1
BAB I. PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia sebagai bangsa dengan masyarakat yang manjemuk, maka untuk mencapai suatu masyarakat dapat hidup berdampingan dengan berbagai yang berbeda suku bangsa, agama, ras dan golongan yang berbeda bukanlah hal yang mudah dilakukan. Hal ini terjadi karena tidak banyak orang yang tidak memahami bahwa hakikat suku bangsa, agama, ras dan golongan dalam masyarakat juga memiliki latar belakang, sosial dan budaya dan karena itu membentuk cara berpikir, sikap dan tindakan. Karena ketidakpahaman atas etnik dan ras sebagai identitas sosial dan budaya itulah, banyak orang yang tidak memahami bagaimana seharusnya hidup dalam masyarakat majemuk dengan multietnik dan multikultur.Dengan demikian akan timbul semacam dorongan memetakan masyarakat berdasarkan suku bangsa, agama, ras dan golongan di atas peta mayoritas dengan minoritas. Akibatnya, hubungan antaretnik sering diwarnai oleh prasangkla sosial yang berpotensi menimbulkan konflik. Sebagai Contoh di wilayah Indonesia, antara Suku Aceh dan Suku Batak di Sumatera Utara. Suku Aceh yang beragama Islam dan Suku Batak yang beragama Kristen; kedua suku itu hampir selalu hidup dalam ketegangan, bahkan dalam konflik fisik (sering terjadi), yang merugikan ketentraman dan keamanan. Di beberapa tempat yang terjadi kerusuhan seperti: Situbondo, Tasikmalaya, dan Rengasdengklok, massa yang mengamuk adalah penduduk setempat dari Suku Madura di Jawa Timur, dan Suku Sunda di Jawa Barat. Sedangkan yang menjadi korban keganasan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
2
massa adalah kelompok pendatang yang umumnya dari Suku non Jawa dan dari Suku Tionghoa. Agama sebagai bagian dari budaya bangsa manusia. Kenyataan membuktikan perbedaan budaya berbagai bangsa di dunia tidak sama. Secara sederhana dapat dibedakan dua kategori budaya dalam masyarakat, yakni budaya tradisional dan budaya modern. Tempat-tempat terjadinya konflik antar kelompok masyarakat agama Islam Kristen beberapa waktu yang lalu, nampak perbedaan antara dua kelompok yang konflik itu. Kelompok masyarakat setempat memiliki budaya yang sederhana atau tradisional: sedangkan kaum pendatang memiliki budaya yang lebih maju atau modern. Karena itu bentuk rumah gereja lebih berwajah budaya Barat yang mewah. Perbedaan budaya dalam kelompok masyarakat yang berbeda agama di suatu tempat atau daerah ternyata sebagai faktor pendorong yang ikut mempengaruhi terciptanya konflik antar kelompok agama di Indonesia. Menurut Mulyana (1999: 13) dalam Halimatusa’diah Kesalahpahaman terhadap perbedaan kultur dapat menimbulkan konflik sosial yang berkepanjangan. Diantara konflik sosial yang terjadi di Indonesia biasanya disebabkan oleh faktor kesukuan dan faktor agama. Konflik sosial yang disebabkan oleh kesukuan contohnya kasus Sampit, Kalimantan Barat. Sedangkan konflik sosial yang disebabkan oleh faktor agama seperti Kasus Poso dan Ambon. Sehingga komunikasi multikultural sangat penting untuk dipahami bangsa Indoenesia.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
3
Menurut H.A.R Tilaar (2004: 43 ) dalam Halimasa’diah menjelaskan bahwa multikulturalisme bukanlah sebuah istilah yang mudah dipahami. Dalam istilah multikulturasisme terkandung dua pengertian yang sangat kompleks yaitu “multi” yang berarti plural dan “kulturalisme”yang artinya kultur atau budaya.Plural selain mengandung arti yang berjenis-jenis, juga mempunyai implikasi politis, sosial dan ekonomi. Oleh sebab itu multikulturalisme erat kaitannya dengan pluralisme dalam prinsip demokrasi. Pluralisme berkenaan dengan hak hidup kelompok-kelompok masyarakat yang ada dalam suatu komunitas yang mempunyai budaya yang khas. Sementara itu , menurut Havilland (1993: 289 ) dalam Halimatusa’diah mengartikan multikulturalisme merupakan interaksi sosial dan politik antara orang-orang yang berbeda cara hidup dan berpikirnya dalam masyarakat yang sama. Secara ideal, multikulturalisme berarti penolakan kefanatikan, prasangka, rasisme, dan penerimaan sikap menghargai kebudayaan tradisional orang lain. Kebudayaan pada dasarnya merupakan suatu entitas keberagaman yang menunjukkan diri sebagai keniscayaan dalam pluralisme. Multikulturalisme kemudian menadi suatu yang tidak terbantahkan karena masing-masing perbedaan dengan sendirinya menghendaki karakter yang beragam. Manusia memiliki unsur-unsur potensi budaya yaitu pikiran (cipta), rasa dan kehendak (karsa) dan karya. Hasil keempat potensi budaya itulah yang disebut dengan kebudayaan. Budaya berkenaan dengan cara hidup, manusia belajar berpikir, merasa, mempercayai dan mengusakahan apa yang patut menurut budayannya.Bahasa, persahabatan, kebiasaan makan, praktik komunikasi, teknologi, semua itu berdasarkan pola-pola budaya.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
4
Budaya adalah suatu konsep yang membangkitkan minat. Secara formal budaya didefinisikan sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap, makna, hirarki, agama, waktu, peranan, hubungan ruang, konsep alam semesta, objekobjek materi dan milik yang diperoleh sekelompok besar orang dari generasi ke generasi melalui usaha individu dan kelompok.(Deddy Mulyana, Jalaluddin Rakhmat:2005: 18). Budaya adalah gaya hidup unik suatu kelompok manusia tertentu.Budaya bukanlah sesuatu yang dimiliki oleh sebagian orang dan tidak dimiliki oleh sebagian orang lainnya budaya dimiliki oleh seluruh manusia dan dengan demikian merupakan suatu faktor pemersatu. Budaya dan komunikasi tidak dipisahkan oleh karena budaya tidak hanya menentukan siapa yang bicara dengan siapa, tentang apa, dan bagaimana orang menyandi pesan, makna yang ia miliki untuk pesan, dan kondisi-kondisinya untuk mengirim , memperhatikan dan menafsirkan pesan. Sebenarnya seluruh perbendaharaan perilaku kita sangat bergantung pada budaya tempat kita dibesarkan. Konsekuennya, budaya merupakan landasan komunikasi. Bila budaya beraneka ragam, maka beraneka ragam pula praktik-praktik komunikasi. Komunikasi antarbudaya adalah bilamana sumber dan penerimanya berasal dari budaya yang berbeda.Komunikasi antarbudaya terjadi bila produsen pesan adalah anggota suatu budaya dan penerima pesannya adalah anggota suatu budaya lainnya. (Deddy Mulyana, Jalaluddin Rakhmat:2005: 20). Dalam kehidupan sehari-hari komunikasi sosial budaya adalah merupakan jenis komunikasi yang sangat dominan, fekuensi terjadinya sangat tinggi. Karena Dalam kehidupan sehari-hari komunikasi sosial budaya adalah merupakan jenis komunikasi
http://digilib.mercubuana.ac.id/
5
yang sangat dominan, fekuensi terjadinya sangat tinggi. Karena peluang berinteraksi dengan orang yang berasal dari latar belakang sosial dan budaya memang sangat besar. Komunikasi antara orang yang berbeda usia, jenis kelamin, status sosial ekonomi, dan sebagainya akan selalu terjadi. Kerukunan (dari ruku, bahasa Arab, artinya tiang atau tiang-tiang yang menopang rumah; penopang yang memberi kedamain dan kesejahteraan kepada penghuninya) secara luas bermakna adanya suasana persaudaraan dan kebersamaan antar semua orang walaupun mereka berbeda secara suku, agama, ras, dan golongan. Kerukunan juga bisa bermakna suatu proses untuk menjadi rukun karena sebelumnya ada ketidakrukunan; serta kemampuan dan kemauan untuk hidup berdampingan dan bersama dengan damai serta tenteram. Langkah-langkah untuk mencapai kerukunan seperti itu, memerlukan proses waktu serta dialog, saling terbuka, menerima dan menghargai sesama, serta cintakasih. Sementara itu di Kampung Sawah, Kelurahan Jati Melati , Kecamatan Pondok Melati terdapat fenomena dimana pada tahun 2012 Kampung Sawah oleh Kementrian Agama ditetapkan sebagai Kawasan Percontohan Kerukunan Lintas Agama Tingkat Nasional dan dijuluki “Indonesia Kecil” dan potret kebinekaan yang layak dicontoh. Di Kelurahan Jati Melati,, Kecamatan Pondok Melati, Kampung Sawah terdapat terdapat 54 masjid, 80 mushola, 24 Gereja dan 1 Wihara. Dan Di Kampung Sawah ini ada julukan segitiga emas dimana di lokasi tersebut terdapat Mesjid Fisabillilah dan 100 meter dari Mesjid terdapat , Gereja Kristen Pasundan dan Gereja Katolik Santo Servatius . Dan tidak pernah ada keluhan , saat adzan dan lonceng Gereja berbunyi beriringan. Mereka bisa hidup harmonis dan berdapingan antara umat Islam, Umat Kristen, umat Katolik, umat
http://digilib.mercubuana.ac.id/
6
Budha dan Hindu. Di Kelurahan Jati Melati, Kecamatan Pondok Melati, Kampung Sawah terdapat kebinekaan etnis dan agama. Dan Terdapat kunikan yang dilakukan oleh Dewan Paroki Gereja Katolik Santo Servatius yang yang teletak pinggiran kota Bekasi yaitu di Jalan Raya Kampung Sawah RT 006/04, No. 75, Kelurahan Jati Melati, Kecamatan Pondok Melati, Kota Bekasi. yang hidup ditengah-tengah masyarakat Betawi yang mayoritas menganut agama Islam,namun dari tahun 1896 sampai tahun 2013 yang berarti usia greja sudah 115 tahun bisa hidup saling rukun dan damai. Keunikan-keunikan tersebut terdapat kegiatan-kegiatan misa inkulturasi budaya Betawi . Dan kegiatan-kegiatan inkulturasi Betawi lebih terlihat dibandingkan dengan kegiatan –kegiatan inkulturasi adat budaya yang lain . Kegiatan inkulturasi tersebut antara lain yaitu kegiatan “sedekah bumi” yang dilaksanakan di halaman gereja dan dengan diiringi musik gambang kromo khas budaya Betawi dan juga adanya kegiatan “ngeriung bareng”. Dan yang paling unik lagi adalah Jumlah Umat Gereja Servatius pada tahun 2012 adalah 3.920 jiwa berdasarkan Kelompok Etnis terdapat 7 etnis yaitu etnis Jawa 1.410 jiwa (37%) etnis Betawi Kampung Sawah 760 jiwa (20%) etnis Nusa Tenggara Timur 670 jiwa (18%) etnis Batak 370 jiwa (10%) etnis Tionghoa 220 jiwa (7%),etnis Sunda Non Kampung Sawah 120 jiwa (3%) dan etnis lainnya 90 jiwa (2,5%). Dan perayaan misa setiap hari Sabtu /Minggu ada beberapa warga jemaat gereja yang menggunakan baju koko dan peci sudah hal yang biasa dan setiap perayaan misa pada hari Minggu pukul 08.30 WIB. terdapat beberapa petugas Krida Wibawa (pengawal misa dengan pakaian khas Betawi) . Dan anggota Krida wibawa tersebut adalah orang-orang asli Betawi Kampung Sawah .
http://digilib.mercubuana.ac.id/
7
Dari fenomena tersebut Penulis tertarik untuk meneliti dan mengkaji lebih dalam yaitu bagaimana Kompetensi Komunikasi Antarbudaya Dewan Paroki Gereja Katolik Servatius Kampung Sawah dalam membangun relasi antara jemaat gereja dengan masyarakat lokal sehingga bisa hidup rukun dan harmonis dengan masyarakat lokal .
1.2.
Fokus Penelitian Penelitian ini memfokuskan pada Kompetensi Komunikasi Dewan Paroki Gereja Katolik Servatius dalam membangun relasi antara jemaat gereja dengan masyarakat lokal. Dalam penelitian ini terdapat pertanyaaan : 1. Bagaimana Kompetensi Komunikasi Antarbudaya Dewan Paroki Gereja Katolik Santo Servatius Jl. Kampung Sawah RT 006, No. 75 , Kelurahan Jati Melati, Kecamatan Pondok Melati, Kota Bekasi dalam membangun relasi antara jemaat gereja dengan masyarakat Lokal ? 2. Kompetensi komunikasi antarbudaya apa saja yang dilakukan oleh Dewan Paroki Gereja Katolik Santo Servatius Jl.Kampung Sawah RT 006, No. 75 , Kelurahan Jati Melati, Kecamatan Pondok Melati,Kota Bekasi dalam membangun relasi antara jemaat gereja dengan masyarakat lokal? 3. Bagaimana pola komunikasi antarbudaya Dewan Paroki Gereja Santo Servatius Jl. Kampung Sawah Sawah RT 006, No. 75 , Kelurahan Jati Melati,Kecamatan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
8
Pondok Melati, Kota Bekasi dalam membangun relasi antara jemaat gereja dengan masyarakat lokal? 1.3.
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui Kompetensi Komunikasi Antarbudaya Dewan Paroki Gereja Katolik Santo Servatius Jl. Kampung Sawah RT 006, No. 75 , Kelurahan Jati Melati, Kecamatan Pondok Melati, Kota Bekasi
dalam
membangun relasi antara jemaat gereja dengan masyarakat Lokal. 2. Untuk mengetahui kompetensi komunikasi antarbudaya
apa saja yang
dilakukan oleh Dewan Paroki Gereja Katolik Santo Servatius Jl. Kampung Sawah RT 006, No. 75 , Kelurahan Jati Melati, Kecamatan Pondok Melati,Kota Bekasi dalam membangun relasi antara jemaat gereja dengan masyarakat lokal. 3. Untuk mengetahui Pola
komunikasi antarbudaya yang dilakukan Dewan
paroki Gereja Katolik Santo Servatius Jl. Kampung Sawah Sawah RT 006, No. 75 , Kelurahan Jati Melati, Kecamatan Ponsok Melati, Kota Bekasi dalam membangun relasi antara jemaat gereja dengan masyarakat lokal.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
9
1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1.Manfaat akademis Penelitian ini diharapakan memberikan masukan dalam perkembangan ilmu komunikasi khususnya, khususnya kajian komunikasi antar budaya terutama mengenai Kompetensi Komunikasi Antarbudaya Dewan Paroki Gereja Katolik Santo Servatius Jl. Kampung Sawah RT 006, No. 76, Kelurahan Jati Melati , Kota Bekasi dalam membangun komunikasi dengan masyakarat lokal. 1.4.2. Manfaat Praktis Adapun manfaat praktis dari penelitian ini adalah sebagai sumbangan pengetahuan bagai masyarakat khususnya tentang strategi komunikasi antar budaya khususnya tentang bagaimana kita membangun komunikasi dengan masyarakat lokal sehinga tercipta kehidupan yang harmonis, rukun dan damai .
http://digilib.mercubuana.ac.id/