1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang perlu memajukan sektor industri dengan meningkatkan kemampuan daya saing. Salah satu daya saing tersebut adalah dengan memanfaatkan peranan Desain Industri yang merupakan bagian dari Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Keanekaragaman budaya yang dipadukan dengan upaya untuk ikut serta dalam globalisasi perdagangan, dengan memberikan
pula
perlindungan
hukum
terhadap
desain
industri
akan
mempercepat pembangunan industri nasional. Dalam kaitan dengan globalisasi perdagangan, Indonesia telah meratifikasi Agreement Establishing the World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) yang mencakup pula Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (Persetujuan TRIPs) sebagaimana telah diratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994. Ratifikasi atas Persetujuan-persetujuan tersebut mendukung ratifikasi Paris Convention for the Protection of Industrial Property (Konvensi Paris) dengan Keputusan Presiden Nomor 15 Tahun 1997 dan keikutsertaan Indonesia dalam the Hague Agreement (London Act) Concerning the International Deposit of Industrial Designs. Mengingat
hal-hal
tersebut
di
atas
maka
dirasa
perlu
untuk
mengundangkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri (UUDI) untuk menjamin perlindungan hak-hak pendesain dan menetapkan hak
2
dan kewajibannya serta menjaga agar pihak yang tidak berhak tidak menyalah gunakan hak desain industri tersebut. Selain mewujudkan komitmen terhadap Persetujuan TRIPs, pengaturan desain industri dimaksudkan untuk memberikan landasan bagi perlindungan yang efektif terhadap berbagai bentuk penjiplakan, pembajakan, atau peniruan atas desain industri yang telah dikenal secara luas. Adapun prinsip pengaturannya adalah pengakuan kepemilikan atas karya intelektual yang memberikan kesan estetis dan dapat diproduksi secara berulang-ulang serta dapat menghasilkan suatu barang dalam bentuk dua atau tiga dimensi. Perlindungan hukum yang diberikan terhadap hak desain industri dimaksudkan untuk merangsang aktivitas kreatif dari pendesain untuk terusmenerus menciptakan desain baru. Dalam rangka perwujudan iklim yang mampu mendorong semangat terciptanya desain-desain baru dan sekaligus memberikan perlindungan hukum itulah ketentuan desain industri disusun dalam undangundang ini. Perlindungan hak desain industri diberikan oleh Negara Republik Indonesia apabila diminta melalui prosedur pendaftaran oleh pendesain, ataupun badan hukum yang berhak atas hak desain industri tersebut. Pendesain adalah seseorang atau beberapa orang yang menghasilkan desain industri, dalam suatu kreaasi tentang bentuk, konfigurasi, atau komposisi (komposisi garis atau warna, atau garis dan warna) atau gabungan daripadanya yang berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi yang memberikan kesan estetis dan dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat dipakai
3
untuk menghasilkan suatu produk, barang atau komoditi industri dan kerajinan tangan. Dalam proses pendaftaran desain industri, seperti juga Paten, dilakukan pemeriksaan oleh pemeriksa, sedangkan Hak Cipta tidak menerapkan sistem pemeriksaan. Dalam pemeriksaan permohonan hak atas desain industri dianut asas kebaruan dan pengajuan pendaftaran pertama. Asas kebaruan dalam desain industri ini dibedakan dari asas orisinal yang berlaku dalam hak cipta. Pengertian “baru” atau “kebaruan” ditetapkan dengan suatu pendaftaran yang pertama kali diajukan dan pada saat pendaftaran itu diajukan, tidak ada pihak lain yang dapat membuktikan
bahwa
pendaftaran
tersebut
tidak
baru
atau
lebih
ada
pengungkapan/publikasi sebelumnya, baik tertulis atau tidak tertulis. “Orisinal” berarti sesuatu yang langsung berasal dari sumber asal orang yang membuat atau yang mencipta atau sesuatu yang langsung dikemukakan oleh orang yang dapat membuktikan sumber aslinya. Selanjutnya, asas pendaftaran pertama berarti bahwa orang yang pertama mengajukan permohonan hak atas desain industri yang akan mendapatkan perlindungan hukum dan bukan berdasar atas asas orang yang pertama mendesain. Tapi dalam pasal 12 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri (UUDI), diberikan pembatasanterhadap asas pendaftaran ini yang berbunyi “Pihak yang untuk pertama kali mengajukan permohonan dianggap sebagai pemegang Hak Desain Industri, kecuali terbukti sebaliknya”. Lebih lanjut, untuk keperluan publikasi atau pengumuman pendaftaran permohonan hak atas desain industri, dalam pemeriksaan juga dilakukan
4
pengklasifikasian permohonan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Untuk dapat melaksanakan pendaftaran hak desain industri, pada saat ini pemerintah menunjuk Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia c.q. Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual untuk melakukan pelayanan di bidang Hak Kekayaan Intelektual (Penjelasan Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 2000). Dikatakan bahwa tujuan diundangkannya Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri adalah dalam rangka memberikan perlindungan hukum terhadap para pendesain sebagai pencipta desain industri agar merangsang aktivitas dan kreativitas mereka untuk terus-menerus menciptakan desain baru. Perlindungan hukum tersebut diberikan melalui sistem pendaftaran atau dikenal dengan sistem konstitutif yang merupakan sistem yang dianut dalam Undang-Undang Desain Industri. Artinya, hak desain industri yaitu hak eksklusif untuk melaksanakan sendiri suatu desain industri atau memberikan persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakan hak tersebut akan diberikan oleh negara, apabila pemegang desain industri tersebut telah mengajukan permintaan pendaftaran. Pasal 11 ayat (7) Undang-Undang tentang Desain Industri menentukan bahwa pengaturan lebih lanjut mengenai tata cara Permohonan (permintaan pendaftaran desain industri) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Demikian pula, guna melaksanakan Undang-Undang Desain Industri tersebut, perlu diatur pula ketentuan yang berkaitan dengan permintaan pendaftaran desain industri, yaitu pencatatan perubahan nama dan atau alamat pemegang hak desain industri,
5
dan pembatalan pendaftaran desain industri baik atas permohonan pemegang hak desain industri maupun berdasarkan putusan Pengadilan. Berdasarkan
pertimbangan
tersebut,
maka
disusunlah
Peraturan
Pemerintah Nomor 1 Tahun 2005 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri yang dimaksudkan untuk mengatur secara menyeluruh ketentuan mengenai pelaksanaan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri. Dalam Peraturan Pemerintah tersebut dikatakan bahwa, proses pendaftaran desain industri atau yang didefinisikan dalam UndangUndang sebagai “Permohonan”, dilakukan melalui beberapa tahapan yang meliputi permintaan permohonan, pemeriksaan administratif terhadap persyaratan permohonan, pengumuman, pemeriksaan substantif dalam hal keberatan atas suatu permohonan oleh pihak ketiga, pemberian Sertifikat Desain Industri, pencatatan dalam Daftar Umum Desain Industri dan pengumuman dalam Berita Resmi Desain Industri. Suatu permohonan harus memenuhi persyaratan minimum untuk mendapatkan “Tanggal Permintaan Permohonan” guna dapat diproses selanjutnya, disamping harus memenuhi persyaratan permohonan lainnya. Setelah memenuhi seluruh persyaratan, maka permohonan tersebut diumumkan kepada masyarakat melalui Berita Resmi Desain Industri atau sarana khusus lainnya. Pengumuman permohonan bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk mengajukan keberatan atas pengajuan permohonan suatu desain industri dengan mendasarkan pada alasan substantif, yaitu bahwa permohonan tersebut bertentangan dengan Pasal 2 dan/atau Pasal 4 Undang-Undang Desain Industri.Pasal 2 Undang-Undang Desain Industri
6
menentukan bahwa hak desain industri diberikan untuk desain yang baru, sedangkan Pasal 4 Undang-Undang Desain Industri menentukan bahwa hak desain industri tidak dapat diberikan apabila desain industri bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, ketertiban umum, agama dan kesusilaan. Dalam hal tidak ada keberatan masyarakat selama masa pengumuman permohonan tersebut, maka Direktorat Jenderal memberikan Sertifikat Desain Industri sebagai bukti bahwa pemohon adalah pemegang hak atas desain industri tersebut. Terhadap permohonan yang telah diberikan Sertifikat Desain Industri tersebut, Direktorat Jenderal berkewajiban untuk mencatatnya dalam Daftar Umum Desain Industri dan mengumumkannya dalam Berita Resmi Desain Industri. Di sisi lain perkembangan ekonomi ditandai dengan meningkatnya perdagangan antar negara yang berbasis pengetahuan dan kemampuan intelektual untuk mendorong karya-karya intelektual yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Salah satu karya intelektual yang termasuk dalam lingkup perdagangan yang berbasis intelektual tersebut adalah karya-karya desain industri, yang saat ini telah berkembang sangat pesat dalam persaingan perdagangan internasional. Merupakan hal yang sangat penting untuk memahami perlindungan hak desain industri sebagai salah satu sarana yang dapat menopang sumber daya yang bersifat ekonomis. Perlindungan hak desain industri lebih diarahkan terhadap desain penampilan dari suatu produk yang berbasis industri, di mana penampilan suatu produk memiliki peranan penting dalam persaingan perdagangan, di
7
samping penemuan teknologi yang dilindungi melalui paten dan simbol dagang yang dilindungi melalui merek. Perlindungan hukum yang diberikan terhadap hak desain industri dimaksudkan dapat merangsang aktivitas kreatif dan inovatif dari Pendesain dan memberikan fasilitas perlindungan terhadap karya inovasinya sehingga mereka memiliki semangat untuk terus menerus menciptakan desain baru agar mampu bersaing dalam perdagangan internasional. Perlu diketahui bahwa dalam proses pendaftaran desain industri sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri adalah menganut sistem campuran antara pendaftaran dan pemeriksaan. Artinya, pemeriksaan substantif hanya dilakukan apabila ada pihak lain (dalam hal ini masyarakat) mengajukan keberatan terhadap suatu permohonan yang sedang dilakukan pengumuman permohonan ( 3 bulan). Secara prosedural, hal tersebut berbeda dengan proses pendaftaran paten dan merek yang pada dasarnya dilakukan pemeriksaan substantif secara penuh sebelum diberikannya sertifikat sebagai bukti timbulnya hak. Lebih lanjut, berdasarkan prosedur yang dianut dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri tersebut, maka akan berakibat cukup banyaknya permohonan desain industri terdaftar tanpa melalui pemeriksaan substantif, karena tidak diajukannya keberatan oleh masyarakat terhadap setiap permohonan yang sedang diumumkan. Hal tersebut dapat menunjukkan pemahaman bahwa secara prosedur formil telah diakui adanya pendaftaran suatu desain industri akan tetapi secara material (substansi kebaruannya) belum pernah diperiksa dan sangat bergantung pada keyakinan pemohon itu sendiri terhadap
8
kebaruan desain industri yang telah didaftarkannya. Keyakinan pemohon ini masih harus dibuktikan kebaruannya agar dapat menegakkan haknya secara lebih pasti. Untuk mengatasi kemungkinan adanya desain industri terdaftar tetapi sebenarnya tidak memiliki kebaruan, dalam Pasal 38 Undang-Undang Desain Industri juga telah diatur ketentuan bagi setiap pihak untuk melakukan gugatan pembatalan apabila merasa keberatan terhadap kebaruan desain industri terdaftar tersebut. Akan tetapi hal ini dapat dirasakan menjadi beban mengingat biaya penegakan hukum menjadi lebih tinggi dan juga kurangnya kepastian hukum bagi pemegang hak desain industri, maka sudah selayaknya bagi setiap pihak yang berkepentingan agar dalam melaksanakan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 dapat berjalan dengan baik, maka dituntut adanya kesadaran dan itikad baik terhadap setiap pendaftaran desain industri (Abdul Bari Azed, 2003: 5). Dalam pendaftaran desain industri bukannya tanpa masalah, karena ternyata di lapangan sering terjadi pelanggaran-pelanggaran terhadap pendaftaran suatu desain industri, sehingga tidak jarang menimbulkan sengketa yang berkaitan dengan pendaftaran desain industri tersebut. Penulis tertarik dengan beberapa sengketa yang timbul berkaitan dengan pendaftaran di bidang desain industri, sehingga penulis berminat untuk mempelajari lebih lanjut masalah tersebut dengan cara melakukan penelitian baik melalui kepustakaan maupun lapangan mengenai sengketa pendaftaran desain industri dan mencoba untuk menganalisisnya serta menyimpulkannya dan menuangkannya dalam tulisan yang berbentuk tesis ini.
9
Adapun perkara yang akan penulis bahas dan analisis adalah mengenai gugatan pelanggaran desain industri dari pihak penggugat yakni PT. Adi Perkasa Buana, yang menyatakan diri sebagai pendesain mesin diesel penggerak merek Dong Feng melawan para tergugat masing-masing Sudin (tergugat 1), yang mendaftarkan desain industri mesin diesel penggerak merek Dong Feng tanpa sepengetahuan penggugat, Herry Chandra (tergugat 2) yang menerima pengalihan hak desain industri dari tergugat 1, dan pemerintah Republik Indonesia cq Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia cq Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual cq Direktorat Hak Cipta Desain Industri, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu dan Rahasia Dagang (tergugat 3), yang putusannya tercantum di dalam putusan Nomor : 12/DESAIN INDUSTRI/2008/PN.NIAGA.JKT.PST yang amar putusannya di antaranya gugatan dinyatakan kabur sehingga ditolak dan karena pihak penggugat yakni
PT. Adi Perkasa Buana merasa tidak puas,
kemudian PT. Adi Perkasa Buana memohon Peninjauan Kembali kepada Mahkamah Agung dan Mahkamah Agung berdasarkan putusannya yakni No. 069/Pdt.Sus/2010 menolak permohonan Peninjauan Kembali dari pihak pemohon Peninjauan Kembali yang berarti Mahkamah Agung membenarkan putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Pusat tersebut di atas. Selain dilakukan gugatan di PN Niaga Jakarta Pusat, pihak PT Adi Perkasa Buana juga melaporkan perkara ini ke Bareskrim Mabes Polri dengan Laporan Polisi No. Pol: LP/ 203/V/2007/Siaga-I, tanggal 23 Mei 2007, dengan pasal 266 KUHP yaitu memberikan keterangan palsu pada akta otentik.
10
B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas maka penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana sengketa pendaftaran desain industri mesin diesel penggerak merek Dong Feng yang didaftarkan oleh pihak lain tanpa sepengetahuan pendesain tersebut terjadi? 2. Bagaimana penyelesaian hukum atas sengketa pendaftaran desain industri mesin diesel penggerak merek Dong Feng yang didaftarkan oleh pihak lain tanpa sepengetahuan pendesain berdasarkan Undang-Undang No 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri? 3. Apakah itikad tidak baik dari pemohon yang mendaftarkan desain industri milik
orang
lain
tanpa
sepengetahuan
pendesain
tersebut
bisa
dikategorikan sebagai tindak pidana?
C. Keaslian Penelitian Sejauh pengetahuan penulis belum pernah dilakukan penelitian secara mendalam menyangkut desain industri khususnya dalam hal “Sengketa Pendaftaran Desain Industri oleh Pihak Lain Tanpa Sepengetahuan Pendesain dan Penyelesaian Hukumnya”. Untuk menguatkan keterangan tersebut penulis telah melakukan serangkaian pengamatan, pemeriksaan dan observasi baik langsung maupun tidak langsung agar memperoleh gambaran serta acuan yang baik sebelum tesis ini ditulis.
11
Berdasarkan penelitian yang penulis telah lakukan di berbagai Perpustakaan di Jakarta pada umumnya dan di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada pada khususnya serta berkas perkara yang ada di Bareskrim Polri, telah penulis temukan dua penelitian di bidang Desain Industri yang apabila dilihat dari judulnya berbeda dengan penelitian yang akan penulis lakukan, adapun kedua penelitian tersebut adalah: 1.
Penelitian yang dilakukan oleh Petrus Widago Mulyono dengan judul “Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Hak Desain Industri Menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Desain Industri”, Tesis, Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada,Yogyakarta, 2002.
2.
Penelitian yang dilakukan oleh Muh.Fatkhurrohman, dengan judul “Analisis
Tingkat
Kepuasan
Pelanggan
Terhadap
Pelayanan
Permohonan Pendaftaran Desain Industri Pada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual”, Tesis, Program Pascasarjana Universitas Indonesia, Jakarta, 2007.
D. Manfaat Penelitian 1. Sebagai sumbangan pemikiran terhadap perkembangan ilmu hukum khususnya di bidang Hukum Bisnis; 2. Untuk memperoleh pengetahuan yang lebih mendalam tentang sengketa pendaftaran Desain Industri mesin diesel penggerak merek Dong Feng yang didaftarkan oleh pihak lain tanpa sepengetahuan pendesain;
12
3. Untuk memperoleh pengetahuan yang lebih mendalam mengenai penyelesaian hukum atas sengketa pendaftaran Desain Industri mesin diesel penggerak merek Dong Feng yang didaftarkan oleh pihak lain tanpa sepengetahuan pendesain berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri; dan 4. Untuk memperoleh pengetahuan yang lebih mendalam berkaitan dengan pemidanaan terhadap pemohon pendaftaran desain industri yang beritikad tidak baik dengan cara mendaftarkan desain industri milik orang lain tanpa sepengetahuan pendesain yang sebenarnya.
E. Tujuan Penelitian Sesuai dengan permasalahan di atas maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis: 1. Sengketa pendaftaran desain industri mesin diesel penggerak merek Dong Feng yang didaftarkan oleh pihak lain tanpa sepengetahuan pendesain; 2. Penyelesaian hukum atas sengketa pendaftaran desain industri mesin diesel penggerak merek Dong Feng yang didaftarkan oleh pihak lain tanpa sepengetahuan pendesain berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri; dan 3. Proses pemidanaan terhadap pemohon pendaftaran desain industri yang beritikad tidak baik dengan cara mendaftarkan desain industri milik orang lain tanpa sepengetahuan pendesain yang sebenarnya