BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Hak merek merupakan bagian dari hak kekayaan intelektual yang timbul dari kemampuan intelektual manusia.1 Merek sebagai salah satu hak intelektual memiliki peranan penting bagi kelancaran dan peningkatan perdagangan barang atau jasa dalam kegiatan perdagangan dan penanaman modal. Merek dengan brand image nya dapat memenuhi kebutuhan konsumen akan tanda pengenal atau tanda pembeda yang teramat penting dan merupakan jaminan kualitas produk atau jasa dalam suasana persaingan bebas. Tanpa adanya merek maka akan sulit bagi konsumen untuk membedakan kualitas dari suatu produk. Itulah sebabnya merek merupakan salah satu aset terpenting bagi perusahaan.2 Pemberian merek pada suatu produk diharapkan mampu membangun reputasi sehingga nantinya merek tersebut memiliki nilai lebih pada harga jualnya. Sebuah merek dapat menjadi kekayaan yang sangat berharga secara komersial bahkan merek suatu perusahaan sering kali lebih bernilai dibandingkan dengan aset riil perusahaan tersebut.3 Merek produk (baik barang maupun jasa) tertentu yang sudah menjadi terkenal dan laku di pasar tentu saja akan cenderung
1
Erma Wahyuni, dkk, Kebijakan dan Manajemen Hukum Merek, YPAPI. Yogyakarta, 2002, hlm. 2. 2 Cita Citrawinda Priapantja, Perlindungan Merek Terkenal di Indonesia, Biro Oktroi Rooseno, Bogor, 2000, hlm. 1. 3 Tim Lindsey Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, Alumni, Bandung, 2006, hlm. 133.
1
2
membuat produsen atau pengusaha lainnya memacu produknya bersaing dengan merek terkenal.4 Pada umumnya persaingan adalah baik, sebab dapat mendorong pengusaha untuk menambah hasil produksi, mempertinggi mutu/kualitas barang, memperlancar produksi dalam dunia perdagangan yang pada akhirnya tidak hanya menguntungkan konsumen, masyarakat, bangsa, dan negara. Tetapi bila persaingan usaha itu sudah sampai pada suatu keadaan, dimana pengusaha yang satu
berusaha
menjatuhkan
lawannya
untuk
keuntungan
sendiri
tanpa
mengindahkan kerugian yang diderita oleh pihak lain, maka inilah titik awal dari keburukan suatu kompetitif yang menjurus pada pelanggaran hukum. Dengan perbuatan yang melanggar hukum tersebut, dan juga mungkin melanggar normanorma sopan santun, moral, dan norma-norma sosial lainnya dalam lalu lintas perdagangan, maka persaingan itu dapat menjurus pada persaingan curang atau tidak sehat.5 Dengan ramainya dunia perdagangan di tingkat nasional maupun internasional, maka hal ini memberi dampak dengan bermunculan ratusan, bahkan ribuan merek sehingga tidak jarang menimbulkan ide peniruan/pemalsuan.6 Muncul merek
yang sama atau mirip dengan merek lain,
sehingga
membingungkan konsumen, dan tentu saja akan merugikan pemilik merek yang asli. Di sinilah dibutuhkan perlindungan hak atas merek secara tegas, yang 4
Insan Budi Maulana, Sukses Bisnis Melalui Merek, Paten, dan Hak Cipta, Citra Adtya Bakti, Bandung, 1997, hlm. 60. 5 OK. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayanan Intelektual, PT. Raja Grafindo, Jakarta, 2013, hlm. 356. 6 Endang Purwaningsih, Perkembangan Hukum Intellectual Property Rights, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2005, hlm. 6.
3
diserukan tidak hanya secara nasional, melainkan terlebih pada seruan internasional untuk menyelenggarakan perlindungan hak atas merek terdaftar dan terkenal, sehingga memunculkan iklim persaingan usaha yang kompetetif dan sehat. Seseorang atau badan hukum yang ingin mendapatkan perlindungan atas penggunaan suatu merek, maka harus terlebih dahulu melakukan proses permohonan perdaftaran merek di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual. Perlindungan hukum atas suatu merek yang dimiliki oleh seseorang atau badan hukum perlu diberikan oleh pemerintah kepada pemilik yang sah secara tepat. Bagi pemegang merek yang sesungguhnya jelas dapat mengurangi pemasukannya karena volume penjualan menurun atau bilamana barang yang diproduksi si pemalsu merek tidak memadai kualitasnya, sehingga pada akhirnya nama baik merek itu akan tercemar. Begitu juga konsumen akan kehilangan jaminan (kepercayaan atau reputasi) atas kualitas barang yang dibelinya. 7 Usulan pendaftaran merek ini didasarkan pada kemungkinan pendaftar dengan memperhatikan beberapa kriteria yakni; apakah permohonan didasarkan pada itikad tidak baik seperti niat meniru, membonceng, menjiplak merek orang atau badan hukum lain yang telah terdaftar terlebih dahulu baik di Indonesia maupun di luar negeri; apakah merek bertentangan dengan peraturan, moralitas agama, kesusilaan dan ketertiban umum; apakah merek yang dimohonkan memiliki daya pembeda dengan merek lain yang sudah terdaftar; apakah merek
7
19.
O.C. Kaligis, Teori dan Praktik Hukum Merek di Indonesia, Alumni, Jakarta, 2008, hlm.
4
yang dimohonkan mengandung tanda yang telah menjadi milik umum; apakah merek yang dimohonkan merupaka keterangan atau berkaitan dengan barang/jasa yang dimohonkan pendaftarannya; apakah merek yang dimohonkan memiliki persamaan pada pokok atau keseluruhannya dengan merek sejenis yang telah terdaftar di Indonesia; apakah merek yang dimohonkan memiliki persamaan pada pokok atau keseluruhannya dengan indikasi geografis yang sudah dikenal; merek yang dimohonkan merupakan atau menyerupai nama orang terkenal, foto, atau nama badan hukum yang dimiliki oranag lain; apakah merek yang dimohonkan merupakan tiruan atau menyerupai nama atau singkatan nama, bendera, lambang, simbol, atau emblem negara atau lembaga nasional atau internasional; apakah merek yang dimohonkan merupakan tiruan, atau menyerupai tanda, cap, atau stempel resmi yang digunakan negara atau lembaga pemerintah. 8 Dengan kata lain, agar suatu merek dapat didaftarkan maka terlebih dahulu merek tersebut harus dapat dibuktikan telah memenuhi persyaratan merek, dan tidak terdapat padanya faktor-faktor yang menyebabkan merek tersebut ditolak atau tidak dapat didaftarkan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6 UndangUndang Merek Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek. Namun ternyata permasalahan merek ini juga dapat muncul terkait dengan keunikan tanda dari sebuah merek, ada kalanya beberapa produsen baik secara disengaja maupun tidak sengaja menginginkan suatu tanda yang berupa gambar atau nama yang sama sebagai merek untuk produk mereka. Bahkan permasalahan yang terkait dengan merek tersebut juga dapat terjadi ketika ada sebuah produsen 8
Problematika Perlindungan Merek di Indonesia, http://www.daftarhaki.html. Diakses pada tanggal 14 Oktober 2014.
5
yang menginginkan untuk memiliki dan menggunakan suatu merek yang sama dengan yang telah digunakan oleh produsen lainnya.9 Tanda yang berupa gambar atau logo, nama, atau ciri khusus yang dibuat oleh produsen pertama yang mendaftarkan merek tersebut, tidak dapat dipungkiri bahwa merek yang telah didaftarkan ada yang sama, baik yang disengaja maupun tidak disengaja.10 Padahal, era perdagangan global hanya dapat dipertahankan jika terdapat iklim persaingan usaha yang sehat.11 Pemakaian merek terkenal atau pemakaian merek yang mirip dengan merek terkenal milik orang lain secara tidak berhak ini tentu dapat menyesatkan konsumen terhadap asal-usul, dan /atau kualitas barang dan/atau jasa. Pemakaian merek terkenal secara tidak sah dikualifikasi sebagai pemakaian merek yang beritikad tidak baik. Penggunaan dengan merek-merek tertentu di samping good will yang dimiliki oleh mereknya sendiri selain itu juga sifat fanatik dari konsumen terhadap merek tersebut yang dianggap mempunyai kelebihan atau keunggulan dari merek yang lain. Sifat fanatik yang dimiliki oleh konsumen tidak semata-mata untuk memenuhi kebutuhan saja, tetapi ada juga mengutamakan prestis dan memberikan kesan tersendiri dari pemakainnya sehingga dengan memakai persepsi mereka adalah suatu simbol yang menimbulkan gaya hidup baru (life style).12 Dewasa ini permasalahan yang muncul dalam persaingan bisnis tidak hanya terbatas pada munculnya produk-produk bajakan untuk jenis barang atau 9
Ibid. Tim Lindsey, Op. Cit, hlm. 134. 11 Ahmad Miru, Hukum Merek, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005, hlm. 1. 12 Insan Budi Maulana, Op. Cit. hlm. 34. 10
6
jasa yang sama. Produsen yang merasa dirugikan dengan digunakannya merek mereka oleh pihak lain, kemudian mengajukan keberatan berupa gugatan pembatalan pendaftaran merek.13 Pemilik merek terdaftar dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Niaga sebagai Pengadilan tingkat pertama, hingga kasasi ke Mahkamah Agung terhadap pihak lain yang secara tanpa hak menggunakan merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya untuk barang atau jasa yang sejenis berupa gugatan ganti rugi, dan/atau penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan merek tersebut.14 Adanya perbedaan persepsi di dalam masyarakat mengenai merek menimbulkan berbagai penafsiran, tetapi meskipun begitu tindakan orang-orang yang memproduksi suatu barang dengan mendompleng ketenaran milik orang lain tidak bisa dibenarkan begitu saja, karena dengan membiarkan tindakan yang tidak bertanggung jawab maka secara tidak langsung menghasilkan dan membenarkan seseorang untuk menipu dan memperkaya diri secara tidak langsung.15 Di sinilah pentingnya sistem pengaturan merek yang memadai. Oleh sebab itu di Indonesia lahir Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek untuk menggantikan Undang-Undang terdahulu yang dibentuk dengan dasar pemikiran/pertimbangan sebagai berikut:
13
Tim Lindsey, Op. Cit., hlm. 4. Insan Budi Maulana, Op. Cit., hlm. 26. 15 Suyud Margono dan Longginus Hadi, Pembaharuan Perlindungan Hukum Merek, Inti Ilmu, Jakarta, hlm. 14. 14
7
1. Dalam era perdagangan global, sejalan dengan konvensi-konvensi internasional yang telah diratifikasi di Indonesia, peranan merek menjadi sangat penting, terutama dalam menjaga persaingan usaha yang sehat 2. Berdasarkan hal tersebut diperlukan pengaturan yang memadai tentang merek guna memberikan peningkatan layanan bagi masyarakat. 3. Berdasarkan kedua hal di atas serta memerhatikan pengalaman dalam melaksanakan Undang-Undang Merek yang ada, maka dipandang perlu untuk mengganti Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 Tentang Merek sebagimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1997 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 Tentang Merek.16 Terdapatnya pengaturan mengenai hak atas merek ini sekaligus sebagai salah satu upaya mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana yang terdapat di dalam alinea keempat pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu untuk memajukan kesejahteraan umum. Maka untuk itu, perlu dilakukan pembaruan, pembangunan, dan pengaturan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan yang perlu dikembangkan dan diatur yaitu bidang hak kekayaan intelektual yang di dalamnya terkait masalah hak merek yang berkaitan langsung dengan dunia perdagangan baik di tingkat regional, nasional, maupun internasional.
16
Republik Indonesia, Lembaran Negara Tahun 2001 No. 110, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek, Jakarta, 1 Agustus 2001, bagian “menimbang” butir a, b, dan c (selanjutnya dalam penulisan skripsi ini akan disingkat menjadi UUM No. 15 Tahun 2001).
8
Adapun dasar hukum pembentukan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek adalah : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 Tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia), (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3564). Dengan diperbaharuinya Undang-Undang tentang Merek maka diharapkan mampu menjaga iklim persaingan usaha tetap sehat. Merek mampu mencegah terjadinya persaingan usaha tidak sehat, sebab dengan merek produk barang atau jasa sejenis dapat dibedakan asal muasalnya, kualitasnya serta keterjaminan bahwa produk itu original.17 Namun dewasa ini permasalahan yang timbul mengenai sengketa merek akibat adanya kesamaan keseluruhan atau kesamaan pada pokoknya tidak hanya terjadi pada dua produk barang dan/atau jasa yang sekelas dan sejenis, melainkan juga dapat terjadi pada dua produk barang dan/atau jasa yang tidak sekelas tetapi sejenis. Sebagai contoh, terdapat bisnis jasa kecantikan dan perawatan kulit dengan merek Natasha (kelas jasa nomor 44) yang telah lama terdaftar di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia dan sudah menjadi merek terkenal di bidangnya. Pada tahun 2009 owner bisnis jasa kecantikan dan 17
OK. Saidin, Op. Cit., hlm. 329.
9
perawatan kulit Natasha menggugat badan usaha yang mengeluarkan produk kecantikan dengan merek Natasha (kelas barang nomor 3), yang juga telah terdaftar di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual. Meski berasal dari kelas barang dan jasa yang berbeda pula, namun karena kesamaan Merek ini konsumen secara keliru menilai bahwa jasa perawatan dan kecantikan kulit Natasha dengan produk kosmetik Natasha adalah berasal dari pelaku usaha yang sama, sehingga dalam hal ini pelaku usaha jasa kecantikan dan perawatan kulit Natasha sebagai merek yang pertama sekali didaftarkan merasa dirugikan sebab produk kosmetik Natasha dianggap mendompleng ketenaran merek jasa kecantikan dan perawatan kulit Natasha. Dengan uraian di atas tersebut, maka dipilih skripsi dengan judul “ASPEK HUKUM KESAMAAN MEREK TERDAFTAR DALAM KELAS YANG BERBEDA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2001 (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 699K/ PDT.SUS/2009). ”
A. Perumusan Masalah Dari uraian
sebelumnya,
penulisan
skripsi
ini
akan
membahas
permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana tata cara mengajukan gugatan pembatalan merek atas pelanggaran hak atas merek di Indonesia dan tata cara permohonan kasasi atas putusan Pengadilan Niaga ?
10
2.
Apa sajakah pokok-pokok yang harus ada dalam suatu gugatan pembatalan merek terdaftar yang mempunyai persamaan dengan merek terdaftar lainnya?
3. Bagaimana penyelesaian terhadap sengketa merek dengan kondisi terdaftarnya dua merek yang sama dari kelas yang berbeda di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual ?
B. Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan dalam penulisan skripsi ini sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui dan memahami tata cara mengajukan gugatan atas pembatalan merek terdaftar di Indonesia dan permohonan banding atas putusan Pengadilan Niaga di Mahkamah Agung. 2. Untuk mengetahui dan memahami apa sajakah pokok-pokok yang harus ada dalan suatu gugatan pembatalan merek terdaftar yang mempunyai persamaan dengan merek terdaftar lainnya. 3. Untuk mengetahui dan memahami penyelesaian terhadap sengketa merek dengan kondisi terdaftarnya dua merek yang sama dari kelas yang berbeda di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual.
C. Manfaat Penelitian Adapun yang menjadi manfaat dalam penulisan skripsi ini adalah: 1. Secara Teoritis Secara teoritis, penulisan skripsi ini diharapkan
dapat menjadi bahan
kajian untuk meningkatkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan serta
11
menambah wawasan khususnya di bidang ilmu hukum baik dalam konteks teori dan asas-asas hukum, serta memperdalam mengenai aspek hukum terhadap penggunaan merek di Indonesia yang telah terdaftar di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual. 2. Secara Praktis Secara praktis, penulisan skripsi ini diharapkan dapat menjadi sumbangsih dan bahan masukan terhadap perkembangan hukum positif dan
memberikan
sumbangan pemikiran untuk dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual dan Kementerian Hukum dan HAM dalam hal peningkatan pemeriksaan suatu merek yang hendak didaftarkan oleh pelaku usaha, serta dapat menjadi masukan bagi aparat penegak hukum dan bagi pencari keadilan dalam rangka menemukan kepastian hukum khususnya mengenai sengketa merek.
D. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini terdiri dari: 1. Sifat/Jenis Penelitian Untuk
menghasilkan
karya
tulis
ilmiah
yang
baik
dan
dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya, maka harus didukung dengan fakta-fakta/ dalil-dalil yang akurat yang diperoleh dari suatu penelitian. Penelitian pada
12
dasarnya merupakan suatu upaya pencarian dan bukannya sekedar mengamati dengan teliti terhadap sesuatu objek yang mudah terpegang di tangan.18 Penelitian merupakan sarana yang dipergunakan oleh manusia untuk memperkuat,
membina,
serta
mengembangkan
ilmu
pengetahuan.
Ilmu
pengetahuan yang merupakan kekuatan pemikiran, pengetahuan manusia senantiasa dapat diperiksa dan ditelaah secara kritis, akan berkembang terus atas dasar penelitian-penelitian yang dilakukan oleh pengasuh-pengasuhnya. Hal itu terutama disebabkan oleh karena penggunaan ilmu pengetahuan bertujuan agar manusia lebih mengetahui dan mendalami.19 Metode merupakan suatu penelitian yang dilakukan oleh manusia, merupakan logika dari penelitian ilmiah, studi terhadap prosedur dan teknik penelitian, maupun sistem dari prosedur dan teknik penelitian.20 Sifat atau jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah yuridis normatif yang bersifat deskriptif yang dilakukan dengan meneliti bahan pustaka atau data sekunder, yaitu melakukan penelusuran terhadap normanorma hukum serta berbagai literatur yang berkaitan dengan aspek hukum terhadap kesamaan merek yang telah terdaftar di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, kemudian didukung dengan studi putusan terhadap putusan Mahkamah Agung No.699K/Pdt.Sus/2009.
18
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hlm. 27. 19 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta, 1984, hlm. 30. 20 Bambang Waluyo, Penelitian Hukum dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta, 1991, hlm. 27.
13
2. Bahan Hukum Materi dalam skripsi ini diambil dari data sekunder. Data sekunder adalah mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan, dan sebagainya.21 Adapun data sekunder yang dimaksud adalah: a. Bahan Hukum Primer Bahan hukum primer adalah dokumen-dokumen hukum yang mengikat dan diterapkan oleh pihak yang berwenang seperti peraturan perundangundangan. Dalam penulisan skripsi ini antara lain menggunakan Kitab UndangUndang Hukum Perdata, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1993 tentang Kelas Barang atau Jasa Bagi Pendaftaran Merek, Putusan Mahkamah Agung No. 699K/Pdt.Sus/2009 serta bahan hukum
primer lainnya yang terkait dengan
pembahasan skripsi ini. b. Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah semua dokumen yang merupakan informasi atau hasil kajian terkait dengan merek, seperti, buku-buku, jurnal-jurnal, serta karya tulis ilmiah lainnya maupun tulisan-tulisan yang terdapat pada website yang terpercaya yang mengulas tentang praktik mengenai penggunaan merek dan hal lainnya yang berkaitan dengan pembahasan pada skripsi ini sebagai bahan acuan di dalam penulisan skripsi ini.
21
Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, 2006, hlm. 30.
14
c. Bahan Hukum Tersier Bahan hukum tersier yang digunakan di dalam penulisan skripsi ini adalah bahan-bahan yang memberikan petunjuk dan penjelasan dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, kamus bahasa umum, kamus hukum, serta bahanbahan hukum di luar bidang hukum yang relevan dan dapat digunakan untuk melengkapi data di dalam penulisan skripsi ini. 3. Alat Pengumpul Data Alat pengumpul data yang digunakan di dalam penulisan skripsi ini adalah melalui metode studi pustaka (library research) yang merupakan pengumpulan data-data yang dilakukan melalui literatur atau dari sumber bacaan buku-buku, peraturan perundang-undangan, karya ilmiah, dan bahan bacaan lain yang terkait dengan penulisan skripsi ini, yang semua itu dimaksudkan untuk memperolah data-data atau bahan-bahan yang bersifat teoritis yang dipergunakan sebagai dasar dalam penelitian. 4. Analisis Data Penelitian yang dilakukan penulis dalam skripsi ini termasuk dalam penelitian hukum normatif. Pengelolaan data pada hakekatnya merupakan kegiatan untuk melakukan analisa terhadap permasalahan yang akandibahas. analisis data dilakukan dengan mengumpulkan bahan-bahan hukum yang relevan dengan permasalahan yang diteliti, memilih kaidah-kaidah hukum yang sesuai dengan penelitian, menjelaskan hubungan-hubungan antara berbagai konsep pasal yang ada, serta menarik kesimpulan dengan pendekatan deduktif dan induktif kualitatif.
15
Dengan spesifikasi demikian, diharapkan penulisan skripsi ini dapat mendeskripsikan mengenai aspek hukum terhadap kesamaan merek yang telah terdaftar di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual berdasarkan permasalahan yang diteliti.
E. Keaslian Penulisan Skripsi ini berjudul: Aspek Hukum Kesamaan Merek Terdaftar Dalam Kelas Yang Berbeda Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 (Studi Putusan Mahkamah Agung No. 699K/ Pdt.Sus/2009) adalah judul yang belum pernah dibahas oleh pihak manapun dan belum pernah dipublikasikan di media manapun. Berdasarkan penelusuran perpustakaan dan hasil-hasil pembahasan skripsi yang sudah ada maupun yang sedang dilakukan ternyata belum pernah dilakukan pembahasan skripsi yang berjudul di atas dan ini adalah murni hasil penelitian dan pemikiran dalam rangka melengkapi tugas memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
F. Sistematika Penulisan Untuk memudahkan pemahaman terhadap materi dari skripsi ini dan agar membuat sistematika secara teratur dalam bagian-bagian yang semuanya saling berhubungan satu sama lain, maka penulis membaginya ke dalam beberapa bab dan diantara bab-bab terdiri pula atas sub bab.
16
Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut: BAB I
PENDAHULUAN Dalam bab ini akan membahas mengenai Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metode Penelitian, Keaslian Penulisan, dan Sistematika Penulisan.
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG MEREK Dalam bab ini akan membahas mengenai Pengertian dan Dasar Hukum Merek, Jenis-Jenis Merek, Persyaratan Merek, Syarat dan Tata Cara Pendaftaran Merek, Penghapusan dan Pembatalan Merek, dan Berakhirnya Perlindungan Merek.
BAB III
PERLINDUNGAN
HUKUM
TERHADAP
MEREK
TERDAFTAR Dalam bab ini akan membahas mengenai Perlindungan Hukum terhadap Merek Terdaftar Menurut Ketentuan Hukum Merek Indonesia, Perlindungan Hukum secara Preventif, Perlindungan Hukum Secara Represif Melalui Gugatan di Pengadilan Niaga. BAB IV
ASPEK
HUKUM
TERHADAP
KESAMAAN
MEREK
TERDAFTAR DALAM KELAS YANG BERBEDA DI DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2001
(STUDI
PUTUSAN
MAHKAMAH
AGUNG
NO.699K/PDT.SUS/2009) Dalam bab ini akan membahas mengenai Tata Cara Mengajukan Gugatan Pembatalan Merek Terdaftar dan Tata Cara Mengajukan
17
Banding atas Putusan Pengadilan Niaga, Pokok-pokok Gugatan dalam Suatu Gugatan Pembatalan Merek Terdaftar yang Memiliki Persamaan dengan Merek Terdaftar lainnya, dan Penyelesaian terhadap Sengketa Merek dengan Kondisi Terdaftarnya Dua Merek yang Sama dari Kelas yang Berbeda di Direktorat Jenderal HAKI. BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN Dalam bab ini akan membahas mengenai Kesimpulan dan Saran dari penulis yang diperoleh dari penilisan skripsi ini.