BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Implementasi pembangunan sejatinya bertujuan untuk membangun manusia, sedangkan hasil dari pembangunan tersebut harus dapat dinikmati oleh masyarakat secara proporsional, dengan memperhatikan aspek kesetaraan tanpa melihat perbedaan gender, etnisitas, agama, ras, dan golongan. Hal tersebut menjadi
penting,
karena
dengan
terwujudnya
kesetaraan,
implementasi
pembangunan manusia telah menghadirkan keadilan terhadap masyarakat. Laporan
Pembangunan
Manusia
(Human
Development
Report)
1995,
memperkenalkan konsep Indeks Pembangunan Gender (IPG) dan Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) dengan alasan bahwa tanpa isu gender, pembangunan manusia adalah membahayakan (UNDP, 1995 dalam Hirway dan Mahadevia, 1996). Isu gender telah menerima perhatian yang meningkat beberapa tahun terakhir. Hal tersebut dimotivasi oleh adanya bukti kuat bahwa ketimpangan gender berhubungan erat dengan berbagai aspek sosial ekonomi, yang mana sangat relevan dalam sudut pandang pembuatan kebijakan pembangunan. Mason (1997) menemukan bukti yang kuat, baik secara empiris maupun teoritis, tentang hubungan antara gender dengan tingkat kelahiran. Yaitu semakin egaliter suatu negara terhadap gender, semakin rendah tingkat kelahiran. Dollar dan Gatti (1999) menemukan bukti empiris yang menunjukan bahwa semakin tinggi tingkat kesetaraan gender, semakin tinggi pula tingkat pertumbuhan.
1
Temuan-temuan tersebut menyiratkan alasan yang kuat, dengan tujuan untuk menemukan metode yang sesuai dalam mengukur indeks kesetaraan gender dalam konteks pembangunan multidimensional (Permanyer, 2010). Selama ini Indeks Pembangunan Manusia (IPM) beserta indeks turunannya, yaitu IPG dan IDG telah diandalkan oleh berbagai pihak untuk melihat kondisi pembangunan multidimensional namun bukan berarti tanpa kelemahan. Proses desentralisasi membuka potensi bagi daerah untuk berkembang lebih aktif dan mandiri. Kompetisi antardaerah menjadi semakin dinamis sebagai ajang adu kebijakan pembangunan yang efektif dan efisien. Proses desentralisasi juga membawa dampak disparitas bagi pembangunan di daerah (KPPPA, 2011). Disparitas
regional
yang
terjadi
akibat
ketimpangan
pencapaian
pembangunan, telah mengingatkan kembali akan arti pentingnya paradigma pembangunan manusia. Tantangan peningkatan pembangunan manusia
tidak
hanya menyangkut persoalan ketimpangan, tetapi juga perlu mengedepankan gagasan pentingnya kesetaraan gender melalui pembangunan manusia berbasis gender, dengan pendekatan indikator IPG. Dari beragamnya hasil pencapaian IPG antardaerah, akan menarik juga untuk melihat konvergensi dalam pembangunan manusia berbasis gender. Dua konsep yang muncul dalam pembahasan konvergensi pertumbuhan ekonomi antarnegara/daerah adalah konvergensi beta dan konvergensi sigma. Konvergensi beta terjadi jika perekonomian yang miskin cenderung tumbuh lebih cepat jika dibandingkan dengan perekonomian yang kaya, sehingga negara/daerah yang miskin tersebut cenderung mengejar/catch-up daerah yang kaya
2
ditinjau dari sisi pendapatan/produk per kapita. Konvergensi sigma terjadi jika ukuran simpangan, misalkan dalam hal ini koefisien variasi (KV) atau simpangan baku dari logaritma pendapatan/produk perkapita antarkelompok negara/daerah menurun dari waktu ke waktu (Barro dan Sala-i-Martin, 2004: 462). Tabel 1.1 Posisi Kesenjangan Gender Indonesia di Dunia, 2006—2014 Tahun
Rangking
Kesenjangan Gender
Jumlah Negara
2006 68 0,6541 2007 81 0,6550 2008 93 0,6473 2009 92 0,6580 2010 87 0,6615 2011 90 0,6594 2012 97 0,6591 2013 95 0,6613 2014 97 0,6725 Sumber: World Economic Forum, 2006-2014 (diolah)
115 128 130 134 134 135 135 136 142
Berdasarkan laporan World Economic Forum pada Tabel 1.1 tentang posisi kesenjangan gender Indonesia di dunia, posisi Indonesia selama 9 tahun terakhir belum beranjak dari posisi bawah. Kondisi tersebut seharusnya menjadi keprihatinan bagi Indonesia. Sejauh manakah pembangunan manusia di daerah telah mengakomodasi kesetaraan gender? Apakah antardaerah terjadi disparitas pembangunan manusia berbasis
gender?
Apakah
telah
terjadi konvergensi
antardaerah dalam
pembangunan manusia berbasis gender selama kurun waktu tertentu? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut perlu dilakukan penelitian lebih lanjut. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi penting di Indonesia. Secara geografis, Provinsi Jawa Barat terletak di antara 5o50'—7o50' Lintang Selatan dan 104 o48'—108 o48' Bujur Timur. Batas-batas wilayahnya adalah sebagai berikut.
3
1. Sebelah utara, berbatasan dengan Laut Jawa dan DKI Jakarta. 2 Sebelah timur, berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah. 3. Sebelah selatan, berbatasan dengan Samudra Indonesia. 4. Sebelah barat, berbatasan dengan Provinsi Banten. Secara administratif, wilayah Provinsi Jawa Barat terbagi kedalam 27 kabupaten/kota, meliputi 18 kabupaten yaitu Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Bandung, Kabupaten Garut, Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Ciamis, Kabupaten Pangandaran, Kabupaten Kuningan, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Majalengka, Kabupaten Sumedang, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Subang, Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Karawang, Kabupaten Bekasi, dan Kabupaten Bandung Barat. Terdiri juga 9 kota yaitu Kota Bogor, Kota Sukabumi, Kota Bandung, Kota Cirebon, Kota Bekasi, Kota Depok, Kota Cimahi, Kota Tasikmalaya, dan Kota Banjar, serta terdiri dari 626 kecamatan, 641 kelurahan, dan 5.321 desa. Jumlah penduduk Jawa Barat menurut BPS Provinsi Jawa Barat pada 2012 mencapai 44.548.431 jiwa atau 18,24 persen penduduk Indonesia, terdiri dari lakilaki sebanyak 22.609.621 jiwa dan perempuan sebanyak 21.938.810 jiwa. Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) Jawa Barat pada periode 2007—2012 berfluktuasi dan lebih tinggi dari LPP nasional sebagaimana pada Gambar 1.1. Fluktuasi pertumbuhan penduduk tersebut, diakibatkan kontribusi dari pertumbuhan migrasi penduduk (1,1 persen) dan pertumbuhan berdasarkan kelahiran (0,8 persen) menurut data Tahun 2011. Hal ini menunjukkan bahwa
4
Provinsi Jawa Barat merupakan provinsi yang terbuka untuk keluar masuknya arus migrasi dari atau ke provinsi lain. 2.00 1.80 1.60 1.40 1.20 1.00 0.80 0.60 0.40 0.20 -
1.83
1.90
1.89
1.90
1.71
1.66 1.58
1.44
1.35
1.29
2007
2008
2009 Jawa Barat
2010
1.20
1.19
2011
2012
Indonesia
Sumber: BPS Jawa Barat, 2007—2012 Gambar 1.1 Perkembangan Laju Pertumbuhan Penduduk Provinsi Jawa Barat, 2007—2012
Berdasarkan
publikasi
BPS
selama
kurun
waktu
2009—2013,
perekonomian Jawa Barat tumbuh rata-rata 5,84 persen dengan capaian tertinggi pada 2011 sebesar 6,48 persen. Rata-rata inflasi selama periode tersebut sebesar 5,13 persen dengan capaian terendahnya adalah 3,09 persen pada 2009 dan inflasi tertinggi adalah 9,15 persen pada 2013. Tabel 1.2 LPE dan Inflasi Jawa Barat, 2009—2013 Uraian Laju Pertumbuhan Ekonomi Inflasi Sumber: Badan Pusat Statistik, 2014
2009 4,19 3,09
2010 6,20 6,46
Tahun 2011 6,48 3,10
2012 6,28 3,86
2013 6,06 9,15
Tingginya angka inflasi pada 2013 disebabkan adanya kenaikan harga Bahan Bakar Minyak bersubsidi dan kenaikan Tarif Dasar Listrik. Terkendalinya inflasi yang mencapai angka di bawah dua digit, tidak lepas dari peran kolaborasi
5
otoritas moneter dengan pemerintah daerah melalui forum pengendalian inflasi daerah. Data laju pertumbuhan ekonomi dan laju inflasi dari 2009—2013 dapat dilihat pada Tabel 1.2. Provinsi Jawa Barat pada 2013 adalah penyumbang ketiga terbesar terhadap PDB Indonesia. Akan tetapi dari sisi pembangunan manusia berdasarkan data pada Tabel 1.3 terlihat bahwa Provinsi Jawa Barat belum bisa berbicara banyak di tingkat nasional. Berdasarkan capaian IPM pada 2013 Provinsi Jawa Barat hanya menduduki peringkat 17, menurun satu peringkat dari tahun sebelumnya. Berdasarkan capaian IPG pada 2013 Provinsi Jawa Barat lebih memprihatinkan lagi dengan hanya menduduki peringkat 23 dari 34 provinsi yang ada di Indonesia, dan apabila dilihat peringkat kesenjangan gender Jawa Barat hanya menduduki peringkat 26. Tabel 1.3 Posisi Kesenjangan Pembangunan Gender Provinsi Jawa Barat, 2009—2013
Tahun
IPM
IPG
Kesenjangan Gender
Peringkat IPM
Peringkat IPG
Peringkat Kesenjangan Gender
2009
71,64
61,84
0,86
15
27
27
2010
72,29
62,38
0,86
15
26
27
2011
72,73
63,25
0,87
15
25
26
2012
73,11
63,68
0,87
16
25
26
0,88
17
23
26
2013 73,58 64,61 Sumber: KPPPA, 2010—2014 (diolah).
1.2 Keaslian Penelitian Sepengetahuan penulis, penelitian tentang konvergensi pembangunan manusia berbasis gender dengan pendekatan IPG belum pernah dilakukan, baik itu di luar negeri maupun di dalam negeri. Biasanya analisis konvergensi lebih
6
membahas tentang topik-topik produk ataupun pendapatan per kapita. Adapun penelitian terkait sebelumnya dan perbedaannya dengan penelitian ini
dapat
dilihat pada Tabel 1.4. Tabel 1.4 Hasil Penelitian Sebelumnya Mengenai Konvergensi No
Peneliti
Metode Analisis
Hasil Penelitian
Perbedaan
1.
Sandilah dan Yasin (2011)
1.Ordinary Least Square (OLS) 2.Fixed Effect Models 3.GMM
Terdapat perbedaan hasil uji konvergensi beta absolut pada masingmasing periode waktu.
Periode, lokasi, unit analisis, variabel bebas
Ordinary Least Square (OLS)
Terjadi konvergensi beta absolut dan kondisional pada indikator pendidikan
Periode, lokasi, unit analisis, variabel bebas
Peridy dan 1.Ordinary Least Square 1.Terjadi konvergensi Bagoulla (OLS) gamma dan konvergensi (2012) 2.Fixed Effect Models beta 3.Random Effects Model 2.Faktor pendidikan mejadi salah satu penentu terjadinya konvergensi
Periode, lokasi, unit analisis, variabel bebas
1.Ordinary Least Square 1.Terdapat konvergensi (OLS) kemiskinan antar 2.Generalized Method of kabupaten/kota di Moment (GMM) Indonesia 3.Fixed Effect Model 2.Kondisi kemisikinan (FEM) awal menghambat laju konvergensi kemiskinan baik secara langsung maupun tidak langsung.
Periode, lokasi, unit analisis, metode analisis, variabel bebas
Afzal (2012) 2.
3.
4.
Yunita (2012)
5.
Anoruo dan Ahmad (2013)
6.
Prianto (2013)
Markov Switchng Augmented DickeyFuller (MS-ADF)
Terdapat konvergensi kebijakan moneter antar negara-negara anggota Southern African Development Community (SADC)
Periode, lokasi, unit analisis, variabel bebas
Fixed Effect Model (FEM) bersama-sama dengan Heteroskedasticity and Autocorrelation Consistent (HAC) standard errors
Terdapat konvergensi sigma dan konvergensi beta absolut pada IPM dan komponen kesehatan serta komponen pendidikan.
Periode, lokasi, unit analisis, metode analisis, variabel bebas
7
Tabel 1.4 Lanjutan No 7.
Peneliti Song, Sek, dan Har (2013)
8.
Dekiawan (2014)
9.
Simionescu (2014)
Metode Analiis Seemingly Unrelated Regression Augmented Dickey Fuller (SURADF), Ordinary Least Square (OLS) dan Regresi data panel
1. Panel Least Square 2. Fix Effect Model 3. Random Effect Model 4. GMM first diffrence 5. System GMM
Analisis Spasial, ukuran dispersi varian, standar deviasi dan kofesien variasi.
Hasil Penelitian Kelompok negara-negara Asia mampu catch up dengan negara bencmark lebih cepat dibandingkan dengan negara-negara Eropa, negara-negara Asia terpilih mampu membentuk konvergensi kelompok yang lebih cepat dibandingkan dengan negara-negara Eropa. 1.Terjadi konvergensi sigma pada total pendapatan, penerimaan, pajak, dana perimbangan, total belanja, belanja pegawai dan belanja barang 2.Terjadi konvergensi beta kondisional pada total penerimaan, pajak, total belanja, dan belanja barang 3. Terdapat ketergantungan spasial antar provinsi
Perbedaan Periode, lokasi, unit analisis, variabel bebas
Ukuran variasi menurun, tetapi konvergensi sigma tidak bisa dikonfirmasi.
Periode, lokasi, unit analisis, variabel bebas
Periode, lokasi, unit analisis, variabel bebas
1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan keaslian penelitian yang telah dijelaskan sebelumnya, belum banyak penelitian yang mengangkat topik permasalahan tentang disparitas dan konvergensi pembangunan manusia berbasis gender. Penelitian di luar negeri maupun di dalam negeri tentang topik tersebut masih sangat terbatas jumlahnya. Berdasarkan kondisi tersebut ingin diidentifikasi dan dianalisis kondisi pembangunan manusia berbasis gender antarkabupaten/kota di Provinsi Jawa
8
Barat. Analisis dilakukan dengan menggunakan IPG sebagai indikator pembangunan manusia berbasis gender, kemudian dianalisis disparitas dan konvergensinya serta faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya konvergensi pembangunan manusia berbasis gender.
1.4 Pertanyaan Penelitian Pertanyaan yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Apakah pembangunan manusia di Jawa Barat telah memperhatikan kesetaraan gender? 2. Apakah terjadi disparitas pembangunan manusia berbasis gender di Jawa Barat? 3. Apakah terjadi konvergensi dalam pembangunan manusia berbasis gender di Jawa Barat? 4. Faktor-faktor
apakah
yang
mempengaruhi
pencapaian
konvergensi
pembangunan manusia berbasis gender di Jawa Barat?
1.5 Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Mengidentifikasi pola pembangunan di Jawa Barat melalui perspektif arah pembangunan manusia dan pembangunan gender selama 2009—2013. 2. Mengidentifikasi disparitas pembangunan manusia berbasis gender di Jawa Barat selama kurun waktu 2009—2013. 3. Mengidentifikasi konvergensi pembangunan manusia berbasis gender di Jawa Barat selama kurun waktu 2009—2013.
9
4. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pencapaian konvergensi pembangunan manusia berbasis gender di Jawa Barat selama kurun waktu 2009—2013.
1.6 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang berarti yaitu sebagai berikut. 1. Menggambarkan pola pembangunan di Jawa Barat melalui perspektif arah pembangunan manusia dan pembangunan gender. 2. Memberikan informasi disparitas dan konvergensi pembangunan manusia berbasis gender serta faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya konvergensi di Jawa Barat. 3. Sebagai bahan rujukan untuk penelitian selanjutnya dan pertimbangan untuk pengambilan kebijakan yang berkenaan dengan evaluasi pembangunan manusia berbasis gender.
1.7 Sistematika Penulisan Penulisan tesis ini disusun berdasarkan sistematika penulisan sebagai berikut: Bab I Pendahuluan, menguraikan tentang latar belakang, keaslian penelitian, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penelitian. Bab II Landasan Teori, menguraikan tentang teori, kajian terhadap penelitian terdahulu, formulasi hipotesis, dan model penelitian/kerangka penelitian. Bab III Metode Penelitian, menguraikan tentang desain penelitian, metode pengumpulan data, definisi operasional, dan metode
10
analisis data. Bab IV Analisis, menguraikan deskripsi data, hasil regresi, uji asumsi klasik, uji hipotesis, dan pembahasan. Bab V Simpulan dan Saran, menguraikan simpulan, implikasi, keterbatasan, dan saran.
11