BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah Hasil analisis Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII)
menunjukkan pertumbuhan pengguna internet di Indonesia terus meningkat setiap tahun. Berdasarkan data APJII, pelanggan internet diproyeksikan akan tumbuh menjadi 107 juta di tahun 2014. Kemudian pada tahun berikutnya, diproyeksikan jumlah pelanggan akan meningkat hingga mencapai 139 juta atau sebesar 50 persen dari total populasi di tahun 2015 (APJII, 2012). Pertumbuhan internet tersebut didukung oleh dua faktor. Pertama, tersedianya jaringan internet ditempat keramaian menggunakan model wireless internet (wifi), akses point (hotspot). Kedua adanya penetrasi pemasaran dari produk telepon pintar seluler (smartphone). Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) menyatakan tahun 2013, total penjualan telepon pintar seluler di Indonesia mencapai 14,8 juta unit. Kondisi tersebut menjadikan Indonesia sebagai tempat penjualan terbesar di Asia Tenggara (Nisanto, 2014). Aktivitas yang dilakukan oleh pengguna internet di Indonesia pada umumnya untuk mengakses situs jejaring sosial (social networking site) disingkat dengan nama SNS dan layanan surat elektronik (email). Hal ini diungkapkan oleh Kemenkominfo pada tahun 2012, tercatat terdapat 63 juta pengguna internet, dari angka tersebut yakni 95 persen layanan internet digunakan untuk mengakses jejaring sosial. Pada tahun 2013, APJII mencatat kenaikan jumlah pelanggan sebesar 71,49 juta pengguna
1
internet atau dengan kata lain terjadi peningkatan sebesar 13 persen dari tahun sebelumnya. Dari data tersebut aktivitas yang sering digunakan adalah pengiriman dan penerimaan e-mail yang mencapai 95,75 persen sedangkan aktivitas untuk mengakses situs jejaring sosial sebesar 61,23 persen dari total jumlah pelanggan internet (Kemenkominfo, 2013). Pada tahun 2013 Indonesia masih tetap menduduki peringkat atas dalam aktivitas untuk mengakses situs jejaring sosial, misalnya pada penggunaan Facebook. Lembaga survei Global Web Index (WBI) mengungkapkan terdapat 65 juta pengguna aktif yang menggunakan Facebook sebagai media komunikasi. Selain Facebook, situs jejaring sosial lain yang populer digunakan oleh masyarakat Indonesia yakni Twitter dengan 19,5 juta pengguna, Google+ dengan 3,4 juta pengguna, LinkedIn dengan 1 juta pengguna, Path dengan 700 ribu pengguna, Line dengan 10 juta pengguna (Kemenkominfo, 2013). Situs jejaring sosial tersebut menjadi populer di Indonesia karena adanya keanekaragaman fasilitas yang ditawarkan. Fasilitas yang ditawarkan antar situs jejaring sosial beragam. Namun demikian terdapat satu fitur dasar yang sama dan digunakan oleh pihak produsen untuk menarik minat pengguna. Fitur dasar tersebut yakni pengguna dapat mengupload materi dan orang lain dapat mengirimkan umpan balik, fasilitas pengelompokan (pengguna dapat bergabung berdasarkan jenis minatnya), fasilitas perluasaan jaringan (pengguna dapat menambahkan atau menghapus teman-teman di setiap saat) dan fasilitas instant messaging (pengguna dapat mengirim pesan instant ke teman-teman mereka), sehingga meningkatkan interaksi sosial (Hsiao, 2011; Li, 2011; Wang et al., 2010).
2
Situs jejaring sosial digunakan oleh seseorang untuk menjalin komunikasi dengan pihak lain tanpa adanya batasan. Fenomena yang terjadi dibidang ekonomi bagi pengguna jejaring sosial diprediksi akan berpindah haluan dari sebatas hiburan menjadi sarana bisnis atau e-commerce. Tren penggunaan situs jejaring sosial yang merambah pada e-commerce, ditandai dengan maraknya penjualan produk atau jasa secara online misalnya melalui Facebook (Herdiyan, 2012). Peningkatan popularitas situs jejaring sosial tidak hanya dimanfaatkan di bidang ekonomi namun di bidang politik. Di Indonesia, situs jejaring sosial ini dapat juga dimanfaatkan sebagai media kampanye bagi partai politik untuk meningkatkan citra partai, memenangkan pemilihan calon kepala daerah, calon anggota legislatif, dan hingga calon presiden. Situs jejaring sosial dimanfaatkan secara sistemis sebagai media komunikasi partai dengan masyarakat seperti yang terjadi pada kemenangan Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama pada pemilihan kepala daerah di DKI Jakarta pada tahun 2012. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan situs jejaring sosial dapat memberikan keuntungan bagi individu atau kelompok untuk membangun suatu informasi (Suhendra, 2012). Informasi yang terdapat pada situs jejaring sosial selain memberikan keuntungan juga dapat memberikan kerugian. Informasi dalam bentuk pesan negatif dapat menurunkan citra suatu merek. Misalnya pada berita politik di Indonesia mengenai kontroversi kebijakan fraksi demokrat dan ketua umumnya sehingga pengguna sosial media membuat #ShameOnYouSBY di jejaring sosial Twitter untuk yang mencurahkan kekecewaan publik dan hashtag ini telah menjadi trending topik dunia. Hashtag tersebut berisikan kritikan atas kebijakan terhadap perubahan
3
mekanisme pemilihan kepala daerah (The Jakarta Post, 2014). Kemudian pada kasus penolakan pertanggungjawaban pihak United Airlines terhadap kerusakan gitar milik musisi Dave Carol. Dave Carol kemudian menggunakan situs jejaring sosial untuk mengunduh video secara online yang berisikan perasaan kecewa atas penolakan pertanggungjawaban pihak maskapai. Akibat yang ditimbulkan dari video online ini berimbas pada penurunan harga saham United Airlines sebesar 10 persen (Hawkins dan Mothersbaugh, 2013). Selain hal tersebut informasi yang diberikan pada situs jejaring sosial tersebut terkadang disalahgunakan sehingga menimbulkan kerugian bagi individu misalnya kasus penipuan, pencemaran nama baik, kasus pelanggaran privasi yang menyebabkan terjadinya pembunuhan. Berdasarkan hasil survei dari Accenture pada tahun 2014 menunjukkan 55 persen konsumen digital di seluruh dunia sangat memperhatikan privasi. Privasi sangat dianggap penting, oleh karena itu hanya 52 persen masyarakat Indonesia mempercayakan data pribadi mereka pada bank (Sukma, 2014). Kondisi tersebut menunjukkan bahwa terdapat risiko atas penggunaan produk atau jasa pada situs jejaring sosial. Pemahaman persepsi suatu risiko antara individu terhadap penggunaan sesuatu produk atau jasa berbeda-beda. Beberapa faktor yang mendorong individu atau konsumen memahami persepsi risiko menjadi lebih tinggi dan penting ketika ketidaktersediaan informasi terhadap kategori produk yang akan dikonsumsi, produk tersebut adalah produk baru, produk tersebut memiliki tingkat kompleksitas teknologi yang cukup tinggi, kepercayaan diri konsumen lemah dalam mengevaluasi suatu merek, terdapat beberapa merek dengan
4
variasi kualitas yang beragam, harga produk tersebut mahal, tingkat kepentingan konsumen untuk mengkonsumsi produk tersebut (Assael, 1998). Kotler dan Keller (2013), menyatakan tipe presepsi risiko atas pembelian dan penggunaan dapat dikelompokkan menjadi beberapa faktor yakni functional risk (risiko yang terkait atas fungsi), physical risk (risiko terkait atas fisik produk), financial risk (risiko yang berhubungan dengan keuangan), social risk (risiko yang berhubungan dengan nilai sosial masyarakat), psychological risk (risiko yang berhubungan dengan psikologis), time risk (risiko yang berhubungan dengan waktu). Hasil penelitian yang mengambil topik pengaruh persepsi risiko terhadap perilaku, menunjukkan bahwa persepsi risiko berpengaruh terhadap perilaku konsumen. Persepsi risiko akan sangat mempengaruhi konsumen ketika konsumen termotivasi untuk menghindari kesalahan kemudian memaksimalkan utilitas suatu pembelian (Mitchell, 1999). Persepsi risiko di e-commerce memiliki efek yang negatif terhadap sikap (Fenech dan O’Cass, 2001; Shih, 2004). Penelitian lain menjelaskan jika persepsi risiko diidentifikasikan sebagai predictor yang signifikan terhadap predisposition dalam penggunaan jasa elektronik (Kim et al., 2009). Namun terdapat perbedaan dengan hasil pada penelitian yang pernah dilakukan. Pertama, penelitian yang dilakukan Herrero et.al (2009) menunjukkan bahwa persepsi risiko tidak berpengaruh signifikan terhadap sikap buyers (pembeli) di dalam bidang ecommerce. Kedua penelitian yang dilakukan oleh Perez et.al (2013), menunjukkan bahwa persepsi risiko memiliki pengaruh yang lemah terhadap sikap pengguna situs jejaring sosial.
5
Pada sudut pandang penelitan yang lain, dapat dijelaskan alasan tingginya jumlah pengguna situs jejaring sosial. Kim et.al (2011) memaparkan motivasi dalam menggunakan media sosial tidak hanya didasari oleh keinginan untuk bersosialisasi dan mencari informasi, tetapi juga untuk mencari hiburan dan bisnis. Situs jejaring sosial menyediakan entertainment (hiburan) dan enjoyment (kesenangan). Berkaitan dengan hal tersebut, Ruggiero (2000) berpendapat jika penelitian terhadap digital media dan komunikasi menggunakan teori uses dan gratification adalah relevan. Teori uses dan gratification yang dikembangkan oleh Kazt dan Gurevic, memiliki asumsi dasar jika pengguna media adalah yang bersikap aktif, mereka menggunakan media karena memiliki tujuan tertentu. Studi pada situs jejaring sosial yang menerapkan
teori
tersebut
memberikan
penilaian
yang
berkaitan
dengan
entertainment (hiburan), sociability (sosialisasi) dan needs status (status kebutuhan) (Krotz dan Eastman, 1999). Selain faktor risiko, faktor motivasi atas hiburan terdapat faktor lain yang mempengaruhi sikap seseorang saat menggunakan suatu produk berbasis teknologi atau internet, yakni persepsi kegunaan (perceived usefulness, disingkat PU) dan persepsi kemudahaan dalam penggunaan (perceived easy of use, disingkat PEOU) Teori technology acceptance model (TAM) menjelaskan PU dan PEOU sebagai variabel yang mempengaruhi sikap terhadap penggunaan sistem informasi dan adopsi komputer (Davis, 1989). Penelitian lain yang difokuskan pada faktor PU dan PEOU menunjukkan bahwa kedua variabel PU dan PEOU memiliki efek positif terhadap sikap seseorang untuk menggunakan social software (Shittu et al., 2011). Sejalan
6
dengan penelitian tersebut, Song Zhu et.al (2012) menjelaskan bahwa PU dan PEOU berpengaruh signifikan terhadap sikap penggunaan game online. Penulis ingin mengetauhi pengaruh perceived risk (persepsi risiko), entertainment motivation (motivasi hiburan), perceived usefulness (persepsi kegunaan) dan perceived easy of use (persepsi kemudahan dalam penggunaan) terhadap sikap penggunaan situs jejaring sosial. Penelitian ini merupakan replikasi parsial dari penelitian situs jejaring sosial di Spanyol (Perez et al., 2013).
1.2
Perumusan Masalah Komunikasi menggunakan situs jejaring sosial dapat memberikan manfaat
dan kerugian bagi seseorang misalnya kasus penipuan, pencemaran nama baik, kasus pelanggaran privasi yang menyebabkan terjadinya pembunuhan, namun demikian jumlah pengguna situs jejaring sosial tetap tinggi. Sikap penggunaan situs jejaring sosial dipengaruhi oleh berbagai macam faktor. Apakah terdapat pengaruh antara persepsi risiko, motivasi hiburan, persepsi kegunaan dan persepsi kemudahan dalam penggunaan terhadap sikap penggunaan situs jejaring sosial.
1.3
Pertanyaan Penelitian Penulis mencoba mengangkat pertanyaan pada rumusan masalah yang
menjadi fokus dalam penelitian ini antara lain: 1. Apakah faktor perceived risk atau persepsi risiko berpengaruh negatif terhadap sikap seseorang pada penggunaan situs jejaring sosial ?
7
2. Apakah faktor entertainment motivation atau motivasi hiburan berpengaruh positif terhadap sikap seseorang pada penggunaan situs jejaring sosial ? 3. Apakah faktor perceived usefulness atau persepsi kegunaan disingkat, PU berpengaruh positif terhadap sikap seseorang pada penggunaan situs jejaring sosial ? 4. Apakah faktor perceived easy of use atau persepsi kemudahan dalam penggunaan, disingkat PEOU berpengaruh positif terhadap sikap seseorang pada penggunaan situs jejaring sosial ?
1.4
Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan menjawab semua masalah yang telah
dirumusakan, sehingga tujuan riset ini adalah: 1. Menganalisis variabel risiko yang mempengaruhi sikap terhadap penggunaan situs jejaring sosial. 2. Menganalisis variabel dari teori uses dan gratification yang mempengaruhi sikap terhadap penggunaan situs jejaring sosial. 3. Menganalisis variabel dari teori Technology Acceptance Model (TAM) yang mempengaruhi sikap terhadap penggunaan situs jejaring sosial.
1.5
Manfaat Penelitian a) Bagi perusahaan Bagi perusahaan, mengevaluasi faktor-faktor yang berhubungan dan berpengaruh positif terhadap sikap pada penggunaan situs jejaring sosial.
8
Informasi tersebut dapat dijadikan sebagai suatu strategi bagi perusahaan untuk membuat situs jejaring sosial yang lebih baik sehingga diminati oleh pengguna. b) Bagi dunia akademisi Memberikan kontribusi wawasan dan tambahan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan sikap pengguna situs jejaring sosial ditinjau dari aspek persepsi risiko, hiburan, persepsi kegunaan, dan persepsi kemudahan dalam penggunaan sehingga dapat dijadikan panduan untuk penelitian berikutnya mengenai sikap yang berkaitan dengan situs jejaring sosial.
9