FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGANDENGAN KEJADIAN KUSTA (Studi Kasus Di Wilayah Kerja Puskesmas Kunduran Blora Tahun 2012)
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat Untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
Oleh Silvia Indriani NIM. 6450408021
JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN 2014
Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang April 2014
ABSTRAK
Silvia Indriani Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian Kusta (Studi Kasus di Wilayah Kerja Puskesmas Kunduran Kabupaten Blora) xv + 80 halaman + 29 tabel + 2 gambar + 18 lampiran
Kabupaten Blora pada tahun 2012, selama tiga tahun terakhir menunjukkan bahwa prevalensi belum mencapai pada kondisi eliminasi indikator secara nasional angka kesakitan kusta mencapai harus kurang dari 1/10.000.Wilayah kerja Puskesmas Kunduran salah satu puskesmas di kabupaten Blora yang endemis tinggi penyakit kusta.Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara faktor risiko dengan kejadian kusta di wilayah kerja puskesmas Kunduran Kabupaten Blora. Penelitian ini menggunakan pendekatan kasus kontrol. Populasi penelitian adalah penderita kusta yang tercatat dalam rekam medis puskesmas Kunduran. Sampel penelitian yaitu 40 kasus dan 40 kontrol.Instrumen penelitian berupa kuesioner.Analisis data menggunakan uji chi square. Hasil penelitian didapatkan ada hubungan antara jenis pekerjaan (p = 0,007; OR= 3,955; 95%CI= 1,546-10,114), status sosial ekonomi (p = 0,000; OR = 6,926; 95%CI= 2,380-20,157), tingkat pendidikan (p= 0,000; OR= 13,222; 95%CI= 4,400-39,732), personal hygiene (p = 0,005; OR = 0,212; 95%CI= 0,0760,591) dengan kejadian kusta dan tidak ada hubungan antara jenis kelamin (p = 0,178; OR = 2,037; 95% CI= 0,834-4,976), umur (p = 0,780; OR = 0,731; 95%CI= 0,243-2,201), dan tingkat pengetahuan (p = 1,000; OR = 0,848; 95%CI= 0,275-2,613) dengan kejadian kusta. Hendaknya puskesmas Kunduran melakukan berbagai penyuluhan terkait dengan penyakit kusta.Hal ini harus dilakukan hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat di wilayah kerja puskesmas Kunduran memiliki pengetahuan rendah tentang penyakit kusta. Kata Kunci: Kusta, tingkat pengetahuan, personal hygiene, jenis pekerjaan
ii
Public Health Departement Sport Science Faculty Semarang State University April 2013 ABSTRACT
Silvia Indriani Risk Factors that related to leprosy incidence (A Case Study at the working area of Public health centers of Kunduran Blora) xv+ 80 page + 29 tables + 2 figures + 18 appendices Blora distric in 2012, during the last three years showed that the prevalence of the condition has not been reached on the national indicators elimination of leprosy reached morbidity should be less than 1/10.000. Kunduran public health centre is one Blora district health centers in high endemic leprosy. The purpose of this study is to determine Risk Factors that related to leprosy incidence in the working area of public health centers of Kunduran Blora District. This research methode was a case-control study. The study population was patients with leprosy were recorded in the medical record in Kunduran Public health centers. The research samples are 40 cases and 40 controls. Research instruments such as questionnaires. Data analyze using chi square test. The results of the study is there are relationship between the type of work (p = 0,007; OR = 3,955; 95%CI= 1,546-10,114), Socioeconomic status (p = 0,000; OR = 6,926; 95%CI= 2,380-20,157), level of education (p = 0,000; OR = 13,222; 95%CI= 4,400-39,732), personal hygiene (p = 0,005; OR = 0,212; 95% CI= 0,076-0,591)and no association between the sex (p = 0,178; OR = 2,03795% CI= 0,834-4,976), age (p = 0,780; OR = 0,731; 95%CI= 0,243-2,201) , dan level of knowledge(p = 1,000; OR = 0,848; 95%CI= 0,275-2,613) the incidence of leprosy. The suggestions for Kunduran Public health center are toshould perform a variety of counseling associated with leprosy. This should do the results showed that the majority of people in the working area Kunduran public health centers have low knowledge about the disease. Keywords: Leprosy, level of knowledge, personal hygiene, type of work
iii
iv
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO 1. Masyarakat hanya akan sehat, apabila setiap insan ikut serta menyehatkan dirinya serta lingkungannya (Juli Soemirat Slamet, 2002:5). 2. Raihlah ilmu, dan untuk meraih ilmu belajarlah untuk tenang dan sabar (Imam Al Ghazali).
PERSEMBAHAN
1. Skripsi
ini
untukAyah
saya
persembahkan
(Larsono
Untung
Suyanto) dan Ibu (Nurwiki) yang selalu memberikan do’a, semangat dan
kepercayaan
demi
keberhasilanku. 2. Khairul Huda suami tercinta yang selalu memberikan do’a, semangat dan motivasi. 3. Almamaterku Unnes.
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, berkah dan karuniaNya, sehingga skripsi yang berjudul “Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian Kusta (Studi Kasus di Wilayah Kerja Puskesmas Kunduran Blora Tahun 2012)”
dapat terselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun untuk
memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat pada Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang. Sehubungan dengan pelaksanaan penelitian sampai penyelesaian skripsi ini, dengan rendah hati disampaikan terima kasih kepada yang terhormat: 1. Dekan Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang, Bapak Dr.H. Harry Pramono, M.Si, atas persetujuan penelitian. 2. Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang, Ibu Dr. dr. Hj. Oktia Woro K.H., M.Kes., atas persetujuan penelitian. 3. Pembimbing I, Bapak Drs. Bambang Wahyono, M.Kes., atas bimbingan, arahan serta motivasinya dalam penyusunan skripsi ini. 4. Pembimbing II, Bapak Irwan Budiono, SKM, M.Kes(Epid) atas bimbingan, arahan serta motivasinya dalam penyusunan skripsi ini. 5. Bapak dan Ibu Dosen serta Staf Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang, atas bekal ilmu, bimbingan dan bantuannya.
vii
6. Kepala Bidang P2PLP Dinas Kesehatan Kabupaten Blora, Bapak Lilik Hernanto, SKM,M.Kes, atas ijin penelitian. 7. Kepala Puskesmas Kunduran Bapak dr.M. Jamil Muhlisin, MM atas ijin penelitian. 8. Ayah (Larsono Untung Suyanto) dan Ibu (Nurwiki), atas do’a, motivasi baik moril maupun materiil sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. 9. Suamiku (Khairul Huda), atas do’a dan semangat sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. 10. Kakak Kandungku Mas Wuwuh Prabowo atas dan semangat sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. 11. Sahabatku (Sri Rahayu, Zaenal), atas bantuan, do’a, semangat, dan motivasinya dalam penyusunan skripsi ini. 12. Teman Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Angkatan 2008, atas masukan serta motivasinya dalam penyusunan skripsi ini. 13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, atas masukannya dalam penyelesaian skripsi ini. Disadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna sehingga saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan guna penyempurnaan karya selanjutnya.Semoga skripsi ini bermanfaat. Semarang, Maret 2014
Penyusun
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL......................................................................................... i ABSTRAK........................................................................................................
ii
ABSTRACT......................................................................................................
iii
PERSETUJUAN...............................................................................................
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN....................................................................
v
KATA PENGANTAR.....................................................................................
vi
DAFTAR ISI.....................................................................................................
viii
DAFTAR TABEL.............................................................................................
xii
DAFTAR GAMBAR........................................................................................
xiii
DAFTAR LAMPIRAN.....................................................................................
xiv
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1 1.2 Rumusan Masalah...........................................................................
6
1.3 Tujuan Penelitian............................................................................. 8 1.4 Manfaat Penelitian........................................................................... 9 1.5 Keaslian Penelitian .........................................................................
10
1.6 Ruang Lingkup Penelitian ..............................................................
12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kusta ............................................................................................... 13 2.1.1 Pengertian Kusta................................................................. 13 2.1.2 Etiologi ..............................................................................
13
2.1.3 Cara Penularan ................................................................... 14 2.1.4 Epidemiologi......................................................................
14
2.1.5 Klasifikasi Penyakit Kusta.................................................. 15 2.1.6 Diagnosis............................................................................
17
2.1.7 Pemeriksaan Klinis ............................................................
19
2.1.8 Pencegahan.........................................................................
21
ix
2.1.9 Kecacatan............................................................................ 22 2.1.10 Pengobatan.......................................................................... 26 2.1.11 Reaksi Kusta.......................................................................
32
2.1.12 FaktorRisiko yang Berhubungan dengan Kejadian Kusta
36
2.2 Kerangka Teori................................................................................
40
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 KerangkaKonsep...........................................................................
41
3.2 HipotesisPenelitian........................................................................
41
3.3 Jenis dan Rancangan Penelitian.....................................................
42
3.4 Variabel Penelitian.........................................................................
43
3.4.1 Variabel Bebas.......................................................................
43
3.4.2 Variabel Terikat...................................................................... 43 3.5 Definisi Operasional....................................................................... 44 3.6 Populasi dan Sampel......................................................................
46
3.6.1 Populasi................................................................................. 46 3.6.2 Sampel Penelitian ................................................................
46
3.6.3 Teknik Pemilihan Sampel..................................................... 48 3.7 Sumber Data Penelitian................................................................ 3.7.1 Data Primer...........................................................................
50 50
3.7.2 Data Sekunder....................................................................... 50 3.8 Instrumen Penelitian....................................................................... 50 3.9 Validitas dan Reliabilitas................................................................ 50 3.10 Teknik Pengambilan Data............................................................
52
3.11 Prosedur Penelitian....................................................................... 52 3.12 TeknikAnalisis Data....................................................................
53
3.12.1 Analisis Univariat..............................................................
53
3.12.2 Analisis Bivariat................................................................
53
BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian..............................................
56
4.2 Hasil Penelitian .............................................................................. 56
x
4.2.1 Deskripsi Responden..........................................................
56
4.2.2 Analisis Univariat...............................................................
60
4.2.2.1 Umur................................................................
60
4.2.2.2 Jenis Pekerjaan..................................................
60
4.2.2.3 Status Sosial Ekonomi....................................... 61 4.2.2.4 Tingkat Pendidikan...........................................
61
4.2.2.5 Tingkat Pengetahuan.........................................
62
4.2.2.6 Personal Hygiene............................................... 62 4.2.3 Analisis Bivariat................................................................. 4.2.3.1
Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Kejadian Kusta..................................................
4.2.3.2
63
63
Hubungan antara Umur dengan Kejadian Kusta.................................................................. 64
4.2.3.3
Hubungan antara Jenis Pekerjaan dengan Kejadian Kusta..................................................
4.2.3.4
65
Hubungan antara Status Sosial Ekonomi dengan Kejadian Kusta...................................... 66
4.2.3.5
Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Kejadian Kusta..................................................
4.2.3.6
Hubungan antara Tingkat Pengetahuan dengan Kejadian Kusta..................................................
4.2.3.7
66
68
Hubungan antara Personal Hygiene dengan Kejadian Kusta..................................................
68
4.2.4 RekapitulasiHasil Analisis Bivariat...................................
69
BAB V PEMBAHASAN 5.1 Pembahasan...................................................................................
70
5.1.1 Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Kejadian Kusta... 71 5.1.2 Hubungan antara Umur dengan Kejadian Kusta................
72
5.1.3 Hubungan antara Jenis Pekerjaan dengan Kejadian Kusta
72
5.1.4 Hubungan antara Status Sosial Ekonomi dengan Kejadian
xi
Kusta.................................................................................... 73 5.1.5 Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Kejadian Kusta.................................................................................... 74 5.1.6 Hubungan antara Tingkat Pengetahuan dengan Kejadian Kusta.................................................................................... 75 5.1.7 Hubungan antara Personal Hygiene dengan Kejadian Kusta.................................................................................... 75 5.2 Hambatan dan Kelemahan Penelitian............................................ 76 5.2.1 Hambatan Penelitian........................................................... 76 5.2.2 Kelemahan Penelitian.........................................................
76
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 6.1
Simpulan......................................................................................
78
6.2
Saran ............................................................................................ 78
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................
80
LAMPIRAN......................................................................................................
82
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1
Keaslian Penelitian.........................................................................
10
Tabel 2.1
Pedoman Utama Untuk Menentukan Klasifikasi/Tipe Penyakit 15 Kusta menurut WHO......................................................................
Tabel 2.2
Tanda Lain yang Dapat Dipertimbangkan Dalam Penentuan 16 Klasifikasi Penyakit Kusta.............................................................
Tabel 2.4
Kecacatan karena Terganggunya Fungsi Saraf .............................
23
Tabel 2.5
Tingkat Kecacatan di Indonesia ....................................................
24
Tabel 2.6
Tipe PB........................................................................................... 29
Tabel 2.7
Tipe MB.........................................................................................
29
Tabel 2.8
Tingkat Cacat Kusta...................................................................
34
Tabel 3.1
Definisi Operasional....................................................................... 44
Tabel 3.2
Tabel 2x2 Penentuan OR................................................................ 54
Tabel 4.1
Distribusi Responden Berdasarkan Umur......................................
Tabel 4.2
Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin......................... 57
Tabel 4.3
Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan....................... 58
Tabel 4.4
Distribusi Responden Berdasarkan Status Sosial Ekonomi...........
59
Tabel 4.5
Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan................
59
Tabel 4.6
Distribusi Responden Berdasarkan Umur .....................................
60
Tabel 4.7
Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan ...................... 61
Tabel 4.8
Distribusi Responden Berdasarkan Status Sosial Ekonomi...........
61
Tabel 4.9
Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan................
62
xiii
57
Tabel 4.10 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan.............
62
Tabel 4.11 Distribusi Responden Berdasarkan Personal Hygiene Responden
63
Tabel 4.12 Crosstab antara Jenis Kelamin dengan Kejadian Kusta................. 63 Tabel 4.13 Crosstab antara Umur Responden dengan Kejadian Kusta….......
64
Tabel 4.14 Crosstab antara Pekerjaan Penderita dengan kejadian kusta......
65
Tabel 4.15 Crosstab antara Status Sosial Ekonomi dengan Kejadian kusta…
66
Tabel 4.16 Crosstab antara Tingkat Pendidikan dengan Kejadian kusta......... 67 Tabel 4.17 Crosstab antara Tingkat Pengetahuan dengan Kejadian kusta…..
68
Tabel 4.18 Crosstab antara Personal Hygiene dengan Kejadian kusta............
68
Tabel 4.19 Rekapitulasi Hasil Analisis Bivariat dengan Uji Chi-Square........
69
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Teori………………………………………………….
40
Gambar 3.1 Kerangka Konsep………………………………………………
41
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Halaman
1
Kuesioner Penelitian.................................................................................
2
Daftar Responden Kasus........................................................................... 85
3
Daftar Responden Kontrol........................................................................
87
4
Data Tingkat Pendidikan..........................................................................
89
5
Data Personal Higieny..............................................................................
92
6
Data Umur................................................................................................. 95
7
Data Jenis Pekerjaan.................................................................................
98
8
Data Jenis Kelamin...................................................................................
101
9
Data Tingkat Pengetahuan........................................................................
104
10
Hasil Distribusi Frekuensi Responden...................................................... 106
11
Hasil Uji Chi Square.................................................................................
12
Surat Penetapan Dosen Pembimbing........................................................ 115
13
Surat Ijin Penelitian Kepada Kesbangpolinmas Kabupaten Blora...........
116
14
Surat Ijin Penelitian Kepada Bapeda Kabupaten Blora............................
117
15
Surat Ijin Penelitian dari Bapeda Kabupaten Blora..................................
118
16
Surat Ijin Penelitian Kepada Puskesmas Kunduran Kabupaten Blora.....
119
17
Surat Keterangan Sudah Melakukan Penelitian........................................ 120
18
Foto-Foto Dokumentasi Penelitian...........................................................
xvi
82
108
121
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Kusta atau juga dikenal sebagai lepra atau Morbus Hansen merupakan
penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae. Penyakit ini masih menjadi masalah kesehatan di beberapa negara sedang berkembang, dan bila perkembangan penyakit ini tidak ditangani secara cermat dapat menyebabkan kecacatan bagi penderitanya yang berakibat terganggunya kualitas sumber daya manusia, sehingga akan menjadi halangan dalam memenuhi kebutuhan sosial ekonomi. Penyakit ini sangat ditakuti bukan karena menyebabkan kematian melainkan lebih banyak menyebabkan kecacatan yang permanen (DepKes. RI, 2006: 4). Kuman kusta biasanya menyerang saraf tepi kulit dan jaringan tubuh lainnya, Sumber penularan penyakit ini adalah penderita kusta multibasiler atau kusta basah.Bila basil Mycobacterium leprae masuk ke dalam tubuh seseorang, dapat timbul gejala klinis sesuai dengan kerentanan orang tersebut.Bentuk tipe klinis tergantung pada sistem imunitas seluler penderita. Sistem imunitas seluler baik akan tampak gambaran klinis ke arah tuberkuloid (termasuk dalam tipe kusta pausibasiler), sebaliknya sistem imunitas seluler rendah memberikan gambaran lepromatosa. Multibasiler berarti mengandung banyak basil
yaitu tipe
lepromatosa. Masalah epidemiologi masih belum terpecahkan, cara penularan belum diketahui pasti hanya berdasarkan anggapan klasik yaitu melalui kontak
1
2
langsung antar kulit yang lama dan erat. Anggapan kedua ialah, sebab M. leprae masih dapat hidup beberapa hari dalam droplet.Masa tunasnya sangat bervariasi, antara 40 hari sampai 40 tahun, rata-rata 3-5 tahun.Kusta bukan penyakit keturunan (Hiswani, 2001:1, Kosasih dkk, 2007:75). Belum diketahui secara pasti bagaimana cara penularan penyakit kusta. Secara teoritis penularan ini dapat terjadi dengan cara kontak yang lama dengan penderita. Penyakit ini dapat mengenai semua umur. Pada keadaan epidemi, penyebaran hampir sama pada semua umur. Namun yang terbanyak adalah pada umur produktif (Marwali Harahap, 2000:261; Depkes RI, 2007:8-10). World Health Organization (WHO), mencatat awal tahun
2012
dilaporkan dari 115 negara di dunia, prevalensi kusta baru yang terdaftar secara global sebanyak 232.857 kasus dan pada empat bulan pertama tahun 2013 jumlah kasus yang tercatat yaitu 189.018 kasus (WHO, 2013). Pada tahun 2011 ditemukan 244.796 kasus baru kusta di dunia dan 17.260 di antaranya merupakan kasus baru dari Indonesia(Kemenkes, 2011) Menurut Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (Dirjen P2 dan PL), Indonesia telah mengalami eliminasi kusta pada tahun 2000, namun berdasarkan data yang dilaporkan jumlah penderita baru sampai saat ini tidak menunjukkan perubahan. Jumlah penderita kusta di dunia dari tahun ke tahun terus mengalami perubahan. (Dirjen P2 dan PL, 2007: 13). Perubahan prevalensi kusta juga terjadi di Indonesia, pada tahun 2008 prevalensi kusta di Indonesia tercatat 0,94%, dan mengalami penurunan pada tahun 2009 menjadi 0,91% (Depkes RI, 2010: 40). Pada tahun 2010, prevalensi
3
kusta di Indonesia tercatat 0,86% dengan Case Detection Rate (CDR) sebesar 7,22 per 100.000 penduduk. Penemuan kasus baru ini sudah sesuai target, karena target yang diharapakan pemerintah yaitu sebesar 1 per 10.000 penduduk (Kemenkes, 2011). Pada akhir Desember 2011, ditemukan 202 kasus kusta dengan prevalensi 0,16%. WHO menyebutkan, prevalensi Kusta di Indonesia tahun 2011 menempati posisi ke tiga setelah India dan Brazil (Harian Analisa, 2012) Di tingkat nasional, Jawa Tengah termasuk provinsi endemis rendah kusta namun menduduki peringkat kedua untuk penemuan jumlah kasus baru. Prevalensi kusta di Jawa tengah pada tahun 2011 sebesar 0,8 per 10.000 penduduk dengan CDR 7 per 100.000 penduduk . Pada tahun 2012, dilaporkan terdapat kasus baru tipe Multibasilar (MB) sebanyak 1.308 kasus dan tipe Pausibasilar sebanyak 211 kasus dengan CDR sebesar 4,57 per 100.000 penduduk. Sebanyak 9 daerah di sepanjang pantura Jawa Tengah meliputi Brebes, Tegal, Pemalang, Kabupaten Pekalongan, Kabupaten Blora, Kabupaten Rembang, Kota Pekalongan, Kabupaten Jepara dan Kabupaten Demak merupakan daerah endemis tinggi kusta dengan rata-rata jumlah kasus lebih dari 1 per 10.000 penduduk (Dinkes Jateng, 2013). Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Blora tahun 2012, selama tiga tahun terakhir menunjukkan bahwa prevalensi belum mencapai pada kondisi eliminasi indikator secara nasional angka kesakitan kusta mencapai harus kurang dari 1/10.000, tahun 2010 diketahui terdapat 1,40 per 10.000 penduduk , dan terus mengalami peningkatan pada tahun 2011 sebanyak 1,60 per 10.000 penduduk serta pada tahun 2012 sebesar 1,52 per 10.000 penduduk dengan penemuan
4
penderita baru (CDR) 16,30 per 100.000 penduduk. Wilayah kerja Puskesmas Kunduran salah satu puskesmas di kabupaten Blora yang endemis tinggi penyakit kusta ,angka prevalensi kusta per 10.000 penduduk pada tahun 2010 sebanyak 5,6 per 10.000 penduduk. Penemuan penderita baru (CDR) yang terdapat pada wilayah kerja puskesmas kunduran yaitu 65 per 100.000, proposi MB sebanyak 48,15% , proporsi anak 7,4 % dan proporsi cacat tingkat 2 sebesar 18,5 %. pada tahun 2011 angka prevalensi kusta per 10.000 sebanyak 3,86 per 10.000, Penemuan penderita baru (CDR) sebanyak 56 per 100.000 penduduk, proporsi MB sebanyak 52%, proporsi anak 22% dan proporsi cacat tingkat 2 sebanyak 9%. Pada tahun 2012 angka prevalensi kusta per 10.000 sebanyak 3,54 per 10.000 Penemuan penderita baru(CDR) sebanyak 35,4 per 100.000 penduduk, proporsi MB sebanyak 50%, dan proporsi cacat tingkat 2 sebanyak 14%. bahwa penemuan penderita kasus kusta belum mencapai target nasional, menunjukan tingkat penularan penyakit kusta masih tinggi dan masih banyak penderita yang tersembunyi sebagai sumber penularan yang belum di ketahui sehingga masih menjadi masalah dipuskesmas kunduran. (DKK Blora 2010-2012). Puskesmas Kunduran merupakan satu diantara dua Puskesmas yang ada di Wilayah Kecamatan Kunduran, yang mempunyai Wilayah kerja sebanyak 16 desa dan 1 Kelurahan. Puskesmas Kunduran berada di wilayah desa Sambiroto yang letaknya di daerah perbatasan dengan Kabupaten Grobogan sehingga kunjungan pasien dari wilayah Kabupaten cukup tinggi. Puskesmas Kunduran merupakan Puskesmas tinggi Kusta karena dari tahun ketahun angka kejadian kusta masih tinggi.Letak geografis daerah tersebut merupakan tanah sawah tadah hujan yang
5
luas, sehingga sebagian besar penduduk sekitar Wilayah Kerja Puskesmas kunduran bermata pencaharian Petani, Yang bekerja sebagai petani lebih banyak laki-laki dibandingkan perempuan. Kusta menimbulkan masalah yang sangat kompleks tidak hanya dilihat dari segi medis namun meluas sampai masalah sosial, ekonomi dan budaya. Karena selain cacat yang ditimbulkan, rasa takut yang berlebihan terhadap kusta (leptophobia) akan memperkuat persoalan sosial ekonomi penderita kusta. Program Penanggulangan Penyakit (P2) kusta yang dilaksanakan di Indonesia mempunyai tujuan jangka panjang yaitu eradikasi kusta di Indonesia (Depkes RI, 2006). Faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian kusta telah banyak teliti sebelumnya.Seperti penelitian Maria (2009) menemukan bahwa faktor yang berhubungan dengan kejadian kusta adalah umur, jenis kelamin, riwayat kontak, lama kontak, pendidikan, status sosial, kepadatan anggota keluarga, personal hygiene. Sedangkan hasil Puspita Kartika Sari (2005) menemukan bahwa jenis kelamin, kepadatan hunian, riwayat kontak serumah dan riwayat kontak tidak serumah memiliki hubungan dengan kejadian kusta, sedangkan umur, lama kontak, jumlah kontak dan tipe kusta kontak tidak memiliki hubungan dengan kejadian kusta. Penelitian Yessita Yuniarasari (2013) menunjukkan bahwa ada hubungan antara tingkat pengetahuan; personal hygiene; jenis pekerjaan dan tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan, lama kontak, suhu kamar tidur, jarak rumah dan jenis kelamin dengan kejadian kusta. Sedangkan Noviana Ariyani (2013)
6
faktor yang berhubungan adalah lama pengobatan dan yang tidak ada hubungan adalah umur, jenis kelamin, tipe kusta, jenis pekerjaan, tingkat pendidikan. Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut dapat diketahui bahwa faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian kusta sangat banyak.Selain itu beberapan hasil penelitian terdapat perbedaan seperti pada faktor umur, jenis pekerjaan dan jenis kelamin. Atas dasar hal tersebut penulis tertarik untuk mengadakan penelitian tentang kejadian kusta dengan judul “Faktor Risiko yang berhubungan dengan Kejadian Kusta (Studi Kasus di Wilayah Kerja Puskesmas kunduran kabupaten Blora Tahun 2012)”.
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan pada uraian di atas berikut adalah ringkasan masalah
penelitian antara lain : 1. Di tingkat nasional, Jawa Tengah termasuk provinsi endemis rendah kusta namun menduduki peringkat kedua untuk penemuan jumlah kasus baru. Prevalensi kusta di Jawa tengah pada tahun 2011 sebesar 0,8 per 10.000 penduduk dengan CDR 7 per 100.000 penduduk . Pada tahun 2012, dilaporkan terdapat kasus baru tipe Multibasilar (MB) sebanyak 1.308 kasus dan tipe Pausibasilar sebanyak 211 kasus dengan CDR sebesar 4,57 per 100.000 penduduk. 2. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Blora tahun 2012, selama tiga tahun terakhir menunjukkan bahwa prevalensi belum mencapai pada kondisi eliminasi indikator secara nasional angka kesakitan kusta mencapai harus kurang dari 1/10.000, tahun 2010 diketahui terdapat 1,40 per 10.000
7
penduduk , dan terus mengalami peningkatan pada tahun 2011 sebanyak 1,60 per 10.000 penduduk serta pada tahun 2012 sebesar 1,52 per 10.000 penduduk dengan penemuan penderita baru (CDR) 16,30 per 100.000 penduduk. 3. Wilayah kerja Puskesmas Kunduran salah satu puskesmas di kabupaten Blora yang endemis tinggi penyakit kusta ,angka prevalensi kusta per 10.000 penduduk pada tahun 2010 sebanyak 5,6 per 10.000 penduduk. Penemuan penderita baru (CDR) yang terdapat pada wilayah kerja puskesmas kunduran yaitu 65 per 100.000, proposi MB sebanyak 48,15%, proporsi anak 7,4 % dan proporsi cacat tingkat 2 sebesar 18,5 %. pada tahun 2011 angka prevalensi kusta per 10.000 sebanyak 3,86 per 10.000, Penemuan penderita baru (CDR) sebanyak 56 per 100.000 penduduk, proporsi MB sebanyak 52%, proporsi anak 22% dan proporsi cacat tingkat 2 sebanyak 9%. Pada tahun 2012 angka prevalensi kusta per 10.000 sebanyak 3,54 per 10.000 Penemuan penderita baru(CDR) sebanyak 35,4 per 100.000 penduduk, proporsi MB sebanyak 50%, dan proporsi cacat tingkat 2 sebanyak 14%.bahwa penemuan penderita kasus kusta belum mencapai target nasional, menunjukan tingkat penularan penyakit kusta masih tinggi dan masih banyak penderita yang tersembunyi sebagai sumber penularan yang belum di ketahui sehingga masih menjadi masalah dipuskesmas kunduran. 1.2.1
Rumusan Masalah Umum Faktor apa sajakah yang berhubungan dengan kejadian penyakit kusta pada
pasien wilayah kerja puskesmas kunduran kabupaten Blora pada tahun 2012?
8
1.2.2
Rumusan Masalah Khusus
1. Adakah hubungan jenis kelamin dengan kejadian kusta di wilayah kerja Puskesmas kunduran kabupaten Blora? 2. Adakah hubungan umur dengan kejadian kusta di wilayah kerja Puskesmas kunduran kabupaten Blora? 3. Adakah hubungan jenis pekerjaan dengan kejadian kusta di wilayah kerja Puskesmas kunduran kabupaten Blora? 4. Adakah hubungan status sosial ekonomi dengan kejadian kusta di wilayah kerja Puskesmas kunduran kabupaten Blora? 5. Adakah hubungan tingkat pendidikan dengan kejadian kusta di wilayah kerja Puskesmas kunduran kabupaten Blora? 6. Adakah hubungan Tingkat Pengetahuan dengan kejadian kusta di wilayah kerja Puskesmas kunduran kabupaten Blora? 7. Adakah hubungan Perilaku Personal Hygiene dengan kejadian kusta di wilayah kerja Puskesmas kunduran kabupaten Blora?
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui hubungan jenis kelamin dengan kejadian kusta di wilayah kerja Puskesmas kunduran kabupaten Blora? 2. Untuk mengetahui hubungan umur dengan kejadian kusta di wilayah kerja Puskesmas kunduran kabupaten Blora? 3. Untuk mengetahui hubungan jenis pekerjaan dengan kejadian kusta di wilayah kerja Puskesmas kunduran kabupaten Blora?
9
4. Untuk mengetahui hubungan status sosial ekonomi dengan kejadian kusta di wilayah kerja Puskesmas kunduran kabupaten Blora? 5. Untuk mengetahui hubungan tingkat pendidikan dengan kejadian kusta di wilayah kerja Puskesmas kunduran kabupaten Blora? 6. Untuk mengetahui hubungan Tingkat Pengetahuan dengan kejadian kusta di wilayah kerja Puskesmas kunduran kabupaten Blora? 7. Untuk mengetahui hubungan Perilaku Personal Hygiene dengan kejadian kusta di wilayah kerja Puskesmas kunduran kabupaten Blora? 1.4. 1.4.1
Manfaat Penelitian Untuk Peneliti Selanjutnya Penelitian ini dapat dijadikan dasar dalam penelitian selanjutnya dengan
menambah variabel lain sehingga faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian kusta dapat diketahui lebih mendalam. 1.4.2Untuk Puskesmas dan Instansi Terkait Menambah bahan masukan dan informasi bagi pemerintah kabupaten / kota setempat maupun pihak-pihak yang terkait untuk menentukan rencana upaya penanggulangan kustadi wilayah kerja Puskesmas kunduran kabupaten Blora. 1.4.3 Untuk Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Hasil penelitian dapat digunakan sebagai referensi bagi penelitian selanjutnya. 1.4.4 Bagi Masyarakat Agar mengetahui faktor risiko yang hubungan dengan kejadian kusta sehingga dapat melakukan upaya-upaya pencegahan agar tidak tertular penyakit kusta.
10
1.5 Keaslian Penelitian Tabel 1.1 Penelitian-Penelitian yang Relevan dengan Peneletian ini No
(1) 1.
2.
Judul Nama Tahun dan Penelitia Peneliti Tempat n Penelitian (2) (3) (4) Analisis Maria 2008, Faktor Christiana Jepara Risiko Kejadian Kusta (Studi Kasus di Rumah Sakit Kusta Donorejo Jepara) Tahun 2008
Analisis Puspita Faktor Kartika Risiko Sari Kejadian Kusta di Kabupate n Pemalang Tahun 2005.
2005, Pemalang
Rancangan Variabel Penelitian (5) Survey analitik dengan rancangan kasus kontrol
(6) Variabel bebas:
Hasil Penelitian
(7) Variabel yang berhubungan dengan 1. Umur kejadian kusta 2. Jenis jenis Kelamin adalah 3. Riwayat kelamin (OR=2,984), Kontak 4. Lama riwayat kontak Kontak (OR=2,144), 5. Pendidik pendidikan an (OR=7,405), 6. Status status ekonomi Sosial Ekonomi (OR=3,567), 7. Kepadata kepadatan n hunian Anggota (OR=3,405), Keluarga personal 8. Personal hygiene Hygiene (OR=4,214). Variabel terikat: Kejadian kusta. Analitik , Variabel Variabel yang dengan bebas: berhubungan : pendekatan 1. jenis kelamin 1Jenis kasus p= 0,037 kelamin kontrol (OR=3,03) 2.Kepadatan 2.Umur Hunian (OR = 3.Kepadata 4,800) n hunian 3.Riwayat kontak serumah
11
4.Riwayat kontak serumah 5.Lama kontak serumah
p=0,003 (OR=4.167) 4.Riwayat kontak tidak serumah p= 0,003 (5,940)
6.Riwayat kontak tidak serumah 7.Lama kontak tidak serumah 8.Jumlah kontak 9.Tipe kusta kontak Variabel terikat: Kejadian Kusta.
1.5.1
Perbedaan Penelitian Keaslian penelitian dapat digunakan untuk membedakan penelitian yang
dilakukan sekarang dengan pnelitian sebelumnya. penelitian tentang kejadian penyakit kusta sebelumnya dilakukan pada tahun 2005 dan 2008, tempat pelaksanaan pada penelitian sebelumnya berada di wilayah Pemalang dan di Rumah Sakit Kusta Donorejo Jepara.Sedangkan tempat pelaksanaan pada penelitian ini di Wilayah Kerja Puskesmas Kunduran, dan variabel yang diteliti
12
pada penelitian ini yang tidak terdapat pada penelitian sebelumnya adalah Jenis Pekerjaan. 1.6 Ruang Lingkup Penelitian 1.6.1
Ruang Lingkup Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember tahun 2013.
1.6.2
Ruang Lingkup Tempat Lokasi penelitian di wilayah kerja Puskesmas Kunduran kabupaten Blora. .
1.6.3
Ruang Lingkup Materi Ruang lingkup materi dalam penelitian ini adalah Ilmu Kesehatan Masyarakat di Bidang Epidemiologi Penyakit Menular.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Kusta 2.2.1
Pengertian Kusta Penyakit kusta adalah suatu penyakit infeksi granulo matosa menahun
yang disebabkan oleh organisme intraseluler obligat M.leprae.Awalnya, kuman ini menyerang susunan saraf tepi, lalu menyerang kulit, mukosa, saluran napas, retikuloendotelial, mata, otot, tulang, dan testis. (Prof.Dr.Muh. Dali Amiruddin, dr.sp.KK(K), 2012 : 11). 2.2.2
Etiologi Penyebab penyakit kusta yaitu Mycobacterium leprae dimana untuk
pertama kali ditemukan oleh G.H Armauer Hansen pada tahun 1873.M.Leprae hidup intraseluler dan mempunyai afinitas yang besar pada sel saraf (Schwan Cell) dan sel dari sistem retikulo endotelial.Waktu pembelahan sangat lama, yaitu 2-3 minggu.Di luar tubuh manusia (dalam kondisi tropis) kuman kusta dari sekret nasal dapat bertahan sampai 9 hari.Pertumbuhan optimal in vivo kuman kusta pada tikus adalah pada suhu 27-30oC (DepKes RI, 2006iu:9). Kuman kusta ditemukan oleh G.A. Hansen pada tahun 1874 di Norwegia, yang sampai sekarang belun juga dapat dibiakkan dalam media artifisial.M. Leprae berbentuk basil tahan asam, dan alkohol serta gram-positif (Kokasih, dkk dalam Djuanda, 2007:74).
13
14
2.2.3 Cara Penularan Hanya manusia satu-satunya sampai saat ini yang dianggap sebagai sumber penularan walaupun kuman kusta dapat hidup pada armadillo, simpanse, dan pada telapak kaki tikus yang tidak mempunyai kelenjar thimus (Athimic nude mouse) (DepKesRI, 2006:9). Penyakit kusta dapat ditularkan dari penderita kusta tipe Multi basiller (MB) kepada orang lain dengan cara penularan langsung. Cara penularan yang pasti belum diketahui, tetapi sebagian besar para ahli berpendapat bahwa penyakit kusta dapat ditularkan melalui saluran pernafasan dan kulit. Timbulnya kusta bagi seseorang tidak mudah, dan tidak perlu ditakuti tergantung dari beberapa faktor antara lain : 1. Faktor Sumber Penularan. Sumber penulatan adalah penderita kusta tipe MB. Penderita MB ini pun tidak akan menularkan kusta, apabila berobat teratur 2. Faktor Kuman Kusta. Kuman kusta dapat hidup di luar tubuh manusia antara 1 – 9 hari tergantung pada suhu atau cuaca, dan diketahui hanya kuamn kusta yang utuh (solid) saja yang dapat menimbulkan penularan. 2.2.4 Epidemiologi Di seluruh dunia, dua hingga tiga juta orang diperkirakan menderita kusta.India adalah negara dengan jumlah penderita terbesar, diikuti oleh Brazil dan Myanmar. Penyakit kusta tersebar di seluruh dunia dengan endemisitas yang berbeda – beda. Di antara 122 negara endemis pada tahun 1991 ,World Health Assembly telah mengeluarkan suatu revolusi eliminasi kusta tahun 2000. Pada
15
tahun 1999, insiden penyakit kusta di dunia diperkirakan 640.000 kasus dan 108 kasus terjadi di Amerika Serikat.Pada tahun 2000, WHO membuat daftar 91 negara yang endemik kusta. Tujuh puluh persen kasus dunia terdapat di India, Myanmar, dan Nepal. Pada tahun 2002 , ditemukan 763.917 kasus di seluruh dunia , dan menurut WHO pada tahun yang ditemukan 90% kasus kusta dunia terdapat di Brazil, Madagaskar, Tanzania , dan nepal.(Prof.Dr.Muh. Dali Amiruddin, dr.sp.KK(K), 2012 : 3) 2.2.5 Klasifikasi Penyakit Kusta Pada tahun 1982 sekelompok ahli WHO mengembangkan klasifikasi untuk memudahkan pengobatan di lapangan.Dalam klasifikasi ini seluruh penderita kusta hanya dibagi dalam 2 tipe yaitu Paucibacillary (PB) dan Multibacillary (MB). Tabel 2.1: Pedoman Utama Untuk Menentukan Klasifikasi/Tipe Penyakit Kusta menurut WHO Tanda Utama Bercak Kusta
PB Jumlah 1 s/d 5
Penebalan saraf tepi yang Hanya satu saraf disertai dengan gangguan fungsi(Gangguan fungsi bisa berupa kurang/mati rasa atau kelemahan otot yang dipersarafi oleh saraf yang bersangkutan) Sediaan apusan
BTA negatif
Sumber: (Dep Kes RI, 2006: 41).
MB Jumlah > 5 Lebih dari satu saraf
BTA positif
16
Tabel 2.2: Tanda Lain yang Dapat Dipertimbangkan Dalam Penentuan Klasifikasi Penyakit Kusta Kelainan Kulit dan Hasil Pemeriksaan
PB
1. Bercak (Makula) Mati Rasa a. Ukuran Kecil dan besar
MB
Kecil-kecil
b. Distribusi
Unilateral atau bilateral Bilateral simetris asimetris
c. Konsistensi
Kering dan kasar
Halus, berkilat
d. Batas
Tegas
Kurang tegas
e. Kehilangan pada bercak
rasa Selalu ada dan jelas
Biasanya tidak jelas, jika ada, terjadi pada yang sudah lanjut
f. Kehilangan Selalu ada dan jelas kemampuan berkeringat, rambut rontok pada bercak 2. Infiltrat
Biasanya tidak jelas, jika ada terjadi pada yang sudah lanjut
a. Kulit
Tidak ada
b. Membrana mukosa Tidak pernah ada (hidung tersumbat, peradangan di hidung) Central Healing 3. Ciri-ciri (penyembuhan di tengah)
4. Nodulus
Tidak ada
5. Deformitas
Terjadi dini
Sumber: (Departemen Kesehatan RI, 2006: 41-42).
Ada, kadang-kadang tidak ada Ada, kadang-kadang tidak ada
-
Punched out lesion (lesi bentuk seperti donat) - Madarosis - Ginekomasti - Hidung pelana - Suara sengau Kadang-kadang ada Biasanya simetris, terjadi lambat.
17
2.2.6
Diagnosis Untuk mendiagnosis kusta dicari kelainan-kelainan yang berhubungan
dengan gangguan saraf tepi dan kelainan-kelainan yang tampak pada kulit.Adapun tanda-tanda utama atau cardinal sign yang perlu dicari untuk mendiagnosis penyakit kustayaitu: 2.2.6.1 Lesi (kelainan) kulit yang mati rasa; Kelainan (hipopigmentasi)
kulit/lesi atau
dapat
berbentuk
kemerah-merahan
bercak
(erithematous)
keputih-putihan yang
mati
rasa
(anaesthesi). 2.1.6.2 Penebalan saraf tepi yang disertai dengan gangguan fungsi saraf; Gangguan fungsi saraf ini merupakan akibat dari peradangan kronis saraf tepi (neuritis primer). Gangguan fungsi saraf ini bisa berupa: (1) Gangguan fungsi sensoris: mati rasa; (2) Gangguan fungsi motoris: kelemahan otot (parase) atau kelumpuhan (paralise); (3) Gangguan fungsi otonom: kulit kering dan retak-retak. 2.1.6.3 Adanya bakteri tahan asam (BTA) di dalam kerokan jaringan kulit (BTA positif). Seseorang dinyatakan sebagai penderita kusta bilamana satu dari tandatanda di atas.Pada dasarnya sebagian besar kasus dapat didiagnosis dengan pemeriksaan klinis.Namun demikian pada kasus yang meragukan dapat dilakukan pemeriksaan kerokan kulit. Apabila hanya ditemukan cardinal sign kedua perlu dirujuk kepada wasor atau ahli kusta, jika masih ragu orang tersebut dianggap sebagai kasus yang dicurigai (suspek) (Departemen Kesehatan RI, 2006: 36).
18
Adapun tanda-tanda tersangka kusta (suspek) antara lain: 1. Tanda-tanda pada kulit; a. Bercak atau kelainan kulit yang merah atau putih di bagian tubuh b. Kulit mengkilap c. Bercak yang tidak gatal d. Adanya bagian-bagian tubuh yang tidak berkeringat atau tidak berambut e. Lepuh tidak nyeri. 2. Tanda-tanda pada syaraf; a. Rasa kesemutan, tertusuk-tusuk, dan nyeri pada anggota badan atau muka. b. Gangguan gerak anggota badan atau bagian muka. c. Adanya cacat (deformitas). d. Luka (ulkus) yang tidak mau sembuh. Tanda-tanda tersebut merupakan tanda-tanda tersangka kusta, tidak sebagai dasar diagnosis penyakit kusta. Jika diagnosis kusta masih belum dapat ditegakkan, tindakan yang dapat dilakukan adalah: 1. Pikirkan kemungkinan penyakit kulit lain (seperti panu, kurap, kudis, frambusia). 2. Jika tidak ditemukan mati rasa yang jelas maupun penebalan saraf namun ada tanda-tanda mencurigakan seperti nodul, pembengkakan pada wajah atau cuping telingga, atau infiltrasi pada kulit, perlu dilakukan pemeriksaan apusan kulit (skin smear). 3. Tunggu 3-6 bulan dan periksa kembali adanya mati rasa, jika lesi kulit tersebut benar kusta maka dalam periode tersebut mati rasa harusnya menjadi jelas dan
19
dapat memulai Multidrug Therapy (MDT). Jika masih meragukan suspek perlu dirujuk (Departemen Kesehtan RI, 2006: 37). 2.1.7 Pemeriksaan Klinis Untuk memeriksa seseorang yang dicurigai kusta harus dilakukan: 2.1.7.1
Anamnesa Pada anamnesa ditanyakan secara lengkap mengenai riwayat penyakitnya,
meliputi: 1. Kapan timbul becak/keluhan yang ada? 2. Apakah ada anggota keluarga yang mempunyai keluhan yang sama (apakah ada riwayat kontak)? 3. Riwayat pengobatan sebelumnya (Departemen Kesehtan RI, 2006: 44). 2.1.7.2
Pemeriksaan fisik, yaitu:
1. Pemeriksaan rasa raba pada kelainan kulit Sepotong kapas yang dilancipkan dipakai untuk memeriksa rasa raba.Memeriksa dengan ujung dari kapas yang dilancipkan secara tegak lurus pada kelainan kulit yang dicurigai.Sebaiknya penderita duduk pada waktu pemeriksaan. Terlebih dahulu petugas menerangkan bahwa bilamana merasa tersentuh bagian tubuhnya dengan kapas, ia harus menunjuk kulit yang disentuh dengan jari telunjuknya, menghitung jumlah sentuhan atau dengan menunjuk jari tangan ke atas untuk bagian yang sulit dijangkau. Ini dikerjakan dengan dengan mata terbuka. Bilamana telah jelas, maka ia diminta untuk menutup matanya, kalau perlu ditutup dengan sepotong kain atau karton. Kelainan-kelainan dikulit diperiksa secara bergantian dengan kulit yang normal disekitarnya untuk mengetahui ada tidaknya anestesi.Anestesi pada
20
telapak tangan dan kaki kurang tepat diperiksa dengan kapas, tetapi mengunakan bolpoint (Departemen Kesehatan RI, 2006: 46). 2. Pemeriksaan saraf tepi dan fungsinya Palpasi digunakan untuk dapat membedakan apakah ada penebalan atau pembesaran diperlukan pengalamann palpasi saraf yang normal pada orang sehat.Sewaktu melakukan palpasi saraf lihat juga mimik penderita, apakah ada kesan kesakitan tanpa menanyakan sakit atau tidak.Dari beberapa saraf yang wajib diraba yaitu saraf ulnaris, peroneus communis, dan tibialis posterior (Departemen Kesehtan RI, 2006: 48). Untuk diagnosis secara lengkap selain pemeriksaan klinis juga dilakukan pemeriksaan tambahan bila ada keraguan dan fasilitas memungkinkan, yaitu: 1. Pemeriksaan Bakterioskopik Pemeriksaan bakterioskopik digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis dan pengamatan pengobatan (Kokasih, dkk, dalam Djuanda 2007: 79).Skin smear atau kerokan kulit adalah pemeriksaan sediaan yang diperoleh lewat irisan dan kerokan kecil pada kulit yang kemudian diberi pewarnaan tahan asam untuk melihat Mycobacterium leprae. Pada kasus yang meragukan harus dilakukan pemeriksaan apusan kulit (skin smear).Pemeriksaan ini dilakukan oleh petugas terlatih. Karena cara pewarnaan yang sama dengan pemeriksaan TBC maka pemeriksaan dapat dilakukan di Puskesmas (PRM) yang memiliki tenaga serta fasilitas untuk pemeriksaan BTA (Departemen Kesehatan RI, 2006: 59).
21
2. Pemeriksaan Histopatplogik Makrofag dalam jaringan yang berasal dari monosit di dalam darah ada yang mempunyai nama khusus, antara lain sel sel Kuffer dari hati, sel alveolar dari paru, sel glia dari otak, dan yang dari kulit disebut histiosit.salah satu tugas makrofag adalah melakukan fagositosis. Kalau ada kuman (M. Leprae) masuk, akibatnya akan bergantung pada Sistem Imunitas Selular (SIS) orang itu. Apabila SIS-nya tinggi, makrofag akan mampu memfagosit M. Leprae (Kokasih, dkk, dalam Djuanda 2007: 81). 3. Pemeriksaan Serologis Pemeriksaan serologis kusta didasarkan atas terbentuknya antibodi pada tubuh seseorang yang terinfeksi oleh M. Leprae.Antibodi yang terbentuk dapat bersifat spesifik terhadap M. Leprae, yaitu antibodi anti phenolic glycolipid-1 (PGL-1) dan antibodi antiprotein 16 kD serta 35 kD. Sedangkan antibodi yang tidak spesifik antara lain antibodi anti-lipoarabinomanan (LAM) yang juga dihasilkan oleh kuman M. tuberculosis. Kegunaan pemeriksaan serologik ini adalah dapat membantu diagnosis kusta yang meragukan, karena tanda klinis dan bakteriologis yang tidak jelas.Disamping itu dapat membantu menentukan kusta subklinis, karena tidak didapati lesi kulit, misalnya pada narakontak serumah (Kokasih, dkk, dalam Djuanda 2007: 79). 2.1.8
Pencegahan Secara umum, penyakit kusta dapat dicegah dengan terjanganya
kebersihan diri dan lingkungan.Secara luas, penyakit kusta dapat ditekan dengan
22
adanya perbaikan pada kondisi sosial ekonomi masyarakat di suatu daerah.Hal ini dikarenakan penyakit kusta diduga dapat dengan mudah menular melalui penderita kusta apabila disokong oleh lingkungan dan kebersihan diri yang buruk. Adapun usaha untuk pemutusan rantai penularan penyakit kusta dapat dilakukan melalui : 1. Pengobatan MDT penderita kusta 2. Isolasi terhadap penderita kusta. Namun hal ini tidak dianjurkan karena penderita yang sudah berobat tidak akan menularkan penyakitnya ke orang lain. 3. Melakukan vaksinasi BCG pada kontak serumah dengan penderita kusta. Dari hasil penelitian di Malawi, tahun 1996 didapatkan bahwa pemberian vaksinasi BCG satu dosis dapat memberikan perlindungan sebesar 50%, dengan pemberian dua dosis dapat memeberikan perlindungan terhadap kusta hingga 80%. Namun demikian penemuan ini belum menjadi kebijakan program di Indonesia dan masih memerlukan penelitian lebih lanjut, karena penelitian dibeberapa negara memberikan hasil yang berbeda (Departemen Kesehatan RI, 2006: 11). 2.1.9
Kecacatan Terjadinya cacat tergantung dari fungsi serta saraf mana yang rusak.
Diduga kecacatan akibat penyakit kusta dapat terjadi lewat 2 proses yaitu infiltrasi langsung M. Leprae ke susunan saraf tepi dan organ (misalnya mata) dan melalui reaksi kusta. Sesuai patogenesisnya, susunann saraf yang terkena akibat penyakit ini adalah susunan saraf perifer, khususnya beberapa saraf berikut: saraf facialis,
23
radialis, ulnaris, medianus, poplitea lateralis (poroneus communis) dan tibialis posterior. Kerusakan fungsi sensoris, motoris maupun otonom dari saraf-saraf tersebut secara spesifik memperlihatkan gambaran kecacatan yang khas. Tabel 2.4: Kecacatan karena Terganggunya Fungsi Saraf Fungsi Saraf Motorik mata
Sensorik
Fasialis
Kelopok menutup
tidak
Ulnaris
Jari manis dan kelingking Mati rasa telapak tangan lemah/lumpuh/kiting bagian jari manis dan kelingking
Medianus
Ibu jari, telunjuk dan jari Mati rasa telapak tangan tengah bagian ibu jari, jari lemah/lumpuh/kiting telunjuk dan jari tengah
Radialis
Tangan lunglai
Peroneus
Kaki samper
Tibialis posterior
Jari kaki kiting
Otonom Kekeringan dan kulit retak akibat kerusakan kelenjar keringat, kelenjar minyak, dan lairan darah
Mati rasa telapak kaki
Sumber: (Departemen Kesehatan RI, 2006: 95). Kecacatan merupakan istilah yang luas yang maknanya mencakup setiap kerusakan, pembatasan aktifitas yang mengenai seseorang.Tiap kasus baru yang ditemukan harus dicatat tingkat cacatnya karene manunjukkan kondisi penderita pada saat diagnosis ditegakkan. Tiap oran (mata, tangan, dan kaki) diberi tingkat cacat sendiri. Angka cacat tertinggi merupakan tingkat cacat untuk penderita tersebut (tingkat cacat umum) (Departemen Kesehtan RI, 2006: 95).
24
Tingkat cacat juga digunakan untuk menilai kualitas penangganan pencegahan cacat yang dilakukan oleh petugas. Fungsi lain dari tingkat cacat adalah untuk menilai kualitas penemuan dengan melihat proporsi cacat tingkat 2 di antara penderita baru (Departemen Kesehtan RI, 2006: 96). Untuk Indonesia, karena beberapa keterbatasan pemeriksaan di lapangan, maka tingkat cacat disesuaikan sebagai berikut: Tabel 2.5:Tingkat Kecacatan di Indonesia Tingkat 0
Mata
Tidak ada kelainan pada mata Tidak ada cacat akibat kusta. akibat kusta
1
2
Telapak tangan/kaki
Anestesi, kelemahan otot (tidak ada cacat/kerusakan yang kelihatan akibat kusta). Ada lagophthalamus
Ada cacat/kerusakan yang kelihatan akibat kusta, misalnya ulkus jari kiting, kaki semper.
Sumber: (Departemen Kesehtan RI, 2006: 96). Cacat tingkat 0 berarti tidak ada cacat. Cacat tingkat 1 adalah cacat yang disebabkan oleh kerusakan saraf sensoris yang tidak terlihat seperti hilangnya rasa raba pada kornea mata, telapak tangan dan telapak kaki.Gangguan fungsi sensoris pada mata tidak diperiksa dilapangan oleh karena itu tidak ada cacat tingkat 1 pada mata.Cacat tingkat 1 pada telapak kaki beresiko terjadinya ulkus plantaris, namun dengan perawatan dirisecara rutin hal ini dapat dicegah.Mati rasa pada bercak bukan merupakan cacat tingkat 1 karena bukan disebabkan oleh keruskan sarafperifer utama tetapi rusaknya saraf lokal kecil pada kulit (Departemen Kesehtan RI, 2006: 97).
25
Cacat tingkat 2 berarti cacat atau kerusakan yang terlihat. Untuk mata: 1. Tidak mampu menutup mata dengan rapat (lagopthalmos). 2. Kemerahan yang jelas pada mata (terjadi pada ulserasi kornea atau uveitis). 3. Gangguan penglihatan berat atau kebutaan. Untuk tangan dan kaki: 1.
luka dan ulkus di telapak.
2.
Deformitas yang disebabkan oleh kelumpuhan otot (kaki semper atau jari kontraktur) dan atau hilangnya jaringan (atropi) atau reabsorbsi parsial dari jari-jari (Departemen Kesehtan RI, 2006: 97). Adapun upaya yang dapat dilakukan dalam pencegahan cacat antara lain
dengan: 1.
Penemuan dini penderita sebelum cacat.
2.
Pengobatan penderita dengan MDT sampai RFT.
3.
Deteksi dini adanya reaksi kusta dengan pemeriksaan fungsi saraf secara rutin.
4.
Penanganan reaksi.
5.
Penyuluhan.
6.
Perawatan diri.
7.
Pengguanaan alat bantu.
8.
Rehabilitasi medis (operasi rekonstruksi). Upaya-upaya pencegahan cacat dapat dilakukan baik dirumah, Puskesmas
maupun di unit pelayanan rujukan seperti rumah sakit umum atau rumah sakit rujukan (Departemen Kesehtan RI, 2006: 97-98).
26
2.1.10
Pengobatan Melalui
pengobatan,
penderita
diberikan
obat-obat
yang
dapat
membunuh kuman kusta, dengan demikian pengobatan akan memutuskan mata rantai penularan, menyembuhkan penyakit penderita, dan mencegah terjadinya cacat atau mencegah bertambahnya cacat yang sudah ada sebelum pengobatan. Dengan hancurnya kuman maka sumber penularan dari penderita terutama tipe MB ke orang lain terputus. Penderita yang sudah dalam keadaan cacat permanen, penggobatan hanya dapat cacat lebih lanjut. Penderita kusta yang tidak minum oabat secara teratur maka kuman kusta dapat menjadi aktif kembali, sehingga timbul gejala-gejala baru pada kulit dan saraf yang dapat memperburuk keadaan (Departemen Kesehatan RI, 2006: 71). Melalui pengobatan, penderita diberikan obat-obat yang dapat membunuh kuman kusta dengan demikian pengobatan akan: 1. Memutuskan mata rantai penularan. 2. Menyembuhkan penyakit penderita 3. Mencegah terjadinya cacat atau mencegah bertambahnya cacat yang sudah ada sebelum pengobatan. Pengobatan penderita kusta ditujukan untuk mematikan kuman kusta sehingga tidak berdaya merusak jaringan tubuh dan tanda-tanda penyakit jadi kurang aktif sampai akhirnya hilang. Hancurnya kuman maka sumber penularan dari penderita terutama tipe MB ke orang lain terputus (Depkes RI, 2007: 73). Penderita yang sudah dalam keadaan cacat permanen, pengobatan hanya dapat mencegah cacat lebih lanjut.Bila penderita kusta tidak minum obat secara
27
teratur, maka kuman kusta dapat menjadi aktif kembali sehingga timbul gejalagejala baru pada kulit dan saraf yang dapat memperburuk keadaan.Di sinilah pentingnya pengobatan sedini mungkin dan teratur.Selama dalam pengobatan penderita-penderita dapat terus bersekolah atau bekerja seperti biasa (Depkes RI, 2007: 73). 2.1.10.1 Regimen Pengobatan MDT MDT atau Multidrug Therapy adalah kombinasi dua atau lebih obat anti kusta, yang salah satunya harus terdiri atas Rifampisin sebagai anti kusta yang sifatnya bakterisid kuat dengan obat anti kusta lain yang bisa bersifat bakteriostatik (Depkes RI, 2007: 73). Berikut ini merupakan kelompok orang-orang yang membutuhkan MDT: a.
Kasus baru: mereka dengan tanda kusta yang belum pernah mendapat pengobatan MDT.
b.
Ulangan, termasuk didalamnya adalah: 1. Relaps (kambuh) diobati dengan regimen pengobatan baik PB ataupun MB. 2. Masuk kembali setelah default adalah penderita yang datang kembali setelah dinyatakan default (baik PB maupun MB). 3. Pindahan (pindah masuk): harus dilengkapi dengan surat rujukan berisi catatan pengobatan yang telah diterima hingga saat tersebut. Kasus ini hanya membutuhkan sisa pengobatan yang belum lengkap. 4. Ganti tipe, penderita dengan perubahan klasifikasi.
28
Regimen pengobatan MDT di Indonesia sesuai dengan regimen pengobatan yang direkomendasikan oleh WHO regimen tersebut adalah sebagai berikut: 1.
Penderita Pauci Baciler (PB) Dewasa Pengobatan bulanan: hari pertama (dosis yang diminum di depan petugas) a. 2 kapsul Rifampisin @300 mg (600 mg) b. 1 tablet Dapsone/DDS 100 mg Pengobatan harian: hari ke 2-28 a. 1 tablet dapsone/DDS 100 mg 1 blister untuk 1 bulan Lama pengobatan: 6 blister diminum selama 6-9 bulan
2.
Penderita Multi-Basiler (MB) Dewasa Pengobatan bulanan: hari pertama (dosis yang diminum di depan petugas) a. 2 kapsul Rifampisin @300 mg (600 mg) b. 3 tablet Lampren @100 mg (300 mg) c. 1 tablet Dapsone/DDS 100 mg Pengobatan harian: hari ke 2-28 a.
1 tablet Lampren 50 mg
b.
1 tablet Dapsone/DDS 100 mg
1 blister untuk 1 bulan Lama pengobatan: 12 blister diminum selama 12-18 bulan
29
3.
Dosis MDT menurut umur Bagi dewasa dan anak usia 10-14 tahun tersedia paket dalam bentuk blister. Dosis anak disesuaikan dengan berat badan. a. Rifampisin
: 10 mg/kg BB
b. DDS
: 2 mg/kg BB
c. Clofazimin
: 1 mg/kg BB
Sebagai pedoman praktis untuk dosis MDT bagi penderita kusta digunakan bagan sebagai berikut: Tabel 2.6 Tipe PB 5-9 tahun Rifampisin 300 mg/bln Berdasarkan 25 berat badan mg/bln DDS 25 mg/bln Sumber : Depkes RI, 2007: 75 Jenis obat
<5 tahun
10-14 tahun 450 mg/bln 50 mg/bln 50 mg/bln
>15 tahun 600 mg/bln 100 mg/bln 100 mg/bln
Keterangan Minum di depan petugas Minum di depan petugas Minum di rumah
Tabel 2.7 Tipe MB 5-9 tahun 300 Rifampisin mg/bln 25 mg/bln DDS 25 Berdasarkan mg/bln berat badan 100 mg/bln clofazimin 50 2 kali seminggu Sumber : Depkes RI, 2007: 75 Jenis obat
<5 tahun
10-14 tahun 450 mg/bln 50 mg/bln 50 mg/bln 150 mg/bln 50 setiap 2 hari
>15 tahun 600 mg/bln 100 mg/bln 100 mg/bln 300 mg/bln 50 mg/hari
Keterangan Minum di depan petugas Minum di depan petugas Minum di rumah Minum di depan petugas Minum di rumah
30
2.1.10.2 Sediaan dan Sifat Obat 1.
DDS (Dapsone) a. Singkatan dari Diamino Diphenyl Sulfone b. Bentuk obat berupa tablet warna putih dengan takaran 50 mg/tab dan 100 mg/tab c. Bersifat bakteriostatik yaitu menghalangi/ menghambat pertumbuhan kuman kusta d. Dosis dewasa 100 mg/hari, anak 10-14 th 50 mg/hari
2.
Lamprene (B663) juga disebut Clofazimine a. Bentuk kapsul, warna coklat, dengan takaran 50 mg/kapsul dan 100 mg/kapsul b. Sifat 1) Bakteriostatik
yaitu
menghambat
pertumbuhan
kuman
kusta,
bakterisid lemah 2) Anti reaksi (menekan reaksi sebagai anti inflamasi) c. Cara pemberian Secara oral, diminum sesudah makan untuk menghindari gangguan gastrointestinal. Pengobatan reaksi akan diuraikan pada materi reaksi. 3. Rifampicin a. Bentuk : kapsul atau tablet takaran 150 mg, 300 mg, 450 mg dan 600 mg. b. Sifat mematikan kuman kusta secara cepat (bakterisid), 99% kuman kusta mati dalam satu kali pemberian.
31
c. Cara pemberian obat : cara oral, bila diminum setengah jam sebelum makan penyerapan lebih baik. 4. Obat-obat penunjang (vitamin/ Roboransia) a. Sulfat Ferrosus Obat tambahan untuk penderita kusta yang anemia berat. b. Vitamin A Obat ini digunakan untuk penyehatan kulit yang berisik (Ichtyosis) c. Neurotropik Penderita dengan keadaan khusus 1. Kehamilan : regimen MDT aman untuk ibu hamil dan anaknya. 2. Tuberkulosis : bila seorang anak menderita tuberculosis (TB) dan kusta, maka pengobatan anti tuberculosis dan MDT dapat diberikan bersamaan dengan dosis untuk tuberculosis. a. Untuk penderita TB yang menderita kusta tipe PB pengobatan kustanya cukup ditambahkan dengan DDS 100 mg karena Rifampisin sudah diperoleh dari obat TB. Lama pengobatan tetap sesuai dengan jangka waktu pengobatan PB. b. Untuk penderita TB yang menderita kusta tipe MB pengobatan kusta cukup dengan DDS dan Lampren karena Rifampisin sudah diperoleh dari obat TB. Lama pengobatan tetap disesuaikan dengan jangka waktu pengobatan MB. Catatan : jika pengobatan TB sudah selesai maka pengobatan kusta kembali sesuai blister MDT.
32
3.
Untuk penderita PB yang alergi terhadap DDS, DDS diganti dengan lampren dengan dosis dan jangka waktu pengobatan sama.
4.
Untuk penderita MB yang alergi terhadap DDS, pengobatan hanya dengan dua macam obat saja. Rifampisin dan Lampren sesuai dosis dan jangka waktu pengobatan MB (Depkes RI, 2007: 76).
2.1.11
Reaksi Kusta Satu karakteristik dari penyakit kusta yang menjadi penyebab terjadinya
cacat adalah terjadinya peradangan yang mengenai saraf (neuritis).Reaksi kusta atau reaksi lepra adalah suatu episode dalam perjalanan kronis penyakit kusta yang merupakan suatu reaksi kekebalan (cellulair respons) atau reaksi antigenantibodi (humoral respons) dengan akibat merugikan penderita, terutama jika mengenai saraf tepi karena menyebabkan gangguan fungsi/cacat (Depkes RI, 2007: 90). Reaksi kusta dapat terjadi sebelum pengobatan, tetapi terutama terjadi selama atau setelah pengobatan.Gambaran klinisnya sangat khas berupa merah, panas, bengkak, nyeri, dan dapat disertai gangguan fungsi saraf.Namun tidak semua gejala reaksi serupa.Penyebab pasti terjadinya reaksi masih belum jelas.Diperkirakan bahwa sejumlah faktor pencetus memegang peranan penting (Depkes RI, 2007: 89). 1. Reaksi Tipe 1 Reaksi ini lebih banyak terjadi pada penderita-penderita yang berada di spektrum
borderline.Disebut
demikian karena posisi
borderline ini
merupakan tipe yang tidak stabil.Reaksi ini terutama terjadi selama
33
pengobatan dan terjadi karena peningkatan hebat respon imun seluler secara tiba-tiba, mengakibatkan terjadinya respon radang pada daerah kulit dan saraf yang terkena penyakit ini. Gejala-gejalanya dapat dilihat berupa perubahan pada kulit maupun saraf dalam bentuk peradangan.Kulit merah, bengkak, panas, nyeri dan panas.Pada saraf, manifestasi yang terjadi berupa nyeri atau gangguan fungsi saraf.Kadang-kadang dapat terjadi gangguan keadaan umum penderita (konstitusi), seperti demam, dll (Depkes RI, 2007: 91). 2.
Reaksi Tipe 2 Terjadi pada penderita tipe MB dan merupakan reaksi humoral karena tingginya respons imun humoral pada penderita borderline lepromatous dan lepromatous lepromatous, dimana tubuh membentuk antibodi karena salah satu protein M. leprae tersebut bersifat antigenik.Banyaknya antibodi yang terbentuk disebabkan oleh banyaknya antigen (protein kuman).Reaksi yang terjadi (pada kulit) nampak sebagai kumpulan nodul merah, maka disebut sebagai ENL (Erithema Nodosum Leprosum) dengan konsistensi lunak dan nyeri (Depkes RI, 2007: 92).
3.
Proses terjadinya cacat kusta Terjadinya cacat tergantung dari fungsi serta saraf mana yang rusak. Diduga kecacatan akibat penyakit kusta dapat terjadi lewat 2 proses : a. Infiltrasi langsung M. leprae ke susunan saraf tepi dan organ (misalnya: mata). b. Melalui reaksi kusta
34
Secara umum fungsi saraf dikenal ada 3 macam yaitu fungsi motorik memberikan kekuatan pada otot, fungsi sensorik memberi sensasi raba dan fungsi otonom mengurus kelenjar keringat dan kelenjar minyak.Kecacatan yang terjadi tergantung pada komponen saraf yang terkena (Depkes RI, 2007: 101). 4.
Tingkat cacat menurut WHO Kecacatan merupakan istilah luas yang maknanya mencakup setiap kerusakan, pembatasan aktivitas yang mengenai seseorang.Tiap kasus baru yang ditemukan harus dicatat tingkat cacatnya karena menunjukkan kondisi penderita pada saat diagnosis ditegakkan.Angka cacat tertinggi merupakan tingkat cacat untuk penderita tersebut (tingkat cacat umum).Tingkat cacat juga digunakan untuk menilai kualitas penanganan pencegahan cacat yang dilakukan oleh petugas (Depkes RI, 2007: 103). Untuk indonesia, karena beberapa keterbatasan pemeriksaan di lapangan maka tingkat cacat disesuaikan sebagai berikut: Tabel 2.8 Tingkat Cacat Kusta Tingkat 0
Mata Tidak ada kelainan pada
Telapak tangan/kaki Tidak ada cacat akibat kusta.
mata akibat kusta. 1
Anestesi, kelemahan otot, (tidak ada cacat/ kerusakan yang kelihatan akibat kusta).
2
Ada lagophthalmos
Ada cacat/ kerusakan yang kelihatan akibat kusta, misalnya ulkus, jari kiting, kaki semper.
Sumber: Depkes RI, 2007: 104.
35
Cacat tingkat 0 berarti tidak ada cacat. Cacat tingkat 1 adalah cacat yang disebabkan oleh kerusakan saraf sensoris yang tidak terlihat seperti hilangnya rasa raba pada kornea mata, telapak tangan dan telapak kaki.Gangguan fungsi sensoris pada mata tidak diperiksa di lapangan oleh karena itu tidak ada cacat tingkat 1 pada mata.Cacat tingkat 1 pada telapak kaki beresiko terjadinya ulkus plantaris, namun dengan perawatan diri secara rutin hal ini dapat dicegah.Mati rasa pada bercak bukan disebabkan oleh kerusakan saraf perifer utama tetapi rusaknya saraf lokal kecil pada kulit. Cacat tingkat 2 berarti cacat atau kerusakan yang terlihat. Untuk mata: 1. Tidak mampu menutup mata dengan rapat (lagopthalmos). 2. Kemerahan yang jelas pada mata (terjadi pada ulserasi kornea atau uveitis). 3. Gangguan penglihatan berat atau kebutaan. Untuk tangan dan kaki: 1. Luka dan ulkus di telapak 2. Deformitas yang disebabkan oleh kelumpuhan otot (kaki semper atau jari kontraktur) dan atau hilangnya jaringan (atropi) atau reabsorbsi parsial dari jari-jari (Depkes RI, 2007: 104). 5.
Upaya pencegahan cacat Komponen pencegahan cacat: 1. Penemuan dini penderita sebelum cacat
36
2. Pengobatan penderita dengan MDT sampai RFT 3. Deteksi dini adanya reaksi kusta dengan pemeriksaan fungsi saraf secara rutin 4. Pengangan reaksi penyuluhan Perawatan diri 5. Penggunaan alat bantu 6. Rehabilitasi medis (Depkes RI, 2007: 105) 2.1.12
Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian Kusta Timbulnya penyakit kustadiduga dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:
2.1.12.1 Jenis Kelamin Dalam
menjaga
kesehatan
biasanya
kaum
perempuan
lebih
memperhatikan kesehatannya dibandingkan laki-laki.Jenis kelamin berkaitan dengan peran kehidupan dan perilaku yang berbeda antara laki-laki dan perempuan dalam masyarakat. Perbedaan pola perilaku sakit juga dipengaruhi oleh jenis kelamin ,perempuan lebih sering mengobatkan dirinya dibandingkan laki-laki (Soekidjo Notoatmodjo,2003:114). Kusta dapat mengenai laki-laki dan perempuan.Menurut catatan sebagian besar negara di dunia kecuali dibeberapa negara di Afrika menunjukkan bahwa laki-laki lebih banyak terserang dari pada wanita.Relatif rendahnya kejadian kusta pada perempuan kemungkinan karena faktor lingkungan atau faktor biologi. Seperti kebanyakan penyakit menular lainnya laki-laki lebih banyak terpapar dengan faktor risiko sebagai akibat gaya hidupnya (Depkes RI, 2007: 8).
37
2.1.12.2 Umur Pada penyakit kronik seperti kusta, informasi berdasarkan data prevalensi dan data umur pada saat timbulnya penyakit mungkin tidak menggambarkan resiko spesifik umur.Kusta diketahui terjadi pada semua umur berkisar antara bayi sampai umur tua (3 minggu sampai lebih dari 70 tahun).Namun yang terbanyak adalah pada umur muda dan produktif. Diagnosis umur kusta pada fenomena Lucio diketahui antara umur 15 hingga 71 tahun dengan rata-rata umur 34 tahun (Depkes RI, 2007: 8; Latapi’s Lepromatosis, 2005:177) Pada penyakit kronik seperti kusta diketahui diketahui terjadi pada semua umur ,namun yang terbanyak adalah pada umur muda dan produktif. Kejadian suatu penyakit erat hubungannya dengan umur. (DepKes RI , 2006;:8). 2.1.12.3 Jenis Pekerjaan Jenis pekerjaan disini yaitu pekerjaan atau mata pencaharian sehari-hari yang dilakukan responden, digolongkan menjadi pekerjaan ringan (tidak bekerja, pelajar, pegawai kantor) dan pekerjaan berat (pekerja bangunan, buruh, tukang batu, pekerja bengkel, penjahit, buruh angkut, pembantu, petani dan nelayan). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nur Laily Af’idah (2012) tentang analisis faktor risiko kejadian kusta di Kabupaten Brebes tahun 2010, prosentase jenis pekerjaan yang berisiko kusta sebesar 85,5% dan yang tidak berisiko sebesar 14,5%. Uji statistik menunjukkan bahwa ada hubungan antara jenis pekerjaan dengan kejadian kusta.Jenis pekerjaan disini yaitu pekerjaan atau mata pencaharian sehari-hari yang mayoritas dilakukan warga sekitar wilayah kerja puskesmas kunduran adalah Petani.
38
2.1.12.4 Status Sosial Faktor ini juga sangat berpengaruh terhadap terjadinya kusta adalah tingkat ekonomi atau status sosial, yang bisa dideskripsikan dengan besarnya penghasilan.Besarnya penghasilan seseorang turut mempengaruhi pemenuhan kebutuhan hidup kesehariannya, termasuk kebutuhan makan dan kesehatan. Jika kebutuhan akan makanan sehat tidak terpengaruhi maka dapat melemahkan imunitas atau daya tahan tubuh, sehingga mudah terserang suatu penyakit (Indan, 2004:24) 2.1.12.5 Tingkat Pendidikan Pendidikan adalah upaya persuasi atau pembelajaran kepada masyarakat agar masyarakat mau melakukan tindakan-tindakan (praktik) untuk memelihara (mengatasi
masalah-masalah)
dan
meningkatkan
kesehatannya.Tingkat
pendidikan dianggap sebagai salah satu unsur yang menentukan pengalaman dan pengetahuan seseorang, baik dalam ilmu pengetahuan maupun kehidupan sosial (Soekidjo Notoatmodjo, 2005: 26; Budioro, 1997:113). 2.1.12.6 Tingkat Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga dan sebagainya).Secara sendirinya, pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap
objek
yang
berbeda-beda
(Soekidjo
Notoatmodjo,
2005:50).
Pengetahuan yang baik diharapkan menghasilkan kemampuan seseorang dalam mengetahui gejala, cara penularan penyakit kusta dan penanganannya
39
2.1.12.7 Personal Hygiene Personal hygiene adalah tindakan pencegahan yang menyangkut tanggung jawab individu untuk meningkatkan kesehatan serta membatasi menyebarnya penyakit menular, terutama yang ditularkan secara kontak langsung (Nur Nasry Noor, 2006: 24). Penularan penyakit kusta belum diketahui secara pasti, tetapi menurut sebagian ahli melalui saluran pernafasan dan kulit ( kontak langsung yang lama dan erat), kuman mencapai permukaan kulit melalui folikel rambut , kelenjar keringat, dan diduga melalui saluran air susu ibu ( Arief Mansjoer, 2000:65)
40
2.2
KERANGKA TEORI
Faktor Internal Umur
Jenis Kelamin Faktor Eksternal Status Sosial Ekonomi
Mycobacterium leprae
Personal Higiene (Kebersihan Pribadi) Tingkat Pendidikan
Tingkat Pendidikan
Jenis Pekerjaan
Gambar 2.1 Kerangka Teori Sumber: Maria (2009); Arif Mansjoer, (2000); Depkes RI, (2007).
Kejadian Kusta
BAB III METODE PENELITIAN
3.2 Kerangka Konsep Kerangka konsep penelitian adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lain dari masalah yang ingin diteliti, atau dapat diartikan sebagai suatu hubungan atau kaitan antara konsep atau variabel yang akan diamati atau diukur melalui penelitian yang dimaksudkan (Soekidjo Notoatmodjo, 2002:33). Kerangka konsep dalam penelitian ini dapat dituliskan
Variabel Bebas
1. Jenis Kelamin
Variabel Terikat
2. Umur Kejadian Kusta
3. Jenis Pekerjaan 4. Status Sosial 5. Tingkat Pendidikan 6. Tingkat Pengetahuan 7. Personal Higiene
Gambar 3.1: Kerangka Konsep Sumber: Adhi Djuanda, (2000); Arif Mansjoer, (2000); Depkes RI, (2007). 3.3 Hipotesis Penelitian Hipotesis adalah suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap rumusan masalahan penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam
41
42
bentuk kalimat pertanyaan (Sugiyono, 2008:64). Hipotesis dalam penelitian ini adalah: 1.
Ada hubungan jenis kelamin dengan kejadian kusta di wilayah kerja Puskesmas kunduran kabupaten Blora.
2.
Ada hubungan umur dengan kejadian kusta di wilayah kerja Puskesmas kunduran kabupaten Blora.
3.
Ada hubungan jenis pekerjaan dengan kejadian kusta di wilayah kerja Puskesmas kunduran kabupaten Blora.
4.
Ada hubungan status sosial ekonomi dengan kejadian kusta di wilayah kerja Puskesmas kunduran kabupaten Blora.
5.
Ada hubungan tingkat pendidikan dengan kejadian kusta di wilayah kerja Puskesmas kunduran kabupaten Blora.
6.
Ada hubungan tingkat pengetahuan dengan kejadian kusta di wilayah kerja Puskesmas kunduran kabupaten Blora.
7.
Ada hubungan Personal Higiene dengan kejadian kusta di wilayah kerja Puskesmas kunduran kabupaten Blora.
3.4 Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian survey analitik, dengan rancangan penelitian kasus kontrol untuk mengetahui faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian kusta di wilayah kerja puskesmas Kunduran Kabupaten Blora. Pada desain ini peneliti melakukan pengukuran variabel tergantung, yakni efek, sedang variabel bebasnya dicari secara retrospektif, karena itu studi kasuskontrol dapat dianggap sebagai studi longitudinal, variabel subjek tidak hanya
43
diobservasi pada satu saat tetapi diikuti sampai periode waktu tertentu (Sudigdo dan Sofyan, 2002). Skema penelitian kasus kontrol adalah :
Faktor risiko (+) Kasus Faktor risiko (-)
Faktor risiko (+) Kontrol Faktor risiko (-)
3.5 Variabel Penelitian Menurut Soekidjo Notoatmodjo (2010:103) yang dimaksud variabel yaitu ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota suatu kelompok yang berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok lain. Pada penelitian ini variabel yang digunakan yaitu: 3.6.1
Variabel Bebas Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang
menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel terikat (Sugiyono, 2008:39). Variabel bebas yang diteliti pada penelitian ini adalah adalah Jenis Kelamin, Umur, Jenis Pekerjaan, Status Sosial, Tingkat Pendidikan, Tingkat Pengetahuan, Sikap, Perilaku Mencegah. 3.6.2
Variabel Terikat Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yag menjadi
akibat, karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2008:39).Variabel terikat pada penelitian ini adalah kejadian kusta.
44
3.6 Definisi Operasional Menurut Soekidjo Notoadmodjo (2005) definisi operasional variabel bermanfaat untuk membatasi ruang lingkup atau pengertian variabel-variabel yang diamati atau diteliti, selain itu juga bermanfaat untuk mengarahkan pada pengukuran atau pengamatan. Dalam penelitian ini definisi operasional dan skala pengukurannya dapat dilihat sebagai berikut : Tabel 3.1 Definisi Operasional No
Variabel
(1) (2) 1. Jenis Kelamin
. 2.
3.
Umur
Jenis Pekerjaan
Definisi Alat Ukur Operasinal (3) (4) Keadaan kodrati, Kuesioner jenis kelamin seseorang berdasarkan keadaan anatomis. Jenis kelamin yang berisiko kusta adalah laki-laki Usia responden yang Kuesioner terhitung sejak lahir sampai menderita kusta
Jenis kegiatan sehari- Kuesioner hari yang dilakukan responden untuk memperoleh penghasilan baik dari segi pekerjaan maupun lingkungan kerjanya saat
Hasil ukur (5) 1. Berisiko = Lakilaki 2. Tidak Berisiko = Perempuan
Skala (6) Nominal
1. Berisiko = 15Nominal 29tahun 2. Tidak Berisiko = <18 tahun dan > 30 tahun. (Marwali Harahap, 2000:261) 1. Berisiko = > 8 Nominal jam per hari 2. Tidak Berisiko = < 8 jam per hari (UU tenaga kerja no. 13 tahun 2003)
45
4
5
6
didiagnosa menderita kusta. Pekerjaan berisiko bila salah satu ada diantaranya pekerja bangunan, buruh, tukang batu, pekerja bengkel, penjahit, buruh angkut, pembantu, petani dan nelayan. Status Sosial Faktor sosial Kuesioner Ekonomi ekonomi dapat digambarkan dengan jumlah pendapat yang diterima responden yang diterima per bulan. Tingkat Pendidikan Kuesioner Pendidikan berprogram terstruktur dan berlangsung di gedung sekolah yang ditempuh responden sampai kelas terakhir dalam tahun saat didiagnosis menderita kusta Tingkat Kemampuan Kuesioner Pengetahuan responden mengetahui gejala tentang kusta, cara penularan, dan pencegahan kusta sebelum didiagnosis kusta.
1. Berisiko = Penghasilan rendah (< UMK Blora) 2. Tidak Berisiko = Penghasilan tinggi (≥ UMK Blora)
Ordinal
1. Berisiko = Pendidikan Rendah (tidak tamat, SD, SMP) 2. Tidak Berisiko = Pendidikan Tinggi (Tamat SMA, PT) (UU RI No.20 th 2003)
Ordinal
1. Berisiko = Ordinal Pengetahuan Rendah (skor 1-9) 2. Tidak Berisiko = Pengetahuan Tinggi skor 10-18) (Saifuddin Azwar, 2012: 158).
46
7
Personal Hygiene
Tindakan pencegahan responden untuk membatasi penyebaran penyakit, sebelum didiagnosis kusta.
Kuesioner
1. Berisiko = personal hygiene buruk (skor1-2)
Ordinal
2. Tidak Berisiko = Personal hygiene baik (skor 3-5) (Saifudin Azwar, 2012:158)
3.7 Populasi dan Sampel 3.6.1 Populasi Populasi adalah sejumlah besar subyek yang mempunyai karakteristik tertentu (Sudigdo Sastroasmoro dan Sofyan Ismail, 2002: 67). 3.7.1.1 Populasi Kasus Populasi kasus dalam penelitian ini adalah penderita kusta di wilayah kerja Puskesmas Kunduran Kabupaten Blora tahun 2012 dengan jumlah 48 orang. 3.7.1.2 Populasi Kontrol Populasi kontrol dalam penelitian ini adalah bukan penderita kusta yang tercatat dalam rekam medik puskesmas Kunduran Kabupaten Blora tahun 2012. 3.6.2 Sampel Penelitian Sampel adalah bagian (subset) dari populasi yang dipilih dengan cara tertentu hingga dianggap mewakili populasinya (Sudigdo Sastroasmoro dan Sofyan Ismail, 2002: 68). 3.7.2.1 Sampel Kasus
47
Sampel kasus dalam penelitian ini adalah penderita kusta yang tinggal di wilayah kerja Puskesmas kunduran yang tercatat pada rekam medik puskesmas Kunduran Kabupaten Blora tahun 2010. 3.7.2.1.1
Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah penderita kusta di wilayah kerja Puskesmas Kunduran Kabupaten Blora, dengan ketentuan : 1.
Bersedia mengikuti penelitian
2.
Didiagnosa menderita penyakit kusta dilihat dari rekam medis
3.
Dapat berkomunikasi dengan baik
4.
Umur ≥15 tahun
3.7.2.1.2
Kreteria Ekslusi Kriteria eksklusi dalam penelitian ini dengan ketentuan
1. Tidak bersedia mengikuti penelitian. 2. Tidak menetap di wilayah Puskesmas Kunduran
pada saat penelitian
berlangsung 3. Tidak berada di tempat ketika penelitian berlangsung (2x kunjungan) 3.7.2.2 Sampel Kontrol Sampel Kontrol adalah tetangga kasus bukan penderita kusta yang tinggal menetap di Kabupaten Blora pada saat penelitian berlangsung yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sebagai berikut: 3.6.2.2.1
Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi dalam penelitian ini dengan ketentuan: 1. Tinggal menetap di wilayah Puskesmas Kunduran 2. Umur ≥15 tahun
48
2.6.2.2.2
Kriteria Eksklusi
Kriteria eksklusi dalam penelitian ini dengan ketentuan: 1. Tidak bersedia mengikuti penelitian 2. Tidak berada di tempat ketika penelitian berlangsung (2x kunjungan) 3.6.3 Teknik Pemilihan Sampel Sampel yang dipilih hanya penderita kusta baik tipe PB, tipe MB dengan umur minimal 15 tahun. Besar sampel dalam penelitian ini berdasarkan nilai OR dan proporsi paparan pada kelompok kontrol (P2) dari penelitian Maria Christiana dengan tingkat kepercayaan 95% (Zα = 1,960) dan kekuatan penelitian 80% (Zβ = 0,842) sebagai berikut: Besar sampel dalam penelitian ini menggunakan OR dengan sampel penelitian kategorik tidak berpasangan yaitu sebagai berikut (Sudigdo Sastroatmodjo dan Sofyan Ismael, 2011: 368) : √
√
Keterangan : n1=n2
: Besar sampel untuk kasus dan kontrol
zα
: Tingkat kepercayaan (95%=1,960)
zβ
: Power penelitian (80% = 0,842)
P1
: Perkiraan proporsi efek pada kasus
P2
: Perkiraan pada kelompok kontrol (50% = 0,5)
Q
: Proporsi kontrol terpapar
OR
: OR penelitian terdahulu (2,984)
49
Q1 = 1 - P1 = 1 - 0,8 = 0,2 Q2 = 1 – P2 = 1 – 0,5 = 0,5 P = ½ (P1+P2) = ½ (0,8 + 0,5) = 0,65 Q = ½ (Q1+Q2)= ½ (0,2 + 0,5) = 0,35
√
√
√
√ √
√
orang Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh sampel sebanyak 40 orang. Penelitian ini menggunakan perbandingan antara kelompok kasus dan kelompok kontrol 1:1 dengan jumlah kasus 40 dan kontrol 40, sehingga secara keseluruhan jumlah sampel sebanyak 80 orang.
3.8 Sumber Data Penelitian 3.7.1 Data Primer
50
Pengumpulan data primer dalam penelitian ini melalui wawancara dengan sampel penelitian. 3.7.2
Data Sekunder Data sekunder diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Blora
Puskesmas Kunduran berupa laporan kejadian kusta dan rekam medik dari bulan januari-desember 2012
3.9 Instrumen Penelitian Instrument
penelitian
adalah
perangkat
yang
digunakan
untuk
mengungkap data dari penelitian yang dilakukan. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: 3.8.1.1 Rekam Medik Laporan tahunan untuk mengetahui jumlah penderita kusta serta data tentang identitas penderita, umur, jenis kelamin dan alamat. 1.8.1.2
Kuesioner Kuesioner untuk wawancara dan observasi tentang faktor risiko yang
berhubungan dengan kejadian kusta.
3.10 Validitas dan Reliabilitas 3.9.1 Validitas Instrumen Validitas instrumen adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen dikatakan valid/sahih apabila dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat (Suharsimi Arikunto, 2006: 168).Untuk mengetahui validitas suatu instrumen (dalam hal ini
51
kuesioner) dilakukan dengan cara melakukan korelasi ntara skor masing-masing variabel dengan skor totalnya (Agus Riyanto, 2010: 40). Teknik korelasi yang digunakan korelasi Pearson Product Moment. Dengan rumus : nXY X . Y
n.X
r xy =
2
x . n.Y 2 Y 2
2
Keterangan : r xy = korelasi antara variabel x dan variabel y X = nilai variabel bebas Y = nilai variabel terikat n = jumlah sampel Nilai korelasi (r) berkisar 0 s.d 1 atau bila dengan disertai arahnya nilainya -1 s.d +1. r = 0 ; artinya tidak ada hubungan linier r = -1 ; artinya hubungan linier negatif sempurna r = +1 ; artinya hubungan linier positif sempurna (Agus Riyanto, 2010 : 124) 3.9.2
Reliabilitas Instrumen Reliabilitas menunjukkan sejuah mana pengukuran itu akurat, stabil dan
konsisten bila dilakukan pengukuran kembali dengan subyek yang sama. Untuk mengukur reliabilitas, alat pengukur yang digunakan Alpha Cronbach rumus sebagai berikut: 2 k b r11 1 Vt 2 k 1
Dimana :
52
r11
= reliabilitas instrumen
k
= banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal
2 b
Vt 2
= jumlah varian butir/item = varian total
Untuk melakukan uji ini, dapat langsung mengamati nilai alpha (koefisien reliabilitas), kuesioner dapat dikatakan reliabel jika mempunyai alpha lebih dari 0,6.
3.11 Teknik Pengambilan Data 3.10.1 Wawancara Panduan Kuesioner digunakan untuk melakukan wawancara dalam penelitian, diberikan kepada responden untuk mengetahui faktor risiko kejadian kusta. 3.10.2 Dokumentasi Dokumentasi dilakukan dengan cara mengambil data dari tentang identitas dan rekam medik Puskesmas Kunduran Kabupaten Blora.
3.12 Prosedur Penelitian 3.11.1 Tahap awal penelitian Adalah kegiatan yang dilakukan sebelum melakukan penelitian. Adapun kegiatan pada awal penelitian adalah: 1. Koordinasi dengan pihak-pihak yang terkait dalam penelitian ini tentang tujuan dan prosedur penelitian 2. Mengelompokkan sampel (kasus dan kontrol)
53
3. Penyusunan kuesioner 4. Mempersiapkan perlengkapan lainnya 3.11.2 Tahap Penelitian Tahap penelitian adalah kegiatan yang dilakukan saat pelaksanaan penelitian. Adapun kegiatan pada tahap penelitian adalah: 1. Pengisian kuesioner 3.11.3 Akhir Penelitian Tahap akhir penelitian adalah kegiatan yang dilakukan pada saat setelah selesai penelitian adalah: 1. Pencatatan hasil penelitian 2. Analisis data
3.13 Teknik Analisis Data 3.12.3 Analisis Univariat Analisis
univariat
dilakukan
terhadap
tiap
variabel
dari
hasil
penelitian.Analisis ini hanya menghasilkan distribusi dan prosentase dari tiap-tiap variabel (Soekidjo Notoatmodjo, 2005: 188).Hasil penelitian dideskripsikan dalam bentuk tabel dan distribusi frekuensi untuk mengevaluasi besarnya proporsi masing-masing variabel yang diteliti. 3.12.4 Analisis Bivariat Analisis
bivariat
dilakukan
terhadap
dua
variabel
yang diduga
berhubungan. Dalam penelitian ini analisis bivariat menggunakan uji chi square karena skala pengukuran variabel yaitu berupa nominal dan ordinal dengan
54
jumlah kelompok yang diuji adalah dua kelompok (penderita kusta dan bukan penderita kusta), serta tidak berpasangan. 1) Penentuan Odds Ratio (OR) Menggunakan tabel 2x2 Tabel 3.2 Tabel 2x2 Penentuan OR Kasus
Kontrol
Jumlah
Faktor
Ya
A
B
A+B
Risiko
Tidak
C
D
C+D
Jumlah
A+C
B+D
A+B+C+D
Hasil pengamatan pada penelitian ini digambarkan dengan menggunakan tabel 2x2 yaitu sebagai berikut: Keterangan : Sel A : Kasus yang mengalami pajanan Sel B : Kontrol yang mengalami pajanan Sel C : Kasus yang tidak mengalami pajanan Sel D : Kontrol yang tidak mengalami pajanan Rumus menghitung OR : OR = =
:
=
: = :
=
( Sudigdo Sastroasmoro dan Sofyan Ismail, 2002: 119)
Interpretasi OR dan 95% CI
55
1.
OR > 1, dan 95% CI tidak mencakup angka 1, menunjukkan bahwa faktor yang diteliti merupakan faktor risiko timbulnya penyakit.
2.
OR > 1, dan 95% CI mencakup angka 1, menunjukkan bahwa faktor yang diteliti belum merupakan faktor risiko timbulnya penyakit.
3.
OR = 1, dan 95% CI mencakup angka 1 atau 95% CI mencakup angka 1, menunjukkan bahwa faktor yang diteliti bukan merupakan faktor risiko timbulnya penyakit.
4.
OR < 1, dan 95% CI tidak mencakup angka 1, menunjukkan bahwa faktor yang diteliti merupakan faktor protektif yang dapat mengurangi terjadinya penyakit.
5.
OR < 1, dan 95% CI mencakup angka 1, menunjukkan bahwa faktor yang diteliti belum tentu merupakan faktor protektif yang dapat mengurangi terjadinya penyakit (Sudigdo Sostroasmoro dan Sofyan Ismael, 2002: 102).
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.3 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Puskesmas Kunduran merupakan satu diantara dua Puskesmas yang ada di Wilayah Kecamatan Kunduran, yang mempunyai Wilayah kerja sebanyak 16 desa dan 1 Kelurahan.Puskesmas Kunduran merupakan salah satu dari 5 Puskesmas Perawatan diKabupaten Blora. Batas wilayah kerja Puskesmas Kunduran adalah sebagai berikut: 1. Sebelah Utara berbatasan dengan Puskesmas Todahan 2. Sebelah Timur dengan Puskesmas Ngawen 3. Sebelah Barat dengan Puskesmas Ngaringan (Kabupaten Grobogan) 4. Sebelah Selatan dengan Puskesmas Sono Kidul Secara administrasi wilayah kerja Puskesmas Kunduran terdiri dari 17 Desa dengan jumlah penduduk 40,229 jiwa. Sebagian besar bekerja di pertanian dan sebagai buruh.
4.4 Hasil Penelitian 4.2.1 Deskripsi Responden Berdasarkan hasil penelitian yang berjudul Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian Kusta (Studi Kasus di Wilayah Kerja Puskesmas Kunduran Kabupaten Blora Tahun 2012), responden terdiri dari responden kasus dan responden kontrol. Dimana responden kasus terdiri 40 orang yang tercatat dalam
56
57
rekam medis puskesmas Kunduran dan responden kontrol terdiri dari 40 orang yang merupakan tetangga kasus yang tidak tercatat dalam rekam medis. 4.2.1.1
Distribusi Responden menurut Umur Responden
Distribusi responden berdasarkan umur dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Umur Umur (1) 15-25 tahun 26-36 tahun 37-47 tahun 48-58 tahun 59-69 tahun 70-80 tahun Jumlah
Frekuensi (2) 9 20 28 11 10 2 80
Persentase (%) (3) 11,2 25,0 35,0 13,8 12,5 2,5 100
Berdasarkan tabel 4.1 diketahui bahwa responden terbanyak terdapat pada kelompok umur 37-47 tahun dengan jumlah 28 responden dan persentase sebesar 35,0%. Umur minimal responden adalah 15 tahun dan umur maksimal responden adalah 78 tahun 4.2.1.2
Distribusi Responden menurut Jenis Kelamin Responden
Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin (1) Laki-Laki Perempuan Jumlah
Frekuensi (2) 43 37 80
Persentase (%) (3) 53,8 46,3 100
Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang menjadi sampel adalah laki-laki yaitu sebanyak 43 responden dengan persentase
58
53,8%, sedangkan responden yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 37 responden dengan persentase 46,3%. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jenis kelamin responden baik dari kelompok kasus maupun kontrol terbanyak adalah berjenis kelamin laki-laki. 4.2.1.3
Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan
Distribusi responden berdasarkan jenis pekerjaan dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan Jenis Pekerjaan (1) PNS Swasta Petani Buruh Lain-Lain Tidak Bekerja Jumlah
Frekuensi (2) 4 22 32 4 5 13 80
Persentase (%) (3) 5,0 27,5 40,0 5,0 6,2 16,2 100
Berdasarkan Tabel 4.3 dapat diketahui dari 80 responden didapatkan bahwa responden mata pencaharian petani sebanyak 32 responden (40,0%), wiraswasta sebanyak 22 responden (27,5%), PNS sebanyak 4 responden (5,0%), buruh sebanyak 4 responden (5,0%), lain-lain sebanyak 5 responden (6,2%), sedangkan yang tidak bekerja sebanyak 13 responden (16,2%).Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jenis pekerjaan responden terbanyak adalah pekerjaan sebagai petani. 4.2.1.4
Distribusi Responden Berdasarkan Status Sosial Ekonomi
Distribusi responden berdasarkan status sosial ekonomiresponden dapat dilihat pada tabel berikut:
59
Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Status Sosial Ekonomi Tingkat Pendidikan (1) 0-500 Rb 600-1 Jt 1,1 Jt-1,5 Jt 1,6 Jt-2Jt 2,1 Jt-2,5 Jt 2,6 Jt-3 Jt Jumlah
Frekuensi (2) 40 12 23 2 2 1 80
Persentase (%) (3) 50 15 28,75 2,5 2,5 1,25 100
Berdasarkan Tabel 4.4 dapat diketahui dari 80 responden didapatkan bahwa responden terbanyak adalah yang berpenghasilan 0-500 rb sebanyak 40 responden (50%), penghasilan antara 1,1jt hingga 1,5jt sebanyak 23 responden (28,75%), penghasilan antara 600rb-1jt sebanyak 12 responden (15%), penghasilan antara 1,6jt-2jt sebanyak 2 responden (2,5%) dan penghasilan antara 2,1jt-2,5jt sebanyak 2 responden (2,5%) sisanya 1 (1,25%) responden berpengahasilan 2,7jt. 4.2.1.5 Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendidikan Responden Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tingkat Pendidikan (1) Diploma dan Sarjana SPG SMA SMP SD Tidak Sekolah/Tamat Jumlah
Frekuensi (2) 6 1 27 9 26 11 80
Persentase (%) (3) 7,5 1,2 33,8 11,2 32,5 13,75 100
Berdasarkan Tabel 4.5 dapat diketahui dari 80 responden didapatkan bahwa responden terbanyak adalah yang berpendidikan SMA sebanyak 27 responden
60
(33,8%), SD sebanyak 26 responden (32,5%), tidak sekolah/tidak tamat sebanyak 11 responden (13,75%), SMP sebanyak 9 responden (11,2%), sebanyak 6 responden (7,5%) memiliki tingkat pendidikan Diploma dan Sarjana sedangkan sisanya 1 responden (1,2%) berpendidikan SPG. 4.2.2
Analisis Univariat Analisis univariat menggambarkan distribusi frekuensi tiap variabel hasil
penelitian yang meliputi umur, pekerjaan, status sosial ekonomi, tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan dan personal hygiene. 4.2.2.1Umur Distribusi responden berdasarkan umur responden dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Umur Umur (1) Berisiko Tidak Berisiko Jumlah
Frekuensi (2) 16 64 80
Persentase (%) (3) 20 80 100
Berdasarkan tabel 4.6 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden tidak berisiko mengalami kejadian kusta yaitu sebanyak 64 responden (80%), sedangkan responden yang berisiko sebanyak 16 responden (20%). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden tidak berisiko mengalami kejadian kusta karena usia responden diatas 30 tahun. 4.2.2.2
Jenis Pekerjaan Distribusi responden berdasarkan jenis pekerjaan penderita dapat dilihat
pada table berikut:
61
Tabel 4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan Jenis Pekerjaan (1) Berisiko Tidak Berisiko Jumlah
Frekuensi (2) 45 35 60
Persentase (%) (3) 56,2 43,8 100.0
Berdasarkan tabel 4.7, dapat diketahui bahwa sebagian besar responden berisiko mengalami kejadian kusta yaitu sebanyak 45 responden (56,2%), sedangkan responden yang tidak berisiko sebanyak 35 responden (43,8%). 4.2.2.3 Status Sosial Ekonomi Distribusi responden berdasarkan status sosial ekonomi dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 4.8 Distribusi Responden Berdasarkan Status Sosial Ekonomi Status Sosial Ekonomi (1) Rendah (< Rp. 1.009.000Per bulan) Tinggi (> Rp. 1.009.000Per bulan) Jumlah
Frekuensi (2) 52 28 80
Persentase (%) (3) 65 35 100.0
Berdasarkan Tabel 4.8 didapatkan bahwa responden yang mempunyai status sosial ekonomi rendah yaitu sebanyak 52 responden (65%) dan responden yang mempunyai status sosial ekonomi tinggi sebanyak 28 orang (35%). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata status social ekonomi responden dalam kriteria rendah karena masih dibawah UMK kabupaten Blora (Rp. 1.009.000) 4.2.2.4
Tingkat Pendidikan
Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada tabel berikut:
62
Tabel 4.9 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tingkat Pendidikan (1) Rendah (lulusan SMP ke bawah) Tinggi (lulusan SMA ke atas) Jumlah
Frekuensi (2) 46 34 80
Persentase (%) (3) 57,5 42,5 100
Berdasarkan Tabel 4.9 didapatkan bahwa responden yang mempunyai pendidikan rendah yaitu sebanyak 46 orang (57,5%) dan responden yang mempunyai pendidikan tinggi sebanyak 34 orang (42,5%). 4.2.2.5
Tingkat Pengetahuan
Distribusi responden berdasarkan tingkat pengetahuan responden tentang penyakit kusta dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 4.10 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Tingkat Pengetahuan (1) Rendah (skor jawaban <8) Tinggi (skor jawaban ≥ 8) Jumlah
Frekuensi (2) 65 15 80
Persentase (%) (3) 81,2 18,8 100
Berdasarkan tabel 4.10, dapat diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat pengetahuan tentang gejala kusta, cara penularan, dan pencegahan kusta sebelum didiagnosis kusta dengan kategori rendah. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa responden yang memiliki tingkat pengetahuan rendah sebanyak 65 responden (81,2%), sedangkan responden yang memliki pengetahuan tinggi sebanyak 15 responden (18,8%). 4.2.2.6
Personal Hygiene
Distribusi responden berdasarkan personal hygiene responden tentang penyakit kusta dapat dilihat pada tabel berikut :
63
Tabel 4.11 Distribusi Responden Berdasarkan Personal Hygiene Responden Personal Hygiene Buruk (skor jawaban <3) Baik (skor jawaban ≥ 3) Jumlah
Jumlah 53 27 80
Prosentase (%) 66,2 33,8 100
Berdasarkan Tabel 4.11 didapatkan bahwa responden yang mempunyai personal hygiene baik yaitu sebanyak 27 orang (33,8 %) dan responden yang mempunyai personal hygiene buruk sebanyak 53 orang (66,2%). 4.2.3
Analisis Bivariat
4.2.3.8 Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Kejadian Kusta Hasil uji Chi-square dari data penelitian mengenai jenis kelamin respondendengan kejadian kusta didapatkan hasil sebagai berikut: Tabel 4.12.Crosstab antara Jenis Kelamin dengan Kejadian Kusta
Jenis Kelamin Laki-laki (Berisiko) Perempuan (Tidak Berisiko) Jumlah
Kejadian Kusta Kasus Kontrol N % N % 25 62,5 18 45,0 15 37,5 22 55,0
N 43 37
40 100,0
80 100,0
40 100,0
Jumlah % 53,8 46,2
P value
OR 95%CI
0,178
2,037 0,834-4,976
Berdasarkan tabel 4.12 dapat diperoleh informasi bahwa responden dengan jenis kelamin laki-laki pada kelompok kasus sebesar 62,5% lebih besar apabila dibandingkan dengan kelompok kontrol 45%, sedangkan responden dengan jenis kelamin perempuan pada kelompok kasus sebesar 15% lebih kecil dibandingkan dengan kelompok kontrol 22%. .
64
Hasil uji chi square diperoleh bahwa nilai p (0,178) > α (0,05) sehingga Ho diterima. Hal ini berarti dapat diketahui bahwa tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian kusta. Nilai odd ratio (OR) = 2,037 dengan interval 0,834-4,976 (mencakup angka 1), yang berarti bahwa jenis kelamin belum tentu merupakan faktor risiko kejadian kusta. 4.2.3.9 Hubungan antara Umur dengan Kejadian Kusta Hasil uji Chi-square dari data penelitian mengenai umur responden respondendengan kejadian kusta didapatkan hasil sebagai berikut: Tabel 4.13.Crosstab antara Umur Responden dengan Kejadian Kusta Kejadian Kusta Umur
P value
OR 95%CI
Kasus Kontrol Jumlah N % N % N % 7 0,731 15-29tahun (Berisiko) 17,5 9 22,5 16 20,0 0,243-2,201 <18 tahun dan > 30 tahun 33 31 64 82,5 77,5 80,0 0,780 (Tidak Berisiko) Total 40 100 40 100 80 100 Berdasarkan tabel 4.13 dapat diperoleh informasi bahwa responden dengan umur 15-29 tahun pada kelompok kasus sebesar 17,5% lebih kecil apabila dibandingkan dengan kelompok control 22,5%, sedangkan responden dengan umur <18 atau > 30 tahun pada kelompok kasus 82,5 % lebih besar apabila dibandingkan dengan kelompok control sebesar 77,5%. Hasil uji chi square diperoleh bahwa nilai p (0,780) > α (0,05) sehingga Ho diterima. Hal ini berarti dapat diketahui bahwa tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian kusta. Nilai odd ratio (OR) = 0,731 dengan interval 0,243-2,201 (mencakup angka 1), yang berarti bahwa umur belum tentu merupakan faktor risiko kejadian kusta.
65
4.2.3.3 Hubungan antara Jenis Pekerjaan dengan Kejadian Kusta Hasil
uji
Chi-square
dari
data
penelitian
mengenai
pekerjaan
respondendengan kejadian kusta didapatkan hasil sebagai berikut: Tabel 4.14.Crosstab antara Pekerjaan Penderita dengan kejadian kusta
Jenis Pekerjaan >8 jam/hari (Berisiko) <8 jam/hari (Tidak Berisiko) Jumlah
Kejadian Kusta Kontro Kasus l N % N % 29 72,5 16 40 11 27,5 24 60 40 100 40 100
Jumlah N 45 35 80
% 56,2 43,8 100
P value
OR 95%CI
0,007
3,955 1,546-10,114
Berdasarkan tabel 4.14, dapat diperoleh informasi bahwa responden dengan jenis pekerjaan yang memiliki jumlah jam lebih dari 8 jam/hari pada kelompok kasus sebesar 72,8 % lebih besar apabila dibandingkan dengan kelompok kontrol 56,2 %, sedangkan responden dengan jenis pekerjaan yang memiliki jumlah jam kurang dari 8 jam/hari pada kelompok kasus 27,5 % lebih kecil apabila dibandingkan dengan kelompok kontrol sebesar 43,8%. Hasil uji chi square diperoleh bahwa nilai p (0,007) < α (0,05) sehingga Ho ditolak. Hal ini berarti dapat diketahui bahwa ada hubungan antara jenis pekerjaan dengan kejadian kusta. Nilai odd ratio (OR) = 3,955 dengan interval 1,546-10,114 (tidak mencakup angka 1), yang berarti bahwa responden dengan jenis pekerjaan yang lebih dari 8 jam/hari dengan penderita kusta memiliki risiko 3,955 kali lebih besar bila dibandingkan dengan responden yang memiliki jenis pekerjaan kurang dari 8 jam/hari.
66
4.2.3.4
Hubungan antara Status Sosial Ekonomi dengan Kejadian Kusta
Hasil uji Chi-square dari data penelitian mengenai status sosial ekonomi respondendengan kejadian kusta didapatkan hasil sebagai berikut: Tabel 4.15.Crosstab antara Status Sosial Ekonomi dengan Kejadian kusta Status Sosial Ekonomi Rendah Tinggi Jumlah
Kejadian Kusta Kasus Kontrol n % n % 34 85 18 45 6 15 22 55 40 100,0 40 100,0
Jumlah n 52 28 80
% 65 35 100,0
P value
OR 95%CI
0,000
6,926 2,380-20,157
Berdasarkan tabel 4.15, dapat diperoleh informasi bahwa responden dengan status social ekonomi rendah pada kelompok kasus sebesar 85 % lebih besar apabila dibandingkan dengan kelompok kontrol 65 %, sedangkan responden dengan status social ekonomi tinggi pada kelompok kasus 15 % lebih kecil apabila dibandingkan dengan kelompok kontrol sebesar 35%. Hasil uji chi square diperoleh bahwa nilai p (0,000) < α (0,05) sehingga Ho ditolak. Hal ini berarti dapat diketahui bahwa ada hubungan antara status social ekonomi dengan kejadian kusta. Nilai odd ratio (OR) = 6,926 dengan interval 2,380-20,157 (tidak mencakup angka 1), yang berarti bahwa responden dengan status social ekonomi rendah memiliki risiko 6,926 kali lebih besar untuk terkena penyakit kusta, apabila dibandingkan dengan responden dengan status social ekonomi tinggi. 4.2.3.5
Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Kejadian Kusta
67
Hasil uji Chi-square dari data penelitian mengenai tingkat pendidikan respondendengan kejadian kusta didapatkan hasil sebagai berikut: Tabel 4.16.Crosstab antara Tingkat Pendidikan dengan Kejadian kusta Tingkat Pendidikan Rendah Tinggi Jumlah
Kejadian Kusta Kasus Kontrol n % n % 34 85 12 30 6 15 28 70 40 100,0 40 100,0
Jumlah n 46 34 80
% 57,5 42,5 100,0
P value
OR 95%CI
0,000
13,222 4,400-39,732
Berdasarkan tabel 4.16, dapat diperoleh informasi bahwa responden dengan tingkat pendidikan rendah pada kelompok kasus sebesar 85 % lebih besar apabila dibandingkan dengan kelompok kontrol 30 %, sedangkan responden dengan tingkat pendidikan tinggi pada kelompok kasus 15 % lebih kecil apabila dibandingkan dengan kelompok kontrol sebesar 70%. Hasil uji chi square diperoleh bahwa nilai p (0,000) < α (0,05) sehingga Ho ditolak. Hal ini berarti dapat diketahui bahwa ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan kejadian kusta. Nilai odd ratio (OR) = 13,222 dengan interval 4,400-39,732 (tidak mencakup angka 1), yang berarti bahwa responden dengan tingkat pendidikan rendah memiliki risiko 13,222 kali lebih besar untuk terkena penyakit kusta, apabila dibandingkan dengan responden dengan tingkat pendidikan tinggi. 4.2.3.6
Hubungan antara Tingkat Pengetahuan dengan Kejadian Kusta
Hasil uji Chi-square dari data penelitian mengenai tingkat pengetahuan respondendengan kejadian kusta didapatkan hasil sebagai berikut:
68
Tabel 4.17.Crosstab antara Tingkat Pengetahuan dengan Kejadian kusta Tingkat Pengetahuan Rendah Tinggi Jumlah
Kejadian Kusta Kasus Kontrol n % n % 32 80 33 82,5 8 20 7 17,5 40 100,0 40 100,0
Jumlah n 65 15 80
% 81,2 18,8 100,0
P value
OR 95%CI
1,000
0,848 0,275-2,613
Berdasarkan tabel 4.17, dapat diperoleh informasi bahwa responden dengan tingkat pengetahuan rendah pada kelompok kasus sebesar 80 % lebih kecil apabila dibandingkan dengan kelompok kontrol 82,5%, sedangkan responden dengan tingkat pengetahuan tinggi pada kelompok kasus 20 % lebih kecil apabila dibandingkan dengan kelompok kontrol sebesar 17,5%. Hasil uji chi square diperoleh bahwa nilai p (1,000) > α (0,05) sehingga Ho diterima. Hal ini berarti dapat diketahui bahwa tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan dengan kejadian kusta. Nilai odd ratio (OR) = 0,848 dengan interval 0,275-2,613 (mencakup angka 1), yang berarti bahwa tingkat pengetahuan belum tentu merupakan faktor risiko kejadian kusta. 4.2.3.7
Hubungan antara Personal Hygiene dengan Kejadian Kusta
Hasil uji Chi-square dari data penelitian ini adalah sebagai berikut Tabel 4.18.Crosstab antara Personal Hygienedengan Kejadian kusta Personal Higiene Buruk Baik Jumlah
Kejadian Kusta Kasus Kontrol n % n % 33 82,5 20 50 7 17,5 20 50 40 100,0 40 100,0
Jumlah n 53 57 80
% 66,2 33,5 100,0
P value
OR 95%CI
0,005
0,212 0,076 -0,591
Berdasarkan tabel 4.18, dapat diperoleh informasi bahwa responden dengan personal hygiene rendah pada kelompok kasus sebesar 82,5 % lebih besar apabila
69
dibandingkan dengan kelompok kontrol 50%, sedangkan responden dengan personal hygiene tinggi pada kelompok kasus 17,5 % lebih kecil apabila dibandingkan dengan kelompok kontrol sebesar 50 %. Hasil uji chi square diperoleh bahwa nilai p (0,005) > α (0,05) sehingga Ho ditolak. Hal ini berarti dapat diketahui bahwa ada hubungan antara perilaku personal hygiene dengan kejadian kusta. Nilai odd ratio (OR) = 0,212 dengan interval 0,076-0,591 (mencakup angka 1), yang berarti bahwa perilaku personal hygiene belum tentu merupakan faktor risiko kejadian kusta.
4.5 Rekapitulasi Hasil Analisis Bivariat Berdasarkan hasil penelitian di wilayah kerja puskesmas Kunduran Blora, diperoleh hasil analisis bivariat dengan menggunakan uji chi-square dapat diketahui sebagai berikut: Tabel 4.19 Rekapitulasi Hasil Analisis Bivariat dengan Uji Chi-Square No. Variabel Bebas
p value
OR
95%CI
Keterangan
1
Jenis Kelamin
0,178
2,037
0,834-4,976
Tidak Ada Hubungan
2
Umur
0,780
0,731
0,243-2,201
Tidak Ada hubungan
3
0,007
3,955
1,546-10,114 Ada hubungan
0,000
6,926
2,380-20,157 Ada hubungan
5
Jenis Pekerjaan Status Sosial Ekonomi Tingkat Pendidikan
0,000
13,222
4,400-39,732 Ada hubungan
6
Tingkat Pengetahuan
1,000
0,848
0,275-2,613
Tidak ada hubungan
7
Personal Hygiene
0,005
0,212
0,076-0,591
Ada hubungan
4
BAB V PEMBAHASAN
5.3 Pembahasan 5.1.8 Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Kejadian Kusta Setelah dilakukan penelitian di wilayah kerja Puskesmas Kunduran Kabupaten Blora dan berdasarkan hasil analisis bivariat antara jenis kelamin dengan kejadian kusta, didapatkan hasil tidak ada hubungan yang bermakna dengan p value = 0,0178; OR = 2,037 (95% CI = 0,834-4,976). Dalam penelitian ini kelompok kasus (yang mengalami kejadian kusta) lebih banyak dialami oleh responden yang berjenis kelamin laki-laki sedangkan pada kelompok kontrol (yang tidak mengalami kejadian kusta) cenderung didominasi oleh responden yang berjenis kelamin perempuan. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian dari Maria Christiana (2008) di Kabupaten Jepara yang menyatakan ada hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian kusta. Begitu juga dengan hasil penelitian Puspita Kartika Sari (2005) yang menyatakan ada hubungan antara jeniskelamin dengan kejadian kusta dan hasil penelitian Yessita Yuniarasari (2013) di Kabupaten Rembang juga tidak menemukan adanya hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian kusta. Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat dari Marwali Harahap (2000: 261) yang menyatakan bahwa penyakit kusta dapat menyerang semua orang. Laki-laki lebih banyak terkena dibandingkan dengan wanita, dengan perbandingan
70
71
2:1. Walaupun ada beberapa daerah yang menunjukkan insidens ini hampir sama bahkan ada daerah yang menunjukkan penderita wanita lebih banyak. Begitu juga seperti yang ada dalam Depkes RI, (2007: 8)bahwa laki-laki lebih banyak terserang dari pada wanita. Relatif rendahnya kejadian kusta pada perempuan kemungkinan karena faktor lingkungan atau faktor biologi. Seperti kebanyakan penyakit menular lainnya laki-laki lebih banyak terpapar dengan faktor risiko sebagai akibat gaya hidupnya 5.1.9 Hubungan antara Umur dengan Kejadian Kusta Setelah dilakukan penelitian di wilayah kerja Puskesmas Kunduran Kabupaten Blora dan berdasarkan hasil analisis bivariat antara umur responden dengan kejadian kusta, didapatkan hasil tidak ada hubungan yang bermakna dengan p value = 0,780; OR = 0,731 (95% CI = 0,243-2,201). Dalam penelitian ini kelompok kasus maupun kontrol didominasi oleh responden yang umurnya tidak beresiko mengalami kejadian kusta yaitu responden yang berusia lebih dari 30 tahun.Sebagian besar responden tidak berisiko mengalami kejadian kusta yaitu sebanyak 64 responden (80%), sedangkan responden yang berisiko sebanyak 16 responden (20%). Hasil penelitian ini menemukan bahwa penderita kusta memiliki usia di atas 30 tahun sehingga hasil ini tidak sesuai dengan Depkes RI (2007:8) dan Latapi’s Lepromatosis (2005:177) yang menaytakan bahwa Kusta diketahui terjadi pada semua umur berkisar antara bayi sampai umur tua (3 minggu sampai lebih dari 70 tahun). Namun yang terbanyak adalah pada umur muda dan produktif.
72
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian dari Maria Christiana (2008) di Kabupaten Jepara yang menyatakan tidak ada hubungan antara umur risiko dengan kejadian kusta. Begitu juga dengan hasil penelitian Puspita Kartika Sari (2005) di Pemalang yang menyatakan tidak ada hubungan antara umur risiko dengan kejadian kusta dan hasil penelitian Yessita Yuniarasari (2013) di Kabupaten Rembang juga tidak menemukan adanya hubungan antara umur dengan kejadian kusta. 5.1.10 Hubungan antara Jenis Pekerjaan dengan Kejadian Kusta Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara jenis pekerjaan dengan kejadian kustadi wilayah kerja puskesmas Kunduran, Blora. Hasil ini didasarkan pada uji Chi-square, diperoleh nilai p (0,007) < α ( 0,05). Nilai odd ratio sebesar 3,955 dan 95% CI (1,546-10,114) sehingga dapat diketahui bahwa responden yang memiliki jenis pekerjaan yang lebih dari 8 jam per hari mempunyai risiko 3,955 kali lebih besar terkena kusta daripada responden yang memiliki jenis pekerjaan kurang dari 8 jam tiap hari. Nilai OR > 1 dan 95% CI tidak mencakup angka 1, berarti jenis pekerjaan yang berisiko merupakan salah satu faktor risiko kejadian kusta. Secara keseluruhan, sebagian besar responden berisiko mengalami kejadian kusta yaitu sebanyak 45 responden (56,2%), sedangkan responden yang tidak berisiko sebanyak 35 responden (43,8%). Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian dari Yessita Yuniarasari (2013) di Kabupaten Rembang yang juga menemukan adanya hubungan antara jenis pekerjaan dengan kejadian kusta. Dan penelitian yang dilakukan oleh Nur Laily Af’idah (2012) tentang analisis faktor risiko kejadian kusta di Kabupaten
73
Brebes tahun 2010, uji statistik menunjukkan bahwa ada hubungan antara jenis pekerjaan dengan kejadian kusta. 5.1.11 Hubungan antara Status Sosial Ekonomi dengan Kejadian Kusta Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara status sosial ekonomi dengan kejadian kustadi wilayah kerja puskesmas Kunduran, Blora. Hasil ini didasarkan pada uji Chi-square, diperoleh nilai p (0,000) < α ( 0,05). Nilai odd ratio sebesar
6,296 dan 95% CI (2,380-20,157) sehingga dapat
diketahui bahwa responden yang memiliki status sosial ekonomi rendah memiliki risiko 6,296 kali lebih besar mengalami kejadian kusta dibandingkan responden yang memiliki status sosial ekonomi tinggi. Secara keseluruhan dalam penelitian ini, responden yang mempunyai status sosial ekonomi rendah yaitu sebanyak 52 responden (65%) dan responden yang mempunyai status sosial ekonomi tinggi sebanyak 28 orang (35%). Faktor ini juga sangat berpengaruh terhadap terjadinya kusta adalah tingkat ekonomi atau status sosial, yang bisa dideskripsikan dengan besarnya penghasilan. Besarnya penghasilan seseorang turut mempengaruhi pemenuhan kebutuhan hidup kesehariannya, termasuk kebutuhan makan dan kesehatan. Jika kebutuhan akan makanan sehat tidak terpengaruhi maka dapat melemahkan imunitas atau daya tahan tubuh, sehingga mudah terserang suatu penyakit (Indan, 2004:24). Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian dari Maria Christiana (2008) di Kabupaten Jepara yang menyatakan ada hubungan antara status sosial ekonomi dengan kejadian kusta.
74
5.1.12 Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Kejadian Kusta Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan kejadian kustadi wilayah kerja puskesmas Kunduran, Blora.Hasil ini didasarkan pada uji Chi-square, diperoleh nilai p (0,000) < α ( 0,05). Nilai odd ratio sebesar 13,222 dan 95% CI (4,400-39,732) sehingga dapat diketahui bahwa responden yang memiliki tingkat pendidikan rendah mempunyai risiko 13,222 kali lebih besar terkena kusta daripada responden yang memiliki tingkat pendidikan tinggi. Nilai OR > 1 dan 95% CI tidak mencakup angka 1, berarti tingkat pendidikan rendah merupakan salah satu faktor risiko kejadian kusta. Dalam penelitian ini sebagian besar responden mempunyai pendidikan rendah yaitu sebanyak 46 orang (57,5%) dan responden yang mempunyai pendidikan tinggi sebanyak 34 orang (42,5%). Hasil penelitian ini yaitu penderita kusta lebih banyak yang memiliki tingkat pendidikan rendah. Pendidikan yang rendah oleh penderita sebagai salah satu faktor yang berhubungan dengan kejadian kusta karena seperti yang diungkapkan oleh Soekidjo Notoatmodjo (2005: 26) dan Budioro (1997:113) bahwa tingkat pendidikan dianggap sebagai salah satu unsur yang menentukan pengalaman dan pengetahuan seseorang, baik dalam ilmu pengetahuan maupun kehidupan sosial. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian dari Maria Christiana (2008) di Kabupaten Jepara yang menyatakan ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan kejadian kusta.Hasil berbeda dengan hasil penelitian dari Yessita Yuniarasari (2013) di Kabupaten Rembang menemukan tidak adanya hubungan antara tingkat pendidikan dengan kejadian kusta.
75
5.1.13 Hubungan antara Tingkat Pengetahuan dengan Kejadian Kusta Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan dengan kejadian kustadi wilayah kerja puskesmas Kunduran, Blora.Hasil ini didasarkan pada uji Chi-square, diperoleh nilai p (1,000) > α ( 0,05). Nilai odd ratiosebesar 0,848 dan 95% CI (0,275-2,613). Nilai OR < 1 dan 95% CI mencakup angka 1, berarti tingkat pengetahuan bukan merupakan salah satu faktor risiko kejadian kusta. Dalam penelitian ini, responden memiliki tingkat pengetahuan tentang gejala kusta, cara penularan, dan pencegahan kusta sebelum didiagnosis kusta dengan kategori rendah yaitu sebanyak 65 responden (81,2%), sedangkan responden yang memliki pengetahuan tinggi sebanyak 15 responden (18,8%). Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian dari Yessita Yuniarasari (2013) di Kabupaten Rembang yang menemukan adanya hubungan antara tingkat pengetahuan dengan kejadian kusta sedangkan dalam penelitian ini tidak ada hubungan. 5.1.14 Hubungan antara Personal Hygiene dengan Kejadian Kusta Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara personal hygiene dengan kejadian kustadi wilayah kerja puskesmas Kunduran, Blora. Hasil ini didasarkan pada uji Chi-square, diperoleh nilai p (0,005) < α ( 0,05). Nilai odd ratio sebesar 0,212 dan 95% CI (0,076-0,591) sehingga dapat diketahui bahwa responden yang memiliki personal hygiene buruk belum tentu merupakan faktor risiko penyakit kusta. Dalam penelitian ini, sebagain besar responden mempunyai
76
personal hygiene baik yaitu sebanyak 52 orang (65%) dan responden yang mempunyai personal hygiene buruk sebanyak 28 orang (35%). Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian dari Maria Christiana (2008) di Kabupaten Jepara yang menyatakan ada hubungan antara personal hygiene dengan kejadian kusta dan hasil penelitian dari Yessita Yuniarasari (2013) di Kabupaten Rembang yang juga menemukan adanya hubungan antara personal hygiene dengan kejadian kusta.
5.4 Hambatan dan Kelemahan Penelitian 5.2.3 Hambatan Penelitian Hambatan yang ditemui dalam penelitian ini antara lain: 1. Desain penelitian ini menggunakan desain kasus kontrol (retrospektif) sehingga dapat terjadi recall bias atau kesalahan dalam pengambilan data sampel kasus dan kontrol. Hal tersebut diatasi dengan melakukan konfirmasi ke petugas Puskesmas dan melihat catatan pada kartu penderita maupun buku monitoring pengobatan 2. Terdapat bias informasi pada saat pengambilan data, baik dari petugas Puskesmas maupun responden penelitian tentang personal hygiene pasien kusta. Hal tersebut
diatasi dengan melakukan klarifikasi ulang
permasalahan yang ada dan melakukan cek ulang dengan catatan pasien yang ada.
77
5.2.4 Kelemahan Penelitian 1. Pada variabel status sosial ekonomi hanya dilakukan terhadap jumlah pendapatan responden saja dan tidak melihat aspek-aspek lain misal kepemilikan barang mewah atau kepemilikan jabatan dalam struktur organisasi kemasyarakatan. 2. Tingkat pengetahuan dan personal hygiene seharusnya diukur sebelum menderita kusta.
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN
6.3 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Ada hubungan antara jenis pekerjaan (p = 0,007; OR = 3,955), status sosial ekonomi (p = 0,000; OR = 6,926), tingkat pendidikan (p = 0,000; OR = 13,222), dan personal hygiene (p = 0,005; OR = 0,212) dengan kejadian kusta di wilayah kerja puskesmas Kunduran kabupaten Blora. 2. Tidak ada hubungan antara jenis kelamin (p = 0,178; OR = 2,037) , umur (p = 0,780; OR = 0,731), dan tingkat pengetahuan (p = 1,000; OR = 0,848) dengan kejadian kusta di wilayah kerja puskesmas Kunduran kabupaten Blora.
6.4 Saran Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan penelitian di atas, maka saran yang dapat peneliti sampaikan yaitu sebagai berikut: 6.2.1 Kepada Puskesmas dan Instansi Kelurahan Guna mencegah terjadinya penyakit kusta yang lebih banyak, diharapkan adanya kerjasama antara petugas puskesmas dengan kader-kader dan pejabat kelurahan
terutama
dalam
upaya
meningkatkan
pemberantasan penyakit kusta.
78
keberhasilan
program
79
6.2.2 Kepada Masyarakat Sebagai upaya pencegahan penyakit kusta, hendaknya masyarakat lebih memperhatikan kebersihan pribadi dan kebersihan lingkungan rumah. 6.2.3 Kepda Peneliti Selanjutnya Diharapkan peneliti selanjutnya dapat menambahkan variabel lain yang yang berhubungan dengan penyakit kusta seperti lama kontak dengan penderita, riwayat kontak dan kepadatan hunian.
DAFTAR PUSTAKA
Adhi Djuanda, 2007,Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Jakarta : FKUI. Agus Riyanto, 2009, Pengolahan dan Analisis Data Kesehatan, Jogjakarta: Nuha Medika. Arif Mansjoer, 2000, Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius Fakultas. Bhisma Murti, 2010, Desain dan Ukuran Sampel untuk Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif di Bidang Kesehatan, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press Budioro, 1997, Pengantar Ilmu Kesehatan Masyarakat, Semarang: FKM UNDIP. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006, Buku Pedoman Pemberantasan Penyakit Kusta. Cetakan XV, Jakarta: Dirjen PPM dan PL. Departemen Kesehatan RI, 2008, Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta: Depkes RI. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2010, Profil Kesehatan Profinsi Jawa Tengah Tahun 2010.Semarang : Dinas Kesehatan Provinsi Jateng. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2011, Profil Kesehatan Profinsi Jawa Tengah Tahun 2011.Semarang : Dinas Kesehatan Provinsi Jateng Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tenga, 2012. Profil Kesehatan Profinsi Jawa Tengah Tahun 2012.Semarang : Dinas Kesehatan Provinsi Jateng Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2011, Data BPP2PL, Seksi Pengendalian Penyakit Menular. Semarang: Dinkes. Dinas Kesehatan Kabupaten Blora, 2010, Profil Kesehatan Kabupaten Blora Tahun 2010.Blora : Dinas Kesehatan Kabupaten Blora. Dinas Kesehatan Kabupaten Blora, 2011, Profil Kesehatan Kabupaten Blora Tahun 2011.Blora : Dinas Kesehatan Kabupaten Blora. Dinas Kesehatan Kabupaten Blora, 2012, Profil Kesehatan Kabupaten Blora Tahun 2012.Blora : Dinas Kesehatan Kabupaten Blora. Hiswani, 2001, Kusta Salah Satu Penyakit Menular yang Masih Dijumpai di Indonesia, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Kosasih A, Made Wisnu I, Emmy S.J, Linuwih S.M, Kusta dalam Andhi Juanda. 2005. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi IV. Jakarta: FKUI.
80
81
Maria Christiana, 2008, Analisis Faktor Risiko Kejadian Kusta (Studi Kasus di Rumah Sakit Kusta Donorejo Jepara) Tahun 2008. Skripsi : Universitas Negeri Semarang. Marwali Harahap, 2000, Ilmu Penyakit Kulit, Jakarta : Hipokrates. Muh. Dali Amiruddin. 2012. Penyakit Kusta Sebuah Pendekatan Klinis. Sidoarjo: Penerbit Brilian Internasional. Notoatmojo, Soekidjo. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Nur Nasry Noor, 2006, Pengantar Epidemiologi Penyakit Menular, Jakarta : Rineka Cipta Prawoto, 2008, Faktor-Faktor Resiko yang Berpengaruh Terhadap Terjadinya Reaksi Kusta.Tesis : Universitas Diponegoro Semarang, (http://eprints.undip.ac.id/6325/1/Prawoto.pdf), diakses 6 Agustus 2012 Risha Andri Saputri, 2009, Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Cacat Tingkat 2 Pada Penderita Kusta. Skripsi : Universitas Negeri Semarang Robin Graham, 2005, Dermatologi, Jakarta : Erlangga. Sudigdo S dan Sofyan Ismail, 2002, Dasar-Dasar Metodologi Klinis Edisi ke-2, Jakarta: Binarupa Aksara. Soekidjo Notoatmodjo, 2005, Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi, Jakarta : Rineka Cipta. Sasakawa Memorial Health Foundation. 2004. Atlas Kusta. World Health Organization, 2011, Weekly Epidemiological Record Leprosy Update 2011.(Online). No. 36, September 2011, 86, 398-400, (http://www.ilep.org.uk/fileadmin/uploads/Documents/WER/wer8636revis ed.pdf), diakses tanggal 23 Februari 2012
82
Lampiran 1 KUESIONER PENELITIAN FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KUSTA (STUDI KASUS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KUNDURAN KABUPATEN BLORA )
Petunjuk pengisian Kuesioner 1. Jawaban diisi oleh pewawancara dengan menanyakan langsung kepada responden. 2. Jawablah pertanyaan ini dengan benar dan sejujur-jujurnya.
No. Responden
:
Tgl. Pengisian
:
A. Identitas Responden 1. Kelompok
: ( 0 ) Kasus
( 1 ) Kontrol 2. Nama
:
3. Alamat
:
B. Umur 1. Berapa
umur
Anda
ketika
kusta........tahun? Jawab: C. Jenis Kelamin
: ( 1 ) Laki-laki
( 2 ) Perempuan D. Jenis Pekerjaan : ( 1 ) PNS ( 2 ) Swasta
didiagnosa
menderita
penyakit
83
( 3 ) Petani ( 4 ) Buruh ( 5 ) Lain- lain….. ( 6 ) Tidak Bekerja Jawab : E.
Tingkat Pendidikan 1. Pendidikan terakhir Anda ? Jawab:
F. Status sosial Ekonomi 1. Berapa pendapatan Anda per bulan ? Jawab : G. Tingkat Pengetahuan No Pertanyaan 1. Sebelum menderita kusta, apakah anda mengetahuinya PENYEBAB KUSTA 2
Penyakit kusta disebabkan oleh Mycobacterium Leprae
TANDA DAN GEJALA PENYAKIT KUSTA 3
Kelainan kulit yang merah atau putih yang mati rasa
4
Kulit yang kering dan retak
5
Kulit melepuh dan nyeri
6
Gangguan gerak anggota badan
7
Terjadi penebalan atau pembengkakan pada bercak
8
Kusta menyerang kulit, mata, otot, dan syaraf
CARA PENULARAN KUSTA 9
Saluran pernapasan bagian atas
Ya
Tidak
84
10
Melalui transfusi darah dengan penderita kusta
11
Kontak kulit langsung yang lama dan erat dengan penderita kusta 12 Bakteri yang utuh keluar dari tubuh penderita dan masuk ke dalam tubuh orang lain PENDERITA PENYAKIT KUSTA 13
Usia dewasa (25-35 tahun)
14
Anak-anak
15
Keturunan dari anggota keluarga yang menderita kusta
H. Personal Hygiene No
Pertanyaan
16 17
Sebelum menderita kusta, apakah anda mandi 2 kali sehari Apakah Anda sering bertukar pakaian dengan saudara atau teman sebelum menderita kusta? Apakah anda mempunyai kebiasaan pinjam meminjam alat pribadi (handuk, sabun,sisir dll) dengan anggota keluarga lain sebelum menderita kusta Sebelum menderita kusta , apakah Anda menggunakan sikat gigi bersama dengan oranglain? Sebelum menderita kusta, apakah anda selalu menutup hidung dan mulut saat batuk atau bersin Sebelum menderita kusta, jika anda mempunyai luka dibagian kulit, apakah anda langsung mengobatinya
18
19 20 21
Ya
tidak
85
Lampiran 2 DAFTAR RESPONDEN KASUS KODE R2 R3 R4 R6 R7 R8 R9 R10 R11 R12 R13 R14 R15 R16 R17 R18 R19 R20 R21 R22 R23 R24 R25 R26 R27 R29 R30 R31 R32 R33 R34 R35 R36 R37 R38
NAMA Virda Wadinah Subari Maskun Sumarno Sakilah Vita Wartini Sutami Punjaka Banjir Kardi Supi Sakri Andi Rohmat Musriah Sarmini Sudiran Sukinah Subiyat Munirah Nyamin M. Yusuf Pusamin Sumarsih Siti Lestari Siti Umidah Soni Yatini Suharto sumadi Darmo Idarnako Ramlan Mutulir
JK P P L L L P P P P L L L P L L P P L P L P L L L P P P L P L L L L L L
Alamat Sambiroto Karangawen Karanggeneng Kunduran Karanggeneng Karitan Waru Waru Kunduran Lungkup Dorami Kunduran Kunduran Kunduran Karanggeneng Kedungwaru Kunduran kunduran Kunduran Kunduran Sendangwates Sendangwates Kaanganyar Karanggeneng Karanggeneng Tinapan Kedungwaru Kunduran Karanggeneng Kunduran Kunduran Kunduran Kedungwaru Kedungsambi Kunduran
86
(1) R39 R40 R41 R42 R43
(2) Sugiharto Sripujiono Sujadi Sarpan Sutarno
Keterangan : R
: Responden
JK
: Jenis Kelamin
P
: Perempuan
L
: Laki-laki
(3) L L L L L
(4) Dungkuning Ndorosemi Ngombo Karanggeneng Ganggan
87
Lampiran 3 DAFTAR RESPONDEN KONTROL KODE R1 R5 R28 R44 R45 R46 R47 R48 R49 R50 R51 R52 R53 R54 R55 R56 R57 R58 R59 R60 R61 R62 R63 R64 R65 R66 R67 R68 R69 R70 R71 R72 R73 R74 R75
NAMA Ika supriatin Ngatini Sukemi Sitianik Kasmani Karsih Sukarsih Wagimin Jumiati Kusmiatin Jiwanto M.Wahyudi Sunarti Suparti Marno Ananda Sujani Lasmi Suwando painem Marwi Gani Warni Suni Yasir Wasni Nanging Warto Darmi Darto Wasinah Suwidi Sulasmi Sulami Suparmi
JK P P L P L P P L P P L L P P L L L P L P L L P P L P L L P L P L P P P
Alamat Karanggeneng Karanggeneng Karanggeneng Belor Kunduran Kunduran Kampul Kedungwaru Kemiri Karanggeneng Begirejo Begirejo Kedungwaru Kedungwaru Karanggeneng Ngawen Ngawen Kunduran Kunduran Sambi Kedungsambi Karanggeneng Karanggeneng Kunduran Karanggeneng Ngawen Ngawen Kempok Kunduran Kunduran Kemiri Kemiri Kedungwuni Kedungwaru Kunduran
88
(1) R76 R77 R78 R79 R80 Keterangan : R
: Responden
JK
: Jenis Kelamin
P
: Perempuan
L
: Laki-laki
(2) Titik Sumiyati Sujatno wiwik Toro suraji
(3) P P L P L
(4) Kedungwaru Kunduran Kunduran Karanggeneng Karanggeneng
89
Lampiran 4 DATA TINGKAT PENDIDIKAN No. Responden (1) R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 R9 R10 R11 R12 R13 R14 R15 R16 R17 R18 R19 R20 R21 R22 R23 R24 R25 R26 R27 R28 R29 R30 R31 R32 R33
TingkatPendidikan (2) SMA TS TS SD SD SD SD TS SMP SD SD SD SD TS TS SD SD SMP SD SMA SMA SMA SMA SMA SMA SMP SD SD SD SD SMP SD TA
Kategori (3) tinggi rendah rendah rendah rendah rendah rendah rendah rendah rendah rendah rendah rendah rendah rendah rendah rendah rendah rendah tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi rendah rendah rendah rendah rendah rendah rendah rendah
90
(1) R34 R35 R36 R37 R38 R39 R40 R41 R42 R43 R44 R45 R46 R47 R48 R49 R50 R51 R52 R53 R54 R55 R56 R57 R58 R59 R60 R61 R62 R63 R64 R65 R66 R67 R68 R69 R70
(2) TS TS SMP SD SD SD SMP SD SD SMP SMA SD TS SD SD SD SD S1 SMA Dip SMA S1 SMA Dip SMA SMA SMA S1 SMA Dip SMA SMA SMA SMA SMA SMA SMA
(3) rendah rendah rendah rendah rendah rendah rendah rendah rendah rendah tinggi rendah rendah rendah rendah rendah rendah tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi
91
(1) R71 R72 R73 R74 R75 R76 R77 R78 R79 R80
(2) SMA SMA SMA SMA TS SMP SMP SPG SMA TS
(3) tinggi tinggi tinggi tinggi rendah rendah rendah tinggi tinggi rendah
92
Lampiran 5 DATA PERSONAL HYGIENE Pertanyaan
No. Responden
P16
P17
P18
P19
P20
P21
(1) R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 R9 R10 R11 R12 R13 R14 R15 R16 R17 R18 R19 R20 R21 R22 R23 R24 R25 R26 R27 R28 R29 R30 R31 R32
(2) 1 0 1 0 0 1 1 1 1 0 1 0 1 1 0 0 1 1 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 1 1
(3) 1 0 0 0 1 0 1 1 1 1 0 1 1 0 1 0 0 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 0 1
(4) 0 0 1 1 0 1 1 1 0 0 1 1 0 1 0 0 0 1 0 1 0 1 0 1 1 0 1 1 1 1 0 0
(5) 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
(6) 1 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
(7) 0 1 0 0 0 0 0 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0
Jml
Kategori
(8) 3 2 2 1 1 2 4 5 5 3 4 3 4 2 1 2 1 2 1 1 1 2 1 2 2 0 2 1 2 2 1 2
(9) baik buruk buruk buruk buruk buruk baik baik baik baik baik baik baik buruk buruk buruk buruk buruk buruk buruk buruk buruk buruk buruk buruk buruk buruk buruk buruk buruk buruk buruk
93
(1) R33 R34 R35 R36 R37 R38 R39 R40 R41 R42 R43 R44 R45 R46 R47 R48 R49 R50 R51 R52 R53 R54 R55 R56 R57 R58 R59 R60 R61 R62 R63 R64 R65 R66 R67 R68 R69 R70
(2) 1 1 0 1 0 0 0 0 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 0 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1
(3) 0 0 0 0 1 1 1 1 0 0 0 1 1 0 0 0 1 0 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 0 1
(4) 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 0 0 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 0
(5) 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 1 0 0 1 1 1 1 0 1 0 1 0 0 0 0 1 1
(6) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 1 0 1 1 1 0 1 0 1 0 1 1 1 0 1 1 0 0 1 0 0 0
(7) 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 1 0 0 1 1 0 1 0 0 1 1 1 0 1 1 1 0 0 0 0 1
(8) 2 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 4 2 1 2 2 5 1 2 4 5 5 4 1 5 4 5 6 5 4 3 4 2 2 4 2 2 4
(9) buruk buruk buruk buruk buruk buruk buruk buruk buruk buruk buruk baik buruk buruk buruk buruk baik buruk buruk baik baik baik baik buruk baik baik baik baik baik baik baik baik buruk buruk baik buruk buruk baik
94
(1) R71 R72 R73 R74 R75 R76 R77 R78 R79 R80
(2) 1 1 0 1 1 1 0 0 1 0
(3) 0 1 1 0 0 0 1 0 0 1
(4) 1 1 0 0 1 1 0 0 1 1
(5) 1 1 1 1 0 0 0 0 1 0
(6) 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0
(7) 1 1 0 1 0 0 0 1 1 0
(8) 5 6 2 4 2 2 1 1 4 2
(9) baik baik buruk baik buruk buruk buruk buruk baik buruk
95
Lampiran 6 DATA UMUR No. Responden
Umur
Kategori
(1) R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 R9 R10 R11 R12 R13 R14 R15 R16 R17 R18 R19 R20 R21 R22 R23 R24 R25 R26 R27 R28 R29 R30 R31
(2) 29 57 53 43 37 37 25 60 38 43 45 30 50 33 60 39 43 36 42 32 50 41 35 50 15 40 29 33 35 22 17
(3) Berisiko tidak berisiko tidak berisiko tidak berisiko tidak berisiko tidak berisiko Berisiko tidak berisiko tidak berisiko tidak berisiko tidak berisiko tidak berisiko tidak berisiko tidak berisiko tidak berisiko tidak berisiko tidak berisiko tidak berisiko tidak berisiko tidak berisiko tidak berisiko tidak berisiko tidak berisiko tidak berisiko Berisiko tidak berisiko Berisiko tidak berisiko tidak berisiko Berisiko Berisiko
96
(1) R32 R33 R34 R35 R36 R37
(2) 37 44 78 75 27 43
(3) tidak berisiko tidak berisiko tidak berisiko tidak berisiko Berisiko tidak berisiko
R38 R39 R40 R41 R42 R43 R44 R45 R46 R47 R48 R49 R50 R51 R52 R53 R54 R55 R56 R57 R58 R59 R60 R61 R62 R63 R64 R65 R66 R67
40 50 22 42 40 40 20 42 43 27 35 32 38 27 18 27 31 50 35 34 62 28 60 41 60 40 53 44 68 49
tidak berisiko tidak berisiko Berisiko tidak berisiko tidak berisiko tidak berisiko Berisiko tidak berisiko tidak berisiko Berisiko tidak berisiko tidak berisiko tidak berisiko Berisiko Berisiko Berisiko tidak berisiko tidak berisiko tidak berisiko tidak berisiko tidak berisiko Berisiko tidak berisiko tidak berisiko tidak berisiko tidak berisiko tidak berisiko tidak berisiko tidak berisiko tidak berisiko
97
(1) R68 R69 R70 R71 R72 R73 R74 R75 R76 R77 R78 R79 R80
(2) 23 60 33 55 38 42 40 57 23 65 68 43 65
(3) Berisiko tidak berisiko tidak berisiko tidak berisiko tidak berisiko tidak berisiko tidak berisiko tidak berisiko Berisiko tidak berisiko tidak berisiko tidak berisiko tidak berisiko
98
Lampiran 7 DATA JENIS PEKERJAAN No. Responden
Pekerjaan
Kategori
(1) R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 R9 R10 R11 R12 R13 R14 R15 R16 R17 R18 R19 R20 R21 R22 R23 R24 R25 R26 R27 R28 R29 R30 R31 R32
(2) Petani Petani Tidak Bekerja Petani Petani Petani Petani Tidak Bekerja Tidak Bekerja Tidak Bekerja Tidak Bekerja Tidak Bekerja Tidak Bekerja Petani Petani Lain-Lain Petani Tidak Bekerja Petani Buruh Petani Petani Petani Petani Lain-Lain Petani Petani Petani Buruh Lain-Lain Lain-Lain Buruh
(3) berisiko berisiko tidak berisiko berisiko berisiko berisiko berisiko tidak berisiko tidak berisiko tidak berisiko tidak berisiko tidak berisiko tidak berisiko berisiko berisiko berisiko berisiko tidak berisiko berisiko berisiko berisiko berisiko berisiko berisiko berisiko berisiko berisiko berisiko berisiko berisiko berisiko berisiko
99
(1) R33 R34 R35 R36 R37 R38 R39 R40 R41 R42 R43 R44 R45 R46 R47 R48 R49 R50 R51 R52 R53 R54 R55 R56 R57 R58 R59 R60 R61 R62 R63 R64 R65 R66 R67 R68
(2) Wiraswasta Petani Petani Wiraswasta Petani Petani Petani Wiraswasta Petani Petani Petani Wiraswasta Petani Petani Petani Petani Tidak Bekerja Petani PNS Wiraswasta Wiraswasta Wiraswasta PNS Wiraswasta Wiraswasta Wiraswasta Wiraswasta Wiraswasta PNS Wiraswasta Wiraswasta Lain-Lain Wiraswasta Buruh Wiraswasta Petani
(3) tidak berisiko berisiko berisiko tidak berisiko berisiko berisiko berisiko tidak berisiko berisiko berisiko berisiko tidak berisiko berisiko berisiko berisiko berisiko tidak berisiko berisiko berisiko tidak berisiko tidak berisiko tidak berisiko berisiko tidak berisiko tidak berisiko tidak berisiko tidak berisiko tidak berisiko Berisiko tidak berisiko tidak berisiko Berisiko tidak berisiko Berisiko tidak berisiko Berisiko
100
(1) R69 R70 R71 R72 R73 R74
(2) Wiraswasta Wiraswasta Petani Wiraswasta Wiraswasta Wiraswasta
(3) tidak berisiko tidak berisiko Berisiko tidak berisiko tidak berisiko tidak berisiko
R75 R76 R77 R78 R79 R80
Tidak Bekerja Tidak Bekerja Tidak Bekerja PNS Wiraswasta Tidak Bekerja
tidak berisiko tidak berisiko tidak berisiko Berisiko tidak berisiko tidak berisiko
101
Lampiran 8 DATA JENIS KELAMIN
KODE
Jenis Kelamin
Kategori
(1) R01 R02 R03 R04 R05 R06 R07 R08 R09 R10 R11 R12 R13 R14 R15 R16 R17 R18 R19 R20 R21 R22 R23 R24 R25 R26 R27 R28 R29 R30 R31
(2) P P P L P L L P P P P L L L P L L P P L P L P L L L P L P P L
(3) tidak berisiko tidak berisiko tidak berisiko berisiko tidak berisiko berisiko berisiko tidak berisiko tidak berisiko tidak berisiko tidak berisiko berisiko berisiko berisiko tidak berisiko berisiko berisiko tidak berisiko tidak berisiko berisiko tidak berisiko berisiko tidak berisiko berisiko berisiko berisiko tidak berisiko berisiko tidak berisiko tidak berisiko berisiko
102
(1) R32 R33 R34 R35 R36 R37 R38 R39 R40 R41 R42 R43 R44 R45 R46 R47 R48 R49 R50 R51 R52 R53 R54 R55 R56 R57 R58 R59 R60 R61 R62 R63 R64 R65 R66 R67
(2) P L L L L L L L L L L L P L P P L P P L L P P L L L P L P L L P P L P L
(3) tidak berisiko berisiko berisiko berisiko berisiko berisiko berisiko berisiko berisiko berisiko berisiko berisiko tidak berisiko berisiko tidak berisiko tidak berisiko berisiko tidak berisiko tidak berisiko berisiko berisiko tidak berisiko tidak berisiko berisiko berisiko berisiko tidak berisiko berisiko tidak berisiko berisiko berisiko tidak berisiko tidak berisiko berisiko tidak berisiko berisiko
103
(1) R68 R69 R70 R71 R72 R73 R74 R75 R76 R77 R78 R79 R80
Keterangan : R : Responden P : Perempuan L : Laki-laki
(2) L P L P L P P P P P L P L
(3) berisiko tidak berisiko berisiko tidak berisiko berisiko tidak berisiko tidak berisiko tidak berisiko tidak berisiko tidak berisiko Berisiko tidak berisiko Berisiko
104
Lampiran 9 DATA TINGKAT PENGETAHUAN No. (1) R01 R02 R03 R04 R05 R06 R07 R08 R09 R10 R11 R12 R13 R14 R15 R16 R17 R18 R19 R20 R21 R22 R23 R24 R25 R26 R27 R28 R29 R30 R31 R32 R33 R34 R35 R36 R37 R38 R39 R40 R41
P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 0 0 0 0 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 0 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 0 0 1 0 0 0 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 1 0 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 1 1 0 1 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 1 1 0 1 1 1 1 1 0 0 0 0 1 1 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 0
Skor
Kategori
(17) 1 0 0 0 9 1 8 8 11 10 9 12 9 4 0 8 0 0 0 5 7 6 6 0 5 1 1 4 0 10 9 0 7 8 5 9 4 0 4 9 9
(18) rendah rendah rendah rendah tinggi rendah tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi rendah rendah tinggi rendah rendah rendah rendah rendah rendah rendah rendah rendah rendah rendah rendah rendah rendah rendah rendah rendah rendah rendah rendah rendah rendah rendah rendah rendah
105
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) R42 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 R43 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 R44 0 0 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 R45 1 0 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 R46 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 R47 0 0 1 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 R48 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 R49 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 R50 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 R51 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 0 R52 0 1 0 0 0 1 0 0 1 1 0 0 1 0 0 R53 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 R54 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 R55 0 0 0 1 0 1 0 1 0 1 0 0 0 0 0 R56 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 1 0 0 1 0 R57 0 0 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 0 0 R58 1 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 R59 1 0 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 0 0 1 R60 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 R61 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 R62 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 R63 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 0 1 0 0 R64 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 R65 0 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 R66 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 R67 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 1 0 R68 0 1 0 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 0 R69 0 0 0 0 1 0 0 0 1 1 1 1 0 1 0 R70 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 R71 0 1 0 0 0 1 0 1 1 1 1 1 0 0 0 R72 0 1 1 1 1 1 0 1 0 0 1 0 1 1 1 R73 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 R74 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 R75 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 R76 0 0 0 1 1 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 R77 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 R78 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 R79 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 R80 1 0 1 1 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0 0
(17) 0 3 6 5 0 4 0 0 0 4 5 4 10 4 5 8 9 9 4 4 12 9 12 10 9 3 9 6 9 7 10 3 13 0 4 0 3 1 6
(18) rendah rendah rendah rendah rendah rendah rendah rendah rendah rendah rendah rendah rendah rendah rendah tinggi tinggi rendah rendah rendah tinggi rendah rendah rendah tinggi rendah rendah rendah tinggi rendah rendah rendah tinggi rendah rendah rendah rendah rendah rendah
106
Lampiran 10 HASIL DISTRIBUSI FREKUENSI RESPONDEN
Jenis_Kelamin Frequency Percent
Valid Percent Cumulative Percent
Valid L
43
53.8
53.8
53.8
P
37
46.2
46.2
100.0
Total
80
100.0
100.0
Umur_res Frequency Percent Valid berisiko
Valid Percent
Cumulative Percent
16
20.0
20.0
20.0
tidak berisiko
64
80.0
80.0
100.0
Total
80
100.0
100.0
Jenis_Pekerjaan Frequency Percent Valid berisiko
Valid Percent
Cumulative Percent
45
56.2
56.2
56.2
tidak berisiko
35
43.8
43.8
100.0
Total
80
100.0
100.0
Sosial_Ekonomi Frequency Percent Valid rendah
Valid Percent Cumulative Percent
52
65.0
65.0
65.0
tinggi
28
35.0
35.0
100.0
Total
80
100.0
100.0
Pendidikan Frequency Percent Valid rendah
Valid Percent Cumulative Percent
46
57.5
57.5
57.5
tinggi
34
42.5
42.5
100.0
Total
80
100.0
100.0
107
Pengetahuan Frequency Percent Valid rendah
Valid Percent Cumulative Percent
65
81.2
81.2
81.2
tinggi
15
18.8
18.8
100.0
Total
80
100.0
100.0
Personal_higienity Frequency Percent Valid baik
Valid Percent Cumulative Percent
52
65.0
65.0
65.0
buruk
28
35.0
35.0
100.0
Total
80
100.0
100.0
Kejadian_Kusta Frequency Percent Valid kasus
Valid Percent Cumulative Percent
40
50.0
50.0
50.0
kontrol
40
50.0
50.0
100.0
Total
80
100.0
100.0
108
Lampiran 11 HASIL UJI CHI SQUARE Crosstab Jenis_Kelamin * Kejadian_Kusta Kejadian_Kusta kasus Jenis_Kelamin L
P
Count
Total
25
18
43
% within Kejadian_Kusta
62.5%
45.0%
53.8%
% of Total
31.2%
22.5%
53.8%
15
22
37
37.5%
55.0%
46.2%
% of Total 18.8% Count 40 % within Kejadian_Kusta 100.0% % of Total 50.0% Chi-Square Tests
27.5% 40 100.0% 50.0%
46.2% 80 100.0% 100.0%
Count % within Kejadian_Kusta
Total
kontrol
Value
df
Exact Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Sig. (1(2-sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 2.464a 1 .116 Continuity 1.810 1 .178 Correctionb Likelihood Ratio 2.477 1 .116 Fisher's Exact Test .178 .089 b N of Valid Cases 80 a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 18,50. b. Computed only for a 2x2 table Risk Estimate
95% Confidence Interval Value Odds Ratio for Jenis_Kelamin (L / P) For cohort Kejadian_Kusta = kasus For cohort Kejadian_Kusta = kontrol N of Valid Cases
2.037 1.434 .704 80
Lower .834 .900 .453
Upper 4.976 2.284 1.095
109
Crosstab Umur_res * Kejadian_Kusta Kejadian_Kusta kasus Umur_res berisiko Count
Total
7
9
16
17.5%
22.5%
20.0%
8.8%
11.2%
20.0%
33
31
64
82.5%
77.5%
80.0%
% of Total 41.2% Count 40 % within Kejadian_Kusta 100.0% % of Total 50.0% Chi-Square Tests
38.8% 40 100.0% 50.0%
80.0% 80 100.0% 100.0%
% within Kejadian_Kusta % of Total tidak Count berisiko % within Kejadian_Kusta Total
kontrol
Value
df
Exact Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Sig. (1(2-sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square .312a 1 .576 Continuity .078 1 .780 Correctionb Likelihood Ratio .313 1 .576 Fisher's Exact Test .781 .390 b N of Valid Cases 80 a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8,00. b. Computed only for a 2x2 table Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for Umur_res (berisiko / tidak berisiko) For cohort Kejadian_Kusta = kasus For cohort Kejadian_Kusta = kontrol N of Valid Cases
Lower
Upper
.731
.243
2.201
.848 1.161 80
.464 .704
1.553 1.916
110
Crosstab Jenis_Pekerjaan * Kejadian_Kusta Kejadian_Kusta kasus Jenis_Pekerjaan berisiko
Count
16
45
% within Kejadian_Kusta
72.5%
40.0%
56.2%
% of Total
36.2%
20.0%
56.2%
11
24
35
27.5%
60.0%
43.8%
13.8% 40
30.0% 40
43.8% 80
100.0%
100.0%
100.0%
50.0%
50.0%
100.0%
% within Kejadian_Kusta % of Total Count % within Kejadian_Kusta % of Total Chi-Square Tests Value
Total
29
tidak berisiko Count
Total
kontrol
df
Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1(2-sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 8.584 1 .003 Continuity 7.314 1 .007 Correctionb Likelihood Ratio 8.756 1 .003 Fisher's Exact Test .006 .003 b N of Valid Cases 80 a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 17,50. b. Computed only for a 2x2 table Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for Jenis_Pekerjaan (berisiko / tidak berisiko) For cohort Kejadian_Kusta = kasus For cohort Kejadian_Kusta = kontrol N of Valid Cases
Lower
Upper
3.955
1.546
10.114
2.051 .519 80
1.201 .330
3.502 .815
111
Crosstab Sosial_Ekonomi * Kejadian_Kusta Kejadian_Kusta kasus Sosial_Ekonomi rendah Count
tinggi
Total
34
18
52
% within Kejadian_Kusta
85.0%
45.0%
65.0%
% of Total
42.5%
22.5%
65.0%
6
22
28
15.0%
55.0%
35.0%
7.5% 40
27.5% 40
35.0% 80
100.0%
100.0%
100.0%
50.0%
50.0%
100.0%
Count % within Kejadian_Kusta
Total
kontrol
% of Total Count % within Kejadian_Kusta % of Total Chi-Square Tests Value
df
Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1(2-sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 14.066a 1 .000 Continuity 12.363 1 .000 Correctionb Likelihood Ratio 14.724 1 .000 Fisher's Exact Test .000 .000 b N of Valid Cases 80 a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 14,00. b. Computed only for a 2x2 table Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for Sosial_Ekonomi (rendah / tinggi) For cohort Kejadian_Kusta = kasus For cohort Kejadian_Kusta = kontrol N of Valid Cases
Lower
Upper
6.926
2.380
20.157
3.051
1.461
6.372
.441
.289
.671
80
112
Crosstab Pendidikan * Kejadian_Kusta Kejadian_Kusta Pendidikan rendah Count
tinggi
Total
kasus
kontrol Total
34
12
46
% within Kejadian_Kusta 85.0% 30.0%
57.5%
% of Total
42.5% 15.0%
57.5%
Count
6
34
28
% within Kejadian_Kusta 15.0% 70.0%
42.5%
% of Total Count % within Kejadian_Kusta % of Total
42.5% 80 100.0% 100.0%
7.5% 40 100.0% 50.0%
35.0% 40 100.0% 50.0%
Chi-Square Tests Value
df
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig. (2-sided) (2-sided) (1-sided)
a
Pearson Chi-Square 24.757 1 .000 Continuity 22.558 1 .000 Correctionb Likelihood Ratio 26.411 1 .000 Fisher's Exact Test .000 .000 b N of Valid Cases 80 a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 17,00. b. Computed only for a 2x2 table Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for Pendidikan (rendah / 13.222 tinggi) For cohort Kejadian_Kusta = kasus 4.188 For cohort Kejadian_Kusta = kontrol .317 N of Valid Cases 80
Lower
Upper
4.400
39.732
1.986 .190
8.833 .528
113
Crosstab Pengetahuan * Kejadian_Kusta Kejadian_Kusta kasus Pengetahuan rendah Count
tinggi
Total
32
33
65
% within Kejadian_Kusta
80.0%
82.5%
81.2%
% of Total
40.0%
41.2%
81.2%
8
7
15
20.0%
17.5%
18.8%
% of Total 10.0% 8.8% Count 40 40 % within Kejadian_Kusta 100.0% 100.0% % of Total 50.0% 50.0%
18.8% 80 100.0% 100.0%
Count % within Kejadian_Kusta
Total
kontrol
Chi-Square Tests Value
df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. Exact Sig. (2-sided) (1-sided)
a
Pearson Chi-Square .082 1 .775 Continuity .000 1 1.000 Correctionb Likelihood Ratio .082 1 .774 Fisher's Exact Test 1.000 .500 b N of Valid Cases 80 a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7,50. b. Computed only for a 2x2 table Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for Pengetahuan (rendah / tinggi) For cohort Kejadian_Kusta = kasus For cohort Kejadian_Kusta = kontrol N of Valid Cases
Lower
Upper
.848
.275
2.613
.923
.541
1.574
1.088
.602
1.966
80
114
Crosstab Personal_hygiene * Kejadian_kusta Kejadian_kusta kasus Personal_hy baik giene
buruk
Total
Count
kontrol
Total
7
20
27
% within Kejadian_kusta 17.5%
50.0%
33.8%
% of Total
8.8%
25.0%
33.8%
33
20
53
% within Kejadian_kusta 82.5%
50.0%
66.2%
% of Total 41.2% Count 40 % within Kejadian_kusta 100.0% % of Total 50.0%
25.0% 40 100.0% 50.0%
66.2% 80 100.0% 100.0%
Count
Chi-Square Tests
Value
Asymp. Sig. (2sided)
df
Exact Sig. Exact Sig. (1(2-sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 9.448 1 .002 b Continuity Correction 8.050 1 .005 Likelihood Ratio 9.748 1 .002 Fisher's Exact Test .004 .002 b N of Valid Cases 80 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13.50. b. Computed only for a 2x2 table Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for Personal_hygiene (baik / buruk) For cohort Kejadian_kusta = kasus For cohort Kejadian_kusta = kontrol N of Valid Cases
Lower
Upper
.212
.076
.591
.416
.213
.815
1.963
1.301
2.962
80
115
Lampiran 12
116
Lampiran 13
117
Lampiran 14
118
Lampiran 15
119
Lampiran 16
120
Lampiran 17
121
Lampiran 18
DOKUMENTASI
Wawancara dengan responden kasus
Wawancara dengan responden kontrol
122
Penderita Kusta
Kaki mati rasa pada penderita kusta
123
Rumah Penderita Kusta
Dalam Rumah Penderita Kusta