman dengan aquades setiap harinya.
4.8.5 Pengamatan morfologi Pengamatan morfologi tanaman rimpang kunyit dan temulawak dilakukan 2 hari setelah perlakuan awal diberikan, dan selanjutnya dilakukan setiap satu bulan sekali. Pengamatan morfologi meliputi tinggi tanaman, panjang daun, lebar daun, jumlah daun, jumlah tunas dan berat rimpang. Panjang daun, lebar daun, tinggi daun, diukur dari pangkal ruas tanaman yang diamati setiap minggunya dan diukur dengan penggaris. Jumlah daun dihitung jumlah yang muncul setiap bulannya. Berat rimpang serta jumlah tunas diukur pada awal dan akhir pengamatan.
4.8.6 Uji fitokimia ekstrak daun rambutan rapiah Uji fitokimia terhadap ekstrak daun rambutan rapiah antara lain meliputi pemeriksaan alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, steroid, antrakuinon dan triterpenoid. A.Pemeriksaan alkaloid Sebanyak 2 g sampel daun rambutan rapiah diekstraksi dengan menggunakan pelarut kloroform. Hasil ekstraksi berupa filtrat dipisahkan dari residu, kemudian dimasukkan kedalam corong pemisah disertai dengan penambahan 10 ml asam sulfat 2N sehingga akan membentuk dua lapisan yaitu lapisan atas dan lapisan bawah. Lapisan atas (lapisan asam) dimasukkan ke dalam
34
tabung reaksi dan terakhir ditambahkan dengan pereaksi Mayer. Adanya kandungan alkaloid ditandai dengan adanya endapan berwarna putih yang terbentuk dari pereaksi Mayer. (Farnsworth, 1996). B.Pemeriksaan steroid dan triterpenoid Kandungan steroid dan triterpenoid dilakukan dengan cara serbuk daun rambutan rapiah ditambahkan dengan kloroform kemudian dipanaskan kemudian setelah dipanaskan aduk dan tuangkan pada pring tetes sampai menguap, kemudian diuji dengan pereaksi Liebermann-Burchad untuk mengetahui ada tidaknya senyawa steroid dan triterpenoid yang terkandung. Warna merah dan ungu yang terbentuk menunjukkan positif mengandung triterpenoid, serta warna biru dan hijau menunjukkan positif kandungan steroid (Ciulei, 1984) C.Pemeriksaan saponin Uji ini dilakukan dengan cara menambahkan air pada residu hasil ekstraksi sampel dengan pelarut etanol kemudian dikocok hingga membentuk busa stabil selama 30 menit. Busa yang terbentuk dihidrolisis dengan asam klorida 2N sebanyak 4 ml, hasil hidrolisis disaring kemudian mendapatkan endapan. Selanjutnya diuji dengan pereaksi Liebermann-Burchad. Warna hijau dan biru yang terbentuk menandakan adanya kandungan saponin dan steroid, sedangkan apabila warna merah atau ungu yang terbentuk menandakan adanya kandungan saponin dan triterpen (Ciulei, 1984) D.Pemeriksaan tanin dan polifenol Larutkan serbuk daun rambutan rapiah dalam aquades lalu dipanaskan. Filtrat dan residu yang didapatkan, dipisah dan diletakkan kedalam gelas kimia.
35
Filtrat selanjutnya dibagi kedalam dua tabung berbeda, tabung 1 yaitu filtrat ditetesi dengan larutan FeCl3 sedangkan pada tabung 2 filtrat ditetesi dengan larutan gelatin sebanyak dua hingga tiga tetes. Perubahan warna menjadi biru hingga kehitaman pada tabung 1 menunjukkan adanya kandungan tannin atau polifenol, dan apabila terbentuk endapan putih pada tabung 2 menunjukkan adanya kandungan tanin (Robinson, 1991). E.Pemeriksaan flavonoid Serbuk daun rambutan rapiah diekstraksi dengan menggunakan aquades hingga didapatkan filtrat dan residu. Residu hasil ekstraksi kemudian disaring, sedangkan filtrat diuapkan untuk diekstraksi kembali membentuk residu. Residu kemudian diekstraksi dengan 10 ml etanol 80% dan ditambahkan 0,5 gram logam magnesium, hasil ekstraksi residu dengan etanol 80% ditempatkan pada dua tabung terpisah. Tabung 1 ditambahkan HCl pekat sebanyak 0,5 ml, sedangkan tabung 2 digunakan sebagai kontrol. Adanya kandungan flavonoid ditandai dengan perubahan warna yang terjadi menjadi merah muda atau ungu (Markham, 1988). F.Antrakuinon Serbuk sampel daun rambutan rapiah diekstraksi dengan pelarut benzen, kemuudian kocok selama 5 menit. Lalu ekstrak hasil esktraksi benzen (bagian atas) pindahkan ke tabung reaksi kemudian ditambahkan dengan amonia. Jika berwarna merah positif mengandung antrakuinon (Markham,1988).
36
4.9 Pengolahan Data 4.9.1 Pengumpulan Data Setelah 12 minggu atau kurang lebih 3 bulan diperoleh hasil pengamatan seperti tinggi tanaman, panjang daun, jumlah daun, lebar daun, jumlah tunas dan berat rimpang dirata-ratakan dari masing-masing perlakuan untuk setiap jenis tanaman.
4.10 Analisis Data Data yang telah diperoleh diolah secara kuantitatif yaitu dengan mengukur tinggi tanaman, panjang daun, lebar daun, jumlah daun, jumlah tunas dan berat rimpang pada akhir dan awal pengamatan. Data kuantitatif yang telah diperoleh dianalisis secara statistik dengan menggunakan ANOVA (uji sidik ragam) dan jika berbeda sangat nyata (P<0,01) serta berbeda nyata (P<0,05) akan dilanjutkan dengan uji Duncan untuk melihat perbedaan antar perlakuan dengan tabel dan grafik (Steel dan Torrie, 1993 dan Gasperz, 1995). Analisis dengan menggunakan program SPSS versi 17.0 (Statistical Program for Social Sciences). Data kemudian disajikan dalam bentuk tabel dan diuraikan secara deskriptif.
37
BAB V HASIL PENELITIAN
5.1 Uji Fitokimia Ekstrak Daun Rambutan Rapiah Uji fitokimia pada ekstrak daun rambutan rapiah dapat dilihat pada Tabel 5.1. Tabel 5.1 Hasil Uji Fitokimia Ekstrak Daun Rambutan (Nephelium lappaceum L.) Uji Fitokimia
Pereaksi
Perubahan warna Triterpenoid Liebermann-Burchard hijau-biru Steroid Liebermann-Burchard hijau-biru Flavonoid Wilstater hijau-kuning kemerahan Alkaloid Meyer tidak ada endapan Polifenol FeCl3 coklat-biru Saponin Akuades, dipanaskan timbul busa stabil kocok Tanin NaCl 10%+ gelatin coklat-ada endapan Antrakuinon Brontrager coklat-bening Keterangan : + artinya mengandung (+,++, dan ++ warna/banyak endapan) - artinya tidak mengandung
Keterangan (-) triterpen (+) steroid (+) flavonoid (-) alkaloid (+) fenolat (+) saponin (+) tanin (-) antrakuinon menunjukan intensitas
Berdasarkan data hasil uji fitokimia menunjukan bahwa ekstrak daun rambutan rapiah mengandung senyawa steroid, flavonoid, fenolat, saponin dan tanin. Hal ini sesuai dengan uji fitokimia yang telah dilakukan pada penelitian sebelumnya dimana golongan kandungan kimia dari daun rambutan rapiah adalah flavonoid, saponin, tanin, fenol dan steroid (Asiah, 2008).
Penelitian Asiah
(2008), mengatakan bahwa ekstrak alkohol dari daun rambutan rapiah efektif untuk membunuh larva Aedes aegepty.
38
5.2 Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Rambutan Rapiah Hasil pengamatan terhadap tinggi tanaman, panjang daun, lebar daun serta jumlah daun, dari analisis satistik ANOVA menunjukkan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) seperti yang ditunjukkan pada Tabel 5.2
Tabel 5.2 Signifikansi Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Rambutan Rapiah Terhadap Parameter yang Diamati Pada Tanaman Kunyit dan Temulawak
Parameter yang diamati
Kunyit
Temulawak
Bulan ke-
Bulan ke-
1
2
3
1
2
3
Tinggi tanaman
**
**
**
**
**
**
Panjang daun
**
**
**
**
**
**
Lebar daun
**
**
**
**
**
**
Jumlah daun
**
**
**
**
**
**
Jumlah tunas
-
-
tn
-
-
tn
Berat Rimpang
-
-
tn
-
-
*
Keterangan : tn : tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% ( P<0,05) * : berbeda nyata pada taraf uji 5% (P<0,05) ** : berbeda sangat nyata pada taraf uji 1% (P<0,01) Hasil uji Anova menunjukan hasil bahwa ekstrak daun rambutan rapiah memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap pertumbuhan tanaman kunyit dan temulawak, sehingga dapat dilakukan uji Duncan (Lampiran 1).
39
a.Tinggi Tanaman Pemberian ekstrak daun rambutan rapiah terhadap pertumbuhan tinggi tanaman kunyit dan temulawak setelah diberi perlakuan dengan konsentrasi 5%,10%,15% dan 20% pada bulan pertama, kedua dan ketiga memberikan pengaruh yang nyata jika dibandingkan dengan kontrol (0%). Pada tanaman kunyit, tinggi tanaman tertinggi yaitu pada kontrol dengan tinggi 76 cm dan terendah pada konsentrasi 20% dengan tinggi 33,5 cm, mengalami penurunan tinggi tanaman sekitar 55,9% pada kunyit. Pada tanaman temulawak tinggi tanaman tertinggi terdapat pada kontrol dengan tinggi 110,5 cm dan terendah pada konsentrasi 20% dengan tinggi 61 cm, mengalami penurunan sekitar 44,5% pada tanaman temulawak. Gambar 5.1 menunjukan pengaruh ekstrak daun rambutan rapiah terhadap tinggi tanaman kunyit dan temulawak dengan pemberian konsentrasi ekstrak 0%, 5%, 10%, 15% dan 20% selama 3 bulan pengamatan.
40
Gambar 5.1 Pengaruh ekstrak daun rambutan rapiah terhadap tinggi tanaman kunyit dan temulawak. Hasil ANOVA menunjukan bahwa ekstrak daun rambutan rapiah memberikan pengaruh terhadap tinggi tanaman kunyit dan temulawak (P<0,01). Ekstrak daun rambutan rapiah menghambat tinggi tanaman kunyit dan temulawak. Hambatan tertinggi yaitu pada konsentrasi 20% dibandingkan dengan kontrol.
b. Panjang Daun Pengaruh ekstrak daun rambutan rapiah terhdap panjang daun tanaman kunyit dan temulawak setelah diberi perlakuan ekstrak dengan konsentrasi 5%, 10%, 15% dan 20% diperoleh hasil pada tanaman kunyit panjang daun terpanjang yaitu pada kontrol dengan panjang daun 30,5 cm dan terpendek pada konsentrasi ekstrak 20% dengan panjang 18,3 cm, pada panjang daun mengalami penurunan sekitar 40% pada kunyit Sedangkan pada temulawak panjang daun terpanjang terdapat pada kontrol dengan panjang 57,5 cm dan terendah pada konsentrasi 15% dengan panjang daun 29,8 cm, mengalami penurunan sekitar 48 % pada temulawak. Gambar 5.2 menunjukan pengaruh ekstrak daun rambutan rapiah terhadap panjang daun tanaman kunyit dan temulawak.
41
Gambar 5.2 Pengaruh esktrak daun rambutan rapiah terhadap panjang daun kunyit dan temulawak Berdasarkan data yang diperoleh setelah 12 minggu pengamatan terhadap panjang daun kunyit dan temulawak mengalami perbedaan panjang daun jika dibandingkan dengan kontrol. Hasil ANOVA menunjukan bahwa ekstrak daun rambutan rapiah memberikan pengaruh terhadap panjang daun kunyit dan temulawak (P< 0,01). Dengan panjang daun terpanjang yaitu temulawak pada kontrol dan terpendek pada kunyit dengan konsentrasi 20%. Dari hasil uji Duncan terlihat perbedaan yang sangat nyata antara kontrol dan pemberian perlakuan (P< 0,01).
c. Lebar Daun Pengaruh ekstrak daun rambutan rapiah terhadap lebar daun kunyit dan temulawak setelah diberi perlakuan ekstrak daun rambutan dengan konsentrasi 0%,5%, 10%, 15% dan 20% diperoleh hasil pada tanaman kunyit lebar daun paling besar terdapat pada kontrol dengan lebar daun 7,7 cm dan terkecil pada konsentrasi 20% dengan lebar 4,8 cm, mengalami penurunan sekitar 37% pada
42
kunyit. Sedangkan pada tanaman temulawak lebar daun terbesar terdapat pada kontrol dengan lebar 11,5 cm dan terkecil pada konsentrasi 15% dengan lebar 6,8 cm, mengalami penurunan sekitar 39% pada temulawak. Hasil ANOVA menunjukan ekstrak daun rambutan rapiah memberikan pengaruh yang sangat nyata (P < 0,01) terhadap lebar daun kuyit dan temulawak. Sehingga bisa dilanutkan ke uji selanjutnya yaitu uji Duncan yang menunjukan hasil terlihat perbedaan antara kontrol dan pemberian perlakuan ekstrak daun rambutan rapiah. Dengan lebar daun terbesar yaitu pada tanaman temulawak pada kontrol (0%) dan terendah pada tanaman kunyit dengan konsentrasi 20% Gambar 5.3 menunjukan pengaruh ekstrak daun rambutan rapiah terhadap lebar daun tanaman kunyit dan temulawak dengan konsentrasi ekstrak 0%, 5% 10%, 15% dan 20%
Gambar 5.3 Pengaruh pemberian ekstrak daun rambutan rapiah terhadap lebar daun kunyit dan temulawak.
43
d. Jumlah Daun Pengaruh ekstrak daun rambutan rapiah terhadap jumlah daun kunyit dan temulawak menunjukan hasil pada tanaman kunyit jumlah daun tertinggi yaitu pada kontrol dengan jumlah daun 10 buah dan terendah yaitu pada konsentrasi 10% dengan jumlah daun 6 buah, mengalami penurunan sekitar 40% pada kunyit. Sedangkan pada tanaman temulawak jumlah daun tertinggi terdapat pada kontrol dengan jumlah 7 buah dan terendah pada konsentrasi 5% dengan jumlah daun 4 buah, mengalami penurunan sekitar 42% pada temulawak. Berdasarkan data yang diperoleh setelah 12 minggu pengamatan terhadap jumlah daun tanaman kunyit dan temulawak antara pemberian perlakuan dan jenis tanaman hasil ANOVA menunjukan hasil ekstrak memberikan pengaruh terhadap jumlah daun kunyit dan temulawak ( P < 0,01) sehingga dilanjutkan ke uji Duncan dimana hasil menunjukan antara pemberian konsentrasi ekstrak 5%, 10%, 15% dan 20% tidak terlalu menujukan perbedaan yang nyata. Gambar 5.4 menunjukan pengaruh ekstrak daun rambutan terhadap jumlah daun kunyit dan temulawak dengan pemberian konsentrasi 0%, 5%, 10%, 15% dan 20%.
44
Gambar 5.4 Pengaruh ekstrak daun rambutan rapiah terhadap jumlah daun kunyit dan temulawak
e. Jumlah Tunas Pengaruh esktrak daun rambutan rapiah terhadap jumlah tunas kunyit dan temulawak setelah diberi perlakuan deengan konsentrai 0%, 5%, 10%, 15% dan 20% menunjukan hasil pada tanaman kunyit jumlah tunas tertinggi yaitu pada kontrol dengan jumlah tunas pada akhir pengamatan sebanyak 6 buah dan terendah pada konsentrasi 20% dengan jumlah tunas 5 buah, mengalami penurunan sekitar 16% pada kunyit. Sedangkan pada temulawak jumlah tunas tertinggi pada konsentrasi ekstrak 10% dengan jumlah tunas 9 buah dan terendah pada konsentrasi 20% dengan jumlah tunas sebanyak 7
buah, mmengalami
penurunan sekitar 22% pada temulawak. Gambar 5.5 menunjukan pengaruh ekstrak daun rambutan rapiah terhadap jumlah tunas tanaman kunyit dan temulawak dengan konsentrasi ekstrak 0%, 5%, 10%, 15% dan 20%.
45
Gambar 5.5 Pengaruh ekstrak daun rambutan rapiah terhadap jumlah tunas kunyit dan temulawak Hasil ANOVA menunjukan ekstrak daun rambutan rapiah tidak memberikan pengaruh terhadap jumlah tunas kunyit dan temulawak (P > 0,01). Dengan jumlah tunas tertinggi pada akhir pengamatan yaitu pada tanaman temulawak dengan konsentrasi 10% dan terendah pada tanaman kunyit konsentrasi 20%. Adapun faktor yang menyebabkan ekstrak tidak memberikan pengaruh terhadap jumlah tunas kunyit dan temulawak yaitu disebabkan oleh beberapa faktor menurut Steinsik
et
al.,(1982)
yang
mengemukakan
bahwa
pertumbuhan
dan
perkembangan tanaman tergantung pada konsentrasi ekstrak, sumber ekstrak, temperatur ruangan dan jenis tumbuhan yang dievaluasi serta saat aplikasi.
f. Berat Rimpang Pengaruh pemberian ekstrak daun rambutan rapiah terhadap berat rimpang tanaman kunyit dan temulawak setelah diberi perlakuan dengan konsentrasi 0%, 5%, 10%, 15% dan 20% diperoleh hasil pada tanaman kunyit berat rimpang
46
tertinggi yaitu pada kontrol dengan berat 43,5 gram dan terendah pada konsentrasi 10% dengan berat 35,8 gram, mengalami penurunan sekitar 17% pada kunyit. Sedangkan pada temulawak berat rimpang tertinggi terdapat pada kontrol dengan berat 98,5 gram sedangkan terendah pada konsentrasi 15% dengan berat 63,5 gram, mengalami penurunan sekitar 35% pada temulawak. Hasil ANOVA menunjukan ekstrak daun rambutan tidak memberikan pengaruh terhadap berat rimpang kunyit (P > 0,01) tetapi memberikan pengaruh terhadap berat rimpang temulawak ( P < 0,05) jika dibandingkan dengan kontrol. Gambar 5.6 menunjukan pengaruh esktrak daun rambutan rapiah terhadap berat rimpang tanaman kunyit dan temulawak setelah diberi perlakuan dengan konsetrasi ekstrak 0%, 5% 10%, 15% dan 20%.
Gambar 5.6 Pengaruh ektrak daun rambutan rapiah terhadap berat rimpang kunyit dan temulawak Setelah 12 minggu pengamatan atau 3 bulan dapat dilihat perbedaan berat rimpang pada masing-masing tanaman dan konsentrasi pada berat rimpang
47
temulawak. Namun pada kunyit antara kontrol dan pemberian perlakuan tidak terlihat adanya pengaruh ekstrak daun rambutan rapiah terhadap berat rimpang. Pada kontrol tanaman temulawak menunjukan berat rimpang tertinggi dibandingkan dengan tanaman kunyit. Hal ini disebabkan semakin banyak mata tunas, maka stolon yang terbentuk semakin banyak dan meningkatnya jumlah stolon maka produksi rimpang semakin banyak.
48
A
B
C
D
Gambar 5.7 Hasil akhir pengamatan (a) Tinggi Kunyit Setelah 12 Minggu Pengamatan (b) Tinggi Temulawak Setelah 12 Minggu Pengamatan (c) Rimpang Tanaman Kunyit saat pemanenan (d) Rimpang Tanaman Temulawak setelah pemanenan
49
BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Senyawa Yang Terkandung Pada Ekstrak Daun Rambutan Rapiah Pada hasil uji fitokimia, diketahui bahwa ekstrak daun rambutan rapiah tidak mengandung senyawa alkaloid. Hal ini terlihat tidak adanya endapan yang terbentuk. Jika mengandung senyawa alkaloid pereaksi Meyer akan bereaksi dengan alkaloid dan membentuk endapan berwarna putih. Alkaloid merupakan senyawa basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan sebagai bagian dari sistem siklik. Peranan fisiologis senyawa alkaloid ditanaman masih belum diketahui secara pasti. Meskipun demikian alkaloid diketahui berfungsi untuk melindungi tanaman (Keeler,1975). Sebagai contoh tanaman yang mengandung alkaloid tertentu akan dijauhi oleh hewan dan serangga pemakan daun. Hasil skrining fitokimia ekstrak daun rambutan rapiah menunjukkan adanya flavonoid yang ditandai dengan warna kuning kemerahan setelah diberi pereaksi Wilstater. Flavonoid merupakan senyawa fenolik yang sangat potensial sebagai antioksidan dan mempunyai bioaktivitas sebagai antioksidan. Senyawasenyawa ini dapat ditemukan di batang, daun, buah dan bunga. Flavonoid dapat berfungsi sebagai antimikroba, antivirus, antioksidan, antihipertensi, merangsang pembentukan estrogen dan mengobati gangguan fungsi hati (Robinson, 1995). Saponin adalah senyawa aktif permukaan yang dapat menimbulkan busa jika dikocok dalam air. Hal tersebut terjadi karena saponin memiliki gugus polar
50
dan non polar yang akan membentuk misel. Pada saat misel terbentuk maka gugus polar akan menghadap ke luar, gugus nonpolar menghadap ke dalam dan keadaan inilah yang tampak seperti busa (Sangi,2008). Pada hasil uji fitokimia ekstrak daun rambutan rapiah mengandung senyawa saponin ditandai dengan timbulnya busa yang stabil. Pada uji tanin dan polifenol ini dimana filtrat yang diperoleh dibagi dalam dua tabung. Tabung yang pertama untuk pengujian tanin dan tabung kedua untuk pengujian polifenol. Ekstrak daun rambutan rapiah positif mengandung senyawa tanin yang ditandai dengan warna coklat dan terdapat endapan setelah ditambahkan gelatin dan positif mengandung polifenol setelah ditambahkan FeCl3 yang ditandai dengan warna coklat kebiru-biruan. Tanin dalam tanaman dianggap memiliki fungsi utama sebagai penolak hewan pemakan tanaman karena rasanya yang sepat dan dalam bidang farmasi digunakan sebagai antioksidan (Sangi dkk., 2008). Diduga senyawa yang terkandung dalam ekstrak daun rambutan rapiah yaitu tanin, flavonoid yang termasuk kedalam senyawa fenol yang menghambat pertumbuhan tanaman disekitarnya, sehingga tanaman tertentu saja yang dapat tumbuh. Pada uji steroid dan triterpenoid dari ekstrak rambutan rapiah dengan menggunakan metode Liebermann-Burchard yang nantinya akan memberikan warna jingga atau ungu kehijauan untuk terpenoid dan warna biru untuk steroid. Uji ini didasarkan pada kemampuan senyawa triterpenoid dan steroid membentuk warna oleh H2SO4 pekat pada pelarut asetat glasial yang membentuk warna jingga. Berdasarkan hasil skrining fitokimia yang telah dilakukan ekstrak daun
51
rambutan mengandung senyawa steroid. Hal ini dapat dilihat dari perubahan warna yang terjadi setelah penambahan asam sulfat pekat, yaitu warna hijau kebiruan. Pada uji triterpenoid menunjukkan hasil negatif, karena tidak terjadi perubahan warna jingga atau ungu Steroid yang tersebar luas di alam dan mempunyai fungsi biologis yang sangat penting misalnya untuk antiinflamasi. Triterpenoid adalah senyawa yang tidak berwarna, berbentuk kristal. Senyawa ini merupakan komponen aktif dalam tanaman obat yang telah digunakan untuk penyakit Diabetes, gangguan menstruasi, beberapa senyawa triterpenoida menunjukkan aktivitas antibakteri atau antivirus (Sangi et al., 2008). Pada pengujian antrakuinon ekstrak daun rambutan rapiah dengan menggunakan pereaksi Brontager disini terlihat setelah skrining uji fitokimia esktrak daun rambutan rapiah negatif antrakuinon. Hal ini dapat dilihat tidak adanya perubahan warna menjadi hijau atau ungu (Harborne, 1987). Dalimarta (2003) mengatakan bahwa kandungan senyawa kimia daun rambutan rapiah terdiri dari tanin dan saponin. Senyawa tanin dibagi menjadi dua yaitu tanin yang terkondensasi dan tanin yang terhidrolisis. Tanin terdapat pada berbagai tanaman berkayu dan herbal. Sifat senyawa saponin yaitu mempunyai rasa pahit, larut dalam air. membentuk busa yang stabil, dan merupakan racun kuat untuk ikan (Gunawan et al, 2005). Selain itu, saponin merupakan golongan senyawa kimia yang dapat digunakan sebagai insektisida. Saponin dan tanin terdapat pada tanaman yang apabila kemudian dikonsumsi oleh serangga, mempunyai mekanisme kerja dapat menurunkan aktivitas enzim
52
pencernaan dan penyerapan makanan, sehingga saponin dan tanin bersifat sebagai racun perut (Nursal et al, 2003). Pada tanaman, kandungan senyawa kimia yang terdapat pada ekstrak daun rambutan rapiah ini bersifat menghambat pertumbuhan dimana dengan penyiraman ekstrak daun rambutan pada tanaman kunyit dan temulawak terlihat adanya pengaruh yang sangat nyata (P < 0,01) terhadap pertumbuhan tanaman kunyit dan temulawak.
6.2
Pengaruh Pemberian Estrak Daun Rambutan Rapiah Terhadap Pertumbuhan Tanaman Kunyit dan Temulawak Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan
statistik anova menunjukan pemberian ekstrak daun rambutan rapiah terhadap pertumbuhan tanaman kunyit dan temulawak memberikan pengaruh yang nyata. Hal ini dapat dilihat pada perlakuan dengan pemberian konsentrasi ekstrak 5%, 10%, 15% dan 20%, dimana semakin tinggi konsentrasi ektrak yang diberikan maka penghambatan yang terjadi semakin besar. Hal ini disebabkan oleh senyawa aktif yang terkandung dalam daun rambutan rapiah. Berdasarkan uji fitokimia yang telah dilakukan daun rambutan rapiah mengandung senyawa kimia dari golongan flavonoid, saponin, tanin, fenol dan steroid. Begitu juga dengan uji fitokimia yang dilakukan sebelumnya oleh Asrianti (2006) bahwa daun rambutan rapiah mengandung senyawa kimia dari golongan flavonoid, tanin, fenol. Green dan Corcoran (1975), menyatakan bahwa zat alelopati berasal dari golongan saponin dan polifenol. Golongan polifenol yang sangat dikenal adalah
53
tanin. Tanin memiliki daya racun yang kuat dimana hal ini terbukti menghambat aktivitas enzim selulase, pepsin, proteinase, dehidrogenase dan dekarboksilase (Einhellig,1995). Tanin juga terbukti menghambat perkecambahan Sorghum bicolor (Harris and Burns, 1970) dimana tanin menghambat aktivitas enzimenzim germinasi seperti amilase, protease dan lipase. Nilai rerata pada seluruh variabel antara kontrol dan pemberian perlakuan ekstrak daun rambutan rapiah pada tanaman temulawak lebih tinggi jika dibandingkan dengan kunyit. Hal ini disebabkan karena sifat genetik dari tanaman itu sendiri. Rimpang temulawak memiliki ukuran rimpang yang lebih besar dibandingkan dengan kunyit, sehingga tanaman temulawak lebih tahan terhadap pemberian ekstrak daun rambutan rapiah yang mengandung senyawa alelopati yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman. Rimpang bersifat dorman yang dapat menyimpan cadangan makanan
yang ada didalamnya, semakin besar
ukuran rimpang maka semakin besar pula cadangan makanan yang disimpan. Berdasarkan Tabel 5.2 pemberian ekstrak daun rambutan rapiah terjadi perbedaan antara kontrol dan pemberian perlakuan terhadap masing-masing parameter. Tinggi tanaman, jumlah daun, lebar daun, panjang daun pada kontrol memiliki ukuran yang lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian perlakuan ekstrak daun rambutan rapiah Gambar 5.1 menunjukan parameter tinggi tanaman mengalami perbedaan tinggi antara kontrol dan pemberian perlakuan. Dimana hasil statistik anova menunjukan bahwa ekstrak daun rambutan rapiah memberikan pengaruh terhadap tinggi tanaman kunyit dan temulawak. Pertumbuhan tinggi tanaman pada kunyit
54
yaitu pada kontrol dan hambatan tertinggi ditunjukan pada konsentrasi 20%. Sedangkan pada tanaman temulawak tinggi tanaman tertinggi yaitu pada kontrol dan tinggi tanaman terendah pada konsentrasi 20%. Pertumbuhan tinggi tanaman ini disebabkan oleh adanya proses pembelahan sel, sedangkan aktivitas pembelahan sel ini sangat dipengaruhi oleh adanya hormon auksin, giberelin dan sitokinin. Einhelling (1996), mengatakan tanin bersifat antagonis terhadap hormon giberelin (GA) pada penelitian
kecambah Pisum sativus (Corcoran, 1972),
sehingga dengan adanya kandungan tanin pada ekstrak daun rambutan rapiah pertumbuhan tinggi pada tanaman kunyit dan temulawak terhambat. Senyawa alelokimia yang terdapat pada ekstrak daun rambutan rapiah terhadap pertumbuhan dan perkembangan organisme sasaran melalui seragkaian yang cukup kompleks. Proses tersebut diawali dengan kerusakan struktur di membran sel, modifikasi saluran membran atau hilangnya fungsi enzim ATP-ase. Hambatan berikutnya terjadi dalam proses sintesis protein, pigmen dan senyawa karbon lain, serta aktivitas beberapa fitohormon dimana salah satunya yaitu hormon auksin (Einhellig, 1995). Hormon auksin ditemukan pada ujung batang dan akar berfungsi di dalam perpanjangan sel. Tempat sintesis utama auksin pada tanaman yaitu di daerah meristem apikal tunas ujung. IAA diproduksi di tunas ujung tersebut kemudian diangkut ke bagian bawah dan berfungsi mendorong perpanjangan sel batang. Dengan pemberian ekstrak daun rambutan rapiah, aktivitas hormon auksin dan giberelin ini menjadi terganggu, sehingga terhambatnya pembelahan sel dan pembesaran sel yang akhirnya menghambat pertumbuhan dan perkembangan
55
tanaman (Gunawan,1987), sehingga semakin tinggi konsentrasi ekstrak yang diberikan maka pertumbuhan dan perkembangan sel-sel meristem pucuk akan terhambat. Gambar 5.2 menunjukkan bahwa pemberian ekstrak daun rambutan rapiah memberikan pengaruh terhadap panjang daun kunyit dan temulawak jika dibandingkan dengan kontrol. Namun pada tanaman temulawak dengan konsentrasi ekstrak 5% dan 10% tidak terlihat memberikan pengaruh yang nyata. Dimana panjang daun terpanjang yaitu pada kontrol tanaman temulawak dan terendah pada konsentrasi 20%. Jika kontrol dibandingkan antara kunyit dan temulawak, panjang daun terpanjang yaitu pada tanaman temulawak. Pada konsentrasi tinggi senyawa alelokimia dapat menghambat dan mengurangi hasil pada proses-proses utama tanaman. Hambatan yang terjadi misalnya yaitu terjadi pada pembentukan asam nukleat, protein, dan ATP. Dimana jumlah ATP yang berkurang dapat menekan hampir seluruh proses metabolisme yang terjadi, sehingga sintesis zat-zat lain yang dibutuhkan oleh tanaman berkurang (Rice, 1984). Gambar 5.3 dan 5.4 menunjukan adanya perbedaan yang nyata antara pemberian ekstrak daun rambutan rapiah terhadap lebar dan jumlah daun dibandingkan dengan kontrol, dimana lebar daun dan jumlah daun tertinggi yaitu terlihat pada perlakuan kontrol dan terendah pada perlakuan konsentrasi ektrak 20%. Rice (1974), menyatakan bahwa semakin besar konsentrasi ekstrak yang diberikan pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan akan semakin terhambat akibat adanya senyawa alelopati yang tekandung di daun rambutan tersebut.
56
Penurunan ukuran panjang, lebar, dan jumlah daun ini disebabkan karena ekstrak daun rambutan mengandung senyawa tanin yang termasuk kedalam golongan fenol. Senyawa fenol pada konsentrasi tinggi akan menghambat pertumbuhan tanaman. Selain karena kandungan senyawa aktif, penghambatan dapat terjadi karena kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan seperti temperatur ruangan yang terlalu tinggi yang mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan tanaman, dimana temperatur merupakan faktor yang sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Semakin tinggi temperatur maka
pertumbuhan
dan
perkembangan
tanaman
akan
terhambat
dan
mengakibatkan kematian. Menurut Ratnawati (1988), bahwa keefektifan zat tumbuh eksogen hanya terjadi pada konsentrasi tertentu. Pada konsentrasi terlalu tinggi akan merusak dan pada konsentrasi terlalu rendah tidak efektif. Dari 81 jenis tanaman obat yang diuji, 66 jenis diantaranya telah mengindikasikan adanya kandungan senyawa alelopati yang menghambat perkecambahan benih selada air (Gillani, et al, 2010). Gambar 5.5 menunjukkan konsentrasi ekstrak tidak memberikan pengaruh terhadap jumlah tunas tanaman kunyit dan temulawak. Pada akhir pengamatan konsentrasi ekstrak tidak memberikan pengaruh terhadap jumlah tunas . Hal ini ditunjukkan dengan tidak adanya perbedaan yang nyata antara perlakuan konsentrasi ekstrak dengan kontrol. Pertumbuhan tunas ini diakibatkan oleh aktivitas sitokinin pada tanaman. Dimana sitokinin yang lebih tinggi meningkatkan pembentukan tunas. Selain itu karbohidrat yang tersimpan pada umbi tanaman kunyit dan temulawak berperan dalam pembentukan tunas sehingga
57
ektrak daun rambutan tidak memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan jumlah tunas (Setiade, 2000). Hal ini sesuai dengan penjelasan diatas yaitu ada faktor lain yang mempengaruhi yaitu diantaranya bibit ungul atau aktivitas hormon pada tanaman tersebut (Suwena, 2008). Gambar 5.6 menunjukan konsentrasi ekstrak tidak memberikan pengaruh terhadap berat rimpang kunyit, namun memberikan pengaruh terhadap berat rimpang temulawak. Berat rimpang temulawak tidak menunjukan perbedaan yang nyata pada masing-masing konsentrasi yang diberikan. Berat rimpang tertinggi terlihat pada tanaman temulawak dibandingkan dengan tanaman kunyit. Hal ini disebabkan oleh sifat genetik tanaman. Walaupun rimpang yang digunakan berbeda yaitu rimpang tanaman kunyit dan temulawak, namun sifat dari rimpang sama, sehingga perlakuan antara konsentrasi ekstrak tidak menunjukan perbedaan yang nyata. Sutopo (1984), menyatakan semakin besar ukuran rimpang maka kandungan protein semakin banyak, dimana besar bibit rimpang berpengaruh terhadap kecepatan pertumbuhan dan produksi, karena besarnya bibit menentukan besarnya calon rimpang pada saat permulaan dan berat tanaman saat dipanen. Salah satu faktor pembatas dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman adalah penyerapan zat hara yang penting (esensial). Dalam proses pertumbuhan tanaman menyerap unsur hara sehingga terjadi proses metabolisme antara lain pertumbuhan sel dipenuhi, disamping itu melalui berat rimpang berarti ketersedian makanan untuk pertumbuhan tanaman semakin meningkat. Sedangkan tingkat pemberian unsur hara yang terlalu rendah atau terlalu tinggi akan
58
mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Novizan, 2002).
6.3 Tanaman Yang Paling Cocok Digunakan Sebagai Tanaman Sela Di bawah Pohon Rambutan Rapiah Hasil pengamatan setelah 12 minggu menunjukan hasil tanaman yang cocok digunakan sebagai tanaman sela untuk pemanfaatan kebun TOGA dibawah pohon rambutan rapiah yaitu temulawak (Curcuma xantorrhiza ROXB.). Hal ini terbukti dari beberapa parameter yang diamati tanaman temulawak memiliki rata-rata tertinggi dibandingkan dengan tanaman kunyit. Selain itu dari segi pengamatan morfologi, tanaman ini juga menunjukan hasil yang baik, dari segi jumlah daun, tinggi tanaman, panjang daun, berat rimpang dan lebar daun dibandingkan dengan tanaman kunyit. Pemilihan tanaman temulawak sebagai tanaman sela yang paling cocok digunakan dibawah pohon rambutan ini dapat dilihat dari tinggi tanaman dengan pemberian konsentrasi ekstrak tertinggi yaitu 20% terdapat pada tanaman temulawak yaitu 61 cm. Terhadap panjang daun dan lebar daun, temulawak juga memperlihatkan panjang dan lebar daun terpanjang yaitu dengan rata-rata panjang daun 57,5 cm dan lebar 11,5 cm. Terhadap jumlah daun dan jumlah tunas, pemberian konsentrasi ekstrak 20% tanaman temulawak memiliki tunas terbanyak dibandingkan dengan kunyit. Kemudian terhadap berat rimpang dengan pemberian konsenstrasi 20%, berat umbi tertinggi yaitu pada tanaman temulawak dimana memiliki berat rata-rata 68,6 gram dan kunyit 36,73 gram. Sehingga dari penjelasan diatas dapat
59
disimpulkan tanaman yang cocok tumbuh dibawah naungan pohon rambutan yaitu temulawak. Umbi temulawak ini memang tumbuh dengan baik pada lahan yang teduh dan terlindung dari teriknya sinar matahari. Herman (1985), menyatakan tanaman ini dapat tumbuh subur dibawah naungan pohon bambu dan jati. Menurut Tharir dan Hadmadi (1984) tanaman yang sesuai untuk dimasukkan dalam pola tumpang sari adalah tanaman tipe pendek, mahkota daun kecil, tidak banyak cabang, umur tahunan, tahan serangan hama dan penyakit, hasil tinggi dan tidak peka terhadap lamanya penyinaran matahari.
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
60
7.1 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa : 1. Senyawa yang terkandung pada daun rambutan rapiah yaitu : steroid, flavonoid, polifenol, saponin, dan tanin. 2. Pemberian ekstrak daun rambutan rapiah dengan konsentrasi 5%, 10%, 15% dan 20% memberikan pengaruh yang nyata terhadap tinggi tanaman, panjang daun, lebar daun, jumlah daun kunyit dan temulawak. Sedangkan tidak memberikan pengaruh terhadap jumlah tunas dan berat rimpang kunyit, namun memberikan pengaruh terhadap berat rimpang temulawak. 3. Tanaman yang paling cocok tumbuh dan dapat digunakan sebagai tanaman sela dibawah pohon rambutan rapiah yaitu temulawak, dimana terbukti pada beberapa parameter yang diamati seperti : tinggi tanaman, panjang daun, lebar daun, jumlah daun, jumlah tunas dan berat rimpang bahwa tanaman temulawak memiliki nilai rata-rata yang terbesar terhadap pemberian ekstrak daun rambutan pada akhir pengamatan. Selain itu temulawak memiliki daya adaptasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan temulawak terhadap berbagai cuaca di daerah beriklim tropis.
7.2 Saran
61
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka saran yang dapat diberikan adalah : 1. Untuk pemberian ekstrak daun
rambutan rapiah
disarankan agar
menggunakan konsentrasi yang lebih tinggi dan menggunakan tanaman jenis TOGA yang lain. 2. Untuk lebih memastikan efek alelopati dari daun rambutan rapiah dilakukan penelitian dengan menggunakan daun rambutan rapiah yang berasal dari daun rambutan yang sudah gugur.
DAFTAR PUSTAKA
62
Al-Hakimi, A.M.A. 2008. Effect of salicylic acid on biochemical changes in wheat plants under khat leaves residues. Plant Soil Environment 54(27): 288-293 Backer, C.A. dan R.C. Bakhuizen. 1968. Flora of Java vol I. Noordhoff Press. Netherland. hal 166-167 Bustos, P.A., J. Pohlan, and M. Schulz. 2008. Interaction between coffee (Coffea arabica L) and intercropped herbs under field conditions in the Sierra Norte of Peubla, Mexico. Journal of Agriculture and Rura Development in the Tropic and Sub Tropics 109(1): 85-94 Campbell N.A. Mitchell LG, Reece JB, Taylor MR, Simon EJ. 2006. Biology, 5th ed. Benjamin Cummings Publishing Company, Inc., Redword City, England Ciulei, J. 1984. Metodology for Analysis of Vegetables and Drugs. Bucharest: Faculty of Pharmacy. Pp. 11-26. Dalimarta, S. 2003. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Jilid 3. Jakarta Dalimartha, S. 2008. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 3. Jakarta: Perpustakaan Nasional RI Deshmukh,I. 1992. Ekologi dan Biologi Tropika. Terjemahan Kuswata Kartawinata dan Sarkat Danimiharja. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia Dinata, K.,1985. Peranan Alelopati Dalam Kompetisi Intraspesifik. Laporan Penelitian. Fakultas Pertanian Universitas Udayana, Denpasar Duke
J.A. 2008. US. Department of Agriculture Phytochemistry Ethnobotanical Database. http//www.arsgrin.gov/duke/index/html
an
Djazuli, M., 2002. Alelopati Pada Tanaman Nilam (Pogostemon cablinL.). Jurnal Ilmiah Pertanian. Gakuryoku. 8 (2):163-172. Einhelig, F.A. 1996. Interactions involving allelopathy in cropping system. Agron J. 88:886-893.Fagliano, V. 1999. Method for measuring antioxsidant activity and its application to monitoring the antioxsidant capacity of wine. Jurnal Agricultur. Food.Chem. 4:1035-1040. Gilani, SA., Y. Fujii, Z K Shinwari, M. Adnan, A.Kikuchi. and KN. Watanabe. 2010. Phytotoxic studies of medicinal plant species of Pakistan. Pak. J. Bot. 42(2): 987-996.
63
Green, F.B. and M.R. Corcoran. 1975. Inhibitory Action of Five Tannins on Growth Induced by Several Gibberellin. Plant Physiol. 56 ; 801 – 806 Gunawan, L.W. 1987. Teknik Kultur Jaringan. Laboratorium Kultur Jaringan PAU Bioteknologi IPB.Bogor. Gunawan, D. dan S. Mulyani. 2004. Ilmu Obat Alam (Farmakognosi) Jilid 1. Penebar Swadaya. Jakarta. 140 hlm Harborne, J.B. Metode Fitokimia, Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Terjemahan K. Padmawinata dan I. Soediro. ITB, Bandung.1987 Hariana, H.A. 2006. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya 3. Jakarta: Swadaya. ISBN 979-002-008-2. Hal 5-9. Harris, H.B. and R.E. Burns 1970. Influence of Tannnin Content on Preharvest Seed Germination in sorghum. Agron. P.T. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Herman, A.S., 1985. Berbagai Macam Penggunaan Temulawak dalam Makanan dan Minuman dalam Simposium Nasional Temulawak, 17-18 September 1985, Lembaga Penelitian UNPAD, Bandung. Hernani. 2001. Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb) tumbuhan obat Indonesia. Penggunaan dan khasiatnya. Pustaka Populer Obor, Jakarta. pp. 130-132. Heddy, S. 2002. Ekofisiologi tanaman, suatu kajian kuantitatif pertumbuhan tanaman. Divisi Buku Perguruan Tingga. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. 97 hal. Inderjit. 1996. Plant Phenolic in Allelopathy. Botanical Review. (62) : 186-202. Januwati, M. dan E.R. Pribadi. 2000. Usahatani pola tumpangsari temu-temuan dan kacang-kacangan di bawah tegakan hutan rakyat. Makalah Temu Usaha Tanaman Obat. Diselenggarakan oleh Ditjen Rehabilitasi dan Perhutanan Sosial di Semarang, 8 Nopember 2000. I8p. Jain,
P.K. and R.K. Agrawal. 2008. High Permoformance Liquid Chromatographic Analysis of Asiaticoside in Centella asiatica (L.) Urban. Chiang Mi J. Sci., Vol.. 35(3): p. 521 – 525
Kartasapoetra, G. 1992. Budidaya tanaman berkhasiat obat: kunyit (kunir). Jakarta, PT. Rineka Cipta: 60
64
Lankau, R. 2009. Soil microbial communities alter allelopathic competition between Alliria petiolata and native species. Biol. Invasion. Springer Scence Busines Media B.V. 10 p Lipinska, H. And W. Lipinski. 2009. Initial growth of Phleum pratense under the influence of leaf water extracts from selected grass species and the same extract improved with MgSO4.7H2O. J. Elementol 14(1):101-110 Markham, K.R. 1988. Cara Mengindentifikasi Flavonoid.Bandung : Penerbit ITB. Moenandir, J. 1988. Pengantar Ilmu dan Pengendalian Gulma. Rajawali Press. Jakarta. 122 hal. Moenandir J. 1993. Persaingan Tanaman Budidaya dengan Gulma (Ilmu Gulma: Buku III). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Novizan. 2002. Petunjuk Pemupukan yang Efektif. Agromedia Pustaka, Jakarta. Nugroho, Nurfina A. 1998. Manfaat dan prospek pengembangan kunyit. Ungaran,Trubus Agriwidya. 86 hal. Oyun, M. B. 2006. Allelopathic potentialities of Gliricidia sepium and Acacia auriculiformis on the germination ang seedling vigour of maize (Zea mays L.). American Journal of Agricultural and Biological Science. 1(3): 44-47. Pribadi, E.R., M. Januwati dan M. Yusron. 2000. Potensi tanaman obat sebagai tanaman sela di bawah tegakan hutan rakyat. Prosiding Simposium Nasional dan Kongres VII PERAGI, Bogor, 21-23 Maret 200. pp. 336344. Putnam, A.R. 1988. Allelopathy: Problem and opportunities in weed management. In: M.A. Altieri and M. Liebman (eds). Weed Management in Agroecosystem: Ecological Approaches. Florida: CRC Press. pp.77-88. Ramaiah, Savitri, 2006. Cara Mengetahui Gejala Diabetes dan Mendeteksinya Sejak Dini, Jakarta: BIP. Ratawati, K. 1988. Pengaruh Hasil Atonik dan Dosis Pupuk N Terhadap Hasil Tanaman Sawi Kembang (Brassica juncea L.) Denpasar : Falkutas Pertanian Universitas Udayana R. Rukmana. 2002. Komunitas Unggulan dan Prospek Agrobisnis. Penerbit Kanisius. Jogjakarta Rice, E. L. 1984. Allelopty Basic Edition : Academic Press. Inc. London.
65
Rios JL. & Rico MC. 2005. Medicinal Plants and Antimicrobial Activity. Respective paper. Robinson, T. 1991. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Edisi ke–6. a.b. Kosasih Padmawinata. Penerbit ITB. Bandung. Robinson, T. Kandungan Senyawa Organik Tumbuhan Tinggi. Diterjemahkan oleh Prof. Dr. Kosasih Padmawinata. ITB, Bandung.1995 Rukmana, R dan Saputra Sugandi., 1995. Hama Tanaman dan Teknik Pengendalian, Bumi aksara, Jakarta. Sangi, M.; Runtuwene, M.R.J.; Simbala, H.E.I. dan Makang, V.M.A. Analisis Fitokimia Tumbuhan Obat di Kabupaten Minahasa Utara.Chemistry Progress. 2008, 1,47-53. Santososo, H.B. 2008. Ragam dan Khasiat Tanaman Obat. Jakarta Selatan. Agromedia Pustaka. Hal.50 Sastroutomo, S.S 1990. Ekologi Gulma. Edisi 5,.Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Savitri.2006. Diabetes Cara Mengetahui Gejala Diabetes danMendeteksinya Sejak Dini. Jakarta:BIP Setiadi dan Surya Fittri, N. 2000. Kentang dan Pembudidayaan. Penebar Swadaya, Jakarta. Steel, R.G.D. and J.H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Penerbit Suatu Pendekatan Biometrik. Penerjemah Bambang Sumantri. P.T. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Suardani. 1996. Pengaruh Ekstrak Daun Dari Tanaman Perindang Terhadap Perkecambahan Biji Jagung dan Kedele. Skripsi. Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana Denpasar (Tidak dipublikasikan) Suwena, M. 2002. Peningkatan produktivitas lahan dalam system pertanian akrab lingkungan. Institut Pertanian Bogor. 20 April 2008). Taiz, L. dan Zeiger, E. 1991. Plant Physiology Third Edition. Sinauer Associates inc Publishers. Sunderland, Massachusetts.
66
Taiz L. dan Zeiger, 2003. Plant Physiology .The Benyaming/ Cumming Publishing Company. Inc New York Tanaya, I.M.D, I.D.G Raka dan I.D.G Agung. 1985. Bahan Kuliah Perancangan Percobaan I Rancangan Dasar. Laboratorium Statistik Fakultas Pertanian Universitas Udayana. Tharir, M dan Hadmadi. 1984. Populasi Gilir (Multiple Croping). Yasaguna, Jakarta Thitilertdecha, N., Teerawutgulrag, A., Rakariyatham, N,.Antioxidant and Antibacterial Activities of Nephelium lappaceum L.extracts., Food Science and Technology, Elsevier,2008 Tian, Y., Y. Feng, and C. Liu. 2007. Addition of activated charcoal to soil after clearing Ageratina adenophora stimulates growth of forbs and grasses in China. Tropical Grassland 41:285-291 Tjitrosoedirjo, S. Is. H, Utomo dan J. Wiroatmojo. 1984. Pengelolaan Gulma Diperkebunan. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Tyasmoro, S.Y., 1991. Pengantar Ilmu dan Pengendalian Gulma. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, Malang Waller, G. R. 1987. Allelochemical: Role in Agriculture and Forestry. Washington DC: American Chemicaln Society. Taipei, R.O.C: Academia Sinica. Wahid, P. 1992. Peningkatan intensitas tanaman melalui tanaman sela dan campuran. Prosiding Temu Usaha Pengembangan Hasil Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Jakarta, 2-3 Desember 1992, Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Warsana.2009. Introduksi teknologi tumpangsari jagung dan kacang tanah.BPTP. Jawa Tengah. Wiroatmodjo, J. 1992. Alelopati pada tanaman jahe. Buletin Agronomi 10 (3):1-6.
67
LAMPIRAN Lampiran 1. Hasil Uji Anova dan Duncan Tabel 1. Hasil analisis varian (ANOVA) terhadap tanaman kunyit Sumber Keragaman
Variabel Dependen
Jumlah Kuadrat
Derajat
Kuadrat
Bebas
Tengah
F-tabel F-hitung 5%
1%
Tinggi Tanaman 1
665.542
4
166.385
20.308**
2.87
4.43
Tinggi Tanaman 2
2578.012
4
644.503
40.650**
2.87
4.43
Tinggi Tanaman 3
5654.205
4
1413.551
111.190**
2.87
4.43
Panjang Daun 1
233.487
4
58.372
33.944**
2.87
4.43
Panjang Daun 2
442.208
4
110.552
44.580**
2.87
4.43
Panjang Daun 3
531.610
4
132.902
24.532**
2.87
4.43
Tinggi Tanaman 1
163.865
20
8.193
Tinggi Tanaman 2
317.099
20
15.855
Tinggi Tanaman 3
254.259
20
12.713
Panjang Daun 1
34.393
20
1.720
Panjang Daun 2
49.597
20
2.480
Panjang Daun 3
108.348
20
5.417
Tinggi Tanaman 1
829.406
24
Tinggi Tanaman 2
2895.111
24
Tinggi Tanaman 3
5908.464
24
Panjang Daun 1
267.879
24
Panjang Daun 2
491.804
24
Panjang Daun 3
639.958
24
Konsentrasi
Galat
Total
68
Tabel 2. Hasil analisis varian (ANOVA) terhadap tanaman kunyit (lanjutan) Sumber Keragaman
Konsentrasi
Galat
Total
Variabel Dependen
Jumlah Kuadrat
Derajat Bebas
Kuadrat Tengah
F-hitung
F-tabel 5%
1%
Lebar Daun 1
40.132
4
10.033
24.360**
2.87
4.43
Lebar Daun 2
29.220
4
7.305
23.317**
2.87
4.43
Lebar Daun 3
24.512
4
6.128
11.168**
2.87
4.43
Jumlah Daun 1
3.004
4
.751
12.065**
2.87
4.43
Jumlah Daun 2
17.885
4
4.471
10.704**
2.87
4.43
Jumlah daun 3
47.524
4
11.881
7.294**
2.87
4.43
Jumlah Tunas Awal
1.803
4
0.451
2.670 tn
2.87
4.43
Jumlah Tunas Akhir
8.684
4
2.171
2.571 tn
2.87
4.43
Berat Umbi Awal
6.330
4
1.582
0.282 tn
2.87
4.43
Berat Umbi Akhir
14.031**
2.87
4.43
747.095
4
186.774
Lebar Daun 1
8.237
20
0.412
Lebar Daun 2
6.266
20
0.313
Lebar Daun 3
10.974
20
0.549
Jumlah Daun 1
1.245
20
0.062
Jumlah Daun 2
8.354
20
0.418
Jumlah daun 3
32.579
20
1.629
Jumlah Tunas Awal
3.378
20
0.169
Jumlah Tunas Akhir
16.889
20
0.844
Berat Rimpang Awal
112.357
20
5.618
Berat Rimpang Akhir
266.229
20
13.311
Lebar Daun 1
48.369
24
Lebar Daun 2
35.485
24
Lebar Daun 3
35.486
24
Jumlah Daun 1
4.249
24
Jumlah Daun 2
26.240
24
Jumlah daun 3
80.103
24
Jumlah Tunas Awal
5.181
24
Jumlah Tunas Akhir
25.573
24
Berat Rimpang Awal
118.687
24
Berat Rimpang Akhir 1013.324 Keterangan: tn : tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% * : berbeda nyata pada taraf uji 5% ** : berbeda sangat nyata pada taraf uji 1%
24
69
Tabel 3. Hasil Uji Lanjut Duncan Terhadap Tanaman Kunyit Variabel Tinggi Tanaman Bulan 1 Subset Konsentras i 1 2 P1 23.2000a P2 18.0666b P3 17.0666b P4 15.8668b P5
3
7.2666c
Variabel Tinggi Tanaman Bulan 2 Konsentrasi P1 P2 P3 P4 P5
Subset 1 45.66660
2
3
35.93320 32.26660
Notasi
4
a b bc c d
32.26660 27.20000 14.86660
Variabel Tinggi Tanaman Bulan 3 Konsentrasi P1 P2 P3 P4 P5
1 71.00000
Subset 3
2
4
5
51.53340 43.20000 36.86640 26.40000
Variabel Panjang Daun Bulan 1 Konsentrasi P1 P2 P3 P4 P5
1 11.53320 10.00000 9.73320
Subset 2
Notasi
3
a a a b c
7.73320 2.73320
Variabel Panjang Daun Bulan 2 Konsentrasi P1 P2 P3 P4 P5
Subset 1 19.26680
2
3
4
16.73320 16.13340 13.6000 6.93300
Notasi a b b c d
Notasi a b c d e
70
Variabel Panjang Daun Bulan 3 Konsentrasi P1 P2 P3 P4 P5
Subset 1 27.20000
2
3
22.66640 21.66680
Notasi
4
a b bc c d
21.66680 19.26660 13.13340
Variabel Lebar Daun Bulan 1 Konsentrasi P1 P2 P3 P4 P5
1 4.20000 4.20000 3.60000
Subset 2
Notasi
3
a a a b c
2.33320 0.91340
Variabel Lebar Daun Bulan 2 Konsentrasi P1 P2 P3 P4 P5
Subset 1 5.66660 4.93360
2
3
4.93360 4.46680
Notasi
4
a ab bc c d
4.46680 3.86680 2.46660
Variabel Lebar Daun Bulan 3 Konsentrasi P1 P2 P3 P4 P5
Subset 1 7.66660 7.33320
2 7.33320 6.40000
3
Notasi
4
6.40000 5.86680
a ab bc cd d
5.86680 4.93340
Variabel Jumlah Daun Bulan 1 Konsentrasi P1 P2 P3 P4 P5
1 2.13320
Subset 2 1.53340 1.39980 1.26680
3
1.39980 1.26680 1.13320
Notasi a b bc bc c
71
Variabel Jumlah Daun Bulan 2 Konsentrasi P1 P2 P3 P4 P5
Subset 2
1 5.73340
4.26660 3.86680 3.86680
Notasi
3
3.86680 3.86680 3.20000
Variabel Jumlah Daun Bulan 3 Subset 1 2 9.93320 7.60020 6.46680 6.53340 6.20000
Konsentrasi P1 P2 P3 P4 P5
Notasi A B B B B
Variabel Berat Rimpang Akhir Konsentrasi P1 P2 P3 P4 P5
Subset 1 50.06640 48.06680
2
38.93360 38.60020 36.73340
Notasi A A B B B
a b bc bc c
72
Tabel 4. Hasil Analisis Varian (ANOVA) Terhadap Tanaman Temulawak Sumber Keragaman
Konsentrasi
Galat
Variabel Dependen Jumlah Kuadrat
Derajat
Kuadrat
Bebas
Tengah
F – tabel
P-value
5%
1%
52.552**
2.87
4.43
0.000
Tinggi Tanaman
3189.029
4
Tinggi Tanaman
10642.658
4
2660.665 131.081**
2.87
4.43
0.000
Tinggi Tanaman
16145.978
4
4036.494 202.949**
2.87
4.43
0.000
Panjang Daun
515.352
4
128.838
19.421**
2.87
4.43
0.000
Panjang Daun
744.182
4
186.045
21.292**
2.87
4.43
0.000
Panjang Daun
812.965
4
203.241
26.014**
2.87
4.43
0.000
Lebar Daun
52.291
4
13.073
20.078**
2.87
4.43
0.000
Lebar Daun
59.749
4
14.937
26.462**
2.87
4.43
0.000
Lebar Daun
69.303
4
17.326
31.821**
2.87
4.43
0.000
Jumlah Daun 1
.240
4
.060
2.250 tn
2.87
4.43
0.100
Jumlah Daun 2
14.460
4
3.615
6.508**
2.87
4.43
0.002
Jumlah Daun 3
10.605
4
2.651
7.060**
2.87
4.43
0.001
Jumlah Tunas Awal
4.001
4
1.000
2.308 tn
2.87
4.43
0.093
Jumlah Tunas Akhir
6.962
4
1.741
6.524**
2.87
4.43
0.002
Berat Rimpang Awal
89.557
4
22.389
0.816 tn
2.87
4.43
0.530
Berat RimpangAkhir
4004.068
4
1001.017
22.915**
2.87
4.43
0.000
Tinggi Tanaman
303.415
20
15.171
Tinggi Tanaman
405.956
20
20.298
Tinggi Tanaman
397.783
20
19.889
Panjang Daun
132.678
20
6.634
Panjang Daun
174.757
20
8.738
Panjang Daun
156.255
20
7.813
Lebar Daun
13.022
20
.651
Lebar Daun
11.290
20
.564
Lebar Daun
10.890
20
.544
Jumlah Daun 1
.532
20
.027
Jumlah Daun 2
11.110
20
.555
Jumlah Daun 3
7.511
20
.376
Jumlah Tunas Awal
8.668
20
.433
Jumlah Tunas Akhir
5.336
20
.267
Berat Rimpang Awal
548.888
20
27.444
Berat RimpangAkhir
873.688
20
43.684
Corrected
Tinggi Tanaman
3492.444
24
Total
Tinggi Tanaman
11048.614
24
797.257
F hitung
73
Tinggi Tanaman
16543.761
24
Panjang Daun
648.030
24
Panjang Daun
918.939
24
Panjang Daun
969.220
24
Lebar Daun
65.312
24
Lebar Daun
71.039
24
Lebar Daun
80.193
24
Jumlah Daun 1
.772
24
Jumlah Daun 2
25.570
24
Jumlah Daun 3
18.115
24
Jumlah Tunas Awal
12.668
24
Jumlah Tunas Akhir
12.298
24
638.444
24
Berat Umbi Awal
Berat Umbi Akhir 4877.756 Keterangan: tn : tidak berbeda nyata pada taraf alpha 5% * : berbeda nyata pada taraf alpha 5% ** : berbeda sangat nyata pada taraf alpha 1%
24
74
Tabel 5. Hasil Uji Lanjut Duncan Terhadap Tanaman Temulawak Variabel tinggi tanaman bulan 1 Konsentrasi P5 P4 P3 P2 P1
1 22.2000
2
Subset 3
4
5
34.93340 41.53340 47.06680 55.60000
Variabel tinggi tanaman bulan 2 Konsentrasi 1 2 P5 40.9998 P4 58.93320 P3 P2 P1 Variabel tinggi tanaman bulan 3 Konsentrasi 1 2 P5 49.0000 P4 69.39980 P3 P2 P1
4
5
69.06680 83.93340 101.2002
P4 P3 P5 P2 P1
2
4
5
80.53340 93.39980 125.1332
3
4
14.0002 14.2666 17.86660 21.66660
Variabel panjang daun bulan 2 Konsentrasi P4 P3 P5 P2 P1
1 18.8668
2
Notasi e d c b a
Subset 3
Subset 1 8.00000
e d c b a
Subset 3
Variabel panjang daun bulan 1 Konsentrasi
Notasi
Subset 3
24.93360 25.66680 28.40000 35.66660
Notasi C B B B A
Notasi d c c b a
Notasi e d c b a
75
Variabel panjang daun bulan 3 Konsentrasi P4 P3 P5 P2 P1
1 25.0000
Subset 3
2 30.66660 32.13320
4
32.13320 34.66660 42.46680
Variabel lebar daun bulan 1 Konsentrasi 1 P5 2.60000 P4 2.73340 P3 P2 P1
Notasi d c bc b a
Subset 2
3
4.73340 5.73320
5.73320 6.00000
Notasi C C B Ab A
Variabel lebar daun bulan 2 Konsentrasi P4 P5 P3 P2 P1
Subset 1 4.40000 4.66680
2
3
6.53340 7.40000 8.40000
Notasi C C B B A
Variabel lebar daun bulan 3 Konsentrasi P4 P5 P3 P2 P1
1 5.40000
Subset 3
2 7.20000 7.93320
4
7.93320 8.33340 10.5332
Variabel jumlah daun bulan 2 Konsentrasi P5 P2 P3 P4 P1
Subset 1 2.33340
2
3
3.39980 3.46660 3.46660 4.73320
Variabel jumlah daun bulan 3 Konsentrasi P5 P4 P2 P3 P1
1 3.93340 4.13320 4.46660 4.53340
Subset 2
5.80000
Notasi b b b b a
Notasi C B B B A
Notasi d c bc b a
76