BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Ketenagakerjaan
merupakan
hal
yang
sangat
penting
dalam
pembangunan di setiap wilayah maupun negara. Ini adalah tentang bagaimana negara membangun sumber daya manusianya. Sumber daya manusia bangunan yang dituangkan melalui daya, cipta dan karsa yang dapat meghasilkan suatu hasil berupa suatu karya yang berupa ide maupun tenaga (jasa). Menurut Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Surakarta Tenaga Kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Tenaga kerja yang diperlukan suatu bangsa adalah tenaga kerja yang memiliki kualitas kerja yang baik dan mampu memajukan negara. Persoalan ketenagakerjaan merupakan persoalan yang paling menonjol di Indonesia sejak krisis ekonomi tahun 1997 - 1998 yang lalu. Kelebihan jumlah tenaga kerja di Indonesia tidak diimbangi dengan kesempatan kerja yang tercipta, sehingga menimbulkan masalah yang sangat serius dalam pembangunan ekonomi di Indonesia. Selain terjadi ketidakseimbangan antara percepatan pertambahan jumlah angkatan kerja dengan peluang akan kesempatan kerja, perkembangan dunia teknologi pun menjadi suatu pembatas
1
2
penyerapan tenaga kerja dan sekaligus menjadi penghambat para pencari kerja untuk mendapatkan suatu pekerjaan. Indonesia memiliki sumber daya manusia (SDM) yang begitu melimpah. Berdasarkan hasil proyeksi Badan Pusat Stastistik (BPS), jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2013 sebanyak 248,8 juta orang dengan jumlah angkatan kerja di Indonesia pada Februari 2014 mencapai 125,3juta orang. Hal tersebut merupakan peluang sekaligus tantangan berat bagi Indonesia dalam mengurangi pengangguran dan memanfaatkan berbagai lapangan kerja baik di dalam maupun diluar negeri sendiri dan menjadi pihak yang dirugikan jika lapangan kerja dalam negeri lebih banyak menyerap tenaga kerja terampil dari luar negeri. Jumlah angkatan kerja pada tahun 2012 yaitu 118,05juta dan jumlah angkatan kerja pada tahun 2013 yaitu 118,19 juta hal ini membuktikan bahwa tiap tahunnya jumlah angkatan kerja yang terus meningkat tetapi tidak diimbangi dengan peluang kesempatan kerja yang faktanya sampai detik ini permasalahan di Indonesia tentang ketenagakerjaan belum bisa terselesaikan, sebagai contoh banyaknya warga Indonesia yang bekerja diluar negeri sebagai TKI karena kurangnya peluang pekerjaan di dalam negeri sehingga mendorong mereka untuk mencari pekerjaan di negeri orang. Menurut liputan6.com edisi Rabu tanggal 12 bulan 11 tahun 2014, Krisna Djaelani mengungkapkan bahwa per Oktober 2014 telah tercatat sekitar 4 juta WNI yang tinggal diberbaga negara. Permasalahan yang timbul terkait dengan WNI didominasi permasalahan ketenagakerjaan. Permasalahan yang
3
terjadi meliputi perlakuan kasar dan pelecehan. Serta permasalahan yang terkait kasus hukum baik sebagai korban maupun pelaku. Menurut Badan Pusat Statistik jumlah tenaga kerja Indonesia pada tahun 2012 sampai dengan 2013 dilihat dari tingkat pendidikan di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.1. Tabel 1.1 Jumlah Tenaga Kerja Berdasarkan Tingkat Pendidikan (juta) Tingkat Pendidikan
2012
2013
SD kebawah SMP
53,88 20,22
52,02 20,46
SMA
17,25
17,84
SMK D I/II/III
9,50 2,98
9,99 2,92
Sarjana
6,98
7,57
(Sumber : Badan Pusat Statistik, 2013) Tabel 1.1 menjelaskan bahwa jumlah tenaga kerja berdasarkan tingkat pendidikan di Indonesia pada tahun 2012 dan tahun 2013 tingkat pendidikan SD (Sekolah Dasar) menduduki tingkat tertinggi. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas sumber daya manusia (SDM) sangat berpengaruh pada salah satu bidang pekerjaan. Pada kenyataannya menunjukan bahwa angkatan yang mencari kerja lebih besar dari pada kesempatan kerja yang ada dan akibatnya sebagian angkatan kerja harus menganggur. Hal ini dapat dibuktikan dari banyaknya jumlah pengangguran di Indonesia yang dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Hal tersebut dapat dilihat berdasarkan provinsi dan tingkat
4
pendidikan. Tingkat pengangguran menurut provinsi pada tahun 2012 dan 2013 dapat dilihat pads Tabel 1.2. Tabel 1.2 Tingkat Pengangguran menurut Provinsi (Persen) Provinsi Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Kepulauan Bangka Belitung Kepulauan Riau DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara Papua Barat Papua (Sumber : Badan Pusat Statistik,2013)
2012
2013
9,10 6,20 6,52 4,30 3,22 5,70 3,61 5,18 3,49 5,37 9.87 9,08 5,63 3,97 4,12 10,13 2,04 5,26 2,89 3,48 3,17 5,25 8,90 7,79 3,93 5,87 4,04 4,36 2,14 7,51 4,76 5,49 3,63
10,30 6,53 6,99 5,50 4,84 5,00 4,74 5,85 3,70 6,25 9,02 9,22 6,02 3,34 4,33 9,90 1,79 5,38 3,16 4,03 3,09 3,79 8,04 6,68 4,27 5,10 4,46 4,12 2,33 9,75 3,86 4,62 3,23
5
Berdasarkan Tabel 1.2 dapat diketahui bahwa tingkat pengangguran di Jawa Tengah dari Tahun 2012 sampai tahun 2013 mengalami peningkatan dari 5,63% menjadi 6,02%. Sehingga terjadi peningkatan sebesar 0,3%. Meskipun tingkat pengangguran di Jawa Tengah tidak terlalu tinggi dibandingkan dengan Provinsi Banten, namun apabila dibiarkan maka tingkat pengangguran di Jawa Tengah akan semakin meningkat dan menimbulkan dampak negatif bagi perkembangan ekonomi di Jawa Tengah. Sedangkan tingkat pengangguran berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 1.3. Tabel 1.3 Tingkat Pengangguran berdasarkan Tingkat Pendidikan Tingkat Pendidikan
2012
Tidak/ Belum Sekolah 85.374 Belum/ TidakTamat SD 512.041 SD 1.452.047 SMP 1.714.776 SMA 1.867.755 SMK 1.067.009 Program Diploma I/II/III 200.028 Sarjana 445.836 Jumlah 7.344.866 (Sumber : Badan Pusat Statistik, 2014)
2013
2014
81.432 489.152 1.347.555 1.689.643 1.925.660 1.258.201 185.103 434.185 7.410.931
74.898 389.550 1.229.652 1.566.838 1.962.786 1.332.521 193.517 495.143 7.244.905
Berdasarkan Tabel 1.3 bisa dilihat bahwa pengangguran pada tingkat pendidikan minimal SMA menduduki nomer 1 tertinggi dan diikuti tingkat pendidikan minimal SMP hal ini menunjukan bahwa meskipun sudah menempuh jalur pendidikan menengah atas tetapi belum tentu bisa sepenuhnya memperoleh pekerjaan. Permasalahan mengenai kesempatan kerja ini menjadi semakin
6
penting dan mendesak karena pertumbuhan angkatan kerja yang lebih cepat daripada pertumbuhan kesempatan kerja yang tersedia. Dengan kata lain jumlah tenaga kerja yang terserap oleh lapangan kerja semakin sedikit. Hal ini berakibat pada tingkat pengangguran yang semakin meningkat. Pengangguran adalah istilah untuk orang yang tidak bekerja sama sekali, sedang mencari kerja, atau seseorang yang sedang berusaha mendapatkan pekerjaan yang layak. Pengangguran umumnya disebabkan karena jumlah angkatan kerja atau para pencari kerja tidak sebanding dengan jumlah lapangan kerja yang ada yang mampu menyerapnya. Pengangguran menjadi masalah dalam perekonomian karena dengan adanya pengangguran, sumber daya menjadi terbuang, tidak hanya itu produktivitas dan pendapatan masyarakat akan berkurang sehingga dapat menyebabkan timbulnya kemiskinan dan masalah-masalah sosial lainnya. Tidak
pada
perekonomian
saja
pengangguran
berdampak,
namun
pengangguran juga berdampak pada masyarakat. Pengangguran akan menimbulkan ketidaksetabilan sosial. Tingkat pengangguran yang tinggi menggambarkan masyarakat yang kehilngan pendapatan. Namun, mereka dituntut memenuhi kebutuhan hidup diri sendiri dan keluarganya, sehingga mereka akan melakukan apa saja untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Inilah yang memicu terjadinya pencopetan, perampokan, dan tindak kriminal lainya menurunnya tingkat kemakmuran dan kesejahteraan. Pengangguran yang berkepanjangan juga dapat menimbulkan efek psikologis yang buruk terhadap penganggur dan keluarganya. Tingkat pengangguran yang terlalu tinggi juga
7
dapat
menyebabkan
kekacauan politik keamanan
dan
sosial
sehingga
mengganggu pertumbuhan, pembangunan ekonomi, dan pendapatan per kapita negara. Kondisi pengangguran yang terus meningkat adalah cerminan tidak berjalanya peran negara dalam melindungi masyarakat dalam bidang ketenagakerjaan.
Pada
pasal
27
Undang-Undang
Dasar
1945
yang
layak bagi kemanusiaan tersebut dipertegas dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Tenaga kerja yang
-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang menyebutkan bahwa pembangunan
ketenagakerjaan
bertujuan
untuk
memberdayakan
dan
mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi, menciptakan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional dan daerah, memberikan perlindungan bagi tenaga
kerja
dalam
mewujudkan
kesejahteraannya,
meningkatkan
kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya. Kesenjangan merupakan tugas yang harus diselesaikan bagi negara dalam upaya pencapaian tujuan tersebut memang tidaklah mudah, karena jumlah penduduk Indonesia yang besar tanpa didukung oleh tingkat pertumbuhan ekonomi yang pesat. Dengan adanya jumlah penduduk yang
8
semakin besar telah membawa akibat jumlah angkatan kerja yang semakin besar pula ( Mulyadi S, 2003:55 ). Jumlah penduduk yang besar ini akan merupakan potensi bagi pembangunan nasional jika secara kualitas mempunyai kemampuan untuk menggerakkan roda perekonomian nasional. Namun di sisi lain ini berarti bahwa semakin besar pula jumlah orang yang mencari pekerjaan yang akan menimbulkan masalah ketenagakerjaan khususnya masalah penyediaan lapangan pekerjaan yang memadai. Kondisi ini juga terjadi di Kota Surakarta berdasarkan hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) pada tahun 2012 penduduk Kota Surakarta tercatat
sebanyak 545.653 jiwa atau 66,81 % sedangkan pada
tingkat partisipasi angkatan kerja mencapai 34,42 penduduk. Berdasarkan pada usia anak minimal SMU/SMK/MA mencapai 69,50 %, pada tahun 2013 hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) menunjukkan
bahwa
penduduk Kota Surakarta tercatat yang berusia 15 tahun keatas ada sebanyak 385.784 jiwa, dimana 185.353 jiwa merupakan penduduk laki-laki atau sebesar 48,05 % dan 200.431 jiwa merupakan penduduk perempuan atau 51,95 %. Peningkatan dari tahun 2012 hingga 2013 terjadi karena semakin padatnya Kota Surakarta dan semakin berkembangnya wilayah sekitar kota Surakarta yang semakin diminati sebagai lahan untuk tempat tinggal maupun tempat usaha. Dari hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) tahun 2013 terlihat pada Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) menurut kelompok umur dan jenis kelamin bahwa penduduk terbesar terjadi pada
9
kelompok usia 15-19 tahun, yang kemudian meningkat cukup tajam pada kelompok usia diatasnya (usia 20-24 tahun). Tahun semakin merata pada kelompok umur (55-59) tahun dan semakin rendah pada kelompok umur berikutnya (60+). Seperti terlihat pada gambar dibawah ini. Dari angkatan kerja yang ada tersebut 73,57 % diantaranya sudah bekerja atau mempunyai usaha. Sedangkan jumlah angkatan kerja yang belum bekerja atau pengangguran terbuka yaitu sebesar 26,42 orang. (Struktur Ketenagakerjaan di Kota Surakarta Tahun 2013). Pada tahun 2013 sampai dengan bulan Desember 2013 jumlah pencari kerja yang terdaftar di Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Surakarta sebanyak 20.089 orang. Dimana 52,64 persenya merupakan laki-laki dan 47,36 persen adalah perempuan. Berdasarkan tingkat pendidikannya presentasi pengangguran di kota surakarta pada tahun 2012 atau 2013 seperti terlihat pada Tabel 1.4 Tabel 1.4 Presentase Pengangguran menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan di Kota Surakarta Tahun 2012-2013 No
Pendidikan Tertinggi
Tahun 2012
Tahun 2013
1.
Tidak / belum sekolah
2,03 %
1,47 %
2.
Tidak / belum tamat SD
6,20 %
2,87 %
3.
SD
16,30 %
16,31 %
4.
SMP / Kejuruan
25,03 %
23,77 %
5.
SMA / SMK
33,41 %
43,28 %
6.
Program Diploma I/II/III
8,31 %
4,56 %
7
Program D. IV/ S1
8,72 %
7,74 %
(Sumber : dispendukcapil.surakarta.go.id)
10
Berdasarkan Tabel 1.4 terlihat bahwa tingkat pengangguran yang ada di Kota Surakarta sebagian besar berpendidikan minimal SMA/SMK pada tahun 2012 sebanyak 33,41% dan pada tahun 2013 menjadi 43,28% ini berarti pengangguran di Kota Surakarta mengalami peningkatan 9,87%. Kondisi ini menunjukkan bahwa meski sudah menempuh jalur pendidikan menengah atas atau kejuruan tetapi belum tentu sepenuhnya memperoleh pekerjaan. Salah satu penyebabnya antara lain, dalam melakukan perekrutan karyawan baru, tentunya sebuah perusahaan memberikan kualifikasi jenjang pendidikan yang tinggi. Hal ini dikarenakan sumber daya manusia yang dibutuhkan oleh sebuah perusahaan tentunya akan didapatkan dari usia produktif yang lebih tinggi. Berkaitan dengan hal tersebut, maka akan terjadi tingkat pengangguran yang lebih tinggi pada tingkat usia produktif dengan jenjang pendidikan yang rendah. Upaya penyaluran pencari kerja dalam rangka memenuhi pasar kerja tidak lepas dari peranan Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi selaku lembaga yang mengurusi masalah ketenagakerjaan. Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi dituntut untuk selalu meningkatkan pelayanannya kepada masyarakat. Pelayanan Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi kepada masyarakat ini antara lain dalam hal pembuatan kartu angkatan kerja (kartu kuning), penyediaan informasi lapangan kerja, pengurusan jamsostek bagi para tenaga kerja, pendaftaran lowongan kerja, pemberian pelatihan dan keterampilan bagi calon tenaga kerja, dan perlindungan terhadap hak-hak
11
pekerja serta menanggapi keluhan permasalahan yang dihadapi tenaga kerja yang berkaitan dengan dunia kerja. Terkait ketenagakerjaan dan persoalan pengangguran di Kota Surakarta sudah memiliki kebijakan program tentang ketenaga kerjaan kebijakan tersebut tertuang dalam Rencana Strategis Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi pada tahun 2011-2015 namun keberadaan kebijakan tersebut ternyata tidak serta merta mengatasi pengangguran di Kota Surakarta. Tingkat pengangguran dengan pendidikan minimal SMA/SMK di Kota Surakarta masih cukup tinggi (Lihat tabel 1.4). Melihat kondisi tersebut menjadi sangat penting untuk melihat bagaimana implementasi dari kebijakan program tersebut karena tahapan implementasi kebijakan dalam proses kebijakan publik menjadi tahap yang sangat penting dan mendapat perhatian lebih dari aktor-aktor kebijakan. Hal ini dikarenakan masih sering terjadi kesenjangan antara konsep atau rencana yang telah dibuat dengan implementasinya. Bahkan banyak peneliti yang menemukan bahwa dari konsep-konsep perencanaan, rata-rata konsisten implementasi antara 10-20% saja. (Nugroho, 2009;501-502). Nugroho juga berpendapat bahwa rencana 20% keberhasilan, implementasi adalah 60%, dan 20%
sisanya
adalah
bagaimana
kita
mengendalikan
implementasi.
Implementasi kebijakan adalah hal yang paling berat, karena disini masalahmasalah yang kadang tidak dijumpai dalam konsep mucul dilapangan. Selain itu ancaman utamanya adalah konsistensi implementasi.
12
IMPLEMENTASI PROGRAM PENINGKATAN KESEMPATAN KERJA DI DINAS SOSIAL TENAGA KERJA DAN TRANSMI
B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas peneliti merumuskan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah proses Implementasi Program Peningkatan Kesempatan Kerja Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Pemerintah Kota Surakarta? 2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pelaksanaan program peningkatan kesempatan kerja di Kota Surakarta ?
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah diuraikan di atas, penelitian ini bertujuan untuk : 1. Untuk
mengetahui
proses
implementasi
program
peningkatan
kesempatan kerja Dinas Sosial Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Pemerintah Kota Surakarta. 2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksaaan program peningkatan kesempatan kerja di Kota Surakarta.
13
D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memiliki manfaat sebagai berikut: 1.
Dapat digunakan sebagai bahan masukan atau bahan pertimbangan yang bersifat konstruktif bagi Dinas Sosial Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Pemerintah Kota Surakarta dalam upaya menanggulangi pengangguran atau kurangnya kesempatan kerja.
2.
Penelitian ini disusun dalam memenuhi persyaratan untuk mencapai gelar kesarjanaan (S-1) pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Program Studi Administrasi Negara Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3.
Penelitian ini diharapkan dapat membuka wawasan dan dapat dijadikan perbandingan atau acuan dalam melakukan penelitian yang lebih
mendalam
dimasa
yang
akan
datang.