BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Hubungan antara negara merupakan hubungan yang paling tua dalam studi hubungan internasional, dimana hubungan internasional terus berkembang seiring berjalannya perubahan dunia. Perubahan ini berakibat pada lahirnya fenomenafenomena baru dalam dunia internasional. Dewasa ini fenomena-fenomena internasional memunculkan banyak persoalan yang terjadi mulai dari terorisme, pemanasan global, liberlisasai ekonomi hingga konflik yang terjadi antar negara maupun yang terjadi dalam negara. Konflik dalam negara dapat dikategorikan menjadi dua yaitu konflik horizontal dan konflik vertikal. Konflik horizontal merupakan konflik yang melibatkan dua kelompok atau lebih dalam negara tersebut, sedangkan konflik vertikal merupakan konflik yang melibatkan sebuah kelompok atau lebih yang memberontak melawan pemerintah dalam negara tersebut. Kekacauan yang sering terjadi dewasa ini dilatar belakangi dari berbagai persoalan, mulai dari masalah krisis ekonomi, rezim yang ototriter, hingga permasalahan perbedaan identitas, seperti halnya etnis. Brown dalam bukunya menjelaskan tentang enam perspektif yang dapat digunakan untuk memahami konflik etnis. Pertama, konflik etnis akan rentan terjadi pada negara baru terlebih jika negara tersebut merupakan negara bekas jajahan rezim kolonial yang kuat.
1
Kedua, masalah ekonomi mampu meningkatkan dan memunculkan rasa nasionalisme ke-etnisan. Hal tersebut terjadi ketika lahan suatu masyarakat digunakan
oleh
masyarakat
lain
untuk
mensejahterakan
kehidupan
masyarakatnya. Kondisi tersebut perlahan akan menumbuhkan gejolak dalam diri masyarakat pribumi lahan tersebut. Ketiga, apabila rasa nasionalisme dalam suatu etnis di komunitas masyarakat sudah terlampau tinggi, maka akan sulit bagi komunitas tersebut untuk menerima kehadiran komunitas masyarakat lain. Perspektif yang keempat terfokus pada aktifitas upaya manipulatif para elit etnis minoritas yang berusaha untuk mempromosikan kepentingannya individunya sendiri dengan cara menonjolkan sisi etnisitasnya. Sedikit berbeda dengan empat perspektif yang telah dijelaskan sebelumnya, perspektif sisanya berkaitan dengan mono-casual dalam separatisme. Perspektif yang kelima adalah bahwa gerakan separatisme muncul dalam komplikasi situasi dan kondisi tertentu, sehingga perlu dilihat lebih jauh lagi kondisi seperti apa yang secara ekslusif menyebabkan kemunculan gerakan atau kelompok separatisme. Perspektif yang terkahir adalah separatisme merupakan pemberontakan yang komunal apabila pemberontakan tersebut terhadi pada etnis minoritas.1 Di Asia Tenggara juga terdapat permasalahan perbedaan idetintas yang menagkibatkan munculnya gerakan separatisme, diantaranya adalah pada konflik Moro di Filipina, kasus suku Karen di Myanmar, hingga konflik Pattani di
1
David Brown, 1988,
From Peripheral to Ethnic Nations: Separatism in Southeast Asia .
Columbia: Pacific Affair, University of British Columbia, hlm. 51-57.
2
Thailand yang lebih dikenal dengan konflik Thailand Selatan. Konflik yang terjadi di Thailand Selatan sudah berlangsung lebih dari dua ratus tahun. Konflik yang terjadi di Thailand Selatan bukanlah sekedar konflik pemisahan diri biasa, namun terkandung elemen iredentis. Sifat iredentis ini ditunjukkan dengan adanya keinginan sebagian masyarakyat di daerah tersebut untuk melepaskan diri dari Kerajaan Thailand. Wilayah Thailand Selatan ini memang cukup berbeda jika dibandingkan dengan dengan wilayah-wilayah Thailand lainnya. Jika wilayah-wilayah Thailand yang lain didominasi oleh penduduk etnis Thai yang mayoritasnya pemeluk agama Buddha, maka di wilayah Thailand Selatan ini di dominasi oleh penduduk etnis Melayu yang mayoritasnya memeluk agama Islam. Hal tersebut tidak lepas dari sebuah fakta di masa lalu yang mengatakan bahwa wilayah Thailand Selatan dahulunya memang merupakan bagian dari Kesultanan Kedah dan daerah tersebut memang di kembangkan oleh orang-orang yang beretnis Melayu. Namun wilayah Thailand Selatan ini sendiri menjadi bagian dari negara Thailand sejak penghujung abad ke-18 ketika kala itu dearah tersebut jatuh ke tangan Kerajan Siam, saat itu Thailand masih bernama Siam, akibat berhasilnya upaya Kerajaan Siam merebut wilayah tersebut. Pada Tahun 1932 terjadi revolusi di Thailand yang hingga akhirnya sistem monarki absolut Thailand berganti menjadi sebuah sistem monarki parlementer yang keanggotannya dari parlemen tersebut didominasi oleh orang-orang militer. Pergantian tersebut membuat
kebijakan-kebijakan yang di keluarkan oleh
pemerintahan pusat Thailand terhadap wilayah-wilayah di Thailand Selatan
3
semakin ketat. Karena saat era monarki absolut, orang-orang Melayu lokal masih memliki perwakilan di badan pemerintahan Thailand Selatan, namun pada saat era monarki parlementer tersebut, sistem perwakilan daerah tersebut dihapuskan dan diganti menjadi sistem yang lebih sentralistik, dan kebijakan-kebijakan Thailand yang baru tersebut tidak hanya sampai disitu. Karena semua peraturan-peraturan lokal yang memiliki nilai-nilai Islam yang banyak mendominasi di Thailand Selatan di hapuskan, dan penduduk yang mendiami Thailand wilayah selatan diharuskan menggunakan tulisan serta bahasa Thai dan melarang penggunakan bahasa Melayu yang selama ini di gunakan oleh masyarakat Thailand Selatan sehari-hari. Hal tersebut menimbulkan masalah-masalah baru bagi penduduk yang mendiami wilayah Thailand di bagian selatan. Karena peluang mereka untuk mendapatkan seuatu pekerajaan semakin menipis dan hasilnya pengangguran di wilayah Thailand di bagian selatan tersebut semakin meningkat hingga pada akhirnya berujung pada lahirnya kelompok-kelompok bersenjata yang anti pada pemerintah pusat.2 Pergolakan yang terjadi hingga sekarang masih terus berlanjut. Kasus seperti pengeboman, penembakan, pembakaran sekolah, dan penculikan, diantaranya bisa dikatakan terjadi hampir setiap hari. Kasus yang terjadi di Thailand Selatan yang selalu di beritakan ini terjadi paling banyak di provinsi Narathiwat, Pattani dan Yala. Dan beberapa kekerasan juga terjadi di beberapa distrik di Songkhla, yang juga didominasi oleh etnis muslim Melayu di beberapa
2
Rong Syamananda, 1986, A history of Thailand, Chulalongkorn University, hlm. 12
4
distrik tersebut, juga di Hat Yai yang merupakan daerah penghubung sekaligus kota terbesar di Thailand Selatan.3 Peristiwa tersebut dapat diketahui dalam statsitik antara Januari 2004 hingga Januari 2010 yang dibuat oleh Dr. Srisompob Jitpiromsri dalam jurnalnya, statistik tersebut menunjukkan angka 4,100 kematian dan 6,509 luka-luka, dari total 9,446 kasus. Dari jumlah kematian tersebut, diantaranya 2,417 orang muslim dan 1,559 orang Thai-Buddha.4 Malaysia adalah negara yang berbatasan langsung dengan Thailand Selatan. Sehingga Malaysia menjadi tempat tujuan bagi para pengungsi yang berasal dari Thailand Selatan. Sejak status darurat militer diberlakukan oleh thailand pada tahun 20055 mengakibatkan bebearapa penduduk di wilayah Thailand Selatan berpindah ke Malaysia. Kondisi ini menyebabkan Malaysia mengambil tindakan-tindakan yang bersifat politis untuk menghadapi berbagai kemungkinan besar yang akan berdampak langsung terhadap kedaulatan negaranya. Sehingga karena faktor tersebut Malaysia selalu berupaya membantu Thailand dalam meredam konflik yang terjadi di Thailand Selatan. Pada akhirnya Malaysia memetakan rangkaian upaya untuk mengakhiri ketegangan gerakan
3
N. J. Melvin, 2007, Conflict in Southern Thailand: Islamism, Violence and the State in the Patani Insurgency, SIPRI Policy Paper, no. 20, Stockholm International Peace Research
4
Institute, Stockholm, hlm. 127 Srisompob Jitpiromsri, 2010, Sixth year of the Southern Five: Dynamics of Insurgency and Formation of the New Imagined Violence dalam http://www.deepsouthwatch.org/node/730 di
5
akses tanggal 7 Maret 2014. Militer Thailand Campur Tangan Lagi di Tengah Konflik Politik, dalam http://fokus.news.viva.co.id/news/read/506302-militer-thailand-campur-tangan-lagi-di-tengahkonflik-politik, diakses pada tanggal 3 Januari 2015
5
separatis di wilayah selatan Thailand. Berbagai macam kunjungan dan upaya di tempuh demi terciptanya perdamaian di wilayah Thailand Selatan. B. Batasan dan Rumusan Masalah Selama konflik berlangsung, negara Malaysia selalu mengupayakan berbagai hal untuk menjamin keselamatan penduduk di Thailand wilayah selatan dengan berbagai cara. Banyak penduduk Malaysia yang bermukim di wilayah Kedah sangat memgkhawatirkan saudara-saudara mereka yang tinggal di wilayah konflik tersebut. Hal tersebut membuat negara Malaysia mengambil sikap untuk segera mengupayakan membantu menyelesaikan konflik di Thailand Selatan. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan pertanyaannya adalah: 1. Apa kepentingan Malaysia dalam penyelesaian konflik di Thailand Selatan? 2. Bagaimana
strategi
yang
dilakukan
oleh
Malaysia
dalam
menyelesaikan konflik di Thailand Selatan? C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: a. Untuk mengetahui dan menjelaskan kepentingan Malaysia dalam penyelesaian konflik di Thailand Selatan. b. Untuk mengetahui dan menjelaskan strategi yang dilakukan oleh Malaysia dalam menyelesaikan konflik di Thailand Selatan.
6
2. Kegunaan Penelitian Apabila penelitian ini tercapai, maka penelitian ini: a. Diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi mengenai konflik yang terjadi di Thailand Selatan serta keterlibatan Malaysia dalam menyelesaikan konflik di Thailand Selatan b. Dapat dipakai sebagai acuan penelitian-penelitian sejenis untuk tahap selanjutnya bagi pengkaji konflik Internasional mengenai konflik di wilayah Asia Tenggara D. Kerangka Konseptual Studi konflik dalam dekade terakhir menjadi fenomena yang banyak di bicarakan setiap pengkaji ilmu. Terutama jika dilihat dengan semakin maraknya konflik horizontal antar ras, etnis, dan agama di wilayah suatu negara. Ketika konflik perbedaan pemahaman yang mewarnai era perang dingin telah mulai mereda, konflik-konflik internal di dalam batas suatu wilayah seperti masalah dalam bentuk gerakan separatis, insurgensi dan kerusuhan massal ternyata menelan korban manusia yang semakin besar. Konflik berasal
dari
kata
kerja Latin configere yang
berarti
saling
memukul. Secara sosiologis konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih, bisa juga kelompok yang dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam
suatu interaksi.
Perbedaan-perbedaan
tersebut
diantaranya
adalah
7
menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawasertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri. Konflik bertentangan dengan integrasi. Konflik dan Integrasi berjalan sebagai sebuah siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi. Sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik.6 Terdapat
banyak
sekali
definisi
konflik,
diantaranya
Krisberg
mendefinisikan konflik sebagai fenomena sosial yang eksis ketika dua atau lebih orang atau kelompok orang menunjukan keyakinan bahwa mereka mempunyai tujuan yang tidak berkesesuaian.7 Christ Mitchell mengartikan konflik sebagai hubungan antara dua pihak atau lebih, yang memiliki atau merasa memiliki sasaran-sasaran yang tidak sejalan. Sementara Kenneth Boulding mendefinisikan konflik sebagai sebuah situasi berkompetensi atas potensial dimasa depan karena bertentangan dengan keinginan kelompok lainnya. Baik Mitchell maupun Boulding nampaknya hanya berbicara berkaitan dengan potensi konflik yang bisa
6
Edward Azar, 1990. The Management of Protracted Social Conflict, Hampshire, UK: Dartmouth Publishing, hlm. 192
7
Vinsensio Dugis. 2011. Konflik & Resolusi konflik. Surabaya: CSGS, hlm. 5
8
terjadi dimasa depan, dalam pengertian belum terjadi konflik terbuka, tetapi benih-benih konflik sudah ada dan itu bisa dipahami sebagai konflik.8 Berbagai macam konflik menbutuhkan mekanisme penyelesaian yang berbeda yang sangat bergantung pada jenis konfliknya. Mekanisme penyelesaian konflik yang tepat dibutuhkan agar konflik dapat diselesaikan dengan cepat dan tidak menimbulkan masalah masalah baru. Dalam beberapa kasus konflik yang terjadi membutuhkn mediator dalam penyelesaiannnya. Konflik di Thailand Selatan adalah sebuah konfllik internal dalam negara yang dimana ada beberapa kelompok yang berusaha memisahkan daerah Thailand Selatan dari negara Thailand. Konflik di Thailand Selatan menjadi suatu konflik yang terus berlangsung lama hingga akhirnya Malaysia sebagai negara yang berbatasan langsung dengan Thailand Selatan ikut serta membantu Thailand dalam menyelesaiakan konflik yang terjadi di Thailand Selatan. Konflik yang terjadi di Thailand Selatan tersebut memberi pengaruh terhadap kepentingan negara lain, dalam kasus ini, Malaysia sebagai negara yang berbatasan langsung mendapat dampaknya. Kepentingan nasional diibaratkan sebagai tujuan, cita-cita dan harapan yang ingin dicapai oleh suatu Negara. Hubungan antar negara terjadi akibat adanya usaha untuk memenuhi kepentingan yang ingin di capai. Hal ini menjadi faktor yang mendorong negara-negara untuk saling menjaga hubungan baik dengan negara lainnya.
8
Ibid.
9
Suatu konflik yang terjadi dalam suatu negara dapat mengganggu statibilitas hubungan baik yang telah terjalin sehingga untuk meminimalisir dampak konflik terhadapa hubungan antar negara tersebut maka ada usaha yang dilakukan untuk saling membantu dalam menyelesaiakan konflik tersebut. Bantuan tersebut dapat berupa perlindungan bagi pengungsi juga bantuan logistik bagi para korban konflik yang terjadi agar dapat membantu mewujudkan perdamaian di negara tersebut. Hal ini menurut David Mitrany merupakan sebuah bentuk hubungan internasional agar negara dapat mewujudkan perdamaian, atau disebut sebagai Interdependensi.9 Pola Hubungan tersebut menyebakan adanya ada campur tangan negara lain dalam menyelesaikan konflik internal di suatu negara. Sehingga akibat dari adanya campur tangan tersebut, diharapkan konflik internal yang terjadi dalam suatu negara tersebut dapat terselesaikan lewat bantuan-bantuan dari negara lain dalam bentuk materil maupun dalam bentuk moril. Campur tangan dari negara lain dalam menyelesaikan konflik internal di suatu negara tersebut tidak terlepas dari adanya suatu kepentingan nasional yang ingin di capai oleh negara yang memberikan bantuan. Sehingga konsep kepentingan negara ini dapat menjelaskan latar belakang sutau negara membantu dalam menyelesaiakan konflik internal di suatu negara.
9
Robert Jackoson dan Georg Sorensen. 2009. Pengantar Studi Ilmu Hubungan Internasional. Pustaka Pelajar. Yogyakarta, hlm. 149
10
E. Metode Penelitian 1. Tipe Penelitian Tipe penelitian yang digunakan adalah deskriptif, dimana metode ini bertujuan untuk menjelaskan keterlibatan Malaysia dalam konflik Thailand Selatan, Karena metode ini juga akan membantu menjelaskan sejauh mana peranan Malaysia dengan melihat berbagai kebijakan dan bantuan yang di berikan Malaysia. Serta untuk menggambarkan faktafakta dari peranan Malaysia dalam upaya penyelesaian konflik Thailand Selatan. 2. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini berpatokan pada kebutuhan penelitian. Adapun metode pengumpulan data yang dilakukan adalah: a. Penelitian Pustaka (library research) atau studi literature. Dengan jalan mempelajari dan mengkaji literatur-literatur yang berhubungan dengan permasalahan untuk mendukung asumsi sebagai landasan teori permasalahan yang dikaji. b. Data Primer, berdasarkan hasil wawancara dari narasumber yang berkompeten didalam isu yang terjadi. c. Data Sekunder, berdasarkan data data statistik dari badan-badan bersangkutan dalam penelitian dan juga observasi dari data-data tersebut.
11
3. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif, dengan menganilisis kemudian disimpulkan, sedangkan data kuantitatif digunakan sebagai data pelangkap untuk menjelaskan data kualitatif 4. Metode Penulisan Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah penulisan deduktif, dimana terlebih dahulu menjelaskan dan menggambarkan masalah yang terjadi secara umum untuk kemudian menarik kesimpulan
12
BAB III KONFLIK DI THAILAND SELATAN DAN DAMPAKNYA TERHADAP HUBUNGAN MALAYSIA-TAHILAND
A. Profil Thailand Kerajaan Thai, dengan nama resmi bahasa Thai : Ratcha Anachak Thai atau Prathēt Thai, yang lebih sering disebut Thailand dalam bahasa Inggris, atau dalam bahasa aslinya Mueang Thai, sama dengan versi Inggrisnya, berarti Negeri Thai, adalah sebuah negara di Asia Tenggara yang berbatasan dengan Laos dan Kamboja di timur, Malaysia dan Teluk Siam di selatan, dan Myanmar dan Laut Andaman di barat. Kerajaan Thai dahulu dikenal sebagai Siam sampai tanggal 11 Mei 1949. Kata Thai berarti kebebasan dalam bahasa Thai, namun juga dapat merujuk kepada suku Thai, sehingga menyebabkan nama Siam masih digunakan di kalangan warga negara Thai terutama kaum minoritas Tionghoa. Nama Thailand juga dapat diartikan daratan merdeka karena Thailand adalah satu satunya negara di kawasan Asia Tenggara yang tidak pernah dijajah satu kalipun oleh negara negara penjajah. Maka dari itu negara ini diberi nama Thailand.10 Thailand secara geografis dibagi menjadi kelompok wilayah yang berbeda, yang paling terkenal di antaranya adalah pengelompokan enam wilayah yang digunakan dalam studi geografi, dan pengelompokan empat wilayah yang konsisten dengan bekas sistem pengelompokan administratif wilayah yang
10
The World Factbook, 2014, di ambil dari https://www.cia.gov/library/publications/the-worldfactbook/geos/th.html, diakses pada tanggal 15 Maret 2014
13
digunakan oleh Departemen Dalam Negeri Thailand. Wilayah ini adalah subdivisi terbesar negara. Berbeda dengan Provinsi Thailand, wilayah-wilayah ini tidak memiliki karakter administratif, tetapi hanya merupakan pembagian negara yang digunakan untuk tujuan statistik atau geografis lainnya saja.11 Thailand, merupakan salah satu negara yang memiliki ragam etnis berbeda. Selain suku bangsa Thai yang menjadi mayoritas, terdapat banyak sukusuku bukit Thailand yang hidup terutama di pegunungan utara. Populasi nasional sebesar 67,5 juta jiwa. Penduduk Thailand relatif homogen, dengan lebih dari 98% berbicara bahasa Thai dan berbagi budaya umum. Populasi inti di dominasi oleh etnis Thailand, di ikuti oleh etnis Cina, dan juga etnis Melayu.12 Keberagaman etnis ini tentunya membawa banyak sekali dampak dalam kehidupan, baik dampak positif maupun negatif. Dampak-dampak ini dapat terlihat dari budaya yang bersangkutan, dimana budaya tersebut mengalami cukup banyak perubahan yang dikarenakan pengaruh dari budaya asing. Seperti halnya budaya yang semakin beragam juga mendorong munculnya rasa kekhawatiran akan hilangnya budaya masing-masing etnis, sehingga akhirnya dapat memicu sebuah konflik.13
11
About Thailand, diambil dari http://www.tourismthailand.org/Thailand/geography, diakses pada tanggal 6 Maret 2015
12
Thailand-Ethnic Groups, diambil dari http://www.nationsencyclopedia.com/Asia-and-
13
Oceania/Thailand-ETHNIC-GROUPS.html, di akses pada tanggal 10 Maret 2015 James Habyarimana, Macartan Humphreys, Daniel Posner, Jeremy, 2008, Is Ethnic Conflict Invetibale?, Foreign Affairs Magazine, diambil dari
14
Konflik ini dimulai saat identitas nasional Thailand diseskripsikan dengan budaya kelompok etnis Thai sebagai etnis mayoritas. Padahal terdapat etnis minoritas lain yang ada di Thailand dengan latar belakang sosial-budaya, agama dan bahasa yang berbeda-beda. Diantaranya, kelompok etnis Tibeto-Burman, Mon-Khmer dan Lao yang tinggal di bagian utara Thailand sedangkan kelompok etnis Malay-Muslim tinggal di bagian selatan Thailand. Namun demikian, etnis minoritas tersebut diabaikan oleh pemerintah terkait dengan kebijakan-kebijakan pemerintah yang lebih memfokuskan pada pembangunan di bagian pusat Thailand. Sehingga terdapat ketimpangan yang sangat jelas dalam hal sosial, ekonomi, politik dan pendidikan di pusat Thailand yang banyak dihuni oleh etnis Thai dengan Thailand Selatan yang dihuni oleh etnis Melayu.14 Adanya ketimpangan tersebut, mendorong terjadinya pemberontakan dan separatisme bangsa Pattani, seperti PULO (Pattani United Liberalization Organization), GIMP (Gerakan Mujahidin Islam Pattani) di bagian selatan Thailand yang banyak dihuni oleh kelompok etnis Malay-Muslim. Selain itu, pemberontakan ini juga dipicu oleh adanya kebijakan pemerintah Thailand yang
https://www.foreignaffairs.com/articles/europe/2008-06-01/ethnic-conflict-inevitable, di akses pada tanggal 17 Maret 2015 14
Ethnics Group of Thailand, diambil dari http://www.onlychaam.com/thailand-ethnicgroups.php, diakses pada tanggal 21 Maret 2015
15
melakukan sentralisasi kebijakan pendidikan dan bahasa untuk mengintegrasi Muslim menjadi masyarakat Thai.15 B. Konflik di Thailand Selatan Wilayah Thailand Selatan, khususnya provinsi Pattani, Yala, dan Narathiwat, memiliki perbedaan besar secara sosial dan budaya dengan wilayah Thailand yang lain. Jika wilayah Thailand yang lain di dominasi oleh etnis Thai yang mayoritas beragama Buddha, di wilayah Thailand Selatan di dominasi oleh etnis Melayu yang mayoritasnya beragama Islam. Mengingat bahwasannya wilayah Thailand Selatan dahulunya merupakan bagian dari Kesulatan Kedah, yang memang di dirikan oleh etnis Melayu pada saat itu, sebelum pada akhirnya menjadi bagian wilayah Thailand ketika Kerajan Siam yang merupakan Kerajaan Thailand pada masa itu menaklukan wilayah tersebut. Krisis yang terjadi di Thailand ini bisa dikatakan merupakan sebuah manifestasi dari adanya sejarah yang di torehkan pada masa lalu, wilayah Thailand Selatan yang masih memiliki budaya tradisional masyarakat Melayu di hadapakan oleh sebuah pandangan kontemporer yang di tanamkan oleh negara Thailand, yang merupakan cerminan dari masyarkat Thai yang tentunya memiliki pandangan yang berbeda dengan yang dipahami oleh masyarakat Thailand
15
Sejarah Konflik Berdarah di thailand Selatan, diambil dari http://www.retawon.com/2012/02/sejarah-konflik-berdarah-di-thailand.html, diakses pada tangal 25 Maret 2015
16
Selatan. Perbedaan pandangan tersebutlah yang sejatinya menjadi faktor utama dalam konflik yang berkepanjangan ini.16 Pada masa kepimpinan Phibun Songkhram, kaum-kaum minoritas pada saat itu mengalami diskriminasi dari pememrintah. Terutama di bagian wilayah selatan, yang dimana hanya masyarakat Thai-Budhha yang bisa di lantik untuk memegang jabatan resmi pemerintahan. Lalu ketika orang-orang Melayu yang menginginkan jabatan tersebut, mereka harus mengubah nama mereka menjadi nama Thai. Tidak hanya itu, semua kultur budaya di wilayah selatan mulai dikikis secara perlahan pada pemerintahan masa itu, semua adat-istiadat yang mengandung nilai-nilai Islam perlahan-lahan mulai dirubah, karena semua masalah seperti urusan tanah warisan, adat pernikahan, semua diserahkan mahkamah sipil Thai, yang dimana semua diurus berdasarkan budaya Thai. Sehingga diskriminasi atas kaum Melayu di Thailand Selatan semakin terlihat jelas.17 Masyarakat Melayu di Thailand Selatan mulai memiliki keinginan untuk melepas diri dari pemerintahan orang-orang Thai, yang dimana dipicu ketika Jepang mulai menginvasi Asia Tenggara, wilayah Malaysia Utara seperti Kedah, Perlis, Kelantan dan Trengganu di kembalikan kepada Thailand, namun tetap masih dibawah kekuasaan Jepang. Oleh sebab itu keinginan masyarakat Melayu itu akan terwujud jika memang Inggris yang menguasai wilayah Malaysia itu 16
Hamzah Hj. Idris, 2006, Asia Tenggara Kontemporari. Universiti Malaysia, Kuala Lumpur,
Hlm. 54 17
Ibid.
17
menuntut balik atas wilayahnya terhadap Jepang, dan masyarakat Melayu di Thailand Selatan dengan suka cita akan mendukung Inggris manakala itu terjadi.18 Harapan masyarakat Melayu di Thailand Selatan pun terwujud, dukungan pememrintahan Thailand kepada Jepang membuat Thailand menghadapi Inggris, hal ini di manfaatkan masyarakat Melayu Thailand Selatan untuk mengambil simpati kepada Inggris dengan menunjukan dukungan dan kesetiaan mereka terhadap Inggris, dan banyak masyarakat Melayu di Thailand Selatan yang akhirnya terjun sebagai prajurit sukarela membantu Inggris melawan agresi Jepang.19 Melihat kesetiaan masyarakat Melayu di Thailand Selatan dalam membantu Inggris melawan Jepang, Inggris mulai mempertimbangkan kedudukan wilayah Pattani, Inggris mulai merencanakan untuk menjadikan wilayah Pattani menjadi bagian dari wilayah Malaysia yang pada masa itu masih dalam naungan Inggris. Namun, hasil Deklarasi Kairo 1945 poin ke dua yang berbunyi: "The Three Great Allies are fighting this war to restrain and punish the aggression of Japan. They covet no gain for themselves and have no thought of territorial expansion. It is their purpose that Japan shall be stripped of all the islands in the Pacific which she has seized or occupied since the beginning of the first World War in 1914, and that all the territories Japan has stolen from the Chinese, such as Manchuria, Formosa, and The Pescadores, shall be restored to the Republic of Tiongkok. Japan will also be expelled from all other territories which she has taken by violence and greed. The aforesaid three great powers, mindful of the enslavement of the people of Korea,
18
Ibid, hlm. 55
19
Ibid.
18
are determined that in due course Korea shall become free and independent." 20 membuat Inggris tidak bisa bertindak jauh, hasil deklarasi tersebut membuat Inggris terpaksa mengurungkan niat untuk memindahkan wilayah Pattani. Hal tersebut membuat masyarakat Melayu di Malaysia tidak menyenangi akan hal itu, karena bagi mereka masyarakat Melayu yang berada di Thailand Selatan adalah bagian dari Malaysia, terlebih lagi akan rencana Inggris yang akan memberikan status kewarganageraan bagi masyarakat Melayu Malaysia, mengingat bahwa masyarakat di Thailand Selatan juga adalah kaum Melayu yang berhak atas status tersebut. Pada akhirnya memunculkan kemarahan akan kalangan-kalangan kaum Melayu yang akhirnya mencetuskan gerakan nasionalisme yang fokus akan hakhak orang Melayu.21 Gerakan nasionalisme di Malaysia memicu rangsangan yang sama terhadap kaum Melayu di Thailand Selatan untuk mempertahankan identitas mereka sebagai kaum Melayu dari diskriminasi pemerintahan Thailand. Salah satu usaha awal yang dilakukan masyarakat Pattani adalah dengan menggunakan petisi. Petisi dimaksudkan agar Inggris bersedia turun tangan mengambil alih Pattani dari kerajaan Thailand.22 Namun petisi tersebut tidak berpengaruh apa-apa terhadap status Pattani, dikarenakan Inggris hanya menuntut di kembalikannya wilayah yang sebulumnya
20
Cairo Declaration. http://www.ndl.go.jp/constitution/e/shiryo/01/002_46/002_46tx.html di akses pada tangal 6 Januari 2014
21
Hamzah Hj. Idris, Op.cit. hlm. 57.
22
Ibid.
19
milik Malaysia. Tidak dengan Pattani karena sedari awal sebelum kedatangan Jepang adalah wilayah milik Kerajaan Thailand. Inggris mematuhi terhadap hasil resolusi yang diberlakukan untuk mengakhiri perang dunia kedua. Dan selepas perang dunia kedua tersebut, pertentangan yang di lakukan kelompok-kelompok separatis mulai berkembang. Salah satu dari kelompok tersebut yakni Gabungan Melayu Pattani Raya (GEMPAR), sebuah organisasi politik yang bertuajuan menyatukan seluruh kaum Melayu di wilayah Thailand Selatan, menjadi titk awal kebangkitan pergerakan secara frontal oleh kaum Melayu di Thailand Selatan. Karena setelah berakhirnya kepimpinan Phibun, Thailand di perintah oleh Perdana Menteri Khuang Aphaiwong yang dikenal lebih liberal di banding Phibun, sehingga Masyarakat Pattani lebih leluasa dalam menyampaikan keinginan mereka.23 Dan pada akhirnya, keinginan untuk melepas dari Thailand telah memuncak, denagan lahirnya sebuah Barisan Nasional Pembebasan Republik Pattani (NLF) pada tahun 1969. NLF yang di bentuk oleh cucu dari Raja Pattani terakhir, yaitu Tengku Abdul Kadir, bertujuan untuk menciptkan kembali sebuah Negara Islam.24 Dan sebuah unit pasukan ketentaran eksternal yang dibawahi pimpinan NLF yang di sebut Tentara Nasional Pembebasan Rakyat Pattani juga di bentuk. Oleh karena itu, sepanjang tahun 1970-an, Kerajaan Thailand bersikeras 23 24
Ibid, hlm. 58. Andrew D.W Forbes, "Thailand's Muslim Minorities: Assimilation, Seccession or Ccoexistence", The Muslims of Thailand, diambil dari http://www.researchgate.net/publication/249972271_Thailand's_Muslim_Minorities_Assimilati on_Secession_or_Coexistence, di akses pada tanggal 20 February 2015
20
untuk membendung segala kegiatan pemberontakan yang di lakukan oleh kelompok separatis tersebut. Di samping itu juga dengan banyak pemuda-pemuda yang belajar di perguruan tinggi di Timur Tengah membawa pandangan Islam semakin dekat dengan Pattani pada masa itu, sehingga secara tidak langsung sangat mempengaruhi pergerkan perjuangan masyarakat Pattani pada saat itu. Pada masa ini juga hubungan Malaysia dengan Thailand juga dihadapkan dengan berbagai masalah. Salah satunya sebuah Partai Komunis Malaya (PKM) yang sempat mengkhawatirkan Malaysia akan paham-paham komunis yang akan disebarkan di dalam Malaysia pada masa sebelum itu, disinyalir bersumbunyi di pedalaman selatan Thailand. Sikap Malaysia terhdap PKM yang diduga telah menghasut masyarakat Thailand Selatan untuk menyerang Malaysia dengan berbagai macam gerilya, menuduh Thailand memberikan perlindungan terhadap mantan-mantan aktivis PKM. Padahal sebelumnya Malaysia dan Thailand memiliki sebuah komitmen untuk menghapuskan gerakan komunis tersebut. Lalu dilain pihak, Thailand juga menuduh Malaysia, bahwasannya partai-partai politik seperti Partai Islam Se-Malaysia (PAS) di duga memberikan dukungan terhadap gerakan-gerakan pemisahan di kawasan Thailand Selatan. Namun walaupun demikian, Thailand menyakini bahwa untuk menyelesaikan amsalah-masalah yang ada di Thailand Selatan tersebut dibutuhkan kerjasama terhadap Malaysia.25
25
Hans H. Indorf, 1984, Impediments to Regionalism In Southeast Asia: Billateral Constraints Among ASEAN Member States, Singapore: ISEAS, hlm. 38-42.
21
Pada tahun 1990-an, peranan orang-orang Melayu dalam pemerintahan Thailand mulai meningkat. Banyak orang- orang Melayu yang menjabat jabatan penting di pemerintahan Thailand. Terlihat usaha yang di lakukan Kerajaan Thailand ini sebegai usaha penyatuan kembali wilayah Thailand Selatan dengan menggunakan orang-orang Melayu dalam proses perpolitikan di Thailand, diharapkan masyarakat Melayu mulai terbuka terhadap Kerajaan Thailand. Walau demikian, usaha penyatuan yang di lakukan Kerajaan Thailand terhadap masyarakat wilayah selatan terkendala oleh krisis finansial Asia pada tahun 1997, yang dimana dikenal di sini dengan krisis moneter, sehingga perkonmian dan perpolitikan negara Thailand menjadi tidak stabil. Dan juga insiden 11 September 2001 yang juga berdampak global meliputi Thailand juga pada kala itu.26 Pada tahun 2004, Kerajaan Thailand di kejutkan dengan isu keamanan negara yang dimana terjadi insiden pencurian 300 buah senjata laras di sebuah markas tentara Cho Ai Rong di Narathiwat, dan terdapat 4 korban tewas dari anggota Pasukan Keselamatan (PK) Thailand. Akibat insiden tersebut, Thailand langsung menjadikan wilayah selatan dalam posisi yang genting, dan setiap aktivitas di sana di pantau langsung oleh pemerintahan Thailand dan juga negaranegara di dunia. Insiden tersebut juga di ikuti oleh insiden tembak-menembak di Masjid Krue Se pada bulan April 2004 yang menewaskan 113 korban. Dan pada tanggal 25 Oktober 2004 terjadi pula insiden Tak Bai yang merengut lebih dari
26
Ibid.
22
100 korban warga Melayu-Thai di wilayah selatan27. Ketiga Insiden tersebut jika di lihat merupakan manisfestasi dari rasa tidak puas masyarakat di Thailand Selatan terhadap pemerinthan Thailand. Terutama dengan adanya sikap keras yang di berlakukan Thailand dalam meredam keributan yang terjadi, sehingga membuat wilayah selatan selalu menjadi wilayah yang menelan korban. Insiden bulan Januari 2004 di Choi Ai Rong yang menewaskan empat orang tentara dan kehilanagan lebih dari 300 senjata laras, bisa dinilai sebagai tolak ukur kekuatan keamanan Thailand dan simbol institusi negara, sehingga tindakan tersebut bisa diinterpretasikan sebagai tindakan yang menjatuhkan pandangan kedaulatan negara Thailand, begitu pula dengan beberapa sekolah yang ikut diserang, itu merupakan penghinaan terhdapa institusi kerajaan Thailand. Diduga senjata yang dicuri tersebut diselundupkan melewati Perlis, Malaysia lalu diteruskan hingga ke Indonesia untuk mempersenjatai organsasi militan di Aceh yang dikenal sebagai GAM yang dikenal sebagai organisasi militan Islam, sehingga timbulah kecurigaan terhadap orang Islam. Sehingga selepas bulan Janurai 2004 munculah berbagi insiden kecil, penyerangan terhadap orang-orang yang beragama Islam dan juga anggota Pasukan Kesalamatan (PK) Thailand marak terjadi, sehingga menjadikan insiden-insiden di wilayah selatan tersebut sebagai krisis nasional.28
27
Hamzah Hj. Idris, 2006, Asia Tenggara Kontemporari. Universiti Malaysia, Kuala Lumpur, hlm. 64.
28
Ibid. hlm 65
23
Untuk
menanggulani
hal-hal
tersebut,
pemerintah
Thailand
memberlakukan sebuah kebijakan yang di sebut Martial Law. Kebijakan tersebut memberikan kuasa penuh terhadap tentara dalam menanggulagi setiap insideninsiden kecil yang terjadi.29 Banyak pihak baik dari dalam maupun dari luar negara Thailand yang mengkritisi kebijakan tersebut. Kebijakan tersebut di khawatirkan dapat disalah gunakan oleh tentara secara berlebihan karena kuasa penuh untuk menyelsaikan krisis di wilayah tersebut. Seperti halnya tindakan berlebihan yang di lakukan oleh tentara tersebut adalah merusak rumah warga, masjid-masjid, hingga sekolah pondok keagamaan Islam, karena hanya disinyalir memilki keterkaitan terhdap kelompok-kelompok yang ingan memisahkan diri dari Thailand. Tindakan agersif yang dilakukan oleh tentara tersebut memberikan dampak yang sangat negatif bagi masyarakat muslim di wilayah selatan. Bukan malah membuat masyarakat wilayah selatan lebih dekat dengan Kerajaan Thailand. Tindakan agresif yang di lakukan tentara tersebut malah memicu kembali dan menjadi sebuah faktor utama terhadap kaum Melayu di wilayah selatan untuk melawan kekerasaan militer yang dilakukan oleh tentara kerajaan tersebut. Pada bulan April 2004, terjadi kembali sebuah insiden besar. Insiden yang terjadi di sebuah masjid Krisek di Pattani, 107 orang diperkirakan tewas dalam 29
Thailand Declarse Martial law, http://edition.cnn.com/2004/WORLD/asiapcf/01/05/thailand.bombs/ di akses pada tanggal 18 Januari 2015
24
insiden ini dan juga termasukn didalamya 32 orang pemuda islam yang berada di dalam masjid tersebut. 32 pemuda islam tersebut diduga merupakan bagian dari kawanan yang menyerang pos pertahanan Thailand di Pattani, Yala, Songkhla. Serangang tersebut merupakan sebuah manifestasi kemarahan rakyat setempat terhadap pihak militer Thailand yang menurut mereka melakukan tidank kekerasaan terhadap orang-orang islam di Pattani, dan Masjid Krisek dijadikan pusat basis pergerakan mereka.30 Namun dari prespektif kerajaan Thailand, tindak kekerasaan yang dilakukan oleh pemuda Islam tersebut did uga merupakan hasil pengaruh negatif dari guru dan ulama mereka yang masih berkeinginan untuk menciptakan sebuah negara Pattani merdeka.31 Gagasan mengenai Pattani Darul-Islam, atau negara Islam pattani merdeka adalah sesuatu yangs sering diperbincangkan pada tahun 1960 hiangga 1980. Namun pada saat itu Thailand yang di pimpimpin oleh partai Demokrat berhasil melemahkann gagasan tersebut. Tetapi kembali munculnya gagasan ini kurang didukung oleh beberapa pihak, karena para pengerak gagasan ini sudah tidak berada di Thailand lagi dan juga masyarakat setempat sudah lelah dengan gagasan tersebut. Pada peristiwa April 2004 ini di manfaatkan oleh kerajaan Thailand untuk mengambil hari para rakyat di Thailand Selatan, dengan memperkanalkan berbagi kebijakan yang akan mengintegrasi Thailand Selatan.
30
31
Hans H. Indorf, Impediments to Regionalism In Southeast Asia: Billateral Constraints Among ASEAN Member States, Singapore: ISEAS, 1984, hlm 38-42. Supara Janchitfah, 2004, Violance in the Mist: Reporting on the Presence of Pain in Southern Thailand. Bangkok: Kobfai Publishing, hlm. 239-240
25
Namun walaupun dengan adanya kebijakan yang di lakukan oleh Kerajaan Thailand dalam menganggulangi masalah di Thailand Selatan, masalah keamanan di Thailand Selatan tidak di bisa kembali normal. Pada Bulan Oktober 2004 sebuah insiden yang mengejutkan masyarakat Thailand dan negara-negara tetangga dan menyadarkan betapa pentingnya masalah keselamatan di Thailand Selatan, dan membuat pihak luar borpotensi menjadi alat peneyelesaian jika tidak segara ditanggulangi oleh Kerajaan Thailand. Insiden Tak Bai, Insiden yang terjadi pada bulan Oktober 2004 tersebut merpukan sebuah insiden kekerasaan yang dilakukan oleh militer Thailand. Insiden tersebut terjadi ketika militer Thailand yang pada saat itu berusaha meredam demonstarasi yang terjadi oleh hampir 2.500 orang masyarakat setempat, dan yang dimana militer Thailand melepaskan beberapa tembakan yang banyak mencederai para demonstran tersebut. Banyak dari korban penembakan itu adalah orang awam yang kebetulan hanya melintas di dekat para pedemonstran, dan bahkan banyak dari orang-orang awam tersebut ditangkap dan dibawa dalam truk menuju Pattani dari Narathiwat. Dan 88 orang yang berada didalam truk tersebut meninggal akibat kelelahan karena berdesak desakan dalam truk tersebut.32 Selain peristiwa di wilayah Naratwhiwat yaitu insiden Cho Ai Rong dan Tak Bai dan peristiwa di wilayah Pattani yaitu insiden Krisek, Wilayah Yala dan
32
Hamzah Hj. Idris, 2006, Asia Tenggara Kontemporari. Universiti Malaysia, Kuala Lumpur, hlm. 69.
26
Songkhla juga menjadi tempat berbagai insiden yang terjadi sepanjang 2004. jenis serangan yang terjadi di Thailand Selatan bisa di lihat berikut ini: Tabel 3.1 Perbandingan Serangan di wilayah Thailand Selatan Serangan
Yala
Narathiwat
Songkhla
Pattani
Penembakan
30
110
5
173
Penikaman
3
5
0
9
Pengeboman
43
104
0
6
Jumlah
76
229
5
188
Sumber: Nazaruddin Bin Yahya, 2005 "Kemelut Politik Wilayah Selatan Thailand 2004: Satu Analisa". Latihan Ilmiah Diploma Pengajian Strategik dan Pertahan, Universiti Malaya, hlm. 41 Narathiwat merupakan wilayah yang memliki paling banyak insiden, di ikuti oleh wilayah Pattani dan Yala. Songkhla yang terdiri dari mayoritas orang Thai Buddha, berbanding terbalik dengan 3 wilayah yang lainnya. Oleh itu, insiden unjuk rasa terhadap pemerintah Thai kurang berbanding dengan wilayah yang bermayoritaskan Islam. Insiden demi insiden terjadi terus menerus di wilayah Thaialnd Selatan hingga sekarang. Walau insiden besar seperti pada tahun 2004 belum terjadi kembali, tapi insiden kecil selalu terjadi di wilayah Thailand Selatan. Tahun 2005, kelompok separatis membunuh 9 orang warga sipil, dan melukai 9 orang lainnya.33 Pada Tahun 2006, terjadi pengeboman di Hat Yai, enam buah bom yang
33
Thailand Islamic Insurgency, diambil dari http://news.bbc.co.uk/2/hi/asia-pacific/5352540.stm, di akses pada tanggal 10 Juli 2015
27
dipasangkan di sepeda motor meledak secara bersamaan, berhasil menewaskan 4 orang dan melukai hampir 60 orang, diantaranya yang tewas adalah orang Malaysia.34 Tahun 2007 terjadi pengeboman yang dilakukan oleh kelompok separatis Thailand Selatan di sekitar markas militer, dan berhasil menewaskan 10 orang dan melukai 20 orang warga sipil. Beberapa hari setelahnya, penembakan terjadi oleh pelaku yang tidak dikenal dan membunuh sekitar 5 orang muslim Thailand Selatan.35 Tahun 2008, dua bom diledakan di Thialand Selatan, berhasil melukai 71 orang warga sipil, dan juga pengeboman yang terjadi di tempat parkir sebuah hotel di Pattani, yang menewaskan 2 orang dan 14 orang luka-luka.36 Pada tahun 2009, sebuah bom meledak di dekat pasar tradisional di Distrik Muang, Provinsi Narathiwat, menewaskan 2 orang dan melukai 9 orang warga sipil. Ledakan terjadi 1 km dari dekat hotel dimana Perdana Menteri Thailand pada saat itu, Abhisit Vejjajiva dan Perdana Menteri Malaysia saat itu, Najib Razak, melakukan pertemuan dalam rangka memperat hubungan kedua negara dalam menyelsaikan konflik di Thailand Selatan.37 Pada Tahun 2011 terdapat insiden pengeboman di selatan Thailand, walaupun hanya menewaskan 1 orang tetapi berhasil melukai 25 orang 34
35
Bombs Explode in South Thailand¸ diambil dari http://news.bbc.co.uk/2/hi/asiapacific/5352540.stm, di akses pada tanggal 10 Juli 2015 15 Killed in Attacks in Southern Thailand, diambil dari http://www.nytimes.com/2007/06/01/world/asia/01thailand .html?_r=0, di akses pada tanggal 10 Juli 2015
Thailand Islamic Insurgency, diambil dari http://news.bbc.co.uk/2/hi/asia-pacific/5352540.stm, di akses pada tanggal 10 Juli 2015 37 Two Dead in Bomb ahead of Leaders' visit to Thai South, diambil dari 36
http://www.brisbanetimes.com.au/world/two-dead-in-bomb-ahead-of-leaders-visit-to-thaisouth-20091207-kfov, di akses pada tanggal 10 Juli 2015
28
yang berada di sekitar tempat pengeboman terjadi.38 Tahun 2015, 4 tentara Thailand dibunuh oleh sekolompok militan separatis Thailand.39 C. Hubungan Malaysia-Thailand Malaysia dan Thailand merupakan sebuah negara yang bertetangga. Dalam sejarah kedua negara tersebut juga diketahui memiliki ikatan yang erat. Dalam sejarahnya Malaysia memiliki hubungan sejarah yang erat dengan Thailand. Sejak saat itu pula Malaysia dan Thailand saling terus berhubungan. Banyaknya kerjasama-kerjasama dibidang politik maupun ekonomi dilakukan oleh kedua negara. Dalam hubungan perdagangan Thailand meruapakan rekan pedagangan terbeesar keenam di Malaysia. Dalam tahun 2003 tercatat adanya nilai ekspor yang di sebesar US$ 4.1 Milyar sementara nilai import sebesar US$ 3.3 Milyar dalam waktu yang sama. Malaysia pun merupakan rekan perdagangan terbesar kedelapan di Thailand.40 Thailand menggunakan bahasa Thai sebagai bahasa resminya, namun untuk Thailand yang berada di wilayah selatan, untuk bahasa sehari hari mereka menggunakan bahasa Melayu, bahasa Thailand hanya di gunakan dalam acara38
Car Bomb Kills 1, Injuries 25 in Southern Thailand, diambil dari
http://www.nbcnews.com/id/34743461/?q=Southern%20Thailand, di akses pada tanggal 12 Januari 2015 39 Four Soldiers Killed in Roadside Attacks in Thailand's Insurgency Plagued South¸diambil dari http://www.theguardian.com/world/2015/jun/04/four-soldiers-killed-in-road-side-attacks-inthailands-insurgency-plagued-south, di akses pada tanggal 15 Juli 2015 40 Trade Summary for Thailand 2003, diambil dari http://wits.worldbank.org/CountryProfile/Country/THA/Year/2003/Summarytext, diakses pada tangggal 1 Agustus 2015
29
acara resmi dan dalam lingkungan yang bersifat formal seperti sekolah atau perkantoran, selebihnya bahasa masyarakat Thailand di wilayah selatan menggunakan bahasa Melayu, hal itu menjadi hal yang biasa mengingat bahwa wilayah selatan Thailand merupakan bekas wilayah Kelantan Malaysia. Ditambah wilayah selatan Thailand mayoritasnya adalah muslim, sehingga mereka lebih memilih menggunakan bahasa Melayu ataupun bahasa Arab sebagai bahasa mereka ketimbang menggunakan bahasa Thai yang identik dengan Buddha.41 Orang Thailand Islam yang berbahasa Melayu mengidentikkan dirinya dengan orang Islam Malaysia. Mereka terkonsentrasi disuatu daerah dan menjaga jarak sosial serta mengisolasikan diri dari pemeluk Budha bahkan dengan pemeluk Islam yang berbahasa Thai di Bangkok. Pola isolasi diri ini kemudian menjadikan mereka kelompok yang diluar sistem dan menganggap wilayahnya telah diperintah oleh orang asing. Disisi lain klaim kedekatan antara Patani dengan bangsa Melayu dianggap sebagaian besar masyarakat Thai sebagai ketidaksetiaan kelompok Muslim Thailand Selatan terhadap negara sehingga berakibat pada perilaku diskriminatif terhadap kelompok minoritas Islam ini.42 Namun terlepas dari itu semua, hubungan hubungan billateral MalaysiaThailand semakin akrab, karena meamang hubungan Malaysia-Thailand sudah terjalin lebih dulu sebelum konflik Pattani memanas di tahun 2004. Selain hubungan impor ekspor antara Malaysia dan Thailand, bahkan kedua negara ini membentuk kerjasama dengan Indonesia yang dikenal dengan IMT-GT 41
Hasil wawancara dengan Srisompob Jitpiromsri, 22 Juni 2013 di Pattani
42
Ibid.
30
(Indonesian Malaysia Thailand-Growth Triangle), yang dimana ide ini diinisiasi oleh mantan Perdana Menteri Malaysia, H.E, Tun Dr. Mahathir Mohammad.43 Tujuan dari IMT-GT adalah mempercepat laju pertumbuhan ekonomi di antara ketiga negara ini ke negara lain. Pada dasarnya IMT-GT ini dibentuk untuk mengatasi keterbelakangan yang sangat tertinggal. Selain itu ketiga negara ini juga melakukan kerja sama di bidang sumber daya manusia. Oleh karena itu, dengan adanya hal tersebut diharapkan dapat membantu dalam meningkatkan kesejahteraan ekonomi diketiga negara tersebut. Terutama kerjasama ini juga diadakan di wilayah perbatasan dari ketiga negara tersebut untuk meningkatkan daya saing akan standar kualitasnya.44 Selain itu, Malaysia dan Thailand juga berkerja sama dalam bidang keamanan karena negara Malaysia dan negara Thailand berbatasan secara langsung. Oleh karena itu mengingat hal tersebut rentan terjadi instabilitas ketika suatu konflik terjadi diantara salah satu negara maka Malaysia dan Thailand saling membangun dan meningkatkan keamanan di perbatasan. Terlebih lagi jika mengingat bahawasannya di wilayah Thailand Selatan kerap terjadi instabilitas publik yang di khawatirkan akan mempengaruhi wilayah Malaysia Utara. Sehingga, Malaysia dan Thailand sepakat untuk bekerjasama untuk mengatasi tegangan yang terjadi di Thailand Selatan dengan saling memperketat perbatasan.
Kerjasama Biletaral, http://kemlu.go.id/songhkla/pages/CountryProfile.aspx?IDP=1&1=id/ di akses pada tanggal 25 Maret 2015 44 Ibid 43
31
Semua ini di lakukan Malaysia agar konflik yang terjadi di Thailand Selatan tidak mempengaruhi internal Malaysia. Karena memang di ketahui, akibat konflik ini Malaysia dengan Thailand memiliki ketegangan hubungan diplomatik. Kedua negara tersebut saling menegaskan satu sama lain, seperti yang diucapkan oleh Menteri Luar Negeri Malaysia, Syed Hamid Albar, "Kami tidak akan mengajari Thailand bagaimana melakasankan kebijakan luar negeri, dan saya akan meminta mereka untuk tidak mengajari menjalankan kebijakan luar negeri kami."45 Menteri Pertahan Thailand, Thammarak Israngura Na Ayutthaya, mengemumakan bahwa, "pulau Langkawi milik Malaysia telah digunakan kaum pemberontak untuk menyusun serangan ke Thailand Selatan". Tuduhan dari menteri pertahanan Thailand tersebut sangat mengejutkan pihak Malaysia, dan seketika itu juga Perrdana Menteri Najib Rajak menepis tuduhan tersebut dengan mengatakan, "sama sekali tidak ada bukti yang jelas atas penggunaan Langkawi sebagai tempat latihan."46 Tuduhan tersebut menmbuat hubungan perpolitkan Malaysia-Thailand menjadi memanas. Karena menurut pihak Malaysia, konflik yang terjadi di Thailand Selatan adalah konflik internal Thailand, Malaysia sama sekali tidak ada sangkut pautnya, dan Malaysia tidak menerima dengan tuduhan dari pemerintah Thailand tersebut. Perdana Menteri Thailand saat itu Thaksin Sinawatra
juga menuduh
negara Malaysia menyembunyikan para separatis muslim, karena memang pada
45
Malaysia Thailand Saling Kecam. http://www.suaramerdeka.com/harian/0510/19/int03.htm. Diakses pada tanggal 1 Januari 2015
46
Komplikasi Krisis Thailand Selatan, Harian Kompas, Selasa 13 Desember 2005. hlm. 16
32
saat konflik di Thailand Selatan tersebut memanas, banyak kaum muslim Melayu yang melarikan diri ke Malaysia Utara untuk menghindari penyiksaan. Dan memang pada tanggal 30 Agustus 2005, ada sekitar 131 penduduk muslim Thailand Selatan menyeberangi perbatasan dan memasuki wilayah Kelantan. Menanggapi hal itu perdana menteri Malaysia, Syed Hamid mengatakan, "I think the responbility is for Thai side to ensure that they can overcome the fear-whether real or perceived fear-in the local community in Thailand so that they will not come here."47 Hal ini menjadi dilema besar bagi Malaysia, terutama menjadi masalah internal di Malaysia, namun tetapi yang pasti Malaysia tidak memberikan kebeasan kepada separatis seprti yang ditudingkan oleh Thailand. Dan sejak Thailand memberlakukan darurat militer, semakin banyak Muslim-Melayu yang berasal dari Thailand Selatan yang mencari suaka di Malaysia karena mereka merasa tidak di perlakukan sebagai mana mestinya jika terus berada di Thailand Selatan. Sehingga akhirnya Thailand menuduh kembali bahwa Malaysia telah melindungi pemberontak yang melarikan diri tersebut, namun Malaysia menegaskan bahwa penduduk yang melarikan diri tersebut semerta-merta hanya penduduk yang mencari suaka karena mereka telah dianiyaya.48 Tetapi Thailand bersikeras dan meminta kepada Malaysia untuk segera
memelungkan
penduduk
tersebut
karena
Thailand
mencurigai
bahwasannya penduduk tersebut merupakan pemberontak yang melarikan diri. 47
John Funtson, 2010, Malaysia and Thailand's Southern Conflict : Reconciling Security and Ethinicity, Contemporary Southeast Asia: A Journal of International and Startegic Affair, Vol. 32, No. 2, hlm. 244
48
Ibid.
33
Malaysia mengkritisi cara pemerinthan Thailand dalam mengatasi konflik tersebut, karena menurut pihak Malaysia cara pemerintahan Thailand tersebut menciptakan ketidakstabilan di Malaysia, terutama wilayah Malaysia Utara yang berbatasan lansung dengan Thailand Selatan. Dan selama tahun 2005 sampai dengan 2006 hubungan Malaysia-Thailand diakibatkan oleh konflik di Thailand Selatan ini semakin memanas. Pemerintah Thailand pun selalu menuding Malaysia bahwa para separatis yang memberontak di Thailand Selatan tersebut dikirim ke kamp-kamp pelatihan di Kelantan, bahkan pemerintah Thailand juga menuding bahwasannya bom yang digunakan para separatis tersebut diproduksi di Malaysia. Pihak Malasysia tidak bisa menerima mengenai tudingan tersebut, pihak Malaysia menyatakan bahwa tidak ada dasar yang dapat membenarkan setiap kelompok atau negara untuk mengambil tindakan terhadap negara lain.49 Tidak hanya tudingan tersebut, pemerintah Thailand pun menuding bahsawannya para pemberontak yang berada di perbatasan tersebut, mengumpulkan dana dengan meminta sumbangan di sekitar perbatasa MalaysiaThailand tersebut bahkan juga melakukan pemerasaan.50 Kecaman di antara kedua negara terus semakin memanas, karena kedua negarapun saling tuduh menuduh, sehingga ini membuat Malaysia tidak nyaman, terutama hubungan Malaysia dengan Thailand yang selama ini berjalan baik namun di karenakan konflik yang
49
Ian Storey, Peran Malaysia dalam Pemberontakan Malaysia di Thailand Selatan, hhtp://www.jamestown.org/single/%3Fno_cache%3D1%26tx_ttnews%255Btt_newa%255D%3 D1043. Di akses pada tanggal 15 Januari 2015
50
Ibid.
34
tarjadi di Thailand Selatan tersebut membuat Malaysia dan Thaliand menjadi tidak harmonis.
35
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Setelah konflik di Thailand Selatan yang memanas pada tahun 2004 yang menewaskan ratusan jiwa penduduk di wilayah Thailand, Malaysia sebagai negara tetangga tidak bersifat pasif dalam menanggapi konflik tersebut. Karena konflik yang terjadi di Thailand Selatan tidak hanya merugikan pemerintahan Thailand, namun juga mempengaruhi stabilitas negara Malaysia. Terlebih lagi pemerintahan Thailand tidak dapat meredam konflik yang terjadi. Konflik yang terjadi di Thailand Selatan mempengaruhi berbagai aspek dalam negara Malaysia. Seperti hubungan bilateral Malaysia dengan Thailand sempat yang mengalami ketegangan, juga permasalahan perbatasan yang terus menggangu keamanan Malaysia. Demi menjaga stabilitas negeranya, Malaysia melakukan beberapa upaya dalam membantu Thailand untuk menyelesaikan konflik di selatan wilayahnya. Pada masa pemerintahan Perdana Menteri Badawi, Malaysia mencoba pengupayaan mediasi dalam menyelesaikan konflik tersebut. Badawi menunjuk mantan
Perdana
Menteri
Malayisa,
Mahathir
sebagai
mediator
dalam
menyelesaikan konflik di Thailand Selatan. Langkah yang dilakukan Mahathir dalam memediasi konflik di Thailand Selatan terlihat berhasil secara signifikan. Pemerintah Thailand dapat berbicara langsung dengan kelompok-kelompok
36
seperatis di Thailand mengenai konflik yang terjadi di Thailand Selatan berkat adanya mediasi dari Mahathir. Namun, mediasi yang dilakukan Mahathir mendapat hambatan. Hambatan tersebut datang dari elit-elit penjabat Thailand yang tidak mempercayai apa yang dilakukan Mahathir. Sehingga mediasi yang dilakukan Mahathir hingga akhirnya tidak bisa menghasilkan hasil yang dapat di terima oleh kedua pihak. Pada masa pemerintahan Perdana Menteri Najib, Malaysia cenderung menggunakan cara kerjasama dalam menangani konflik yang terjadi di Thailand Selatan. Cara kerjasama lebih memudahkan Malaysia dalam meredam konflik yang terjadi di Thailand. Karena diketahui bahwa yang menjadi dasar konflik di Thailand Selatan itu terjadi juga dikarenakan faktor ekonomi yang sangat timpang. Kerjasama dalam bidang ekonomi dalam memperbaiki kualitas ekonomi di Thailand Selatan tersebut menjadi strategi Malaysia dalam masa pemerinthan Najib. Selain memperbaiki
kualitas ekonomi, Malaysia juga berusaha
memperbaiki pendidikan di Thailand Selatan yang juga menjadi salah satu pemicu akan ketidakpuasaan penduduk Thailand Selatan terhadap pemerintahannya dikeranakan mereka merasa diabaikan dalam bidang tersebut. Selain itu Perdana Menteri Najib juga melakukan kerjasama dalam bidang keamanan. Peningkatan keamanan disekitar perbatasan menjadi faktor penting dalam mencegah potensi polemik di masa mendatang. Mengingat masalah
37
keamanan diperbatasan kerap memunculkan masalah-masalah bagi negara Thailand dan Malaysia. Meskipun konflik yang terjadi di Thailand Selatan belum sepenuhnya berakhir, Malaysia terus beruapaya dalam membantu menyelesaikan konflik tersebut. Terbukti dalam dua periode pemiranthan Badawi dan Najib, upaya yang dilakukan Malaysia bisa sedikit meredam konflik yang terjadi di Thailand Selatan pasca konflik tersebut memenas di thaun 2004. Kedua negara ini dituntut untuk bekerja lebih keras dalam menyelesaikan konflik yang terjadi dan memilih caracara yang dilihat lebih efektif dalam menyelesaikan konflik di Thailand Selatan. Sehingga kedepannya, konflik di Thailand Selatan bisa diakhiri. B. Saran Adapun saran yang penulis yakini untuk mengatasi masalah di Thailand Selatan adalah sebagai berikut : 1. Thailand harus lebih terbuka akan bantuan-bantuan dari negara lain dalam menangani konflik yang terjadi. Karena terbukti Pemerintahan Thailand hingga kini tidak bisa mengakhiri konflik yang terjadi. 2. Malaysia harus menggunakan pendekatan - pendekatan yang lebih bisa di terima oleh Thailand agar Thailand bisa lebih terbuka dengan Malaysia dalam menyelesaikan konflik ini. 3. Malaysia dan Thailand juga harus lebih selektif dalam menentukan dan menjalankan kebijakannya, sehingga tercipata suasana yang kondusif di wilayah Thailand Selatan.
38