BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Indonesia disebut sebagai negara penghasil rempah-rempah, yang juga
dikenal sebagai salah satu dari tujuh negara yang memiliki keanekaragaman hayati terbesar kedua setelah Brazil. Kondisi tersebut tentu sangat potensial bagi Indonesia dalam pengembangan produk rempah-rempah yg sangat berguna sebagai pemberi cita rasa selain juga sebagai tanaman obat. Tanaman salam
merupakan salah
satu
tanaman rempah, digunakan
sebagai pemberi cita rasa (flavoring) didalam berbagai jenis masakan (seperti sop ikan, rendang. Namun pemanfaatan daun salam sendiri masih sangat sederhana, yaitu dengan menambahkan langsung bahan asal ke dalam makanan baik dalam bentuk utuh maupun potongan. Cara tersebut memiliki kelemahan terutama bila diterapkan dalam skala industri. Sedangkan menurut Tan (1981), kelemahan pengggunaan langsung bahan asal yaitu jumlah flavor yang terekstrak dan meresap ke dalam masakan atau minuman rendah tidak seragam sehingga sulit untuk distandarisasi, juga kurang hiegenis karena bahan sering terkontaminasi oleh jamur atau kotoran dan bahan asing. Dalam perkembangannya dihasilkan produk minyak atsiri daun salam yang juga memiliki kelemahan yaitu kehilangan senyawa volatil dalam proses pengolahan serta mudah mengalami oksidasi,
bersifat sensitif terhadap cahaya, panas dan oksigen, sehingga mempunyai masa simpan yang terbatas. Oleh karena itu perlu dilakukan pengembangan produk dengan bahan dasar daun salam sebagai sumber senyawa flavor dalam bentuk sediaan, Pengembangan bentuk dan penggunaan ini merupakan tuntutan pengguna yang menginginkan kepastian keamanan dan khasiat, serta bentuk yang menarik, praktis, dan stabil. Perlindungan terhadap sumber senyawa flavor tersebut salah satunya dengan teknolongi mikroenkapsulasi. Mikroenkapsulasi merupakan salah satu teknik dimana droplet cairan atau partikel padatan (core/inti) dilapisi dengan film yang tipis dari bahan pelindung (wall/enkapsulan). Enkapsulan ini akan melindungi inti dari kerusakan. Menurut Gharsallaui dkk. (2007), tujuan mikroenkapsulasi dalam industri pangan yaitu untuk mengurangi reaktivitas inti dengan faktor lingkungan, mengurangi tranfer bahan inti ke lingkungan luar, memudahkan penanganan, menutupi rasa inti dan untuk melarutkan inti ketika digunakan dalam jumlah sedikit. Produk mikrokapsul dapat dihasilkan dengan berbagai teknik. Salah satu teknik yang paling banyak digunakan adalah teknik spray drying. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi retensi bahan aktif dalam mikrokapsul hasil spray drying diantaranya adalah jenis enkapsulan. Diantara berbagai jenis enkapsulan, salah satunya adalah gelatin yang telah banyak dikembangkan. Aplikasi gelatin yang luas dan baik pada berbagai produk pangan telah dilaporkan. Dalam penelitian Liu et al. (2010) pencampuran gelatin babi dan gum arab dapat melindungi asam lemak essensial dalam flaxseed
oil dan menghambat oksidasi produk selama penyimpanan. Shahidi dan Han (1993) juga mengatakan
bahwa gelatin sudah digunakan secara luas untuk
enkapsulasi karena mempunyai sifat film yang baik. Untuk itu pemanfaatan kulit ikan sebagai gelatin menjadi solusi baru untuk pengembangan produk gelatin. Dewasa ini telah banyak berkembang industri fillet ikan. Pada industri ini, bagian ikan yang diambil hanya dagingnya saja. Sedangkan tulang dan kulitnya hanya dianggap sebagai limbah. Bagi aspek lingkungan, penggunaan kulit ikan menjadi gelatin dapat mengurangi dampak pencemaran yang ditimbulkan, selain dapat meningkatkan nilai ekonomis dari ikan tersebut (Gomez-Guillen et al., 2002). Ikan kurisi (Nemipterus spp) dari famili Nemipteridae setiap bulan hampir selalu tertangkap di perairan teluk Indonesia. Ikan kurisi merupakan ikan dengan nilai ekonomis penting bagi nelayan di perairan tersebut. Rahardjo et al. (1999) memasukkan ikan kurisi ke dalam kelompok komoditas unggulan sekunder lokal. Potensi sumber daya ikan kurisi yang besar ini belum dikelola secara optimal (Sjafei dan Robiyani, 2001). Menurut kajian dari Direktorat Jendral Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan, bahwa harga komoditas perikanan di beberapa TPI dan pasar grosir, untuk ikan kurisi memiliki harga yang relatif murah (Anonim, 2011). Berdasarkan uraian diatas, maka penelitian tentang mikroenkapsulasi minyak atsiri daun salam dengan enkapsulan gelatin
kulit ikan kurisi serta
aplikasinya sebagai produk pangan perlu dilakukan. Penerapan kondisi mikroenkapsulasi
yang sesuai dapat menghasilkan produk mikrokapsul yang
akan mempunyai sifat dan fungsi seperti yang diinginkan, serta menghasilkan mikrokapsul dengan karakteristik yang bisa melindungi senyawa aktif di dalamnya.
1.2 Tujuan Penelitian 1.2.1 Mempelajari karakteristik gelatin (proksimat, asam
amino, berat
molekul, kekuatan gel, viskositas, titik leleh, warna, pH, foam expantion dan foam stability) dibandingkan dengan gelatin komersial yang berasal dari mamalia. 1.2.2 Mengetahui Peran gelatin ikan kurisi dalam proses emulsifikasi minyak atsiri daun salam. 1.2.3. Mengetahui karakteristik dan efisiensi mikrokapsul minyak atsiri daun salam dengan spray dryer menggunakan gelatin kulit ikan kurisi dan gelatin sapi komersial.
1.3
Manfaat Penelitian 1.3.1 Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang produk daun salam segar menjadi bentuk bubuk yang lebih praktis dan mudah penyajiannya. 1.3.2 Pemanfaatan kulit ikan kurisi sebagai bahan baku pembuatan gelatin merupakan solusi dalam penanganan limbah industri pengolahan ikan.
1.3.3 Memberikan gambaran mikroenkapsulasi minyak atsiri daun salam dengan enkapsulan dari gelatin kulit ikan kurisi dibandingkan dengan gelatin komersial.