BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Stroke merupakan satu dari masalah kesehatan yang penting bagi individu maupun masyarakat. Identifikasi awal faktor risiko yang meningkatkan angka kejadian stroke, akan memberikan kontribusi signifikan terhadap perbaikan kesehatan sehingga intervensi terhadap faktor risiko dapat menjadi target yang menguntungkan (Di Napoli et al., 2005). Stroke menjadi penyebab kematian ketiga terbesar di sebagian besar negara di dunia. Stroke selalu masuk dalam empat besar penyebab kematian tertinggi diantara negara-negara Asia Tenggara sejak tahun 1992, prevalensi kejadiannya 4,5 juta dengan insidensi 1,8 juta per tahun (American Heart Association-World Stroke Organization, 2011). Jumlah pasien stroke di RS Dr. Muwardi Surakarta dari data rekam medis tanggal 1 Januari 2014 sampai 1 September 2015 yang berobat ke poli saraf sebanyak 545 pasien stroke hemoragik dan 2181 pasien stroke non hemoragik, sedangkan untuk pasien rawat inap tercatat 294 pasien stroke hemoragik dan 488 pasien stroke non hemoragik. Stroke di Indonesia merupakan penyebab kematian nomor dua. Prevalensi stroke non hemoragik di Jawa Tengah pada tahun 2012 sebesar 0,07 lebih rendah dibanding tahun 2011 (Departemen Kesehatan, 2012).
1
2
Hampir tiga perempat dari satu juta individu di Amerika Serikat yang terkena stroke dan 150.000 (90.000 wanita dan 60.000 laki-laki) meninggal akibat stroke tiap tahun, pada saat yang sama terdapat hampir dua juta orang yang hidup dengan stroke. Jumlah penderita stroke yang meninggal di China, kurang lebih 1,5 juta tiap tahun (Caplan, 2009; Setyopranoto, 2012). Biomarker telah digunakan sebagai prediktor di beberapa penelitian. Biomarker-biomarker ini dibandingkan dengan luaran klinis stroke, gambaran histopatologis dan gambaran imaging yang relevan (Kingstone et al., 2012). C- Reactive Protein atau CRP adalah salah satu biomarker inflamasi yang mungkin merefleksikan progresivitas penyakit pembuluh darah. CRP adalah biomarker prognostik potensial stroke iskemik, digunakan dalam mengevaluasi inflamasi secara patologis dan secara luas telah dijadikan bahan penelitian pengaruhnya terhadap perkembangan aterosklerosis (Van Gilder et al., 2012). Inflamasi pada tingkat molekular, memegang peranan penting dalam pembentukan plak aterosklerosis. Peningkatan kadar serum CRP menunjukkan secara konsisten tetapi tidak spesifik sebagai marker penyakit aterosklerosis sistemik. Peningkatan kadar serum CRP biasanya menggambarkan proses inflamasi dalam patogenesis penyakit aterosklerosis (Kingstone et al., 2012). Sebagian besar patofisiologi yang mendasari terjadinya stroke iskemik adalah aterosklerosis. Stroke iskemik dapat terjadi oleh berbagai penyebab, dengan aterosklerosis arteri karotis ekstrakranial menjadi salah satu penyebab utama. Aterosklerosis arteri karotis sebagian besar disebabkan
3
oleh kelainan pada dinding pembuluh darah. Aterosklerosis merupakan penyakit degeneratif difus arteri, dimana pada beberapa segmen arteri bisa terbentuk plak (Sahoo R, 2009; Kingstone et al., 2012 ). Carotid Intima Media Thickness (CIMT) menunjukkan komplek intima-media arteri karotis, yang terdiri dari sel endotel, jaringan penghubung dan otot polos, yang merupakan lokasi terbentuknya plak. CIMT telah tegak sebagai marker sonografi untuk aterosklerosis awal dan penebalan komplek intima-media merefleksikan aterosklerosis umum. Beberapa penelitian telah menunjukkan hubungan peningkatan CIMT dengan infark miokard ataupun stroke pada usia pertengahan dan usia tua (Lee et al, 2007; Harris, 2012; Kingstone, 2012). Penelitian Folsom et al (2011) menunjukkan bahwa individu dengan aterosklerosis karotis dan possibly LVH (Left Ventricular Hypertrophy) mempunyai peningkatan risiko untuk terjadinya stroke baik iskemik maupun stroke perdarahan. Ultrasonografi B-mode resolusi tinggi dapat mengevaluasi perubahan morfologi yang terjadi dan CIMT dapat diukur secara akurat. Banyak penelitian menunjukkan bahwa CIMT dapat dijadikan penanda aterosklerosis pada pembuluh darah lain. Hal ini merupakan petunjuk penting manfaat klinik pengukuran kelainan arteri yang jauh dari daerah vaskuler yang bersangkutan (Harris, 2012). Peran CRP dan CIMT sebagai marker aterosklerosis pada stroke kurang dipelajari secara ekstensif dibandingkan dengan penyakit arteri koroner.
4
Selain itu, hanya sedikit penelitian yang telah menganalisis hubungan antara peningkatan kadar CRP dengan CIMT pada stroke iskemik. Penulis ingin mengetahui hubungan antara kadar serum high sensitivity C-Reactive Protein (hs-CRP) dengan CIMT pada stroke iskemik di RSDM Surakarta, dimana sampai saat ini belum ada penelitian mengenai hal tersebut di RSDM Surakarta.
B. RUMUSAN MASALAH 1. Apakah ada hubungan antara kadar serum high sensitivity C-reactive protein dengan CIMT pada pasien stroke iskemik di RSUD Dr. Moewardi Surakarta?
C. TUJUAN PENELITIAN 1. Untuk mengetahui hubungan antara kadar serum high sensitivity C-reactive protein dengan CIMT pada stroke iskemik sehingga dapat memberikan petunjuk upaya preventif dan pengembangan terapi yang lebih efektif 2. Untuk menganalisa apakah peningkatan kadar serum high sensitivity Creactive protein merupakan faktor risiko tidak langsung stroke iskemik melalui hubungannnya dengan aterosklerosis arteri karotis sehingga dapat memberikan petunjuk upaya preventif dan pengembangan terapi yang lebih efektif
5
D. MANFAAT PENELITIAN 1.
Manfaat bidang akademik Memberikan masukan bidang neurologi hubungan kadar serum high sensitivity C-reactive protein dengan CIMT pada stroke iskemik
2.
Manfaat bidang pelayanan Praktisi kesehatan dapat mengetahui bahwa peningkatan kadar serum high sensitivity C-reactive protein berhubungan dengan peningkatan CIMT sebagai salah satu biomarker aterosklerosis umum yang merupakan salah satu penyebab stroke iskemik sehingga dapat memberi tatalaksana yang tepat secara dini.
3.
Manfaat dibidang Kedokteran Keluarga Mengetahui faktor risiko aterosklerosis umum yang ditandai dengan peningkatan CIMT dan peningkatan kadar serum high sensitivity C-reactive protein serta mengatasinya sejak awal agar dapat mencegah terjadinya stroke iskemik berulang