BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara tropik yang sesuai untuk budidaya tanaman hortikultura khususnya buah-buahan. Buah-buahan mempunyai banyak manfaat. Seperti yang telah disebut dalam al-Qur’an dalam surat An-Nahl (16) : 11 Artinya : “Dia menumbuhkan bagi kamu dengan air hujan itu tanam-tanaman; zaitun, kurma, anggur dan segala macam buah-buahan. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memikirkan.” Menurut Tafsir al-Qurthubi, pada kata untuk menjelaskan kata buahbuahan yang dikonsumsi manusia beserta manfaatnya. Ayat tersebut menjelaskan bahwa Allah SWT telah menumbuhkan berbagai tanaman di bumi. Maksud dari tanam-tanaman adalah berbagai macam tanaman baik berupa sayur-sayuran, zaitun, kurma, anggur, dan segala macam buah-buahan yang bermanfaat bagi manusia. Pemanfaatan buah-buahan sering terhambat oleh sifat alami buah yang sangat sensitif dan mudah mengalami penurunan kualitas karena faktor lingkungan, fisiologis, dan mikroorganisme. Salah satu buah yang memerlukan penanganan pascapanen adalah buah cabai merah (Capsicum annum L.). Cabai merah (Capsicum annum L.) merupakan buah yang tergolong non-klimakterik dan termasuk komoditas yang mudah rusak sehingga
1
2
pada saat pascapanen diperlukan penanganan khusus untuk mempertahankan kualitas buah cabai merah (Capsicum annum L.). Masalah utama cabai merah (Capsicum annuum L) adalah sifatnya yang mudah rusak yang disebabkan kadar air yang tinggi yaitu 90,09%. Kandungan air yang tinggi mengakibatkan transpirasi tetap berlangsung setelah dipanen yang berdampak cabai merah (Capsicum annuum L.) mengalami penurunan susut bobot, pelunakan daging buah, dan perubahan warna. Kadar air yang tinggi ini Menurut Taufik (2011) tingkat kerusakan buah dipengaruhi oleh difusi gas ke dalam dan ke luar buah yang terjadi melalui lentisel yang tersebar di permukaan buah. Difusi gas dihambat dengan lapisan lilin yang terdapat di permukaan buah, tapi lapisan lilin dapat berkurang atau hilang akibat pencucian. Hal tersebut menyebabkan tingginya laju respirasi dan transpirasi sehingga terjadi penurunan kualitas buah. Air merupakan awal kehidupan, segala sesuatu diciptakan dengan air. Salah satunya ada pada buah-buahan seperti cabai merah (Capsicum annum L.). Allah SWT berfirman dalam QS. Al Mu’minuun (23) : 18-19 sebagai berikut : Artinya : “Dan Kami turunkan air dari langit menurut suatu ukuran; lalu Kami jadikan air itu menetap di bumi, dan Sesungguhnya Kami benar-benar berkuasa menghilangkannya. Lalu dengan air itu, Kami tumbuhkan untuk kamu kebun-kebun kurma dan anggur; di dalam kebun-kebun itu kamu peroleh buah-buahan yang banyak dan sebahagian dari buah-buahan itu kamu makan.” Menurut Tafsir al-Qurthubi, ayat di atas menjelaskan tentang nikmat Allah SWT yang dianugerahkan kepada mahluk-Nya. Kata
berarti air, diantara
anugerah yang terbesar (yang Allah SWT yang dianugerahkan kepada mahluk-Nya).
3
Air merupakan sumber kehidupan bagi tubuh (manusia) dan juga perkembangan binatang. Allah SWT menjadikan air sebagai sumber air minum. Sumber-sumber air seperti air sungai, air mata air, dan air yang keluar dari sumur. Firman Allah “Dan Kami turunkan air dari langit” merupakan sebuah isyarat yang ditujukkan untuk air tawar yang berasal dari laut, kemudian terjadi penguapan lalu Allah SWT menurunkan ke bumi agar dapat dimanfaatkan. Kemudian Allah SWT menumbuhkan kebun-kebun yang di dalamnya terdapat buah-buahan yang dapat dimakan. Air sangat penting terhadap kelangsungan mahluk hidup di muka bumi. Seperti halnya kandungan air di dalam cabai merah (Capsicum annum L.) yang bermanfaat untuk manusia, namun apabila cabai merah (Capsicum annum L.) telah dipanen, buah cabai merah (Capsicum annum L.) masih tetap berlangsung proses fisiologis, seperti transpirasi dan respirasi. Oleh sebab itu digunakan metode untuk mempertahankan kualitas cabai merah (Capsicum annum L.) yaitu dengan edible coating. Salah satu cara lain yang cukup potensial untuk menurunkan tingkat kerusakan cabai merah (Capsicum annum L.) adalah aplikasi edible coating. Edible coating merupakan suatu metode yang digunakan untuk memperpanjang umur simpan dan mempertahankan mutu dari buah-buahan pada suhu ruang. Edible coating menghambat keluarnya gas, uap air dan kontak dengan oksigen, sehingga proses pemasakan dan reaksi pencoklatan buah dapat diperlambat. Lapisan yang ditambahkan di permukaan buah ini tidak berbahaya apabila ikut dikonsumsi bersama buah. Bahan yang dapat digunakan sebagai coating dapat membentuk suatu lapisan penghalang kandungan air dalam buah dan dapat mempertahankan mutu serta tidak mencemari lingkungan (Isnaini, 2009).
4
Edible coating dapat dibuat dari bahan polisakarida seperti pati, salah satu pati yang dihasilkan dari umbi-umbian di Indonesia yang terbesar adalah singkong (Manihot utilissima Pohl). Menurut data BPS, luas wilayah pengusahaan tanaman singkong (Manihot utilissima Pohl) mencapai 1.119.784 ha pada tahun 2011 dengan jumlah produksinya mencapai 24.044.025 ton (BPS 2013). Sentra produksi singkong di Indonesia berada di wilayah Provinsi Lampung (38,24%), Jawa Timur (16,77%), Jawa Tengah (14,56%), dan Jawa Barat (8,56%). Pati singkong (Manihot utilissima Pohl) mengandung 17% amilosa dan 83% amilopektin. Kandungan pati yang tinggi pada singkong (Manihot utilissima Pohl), penanamannya yang mudah, harga murah, dan mudah diperoleh di Indonesia, sangat potensial dijadikan sebagai bahan dasar edible coating. Pati tersusun dari dua jenis amilosa dan amilopektin. Menurut Santoso (2011) amilosa merupakan polisakarida penyusun pati yang bertanggung jawab dalam pembuatan matriks film. Sifat pati yang dapat membentuk matriks film ini yang dapat dimanfaatkan untuk memperpanjang umur simpan karena respirasi buah dan sayuran menjadi berkurang. Selain itu pati menghasilkan film dengan sifat mekanik yang baik. Kelebihan edible coating yang dibuat dari bahan hidrokoloid seperti pati yang merupakan bahan pelapis alami tidak beracun dan aman bagi kesehatan adalah pati singkong (Manihot utilissima Pohl) sehingga edible coating berbasis pati layak untuk dikembangkan. Edible coating yang dibuat dari bahan pati dikenal dengan edible coating hidrokoloid, yang mempunyai beberapa kelebihan yaitu baik untuk melindungi produk terhadap oksigen dan karbondioksida. Butir pati apabila dipanaskan akan membentuk larutan koloid yang kental. Sifat kental ini dihasilkan
5
dari pati singkong (Manihot utilissima Pohl) yang dapat digunakan sebagai bahan edible coating. Dengan adanya sifat tersebut akan terbentuk membran selektif permeabel terhadap pertukaran gas CO2 dan O2 maka respirasi buah dan sayuran akan berkurang. Keunggulan dari pati adalah aman dikonsumsi karena pati tidak bersifat karsinogenik dalam tubuh manusia atau jaringan tubuh manusia. Menurut Maulana (2008) mengemukakan bahwa pati singkong (Manihot utilissima Pohl) mengandung 83% amilopektin yang dapat mengakibatkan pasta yang terbentuk menjadi bening dan kecil kemungkinan untuk terjadi retrogradasi. Hasil penelitian Triwarsita (2012) adalah semakin besar konsentrasi gliserol yang ditambahkan tekstur jenang dodol semakin keras. Semakin tinggi konsentrasi gliserol yang digunakan maka kadar air sampel jenang dodol yang dikemas semakin besar. Kadar air tertinggi pada hari terakhir penyimpanan adalah sampel gliserol 2.0% sebesar 25.5434% dan terkecil adalah sampel kontrol sebesar 22.1255%. Penggunaan kemasan edible dengan berbagai konsentrasi gliserol sebagai plasticizer memberikan perlindungan terhadap aw sampel jenang dodol dengan kisaran aw 0.890.91 pada hari terakhir penyimpanan. Keunggulan edible coating dapat diperoleh dengan memperlihatkan beberapa faktor yaitu konsentrasi pati singkong dan lama pencelupan. Konsentrasi pati sangat berpengaruh pada karakteristik yang dihasilkan. Berdasarkan penelitian Budiman (2009) mengatakan bahwa Pisang cavendish dengan pelapisan edible coating dengan Pati singkong 3%; CMC 0,4%; Gliserol 5% dengan aplikasi tidak lebih dari 2 hari dapat memperpanjang umur simpan buah pisang Cavendish 2 hari lebih panjang daripada kontrol (tanpa pelapis), yaitu sampai dengan 8 hari penyimpanan pada suhu
6
10°C. Oleh karena itu efektivitas edible coating digunakan konsentrasi pati singkong 3%. Faktor lain yang mempengaruhi efektivitas edible coating
yaitu lama
pencelupan. Oleh sebab itu dalam penelitian ini menggunakan metode pencelupan (dipping). Teknik ini mempunyai keunggulan yaitu dapat melapisi buah-buahan dan sayuran secara merata (Pujimulyani, 2009). Menurut penelitian Pujimulyani (2009) mengatakan bahwa buah jeruk dengan lama pencelupan selama 90 detik mampu mempertahankan kadar air dan susut bobot selama 5 hari apabila dibandingkan kontrol. Lama pencelupan buah dan sayuran ke dalam edible coating
juga
mempengaruhi masa simpan karena semakin lama larutan edible coating diaplikasikan terhadap buah dan sayuran akan melapisi permukaan lebih merata dan mempunyai lapisan yang permeabel, sehingga kontaminasi oleh mikroba dapat diminimalkan. (Mulyadi, 2010). Kerusakan buah diakibatkan beberapa faktor yaitu faktot internal dan eksternal. Faktor internal terjadi akibat proses fisiologis buah, sedangkan faktor eksternal disebabkan oleh mikroorganisme. Oleh karena itu, perlu diberi tambahan zat antimikroba pada edible coating. Salah satu contoh zat antimikroba adalah rempah-rempah yang termasuk dalam famili Zingiberaceae. Selain sebagai bahan bumbu pemberi flavor, rempah-rempah juga dikenal sebagai bahan yang dapat mengurangi pertumbuhan mikroba. Beberapa rempahrempah dikenal sebagai bahan yang bersifat menghambat atau membunuh mikroba tergantung dari dosisnya. Beberapa rempah-rempah yang menjadi bahan pengawet alami dan bersifat antimikroba adalah lengkuas (Alpinia galangal L.). Peran lengkuas
7
sebagai pengawet makanan tidak terlepas dari kemampuan lengkuas yang memiliki aktivitas antimikroba, kandungan zat kimia yang terdapat dalam lengkuas adalah fenol, flavonoid dan minyak atsiri. Berdasarkan penelitian Suryawati (2011), membuktikan bahwa ekstrak lengkuas dengan dosis 20% dengan waktu pengamatan 24 jam dapat menghambat pertumbuhan E. Coli yang merupakan bakteri Gram negative. Berdasarkan Ulfah (2013) dikemukakan bahwa selain sebagai zat antimikroba, pada lengkuas terdapat kandungan pati lengkuas sekitar 26,44%. Kunyit (Curcuma domestica val.) mempunyai kurkumin adalah senyawa yang memiliki aktifitas antimikroba. Menurut Sihombing (2007), dikemukakan bahwa berdasarkan batas maksimum total mikroba menurut SNI, mie basah basah mentah dengan penambahan ekstrak rebus ( 1 : 3, 15 menit) 33.33% memiliki umur simpan 36 jam dengan total mikroba 9.5 x 105 CFU/g dan dengan penambahan ekstrak segar 20% memiliki umur simpan 36 jam dengan total mikroba 5.2 x 105 CFU/g. Mie basah matang dengan penambahan ekstrak rebus ( 1 : 3, 15 menit) 50% memiliki umur simpan 24 jam dengan total mikroba 1.6 x 105 CFU/g dan dengan penambahan ekstrak segar 20% memiliki umur simpan 36 jam dengan total mikroba 5.6 x 105 CFU/g. Mie basah kontrol, baik mentah maupun matang, memiliki umur simpan yang sama yaitu 44 jam. Berdasarkan Oktaviana (2010) dikemukakan bahwa selain sebagai zat antimikroba, pada kunyit mempunyai kandungan pati sekitar 60,09%. Nursal (2006) mengatakan bahwa jahe putih (Zingiber officinale Rosc) mengandung senyawa metabolit sekunder terutama dari golongan flavonoid, fenol, terpenoid dan minyak atsiri. Senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan tumbuhan Zingiberaceae ini umumnya dapat menghambat pertumbuhan patogen yang
8
merugikan kehidupan manusia, diantaranya bakteri Escherichia coli, Bacillus subtilis, Staphylococcus aureus, jamur Neurospora sp, Rhizopus sp. dan Penicillium sp. Berdasarkan Prayestha (2011) dikemukakan bahwa selain sebagai zat antimikroba, pada jahe putih terdapat kandungan pati sekitar 80,23%. Menurut Arifin (2010), penelitian mengenai pengaruh penambahan jahe putih dan jahe merah dalam pembuatan edible coating jagung (Zea mays) terhadap kualitas buah terong terbukti dapat mempertahankan buah terong mencapai 5 hari apabila dibandingkan kontrol. Penelitian ini perlu dilakukan karena pada penelitian ini akan dikaji pengaruh penambahan bahan pengawet alami dalam pembuatan edible coating berbasis pati singkong (Manihot utilissima Pohl) terhadap kualitas pasca panen cabai merah (Capsicum annum L.). Pengaplikasian bahan alami dalam pembuatan edible coating berbasis pati singkong (Manihot utilissima Pohl) yang dikombinasikan dengan lama perendaman diharapkan dapat menjadi solusi untuk memperpanjang umur simpan cabai merah (Capsicum annum L.) karena sifat edible coating berfungsi sebagai penahan laju respirasi dan transpirasi, dengan demikian kesegaran cabai merah (Capsicum annum L.) dapat dipertahankan lebih lama. Edible coating yang ditambahi dengan bahan alami sebagai zat antimikroba juga akan melindungi cabai merah (Capsicum annum L.) dari mikroorganisme sehingga dapat menghambat terjadinya kebusukan akibat mikroorganisme. Berdasarkan uraian diatas maka dilaksanakan penelitian Pengaruh Penambahan Bahan Pengawet Alami dalam Pembuatan Edible Coating Berbasis Pati Singkong (Manihot utilissima Pohl) terhadap Kualitas Pasca Panen Cabai Merah (Capsicum annum L.).
9
1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana pengaruh penambahan variasi bahan alami sebagai pengawet alami dalam edible coating berbasis pati singkong (Manihot utilissima Pohl) terhadap susut bobot, kadar air, tekstur, warna, dan kandungan vitamin C pada cabai merah (Capsicum annum L.)? 2. Apakah lama pencelupan dalam edible coating berbasis pati singkong (Manihot utilissima Pohl) berpengaruh terhadap susut bobot, kadar air, tekstur, warna, dan kandungan vitamin C pada cabai merah (Capsicum annum L.)? 1.3 Tujuan Tujuan dalam penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui pengaruh penambahan variasi bahan alami sebagai bahan pengawet alami dalam edible coating berbasis pati singkong (Manihot utilissima Pohl) terhadap susut bobot, kadar air, tekstur, warna, dan kandungan vitamin C pada cabai merah (Capsicum annum L.). 2. Untuk mengetahui pengaruh lama pencelupan dalam edible coating berbasis pati singkong (Manihot utilissima Pohl) terhadap susut bobot, kadar air, tekstur, warna, dan kandungan vitamin C pada cabai merah (Capsicum annum L.)
10
1.4 Hipotesa Hipotesa dalam penelitian ini adalah : 1. Ada pengaruh terhadap penambahan variasi bahan alami sebagai bahan pengawet alami dalam edible coating berbasis pati singkong (Manihot utilissima Pohl) terhadap susut bobot, kadar air, tekstur, warna, dan kandungan vitamin C pada cabai merah (Capsicum annum L.). 2. Ada pengaruh lama pencelupan dalam edible coating berbasis pati singkong (Manihot utilissima Pohl) terhadap susut bobot, kadar air, tekstur, warna, dan kandungan vitamin C pada cabai merah (Capsicum annum L.) 1.5 Manfaat Penelitian Penelitian ini mempunyai manfaat yaitu : 1. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan dasar untuk mengembangkan penelitian selanjutnya mengenai edible coating pati singkong (Manihot utilissima Pohl). 2. Meningkatkan nilai ekonomi cabai merah (Capsicum annum L.) 3. Memberikan informasi kepada masyarakat bahwa pati singkong (Manihot utilissima Pohl) dapat dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan edible coating. 4. Memberikan informasi kepada peneliti berikutnya tentang kegunaan pati singkong (Manihot utilissima Pohl). 5. Mengetahui pengaruh penambahan bahan alami (lengkuas (Alpinia galanga L.), kunyit (Curcuma domestica val.), dan jahe putih (Zingiber officinale)) sebagai komposisi edible coating pati singkong (Manihot utilissima Pohl).
11
1.6 Batasan Masalah Batasan masalah dalam penelitian ini yaitu : 1. Buah cabai merah (Capsicum annum L.) yang digunakan pada buah umur 80 (hst) 2. Cabai merah (Capsicum annum L.) perkebunan Batu, Kabupaten Malang. 3. Pati singkong (Manihot utilissima Pohl) dari BALITKABI (Balai Penelitian Kacang dan Umbi-Umbian) yang digunakan sebagai edible coating adalah pati yang diperoleh dari endapan air perasan singkong (Manihot utilissima Pohl). 4. Teknik edible coating dengan cara dicelup (dipping) dengan variasi lama pencelupan yaitu 60 detik dan 90 detik. 5. Parameter kualitas cabai merah (Capsicum annum L.) yaitu susut bobot, kadar air, tekstur, warna, dan kandungan vitamin C pada cabai merah (Capsicum annum L.). 6. Pengamatan kadar air, dan vitamin C dilakukan pada hari 0, 5 dan 10 penyimpanan.