BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara kesatuan yang berbentuk Republik seperti yang telah disebutkan didalam Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa “ Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik”. Indonesia disebut sebagai Negara kesatuan karena terdiri dari beberapa pulau kecil dan pulau besar yang tersebar di wilayah Indonesia dari sabang sampai merauke yang kaya dengan sumber daya alam di dalamnya.Mengingat Indonesia terdiri dari beberapa pulau besar dan kecil yang wilayahnya sangat besar sehingga menyebabkan Indonesia terdiri dari beberapa Provinsi yang memiliki luas wilayah berbeda dan pemerintahan berbeda juga antara Provinsi satu dengan Provinsi lainnya.Di dalam menyelenggarakan pemerintahannya, pemerintah daerah diberi wewenang penuh oleh pemerintah pusat untuk menyelenggarakan otonomi daerah.Jadi pemerintah daerah diberi kewenangan seluas-luasnya untuk mengatur urusan pemerintahan menurut Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Otonomi daerah adalah wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerah, yang melekat pada Negara kesatuan maupun pada Negara federasi.Di Negara kesatuan otonomi daerah lebih terbatas daripada di Negara yang berbentuk federasi. Kewenangan mengatur dan mengurus rumah tangga
1
2
daerah di Negara kesatuan meliputi segenap kewenangan pemerintahan kecuali beberapa urusan yang dipegang oleh pemerintah pusat.1 Pelaksanaan otonomi daerah di atur di dalam Pasal 18 ayat (2) Undangundang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang bunyinya “Pemerintah Daerah Provinsi, Daerah Kabupaten dan Kota mengatur sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan”. Kalau diperhatikan bunyi pasal tersebut bahwa pemerintah pusat memberikan pelimpahan wewenang kepada pemerintah daerah untuk mengatur sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Selanjutnya pengertian dari otonomi daerah di atur didalam Pasal 1 ayat 6 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang bunyinya “Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban Daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Sebelumnya pengertian otonomi daerah diatur didalam Pasal 1 ayat 5 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang bunyinya “Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban
daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan”. Kalau kita lihat pengertian otonomi daerah dari pasal tersebut diatas ada sedikit perubahan, sebelumya pemerintah daerah diberi kewenangan penuh oleh
1.
Winarna Surya Adisubrata, 1999, Otonomi Daerah di Era Reformasi, Upp amp ykpn, Yogyakarta, h.1.
3
pemerintahan pusat untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan diluar yang menjadi urusan pemerintah pusat yang ditetapkan di dalam undangundang ini, setelah Undang-undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah diganti menjadi Undang-undang No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, pengertian tentang otonomi daerah sedikit ada perubahan yaitu pemberian otonomi yang seluas-luasnya kepada daerah dilaksanakan berdasarkan prinsip negara kesatuan. Dalam Negara kesatuan kedaulatan hanya ada pada pemerintahan negara atau pemerintahan pusat dan tidak ada kedaulatan pada daerah. Jadi seluas apapun otonomi yang diberikan kepada daerah tanggung jawab akhir penyelenggaraan pemerintahan daerah akan tetap ada ditangan pemerintahan pusat.Untuk itu pemerintahan Daerah pada Negara kesatuan merupakan satu kesatuan dengan pemerintahan pusat, kebijakan yang dibuat dan dilaksanakan oleh daerah merupakan bagian integral dari kebijakan pusat.Dalam membicarakan hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintahdaerah , perlu diperhatikan bahwa di daerah kita dapatkan dua jenis pemerintahan, yakni pemerintah dari daerah otonom yang diadakan sebagai pelaksanaan asas desentralisasi teritorial dan pemerintah dari wilayah administratif yang diadakan sebagai pelaksanaan asas dekosentrasi.2 Hubungan
antara
pemerintah
pusat
danpemerintah
daerah
harus
diselenggarakan sedemikian rupa sehingga prinsip-prinsip tersebut di atas itu
2.
Irawan Soejito, 1990, Hubungan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Rineka cipta, Jakarta, h. 182.
4
dapat dipelihara dan dilaksanakan sepenuhnya.3Asas yang digunakan pedoman oleh pemerintah daerah dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya adalah asas desentralisasi.Menurut Hanif Nurcholis, asas desentralisasi merupakan bentuk pelimpahan kekuasaan Perundangan pemerintahan kepada daerah-daerah otonom di lingkungannya.4Dalam sistem desentralisasi, sebagian dari kewenangan pemerintah
pusat
dilimpahkan
kepada
pihak
lain
untuk
dilaksanakan.
Desentralisasi kewenangan itu dapat dilakukan oleh pemerintah pusat dalam beberapa bentuk, misalnya dalam bentuk: a. Desentralisasi teritorial; b. Desentralisasi fungsional, termasuk desentralisasi menurut dinas/kepentingan; c. Desentralisasi administratif atau yang lazim disebut dekonsentrasi.5 Prinsip otonomi daerah yang dijalankan oleh pemerintahan daerah tidak hanya sampai pada tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota saja, tetapi diterapkan juga sampai ke tingkat Kecamatan, tingkat Kelurahan dan tingkat Pedesaan. Hal ini bertujuan agar kewenangan atau kebijakan yang dibentuk dan disalurkan dari pemerintah pusat dapat juga dirasakan oleh masyarakat yang berada di Desa.Pemerintahan desa sebagai unsur pemerintahan paling dasar di daerah sangat berperan aktif dalam melaksanakan prinsip otonomi daerah yang diberikan oleh pemerintah
pusat
kepada
pemerintah
daerah
dalam
hal
ini
daerah
otonom.Pemerintahan desa dikatakan sangat berperan aktif karena dianggap
3.
Ibid, h. 186.
4.
Hanif Nurcholis, 2005, Teori dan Praktek Pemerintahan dan Otonomi Daerah, Grasindo, Jakarta, h.3. 5.
Irawan Soejito, op.cit, h. 29.
5
sebagai elemen dasar yang secara langsung berinteraksi dengan masyarakat dan kebijakan atau keputusan yang dikeluarkan langsung dirasakan oleh masyarakat. Pengertian tentang pemerintahan desa diatur di dalam Ketentuan Umum Pasal 1 ayat 2 Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yang bunyinya “Pemerintahan
Desa
adalah
penyelenggaraan
urusan
pemerintahan
dan
kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia”.
Pemerintahan
desa
merupakan
penyelenggaran
pemerintahan yang kedudukan paling terendah yang mempunyai kewenangan didalam
mengatur
kepentingan
masyarakat
setempat
yang
ada
di
wilayahnya.Didalam menjalankan pemerintahannya, pemerintahan desa terdiri atas Pemerintah Desa, Perangkat Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yang mempunyai fungsi dan kewenangan yang berbeda. Pemerintahan desa sangat berperan aktif dalam menyelenggarakan pembangunandesa. Agar pembangunan desa tersebut terarah dan terpadu maka harus diselenggarakan berdasarkan atau menurut ketentuan, aturan atau pedomanpedoman yang telah berlaku. Di dalam menyelenggarakan pembangunan tersebut pemerintahan desa diberikan kewenangan penuh dalam pelaksanaannya, kewenangan itu disebut dengan otonomi desa karena desa mempunyai hak dan wewenang untuk menyelenggarakan rumah tangganya sendiri.Dalam rangka melaksanakan urusan-urusan yang menyangkut kepentingan masyarakat Kepala Desa bertanggung jawab kepada rakyat (masyarakat desa) melalui Badan Permusyawaratan Desa dan kemudian menyampaikan laporan mengenai
6
pelaksanaan tugasnya tersebut kepada pemerintahan yang ada diatasnya baik pemerintahan Kecamatan atau pemerintahan Kabupaten/Kota. Badan Permusyawaratan Desa (BPD) adalah lembaga yang merupakan perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa, didalam menjalankan pemerintahannya Kepala Desa harus dapat koordinasi terlebih dahulu dengan Badan Permusyawaratan Desa dalam pembuatan Peraturan Desa dan segala jenis kegiatannya lainnya bertujuan agar setiap tindakan dan bentuk keputusan yang dikeluarkan oleh Kepala Desa tidak bertentangan dengan keinginan dan adat istiadat di dalam masyarakat desa. Setelah ditetapkannya Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, kedudukan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam menjalankan fungsi dan kewenangan diatur didalam pasal 55 Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yang bunyinya: Badan Permusyawaratan Desa mempunyai fungsi: a. Membahas dan menyepakati Rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa; b. Menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat Desa; dan c. Melakukan Pengawasan kinerja kepala Desa. Dari fungsi BPD tersebut menjadikan BPD sebagai lembaga yang turut menentukan keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan desa karena kedudukan BPD sejajar dengan pemerintah desa kalau dilihat fungsi dan wewenangnya yaitu fungsi legislasi, menjaring aspirasi masyarakat dan pengawasan. Fungsi pengawasan disini adalah mencakup pengawasan terhadap semua kinerja yang dilakukan oleh Kepala Desa, pengawasan tersebut meliputi pengawasan terhadap
7
Peraturan pemerintah desa, keputusan Kepala Desa serta program kerja desa yaitu bagian dari pelaksanaan peraturan desa oleh pemerintah desa. Pengawasan terhadap pelaksanaan pemerintahan khususnya terhadap kinerja Kepala Desa merupakan salah satu alasan BPD dibentuk.Upaya pengawasan terhadap kinerja Kepala Desa dimaksudkan mencegah adanya penyelewengan atas kewenangan yang dilakukan oleh Kepala Desa.Adapun pelaksanaan fungsi pengawasan BPD terhadap kinerja Kepala Desa di Desa Antap Kecamatan Selemadeg Kabupaten Tabanan dikatakan kurang optimal. Misalnya dalam hal pengawasan terhadap tugas Kepala Desa di dalam melaksanakan program kerja desa. Dikatakan Pengawasan BPD kurang optimal karena program kerja desa dalam bidangpembangunan desa yang ada di Desa Antap Kecamatan Selemadeg Kabupaten Tabanan terjadi ketimpangan dan tidak merata di masingmasing wilayah Desa Antap, pembangunan lebih dominan di pusat pemerintahan dan tempat asal Kepala Desa. Padahal dalam program kerja yang dibahas oleh Kepala Desa bersama BPD pada saat pembuatan APBDes dan perencanaan pembangunan desa sudah ada pemerataan pembangunan, tetapi realisasi program kerja tersebut tidak semua berjalan dengan baik. Dengan fungsi dan wewenangnya BPD seharusnya aktif dalam melakukan pengawasan supaya pembangunan bisa merata di setiap wilayah desa.Apalagi seteleh Undang-undang No 6 Tahun 2014 tentang Desa disahkan setiap desa akan mendapat banyak dana dari pemerintah pusat hal tersebut diamanatkan di dalam Pasal 72 ayat 2 yang bunyinya :” Alokasi anggaran sebagaimana dimaksud pada
8
ayat (1) huruf b bersumber dari belanja pusat dengan mengefektikan program yang berbasis desa secara merata dan berkeadilan” Kalau di lihat dari penjelasan pasal 72 ayat 2 tersebut dikatakan bahwa “besaran alokasi anggaran yang diperuntukannya langsung ke Desa ditentukan 10 (Sepuluh perseratus) dari dan di luar dana transfer daerah (on top) secara bertahap. Anggaran yang bersumber dari anggaran Pendapatan dan belanja Negara dihitung berdasarkan jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, dan tingkat kesulitan geografis dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan pemerataan pembangunan desa”. Jadi menurut bunyi pasal diatas setiap desa akan mendapatkan alokasi angaran dana yang cukup besar dari Negara dan Pemerintah Daerah.Badan Permusyawaratan Desamempunyai beberapa fungsi dan wewenang melakukan pengawasan, diantaranya pengawasan dalam pelaksanaan peraturan desa, anggaran pendapatan dan belanja desa, keputusan Kepala Desa dan pembangunan yang dilakukan oleh desa.Badan Permusyawaratan Desa yang anggotanya merupakan wakil dari penduduk desa berdasarkan keterwakilan wilayah yang pengisiannya dilakukan secara demokratis mempunyai tanggung jawab penuh terhadap masyarakat, sudah seharusnya melaksanakan pengawasan yang transaparan kepada masyarakat.Sehingga tidak ada penyelewengan yang dilakukan oleh Kepala Desa terkait dengan pelaksanaan peraturan desa, Anggaran pendapatan dan belanja desa, keputusan Kepala Desa dan pembangunan yang dilaksanakan di desa. Atas dasar itu penulis merasa tertarik untuk meneliti fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) di dalam melaksanakan pengawasan terhadap
9
kinerja Kepala Desa di Desa Antap Kecamatan Selemadeg Kabupaten Tabanan, maka daripada itu penulis melakukan penelitian ilmiah dalam bentuk skripsi dengan
judul
“PELAKSANAAN
FUNGSI
PENGAWASAN
BADAN
PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) TERHADAP KINERJA KEPALA DESA DI DESA ANTAP KECAMATAN SELEMADEG KABUPATEN TABANAN”
1.2.
Rumusan masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dikemukakan
rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah
Peran
Badan
Permusyawaratan
Desa
(BPD)
melaksanakan pengawasan terhadap kinerja Kepala Desa di Desa Antap Kecamatan Selemadeg Kabupaten Tabanan? 2. Apakah
kendala-kendala
yang
ditemukan
oleh
Badan
Permusyawaratan Desa (BPD) di dalam melaksanakan pengawasan?
1.3.
Ruang Lingkup Masalah Agar tidak terjadi pembahasan yang berkelebihan dan supaya ada
kesesuaian antara pembahasan dengan permasalahan, maka perlu diberikan batasan terhadap permasalahan yang dibahas. Berkaitan dengan masalah yang dirumuskan,
maka
pembatasan
dibatasi
hanya
mengenai
peran
Badan
Permusyawaratan Desa (BPD) melaksanakan pengawasan terhadap kinerja Kepala Desa di desa Antap Kecamatan Selemadeg Kabupaten dan kendala-kendala yang
10
ditemukan oleh Badan Permusyawaratan Desa (BPD) di dalam melaksanakan pengawasan terhadap kinerja kepala desa.
1.4.
Orisinalitas Dalam tulisan ini, penulis menggunakan 3 (tiga) skripsi ilmu hukum
terdahulu melalui penelusuran di Ruang Koleksi Skripsi Fakultas Hukum Universitas Udayana dimana hal itu dimaksudkan sebagai referensi penulisan dan untuk menghindari
terjadinya plagiasi serta menyatakan bahwa tulisan ini
memang hasil karya dan pemikiran penulis sendiri, adapun skripsi yang penulis maksud adalah: No Judul 1 Kedudukan dan Kewenangan Pemerintah Kecamatan Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
Penulis Anak Agung Ngurah Fajar Nugraha Pandji
2
Hubungan Fungsional Antara Kepala Desa Dengan Badan Permusyawaratan Desa Dalam Pembuatan Peraturan Desa di Desa Sumerta Kelod Kota Denpasar
I Wayan Artawan Purnata
3
Pertanggungjawaban Kepala Desa Pemecutan
A.A. SG. Bulan
Rumusan Masalah 1. Apakah Kedudukan pemerintah Kecamatan sebagai perangkat Daerah dapat disamakan dengan Dinas Daerah menurut UndangUndang 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah? 2. Apakah ada pelimpahan kewenangan dari Bupati/Walikota atau pemerintah Kabupaten/Kota kepada pemerintah Kecamatan? 1.Bagaimana Hubungan Fungsional antara Kepala Desa dengan Badan Permusyawaratan Desa dapat berlangsung dalam rangka pembentukan Peraturan Desa? 2.Hambatan-hambatanapa yang ditemui dalam pembentukan Peraturan Desa yang dibuat oleh Kepala Desa dengan Badan Permusyawaratan Desa? 1.Bagaimanakah pelaksanaan tugas dan kewajiban Kepala
11
Kaja Dalam Pembangunan Desa Berdasarkan UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004
1.5.
Wasundari
Desa dalam pembangunan Desa di Desa Pemecutan Kaja? 2.Bagaimanakah konsekwensi yuridis terhadap pertanggungjawaban Kepala Desa
Tujuan Penelitian a. Tujuan Umum Adapun tujuan umum daripada penulisan penelitian skripsi ini adalah: 1. Sebagai syarat untuk memenuhi kewajiban dalam memperoleh gelar Sarjana Hukum. 2. Untuk melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi. 3. Untuk
menambah
pengetahuan
tentang
ilmu
hukum
dan
mengembangkan daya nalar mahasiswa secara tertulis dalam menulis, menganalisis dan mendeskripsikan teori-teori yang didapat selama perkuliahan. b. Tujuan Khusus Tujuan khusus yang hendak dicapai dalam penulisan ini adalah: 1. Untuk mengetahui peran Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam melaksanakan pengawasan terhadap kinerja Kepala Desa di Desa Antap Kecamatan Selemadeg Kabupaten Tabanan. 2. Untuk mengetahui kendala-kendala yang ditemukan oleh Badan Permusyawaratan Desa (BPD) di dalam melaksanakan pengawasan terhadap Kinerja Kepala Desa.
12
1.5.
Manfaat Penelitian a. Manfaat teoritis Manfaat teoritis dari penelitian ini ialah untuk mengetahui dan memahami
peran Badan Permusyawaratan Desa (BPD) didalam melaksanakan pengawasan terhadap kinerja Kepala Desa di Desa Antap Kecamatan Selemadeg Kabupaten Tabanan dan Kendala-kendala yang ditemukan oleh Badan Permusyawaratan Desa (BPD) di dalam melaksanakan Pengawasan. b. Manfaat praktis Manfaat praktis dari penelitian ini ialah agar kita dapat mengetahui secara jelas
peran
Badan
Permusyawaratan
pengawasanterhadap kinerja
Kepala Desa
Desa di
(BPD)melaksanakan
dalam menjalankan roda
Pemerintahan di Desa.
1.6.
Landasan Teoritis.
1.6.1. Teori Negara Hukum Indonesia sebagai Negara Hukum secara eksplisit telah dituangkan pada Pasal 1 ayat (3) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyebutkan bahwa Indonesia merupakan Negara Hukum. Negara hukum dalam arti material yang juga diistilahkan dengan Negara Kesejahteraan (Welfare State, Welfaarstaaf) atau “Negara Kemakmuran”.6
6.
E. Utrecht, 1960, Pengantar Hukum Administrasi Negara, FHPM Univ. Negeri Padjajaran, Bandung, h. 21-22.
13
Ada beberapa konsekwensi yang muncul di dalam Negara kesejahteraan, seperti semakin banyak tindak pemerintahan yang dilakukan oleh organ-organ pemerintah, tugas-tugas Negara menjadi semakin komplek baik yang ada ditingkat Pusat maupun ditingkat Daerah. Dengan kata lain, pemerintah dituntut untuk turut serta secara aktif dalam berbagai kehidupan rakyatnya, sehingga adanya perwakilan pemerintahan yang terdekat dengan rakyat sangat dibutuhkan keberadaannya dalam Negara Indonesia yang sangat luas ini.Pemerintahan tidak hanya sampai di Daerah tetapi juga sampai ditingkat Kecamatan dan yang paling terdekat adalah di Desa yaitu Pemerintahan Desa. Menurut Friedrich Julius Stahl, salah seorang pemikir sistem Hukum Eropa
Kontinental,
memberikan
ciri-ciri
rechstaat
yang
di
Indonesia
diterjemahkan dengan istilah Negara Hukum, terdiri dari : a. Perlindungan hak-hak asasi manusia b. Pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjamin hak asasi manusia yang biasa dikenal dengan trias politika c. Pemerintahan berdasarkan peraturan-peraturan d. Peradilan administrasi dalam perselisihan.7 Sedangkan menurut AV Dicey yang dikenal penganut Hukum sistem Anglo Saxon memberikan ciri-ciri Rule of Law ditunjukkan dengan adanya: a. Supremsi hukum, dalam arti tidak boleh ada kesewenang-wenangan sehingga seseorang hanya boleh dihukum jika melanggar hukum. b. Kedudukan yang sama di depan hukum, baik bagi rakyat biasa maupun bagi pejabat. c. Terjaminnya hak-hak manusia oleh undang-undang dan keputusankeputusan pengadilan.8
7.
Ridwan HR, 2006, Hukum Administrasi Negara, Raja Grafindo, h.3.
8.
Ibid.
14
Di Indonesia konsep Negara Hukum merupakan terjemahannya dari rechtstaat, namun pola yang diambil tidak menyimpang dari pengertian Negara Hukum pada umumnya dengan tetap menyesuaikannya dengan keadaan di Indonesia. Dengan kata lain, konsep Negara Hukum di Indonesia disesuaikan dengan ukuran pandangan hidup maupun pandangan bernegara dari rakyat Indonesia yang berdasarkan Pancasila sebagai dasar Negara dan pandangan hidup bangsa Indonesia. Negara
yang
menganut
Negara
Hukum
dalam
melaksanakan
pemerintahannya harus berdasarkan oleh Peraturaan Perundang-undangan yang berlaku.Dalam hal kedudukan dan kewenangan Pemerintahan Desa dalam menjalankan sistem otonomi Desa tidak terlepas dari kewenangan Negara dalam memberikan otonomi yang seluas-luasnya kepada pemerintah Daerah. Dalam hal pemberian kekuasaan otonomi Daerah oleh Negara tidak lepas dari kekuasaan yang melekat pada Negara, hal ini tercermin dalam Undang-undang Dasar Negara Indonesia Tahun 1945 terdapat didalam Pasal 18 ayat (1) yang berbunyi: “Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas Daerah-Daerah Provinsi dan Daerah Provinsi itu dibagi atas Kabupaten dan Kota, yang tiap-tiap Provinsi, Kabupaten, dan Kota itu mempunyai pemerintahan Daerah, yang diatur dengan Undangundang”. Dalam Pasal 18 ayat (2) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan bahwa: “Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota mengatur sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan”. Sedangkan pengaturan mengenai Desa diatur oleh Negara dalam
15
Pasal 18 B ayat (1) yang berbunyi: “ Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Negara mengakui secara yuridis kedudukan dan eksistensi masyarakat Desa sesuai dengan yang tercantum dalam uraian Pasal 18 di atas.Dari Pasal 18 diatas dapat dilihat pembagian wilayah desentralisasi teritorial oleh Negara kedalam wilayah Provinsi dan Kabupaten. Pengaturan tentang pemerintahan Desa juga diatur didalam Undangundang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah terdapat didalam Pasal 2 ayat (1) yang berbunyi: “Negara kesatuan Republik Indonesia dibagi atas Daerah Provinsi dan Daerah Provinsi itu dibagi atas Daerah Kabupaten dan Kota”. Pembagian sistem pemerintahan ini juga selanjutnya dipertegas kembali dalam Pasal 371 ayat (1) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 yang berbunyi: “Dalam Daerah Kabupaten/Kota dapat dibentuk Desa” 1.6.2. Teori Kewenangan Dalam ketatanegaraan dikenal jenis pelimpahan wewenang yaitu atribusi, delegasi dan mandat. Atribusi Dalam Kamus Istilah Hukum Belanda Indonesia dikatakan atribusi (attributie) bermakna pembagian (kekuasaan), seperti kata attribute van rechtsmacht mengandung arti pembagian kekuasaan kepada berbagai instansi (absolute competentie atau kewenangan mutlak lawan dari distributie van rechtmacht).9Substansi atribusi adalah menciptakan suatu
9.
N.E. Algra et. al., 1983, Kamus Istilah Hukum Fockema Andreae Belanda Indonesia, Binacipta, Jakarta, h.38.
16
wewenang dimaksudkan untuk melengkapi organ pemerintahan dengan penguasa pemerintah dan wewenang-wewenangnya.10Kewenangan atribusi hanya dapat dilakukan oleh pembentuk undang-undang (legislator) yang orisinil. Hal yang sama, seperti tertuang dalam Algement Bepalinge van Administratief Recht, kewenangan atribusi yaitu undang-undang (dalam arti material) menyerahkan wewenang-wewenang tertentu kepada organ tertentu.11 Dalam teori kewenangan juga dikenal pelimpahan kewenangan dengan cara delegasi. Proses pelimpahan kewenangan secara delegasi adalah pelimpahan wewenang oleh organ pemerintahan kepada organ lain untuk mengambil keputusan dengan tanggung jawab sendiri. Artinya pemberi wewenang telah lepas dari tanggung jawab hukum atau dari tuntutan pihak ketiga jika dalam penggunaan wewenang itu menimbulkan kerugian pada pihak lain. Kewenangan delegasi berbeda dengan kewenangan atribusi, kewenangan delegasi di tuntut adanya dasar hukum sehingga pelimpahan kewenangan itu dapat ditarik kembali oleh pendelegans. Menurut Philipus M. Hadjon, pelimpahan wewenang pemerintahan melalui delegasi terdapat syarat-syarat sebagai berikut : 1) Delegasi harus bersifat definitif, delegans tidak dapat lagi menggunakan wewenang yang telah dilimpahkan. 2) Delegasi hanya dimungkinkan jika ada ketentuan untuk itu dalam peraturan perundang-undangan. 3) Delegasi todak kepada bawahan, artinya dalam hubungan hierarki kepegawaian tidak diperkenankan adanya delegasi.
10.
Agussalim Andi Gadjong, 2007, Pemerintahan Daerah (Kajian Politik dan hukum), Ghalia Indonesia, Bogor, h.101. 11.
Ridwan HR, op.cit. h. 106.
17
4) Kewajiban memberikan keterangan (penjelasan). Artinya delegans berwenang untuk meminta penjelasan tentang pelaksanaan wewenang tersebut 5) Peraturan kebijakan (beleidsregel), artinya delegans memberikan instruksi (petunjuk) tentang penggunaan wewenang tersebut.12 Mandat adalah suatu bentuk pemberian kewenangan oleh mandat dalam pergaulan hukum bersifat perintah.Menurut H.D. van Wijk/Willem Konijnenbelt mandat terjadi ketika organ pemerintahan mengizinkan kewenangannya dijalankan oleh organ lain atas namanya.13 Jadi penerima mandat bertindak atas nama orang lain. Kedudukan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam sistem otonomi Desa tidak terlepas dari adanya pemberian wewenang dari pemerintah Pusat kepada pemerintah Daerah yang selanjutnya diteruskan oleh pemerintah daerah kepada pemerintahan yang paling dasar yaitu pemerintahan Desa.Kewenangan dan kedudukan Badan Permusyawaratan Desa (BPD)
merupakan wujud dari
pendelegasian wewenang antara pemerintah Pusat kepada pemerintah Daerah. Proses pedelegasian kewenangan dari pemerintah Desa dapat dilihat dalam Pasal 29 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa yang menyebutkan. “kedudukan BPD sebagai unsur pelaksana pemerintahan di Desa”. Jika dilihat dari bunyi Pasal 29 Peraturan Pemerintah No 72 tahun 2005 tentang Desa tersebut.Maka kewenangan yang dimiliki oleh BPD merupakan kewenangan yang didelegasikan oleh kewenangan di atasnya. 1.6.3. Asas-asas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
12.
Ridwan HR, loc.cit.h.107.
13.
Ibid, h. 105.
18
Dalam peyelenggaraan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia menganut asas Desentralisasi, Dekosentrasi dan Tugas Pembantuan. Penerapan ketiga asas tersebut dalam sistem pemerintahan dimaksudkan agar dapat membantu proses pelaksanaan pemerintahan, baik yang ada di Pusat maupun yang ada di Daerah terutama dalam hal pelimpahan kewenangan yang dimiliki oleh masing-masing tingkat pemerintahan. Secara etimologi,desentralisasi terdiri kata “de” artinya lepas dan “sentrum” artinya pusat.Jadi secara harafiah, artinya lepas dari pusat.14Dalam Encyclopedia of the Social Sciences yang dikutip Rian Nogroho, disebutkan bahwa desentralisasi sebagai penyerahan wewenang dari pemerintah yang lebih tinggi kepada pemerintah yang lebih rendah.15Pengertian desentralisasi juga tertuang dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dalam Ketentuan Umum Pasal 1 ayat 8 yang bunyinya,” Desentralisasi adalah penyerahan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Pusat kepada Daerah otonom berdasarkan Asas Otonomi”. Selain desentralisasi di dalam Ketentuan Umum Pasal 1 ayat 8 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
daerah
disebutkan
juga
pengertian
asas
penyelenggaraan
pemerintahan daerah yaitu Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan. Ketentuan Umum Pasal 1 ayat 9 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang menyebutkan pengertian dekonsentrasi yaitu
14.
Rian Nugroho Dwidjomijoto, 2002, Desentralisasi Tanpa Revolusi, Gramedia, Jakarta, h.35. 15.
Ibid.
19
pelimpahan sebagian urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat kepada Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat, kepada instansi vertikal di wilayah tertentu, dan/atau kepada Gubernur dan Bupati/Walikota sebagai penanggung jawab urusan pemerintahan umum.Menurut Nurcholis asas dekosentrasi terbentuk karena adanya suatu wilayah kerja pejabat daerah yang biasa dikenal dengan istilah wilayah administrasi yang menerima sebagian wewenang dari pemerintah pusat.16 Dasar pertimbangan dan tujuan diselenggarakannya asas dekonsentrasi yaitu: 1) Terpeliharanya keutuhan Negara Republik Indonesia; 2) Terwujudnya pelaksanaan kebijakan nasional dalam mengurangi kesenjangan antar daerah; 3) Terwujudnya keserasian hubungan antar susunan pemerintahan dan antar pemerintahan di daerah; 4) Teridentifikasinya potensi dan terpeliharanya keanekaragaman sosial budaya daerah; 5) Tercapainya efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan pemerintahan, serta pengelolaan pembangunan dan pelayanan terhadapkepentingan umum masyarakat, dan 6) Terciptanya komunikasi sosial kemasyarakatan dan sosial budaya dalam system administrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia.17 Sedangkan pengertian Tugas pembantuan terdapat di dalam Ketentuan Umum Pasal 1 ayat 11 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 adalah penugasan dari Pemerintah Pusat kepada daerah otonom untuk melaksanakan sebagian urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat atau dari
16.
Hanif Nurcholis, op.cit, h. 21.
17.
Hanif Nurcholis, loc.cit.
20
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota untuk melaksanakan sebagian urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah Provinsi. Ada beberapa latar belakang perlunya diberikan tugas pembantuan kepada Daerah dan Desa, yaitu: 1) Adanya peraturan perundang-undangan yang membuka peluang dilakukannya pemberian tugas pembantuan dari pemerintah kepada daerah dan desa dan dari pemerintah daerah kepada desa (Pasal 18A UUD 1945 sampai pada UU pelaksananya : UU Nomor 32 Tahun 2004 dan UU Nomor 33 Tahun 2004) 2) Adanya kemauan politik untuk memberikan pelayanan yang lebih baik kepada seluruh lapisan masyarakat dengan prinsip lebih murah, lebih cepat, lebih mudah dan lebih akurat. 3) Adanya keinginan politik untuk menyelenggarakan pemerintahan, pembangunan dan pemberian pelayanan kepada masyarakat secara lebih ekonomis, lebih efisien, lebih transparan dan akuntabel. 4) Kemajuan Negara secara keseluruhan akan sangat ditentukan oleh kemajuan daerah dan desa yang ada didalam wilayahnya. 5) Citra masyarakat akan lebih mudah diukur oleh masyarakat melalui maju atau mundurnya suatu desa atau daerah. Citra inilah yang akan memperkuat atau memperlemah dukungan masyarakat terhadap pemerintah yang sedang berkuasa.18 Tugas pembantuan yang diberikan oleh pemerintah Pusat kepada Daerah atau Desa meliputi sebagian tugas-tugas Pemerintah yang apabila dilaksanakan oleh Daerah atau Desa akan lebih efisien dan efektif. Tugas pembantuan yang diberikan
oleh
pemerintah
Provinsi
sebagai
daerah
otonom
kepada
Kabupaten/Kota meliputi sebagian tugas-tugas provinsi antara lain dalam bidang pemerintahan yang bersifat lintas Kabupaten/Kota serta sebagian tugas dalam bidang tertentu lainnya. Tugas pembantuan yang diberikan oleh pemerintah
18.
Muhammad Fauzan, 2009, Otonomi dan Penyelenggaraannya di Daerah, Makalah pada seminar “Aspirasi Publik di Daerah”,Banjarmasin, Tanggal 17-20 November.
21
Kabupaten/Kota kepada Desa mencakup sebagian tugas-tugas Kabupaten/Kota dibidang pemerintahan yang menjadi wewenang Kabupaten/Kota. 1.6.4. Konsep Pengawasan Istilah pengawasan dalam bahasa Indonesia berasal dari kata “awas”, sedangkan dalam bahasa inggris disebut controlling yang diterjemahkan dengan istilah pengawasan dan pengendalian, sehingga istilah controlling lebih luas artinya daripada pengawasan. Akan tetapi dikalangan ahli atau sarjana telah disamakan pengertian “controlling” ini dengan pengawasan, jadi pengawasan adalah termasuk pengendalian.19Pengawasan adalah kegiatan mengawasi, menilik, menjaga, dan mengendalikan semua kegiatan supaya kegiatan itu berjalan sesuai dengan rencana yang sudah di tetapkan jadi fungsi pengawasan bukan mencaricari kesalahan tapi mengarahkan agar semua kegiatan berjalan sesuai dengan rencana.20 Dalam rangka mencapai tujuan dari pemerintah yang telah direncanakan maka perlu ada pengawasan, karena dengan pengawasan tersebut maka tujuan yang akan dicapai dapat dilihat dengan berpedoman rencana yang telah ditetapkan terlebih dahulu oleh pemerintah, jadi pengawasan sangat penting dalam melaksanakan pekerjaan dan tugas pemerintahan. Adapun tujuan pengawasan menurut Situmorang dan Jahir adalah agar terciptanya aparat yang bersih dan berwibawa yang didukung oleh suatu sistem manajemen pemerintah yang berdaya guna dan berhasil serta ditunjang oleh partisipasi masyarakat yang konstruksi dan 19.
Victor M. Situmorang, 1994, Aspek Hukum Pengawasan Melekat, PT. Rineka Cipta, Jakarta, h. 18. 20.
Hanif Nurcholis, op.cit.h.195.
22
terkendali dalam wujud pengawasan masyarakat (control social) yang obyektif, sehat dan bertanggung jawab.21 Dalam pengawasan dikenal dua jenis pengawasan yaitu pengawasan preventif dan pengawasan represif.Pengawasan preventif adalah pengawasan yang bersifat mencegah, mencegah artinya menjaga jangan sampai suatu kegiatan itu terjerumus pada kesalahan. Sedangkan pengawasan represif yaitu pengawasan yang berupa penagguhan atau pembatalan terhadap kebijakan yang telah ditetapkan daerah, baik berupa Peraturan Daerah, keputusan Kepala Daerah, keputusan
DPRD
maupun
keputusan
pimpinan
DPRD
dalam
rangka
penyelenggaraan pemerintahan Daerah. Selain pengawasan preventif dan represif, macam-macam pengawasan juga ada pengawasan intern dan pengawasan ekstern. Pengawasan Intern, adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparat dalam organisasi itu sendiri. Pada dasarnya pengawasan harus dilakukan oleh pucuk pimpinan sendiri, akan tetapi di dalam praktek hal ini tidak selalu mungkin. Oleh karena itu setiap pimpinan dalam organisasi pada dasarnya berkewajiban membantu pucuk pimpinan untuk mengadakan pengawasan secara fungsional sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing.Sedangkan
pengawasan
ekstern
adalah
pengawasan
yang
dilakukan aparat dari luar organisasi sendiri, seperti pengawasan dibidang keuangan oleh badan pemeriksa keuangan.22 21.
Titik Triwulan T, 2011, Hukum Tata Usaha Negara dan Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara Indonesia, Prenada Media Group, Jakarta. h. 454. M. Hamam al Mahmud, 2013, “Sistem Pengawasan Terhadap Penyelenggaraan Pemerintah Daerah & APBD”, Serial Online Jan-Apr, URL: http://mhamamalmamud.blogspot.com. Diakses tanggal 7 April 2015. 22.
23
Pengawasan yang dilakukan oleh Badan Permusyawaratan Desa (BPD) terhadap kinerja kepala desa, jenis pengawasan yang dilakukan bisa pengawasan preventif maupun pengawasan represif.Sedangkan macam-macam pengawasan yang
dilakukan
yaitu
pengawasan
intern
karena
kedudukan
Badan
Permusyawaratan Desa (BPD) merupakan bagian dari penyelenggara pemerintah Desa bersama-sama dengan Kepala Desa. Jadi Badan Permusyawaratan Desa bisa langsung mengawasi kinerja kepala desa tersebut dengan tujuan yang telah disebutkan diatas yaitu agar terciptanya aparat yang bersih dan berwibawa yang didukung oleh suatu sistem manajemen pemerintah yang berdaya guna dan berhasil serta ditunjang oleh partisipasi masyarakat yang konstruksi dan terkendali dalam wujud pengawasan masyarakat (control social) yang obyektif, sehat dan bertanggung jawab.
1.7.
Metode Penelitian a. Jenis Penelitian Dalam penelitian hukum dikenal dua jenis penelitian, yakni penelitian
hukum normatif dan penelitian empiris.Penelitian hukum normatif merupakan penelitian hukum yang dilakukan dengan menggunakan pendekatan perundangundangan ditambah dengan buku-buku, jurnal, makalah, serta pendapat para ahli hukum.23Sedangkan penelitian hukum empiris merupakan penelitian hukum yang
23.
Amirudin dan Zainal Asikin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, h. 118.
24
dilakukan terhadap permasalahan yang ada di tengah-tengah masyarakat kemudian menganalisanya dengan peraturan perundang-undangan.24 Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode penelitian hukum empiris, yaitu suatu penelitian yang beranjak dari adanya kesenjangan antara keadaan teori dengan fakta hukum, dan atau adanya situasi ketidaktahuan yang dikaji untuk pemenuhan kepuasan akademik.25 Dalam hal ini hukum, hukum di konsepsikan sebagai suatu gejala empiris yang dapat diamati dalam kehidupan nyata yaitu dengan mengkaji suatu permasalahan yang muncul dalam praktik pengawasan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) terhadap kinerja Kepala Desa yang kurang efektif dan belum optimal. b. Jenis Pendekatan Berdasarkan judul penelitian
yang telah dijabarkan dalam beberapa
rumusan masalah dan duhubungkan dengan tujuan-tujuan yang ingin dicapai sebagaimana diuraikan di atas, maka jenis pendekatan yang digunakan ialah Pendekatan Perundang-undangan (The Statute Approach) dan Pendekatan Fakta (The Fact Approach), yang dikaji menggunakan interpretasi hukum terhadap bahan-bahan hukum yang relevan dalam menjelaskan tema sentral, yang diuraikan sesuai dengan masing-masing rumusan masalah dalam penelitian ini dan di argumentasikan secara teoritik berdasarkan konsep-konsep hukum.26
24.
Ibid, h. 42.
25.
Ibid, h. 25.
26.
Soerjono Soekanto, 1985, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 16.
25
c. Sifat Penelitian Dalam penelitian empiris menurut sifatnya ada 3 macam yaitu penelitian eksplorator (menjelajah), penelitian deskriptif (melukiskan) dan penelitian eksplanator (menjelaskan). Dari tiga sifat penelitian tersebut, dalam skripsi ini akan dipakai penelitian hukum yang bersifat deskriptif. Penelitian yang bersifat deskriptif adalah bertujuan untuk menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu atau untuk menentukan penyebaran suatu gejala, atau untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat.27 d. Data dan Sumber Data 1. Data Primer adalah data yang bersumber dari penelitian lapangan yaitu baik dari responden maupun informan. Data primer yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah denga melakukan wawancara langsung terhadap pihak terkait dalam hal ini yaitu Kepala Desa, Kepala BPD beserta anggota BPD dan masyarakat Desa Antap Kecamatan Selemadeg Kabupaten Tabanan serta pihak-pihak yang terkait dalam pelaksanaan pengawasan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) terhadap Kinerja Kepala Desa. 2. Data Sekunder adalah suatu data yang bersumber dari penelitian kepustakaan yaitu data yang diperoleh tidak secara langsung dari sumber pertamanya, melainkan bersumber dari data-data yang sudah terdokumenkan dalam bentuk
27.
Hilman Hadikusuma, 1995, Metode Pembuatan Kertas Kerja atau Skripsi 2. Ilmu Hukum, Mandar Maju, h. 10-11.
26
bahan-bahan hukum. Adapun data sekunder yang penulis gunakan dalam penelitian ini, antara lain: a. Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat terdiri dari instrument hukum nasional, terdiri dari: 1. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, 2. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, 3. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, 4. Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, 5. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa, 6. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksana Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, 7. Peraturan Daerah Kabupaten Tabanan Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pembentukan Badan Permusyawaratan Desa. b. Bahan hukum sekunder merupakan sumber bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer sekaligus mendukung bahan hukum primer.28 Bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penelitian ini yakni buku, buku hukum, jurnal-jurnal hukum, karya tulis hukum atau pandangan ahli hukum yang termuat dalam media masa, kamus dan ensiklopedi hukum dan internet dengan menyebut nama situsnya. e. Teknik Pengumpulan Data
28.
Amirudin dan Zainal Asikin, op.cit, h. 120.
27
Adapun teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penulisan skripsi ini adalah: 1. Studi Kepustakaan Dalam penelitian ini akan dikumpulkan data-data kepustakaan yang dapat dilakukan dengan cara membaca, mempelajari, dan menganalisa buku-buku, peraturan-peraturan,
surat
kabar,
majalah
dan
laporan
penelitian,
selanjutnyamengambil teori-teori dan penjelasan dari bahan bacaan yang relevan dengan materi karya tulis ini.29 2. Wawancara (interview) Wawancara dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada informan yang dirancang atau telah dipersiapkan sebelumnya untuk memperoleh jawaban-jawaban yang relevan dan mendukung permasalahan yang diajukan dalam penelitian.Dan dari jawaban ini diadakan pencatatan sederhana yang kemudian diolah dan dianalisa.30 f. Teknik Penentuan Sampel Penelitian Teknik pengambilan sampel yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah teknik probabilitas/teknik random sampling yaitu bahwa semua elemen atau setiap unit atau individu dalam populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi sampel.
29.
30.
Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta, h.12.
Kontjacaningrat, 1980, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Gramedia, Jakarta, Cetakan ketiga, h.163.
28
g. Pengolahan dan Analisis Data Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif.Analisis data kualitatif adalah data yang diperoleh dilapangan ditulis/diketik dalam bentuk uraian atau laporan yang terperinci. Laporan tersebut direduksi, dirangkum, dipilih hal-hal yang pokok, difokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya, kemudian disimpulkan dan nantinya menghasilkan deskriptif analisis, yaitu apa yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan dan juga perilaku yang nyata, yang diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh.