1
BAB I PENDAHULUAN I.1.Latar Belakang Escherichia coli merupakan bakteri gram negatif yang normalnya hidup sebagai flora normal di sistem pencernaan manusia, dan juga bisa menjadi patogen yang menyebabkan infeksi (Giske, et al., 2012 ) . Escherichia coli adalah bakteri penyebab infeksi saluran kencing tersering (Paterson, 2006). Penelitian menunjukkan adanya peningkatan kasus infeksi saluran kencing dari tahun 1999-2004 yang disebabkan oleh E. coli
yang
0.20%
-
menghasilkan 5.52%
Escherichia
tiap
coli
ESBL.
Terlihat
tahunnya
juga
(Ena,
dihubungkan
kenaikan
et
dengan
al.,
dari
2006).
diare
pada
bayi, traveler’s diarrhea, atau diare yang akut maupun kronis (Brooks, et al., 2001). Escherichia coli merupakan bakteri patogen utama infeksi
pada
pasien
Sekitar
85%
penyebab
rawat ISK
jalan dan
maupun sekitar
rawat 50%
inap.
infeksi
nosokomial di masyarakat penyebabnya adalah E. coli. Infeksi nosokomial yang sering disebabkan oleh E. coli seperti catheter-associated urinary tract infections,
2
dan
infeksi
bekas
luka
operasi
(Spelman,
2002).
Intensive Care Unit (ICU) merupakan salah satu sumber penularan bakteri E. coli. Hal ini dikarenakan pasien memiliki faktor resiko yang tinggi saat berada di ICU seperti keparahan penyakit, lama rawat inap di rumah sakit,
peralatan
medis
yang
invasif,
dan
penggunaan
antibiotik. Berdasarkan data pola kuman dan resistensi dari isolat urin pada tiga tempat berbeda di Indonesia yaitu Jakarta (Bagian Mikrobiologi dan Bagian Patologi Klinik FKUI-RSCM), Bandung (Bagian Patologi Klinik Sub Bagian Mikrobiologi
RS
Hasan
Sadikin)
Mikrobiologi
RS
Soetomo),
dan
jumlah
Surabaya
kuman
yang
(Bagian didapat
dari periode 2002-2004, infeksi oleh E.coli merupakan yang terbanyak ditemukan yaitu sebanyak 38.85% diikuti dengan Klebsiella sp 16.63% dan Pseudomonas sp 14.95% (Firizki, 2013). E. coli dapat menyebar secara mudah dari tangan yang
menyentuh
terkontaminasi
dan
makanan
atau
menyebabkan
air adanya
yang
telah
transfer
gen
secara horizontal (Giske, et al., 2012). Kontaminasi E. coli pada makanan cukup tinggi di Indonesia terutama di Jakarta. Tingkat kontaminasi oleh
3
E.
coli
adalah
65.5%
dan
prevalensi
penyakit
diare
sebanyak 116.075 kasus tahun 1995 dan Kejadian Luar Biasa (KLB) keracunan makanan juga masih tinggi yaitu 31.919 kasus tahun 1997, dengan angka kematian kasus 0.15% (Made, 2008). Penelitian pada tahun 2008 di tiga tempat
di
Jakarta
Selatan
menunjukkan
kontaminasi
makanan saji oleh E. coli 12.2%, kontaminasi makanan baru matang oleh E. coli 7.5%, dan kontaminasi air oleh E. coli 12.9% (Made, 2008). Karbapenem doripenem)
(imipenem,
merupakan
ertapenem,
jenis
beta
meropenem,
laktam
terbaru
dan yang
memiliki spektrum yang paling luas diantara jenis beta laktam
lainnya.
pengobatan digunakan
Karbapenem
infeksi sebagai
yang second
dapat
digunakan
serius. line
untuk
Karbapenem
therapy
juga
pada
infeksi
pada
bakteri
Ventilator Associated Pneumonia (VAP). Peningkatan gram
negatif
klinisi
dalam
resistensi
saat
ini
karbapenem
juga
beberapa
menjadi
tahun
perhatian
terakhir.
para
Karbapenem
adalah anti mikroba yang efektif untuk membunuh bakteri yang
memproduksi
Extended
Spectrum
Beta
-
Lactamase
(ESBL), dan apabila resisten akan menjadi sulit untuk menentukan pilihan terapi selanjutnya.
4
Saat
ini
munculnya
Carbapenemase
Producing
Enterobacteriaceae (CPE) menjadi ancaman baru di dunia kesehatan. Terbatasnya pilihan pengobatan untuk infeksi yang disebabkan oleh CPE ini menyebabkan meningkatnya angka mortalitas hingga lebih dari 50% (Teo et al., 2013).
Oleh
sebab
itu,
adanya
penyebaran
resistensi
karbapenem diantara bakteri gram negatif secara cepat ini
mengharuskan
klinisi
untuk
menentukan
pemberian
antibiotik secara empiris dan definitif untuk pasien. Tingkat resistensi karbapenem yang sedang hingga berat pada
Enterobacteriaceae
sangat
berhubungan
dengan
hilang atau berkurangnya aktifitas porin dan diikuti dengan produksi dari AmpC atau Extended Spectrum βLactamase (ESBL) (Yang, et al., 2010). Dilaporkan
prevalensi
resistensi
karbapenem
di
salah satu rumah sakit tersier di Mumbai India mencapai 12,26%
(Nair,
et
Susceptibility
al.,
Test
kejadian
resistensi
meningkat
secara
2013).
Di
Information meropenem
signifikan
Meropenem
Collection pada
yakni
K.
sebesar
Yearly
Program, Pneumoniae 0.6%
pada
2004 menjadi 5.6% pada 2008. Lalu karbapenem
dilaporkan pada
bakteri
pula gram
prevalensi negatif
yang
resistensi diisolasi
5
dari ICU RSCM adalah 27.6% untuk Enterobacteriaceae, 21.9% untuk Pseudomonas aeuruginosa, dan 50.5% untuk A. baumannii (Kurniawati, et al., 2013). Untuk Enterobacteriaceae, dilaporkan hanya 97,3% yang peka terhadap terapi meropenem (Rhomberg, et al., 2009). Sedangkan, di India Utara dilaporkan kejadian resistensi 22,16%.
karbapenem
(Gupta,
et
secara al.,
umum
2006).
mencapai Menurut
angka
National
Healthcare Safety Network (NHSN) di tahun 2006–2007, resistensi karbapenem dilaporkan mencapai 4.0% untuk E. coli dan 10.8% untuk K. Pneumoniae yang berhubungan dengan infeksi yang berkaitan dengan penggunaan alat tertentu (Hidron, et al., 2008). Untuk Pseudomonas aeruginosa di Negara Hungaria dan
Prancis
peningkatan
dilaporkan
17.8%.
resistensi
Untuk
pada
tahun
karbapenem
Klebsiella
pneumonia
2010
yaitu
terdapat 24.9%
dilaporkan
dan yang
resisten terhadap karbapenem masing-masing dari empat Negara di Eropa yaitu Yunani dengan angka 49.1%, Cyprus 16.4%,
Italia
(Antimicrobial 2011).
sebesar
15.2%,
Resistance
dan
5.5%
di
Hungaria
Surveillance
in
Europe,
6
Penyebaran
secara
global
Entrobacteriaceae
penghasil enzim Extended Spectrum β-Lactamase (ESBL) dan AmpC β-Lactamase menjadi ancaman baru bagi para klinisi. β-laktamase adalah salah satu bentuk mekanisme penting yang dihasilkan oleh bakteri gram negatif. βlaktamase
dibagi
menjadi
dua
yaitu
kelas
Ambler
berdasarkan struktur molecular β-laktamase dan rantai asam
amino
dan
klasifikasi
menurut
Bush
yang
berdasarkan substrat yang dapat menghambat β-laktamase. ESBL
merupakan
functional
bagian
dari
group
classification.
diklasifikasikan
sebagai
enzim
2be
pada
AmpC kelas
Bush’s
β-Lactamase C
berdasarkan
klasifikasi Ambler dan grup 1 beradasarkan klasifikasi Bush.
7
Ambler Class C
A
Tabel 1. Klasifikasi β-laktamase Bush Karakteristik β-laktamase Group Berupa enzim kromosonal pada gram negatif tetapi beberapa diantaranya 1 dikode melalui plasmid. Tidak dihambat oleh asam klavulanat. 2a Penisilinase. β-laktamase spektrum luas yang mencakup TEM-1 dan SHV-1, mampu menghidrolisis 2b penisilin dan sefalosporin pada tingkat yang sama. Banyak terdapat di bakteri gram negatif. ESBL yang mampu menghidrolisis 2be sefalosporin generasi ketiga serta monobaktam. 2br 2c 2d 2e 2f
B
3
D
4
β-laktamase resisten terhadap inhibitor TEM. Carbenicillinase yang mampu menghidrolisis karbenasilin. Cloxacillinase yang mampu menghidrolisis kloksasilin. Sefalosporinase yang dihambat asam klavulanat. Carbapenamase yang dapat menghidrolisis karbapenam, dihambat oleh asam klavulanat. Berbasis serin. Metallo-enzym yang menghidrolisis karbapenam dan β-laktam lain kecuali monobaktam. Tidak dihambat oleh asam klavulanat. Berbasis seng. Enzim yang tidak masuk ke dalam salah satu kelas di atas
ESBL sudah terbukti resisten terhadap penisilin, sefalosporin, dan monobaktam. Sama halnya dengan ESBL, Ampc
juga
terbukti
resisten
pada
penisilin,
8
sefalosporin, dan monobaktam. Oleh sebab itu karbapenem sering
digunakan
untuk
mengobati
infeksi
yang
diakibatkan oleh Enterobacteriaceae yang menghasilkan ESBL
dan
merespon dekade
AmpC
karena
enzim-enzim terakhir
karbapenem
tersebut.
ini,
tergolong
Namun,
terjadi
stabil
dalam
resistensi
beberpa terhadap
karbapenem. Hasil
penelitian
menunjukkan, tipe pada
CMY-2
rumah
Escherichia mempunyai
karbapenem
al.,2008).
yang
tingkat
terutama
Penelitian
sakit
coli
di
yang Cina
dilakukan yang
di
Brazil
memproduksi
resistensi ertapenem
dilakukan
yang
AmpC
tinggi
(Pavez, di
terhadap
salah 49
et satu
isolat
Enterobacteriaceae, 33 isolat resisten karbapenem dan 28 dari 33 isolat tersebut positif memproduksi AmpC dan ESBL (Yang, et al.,2010). Hasil penelitian yang dilakukan di Banaras Hindu University Pseudomonas
di
India
aeruginosa
menunjukkan ,
59.4%
dari positif
120
isolat
AmpC,
46.6%
positif MBL, dan 3.3% positif ESBL (Upadhyay, et al ., 2010). Penelitian juga yang juga dilakukan pada Datta Meghe Institute of Medical Science di India terhadap 100 isolat Pseudomonas aeruginosa, 42% positif AmpC,
9
40% psotif ESBL, dan 11.2% positif MBL (Basak, et al., 2002). Tingkat tahun
prevalensi
1998-2001
Hongkong
13%,
di
E.
Cina
Filipina
coli
penghasil
dilaporkan
6.2%,
ESBL
pada
mencapai
Singapura
4%,
24%, Taiwan
13.8%, dan Jepang 1.4% (Mardiastuti, 2007). Penelitian yang
dilakukan
pada
tahun
2003
menunjukkan
tingkat
prevalensi E. coli penghasil ESBL di Korea sebesar 5% dan di Indonesia 23.3%. Di Indonesia hingga saat ini belum ada data ilmiah yang memberikan informasi tentang E. coli atau bakteri lain penghasil AmpC, hal ini dapat disebabkan karena untuk metode uji identifikasi E. coli dan bakteri lain yang
menghasilkan
rutin
dilakukan
AmpC di
belum
banyak
laboratorium
diterapkan
dan
mirobiologi
di
Indonesia. Oleh sebab itu, berdasarkan latar belakang diatas,
penelitian
meningkatnya menghasilkan Indonesia.
ini
kejadian AmpC
dan
dilakukan resistensi informasi
berdasarkan E. yang
makin
coli terbatas
yang di
10
I.2 Perumusan Masalah 1.
Berapa proporsi Escherichia Coli yang menghasilkan AmpC
β-Lactamase
dari
isolat
klinis
koleksi
Laboratorium Mikrobiologi Bagian Mikrobiologi FK UGM ? 2.
Sejauh
mana
kepekaan
Escherichia
coli
yang
menghasilkan AmpC β-Lactamase terhadap antibiotik golongan
karbapenem
dari
isolat
klinis
koleksi
Laboratorium Mikrobiologi Bagian Mikrobiologi FK UGM ? I.3 Tujuan Penelitian 1.
Mengetahui proporsi sensitivitas Escherichia Coli yang
menghasilkan
klinis
koleksi
AmpC
β-Lactamase
Laboratorium
dari
isolat
Mikrobiologi
Bagian
Mikrobiologi FK UGM 2.
Mengetahui coli isolat
yang
sejauh
mana
sensitivitas
menghasilkan
klinis
koleksi
AmpC
β-Lactamase
Laboratorium
Bagian Mikrobiologi FK UGM
Escherichia dari
Mikrobiologi
11
I.4 Keaslian Penelitian Paul
et
al.,
Enterobacteriaceae Lactamase.
seftazidim
(246
Metode
berdasarkan
2011
sampel)
skrining
kerentanan dan
melakukan
sefepim.
kepekaan
penghasil
yang
isolat
uji
AmpC
dilakukan
terhadap
Kemudian
β-
yaitu
sefamisin,
untuk
metode
konfirmasi dilakukan beberapa pengujian seperti AmpC Etest dan Chromogenic Assay. Hasilnya terlihat adanya aktifitas AmpC pada 74 isolat. Peter et al., 2011 melakukan uji kerentanan E.coli (51
sampel)
yang
menghasilkan
amoksisilin-asam
klavunalat,
atau
Spectrum
Extended
AmpC
terhadap
piperasilin-tazobaktam, Cephalosporin.
Kemudian
dilakukan perbandingan terhadap beberapa uji fenotip untuk AmpC seperti cefoxitin-cloxacillin disk diffusion test,
cefoxitin-EDTA
disk
diffusion
test,
dan
AmpC
Etest. Hasil menunjukkan bahwa terdapat 41% dari isolat positif menghasilkan AmpC. Singhal et al., 2005 melakukan skrining ESBL dan AmpC terhadap 272 isolat yang berasal dari empat rumah sakit yang berbeda dengan menggunakan Modified Double Disk
Approximation
menunjukkan
penurunan
Method
(MDDM).
kerentanan
Isolat
terhadap
yang
beberapa
12
antibiotik
yang
digunakan
seperti
seftazidim,
sefotaksim, dan sefosiktin, menunjukkan adanya produksi AmpC. Hasil menunjukkan 64% dari isolat menghasilkan ESBL, 23% dari isolat resisten terhadap sefosiktin, dan hanya 8% dari isolat yang memproduksi AmpC. Black et al., 2005 melakukan uji kepekaan bakteri penghasil yaitu
AmpC
AmpC
dengan
Disk
menggunakan
Test.
Uji
metode
tersebut
yang
baru,
menggunakan
sefosiktin sebagai skrining AmpC, dan metode ini secara akurat dapat membedakan isolat yang menghasilkan ESBL dengan AmpC. Pada penelitian ini menggunakan metode skrining dengan
menggunakan
metode
Ampc
Disk
Test.
Sedangkan
metode uji kepekaan antibiotik menggunakan metode Kirby Bauer. Selain itu, wilayah asal sampel, jumlah sampel dan bakteri yang digunakan berbeda. I.5 Manfaat Penelitian Hasil
yang
diperoleh
dari
penelitian
ini
diharapkan dapat memberikan informasi klinis mengenai proporsi AmpC
dan
terhadap
ilmiah
dalam
tingkat
sensitivitas
karbapenem memilih
dan
terapi
E.
coli
memberikan penyakit
disebabkan oleh bakteri penghasil AmpC.
penghasil
data infeksi
secara yang