BAB I. PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Masalah Gereja adalah suatu kehidupan bersama religius yang dijalani oleh manusia
yang ditata dalam empat tatanan dasar. Tatanan dasar itu berupa tatanan pengakuan, ibadat, hukum dan keumatan (Sinode GKJ, 2008). Sistem tatanan pemerintahan gereja memiliki dua sisi, yaitu sisi ketuhanan karena lembaga religius dan sisi manusiawi karena dikelola dan diselenggarakan oleh manusia (Sinode GKJ, 2005). Kepemimpinan gereja berbentuk dewan yang lazim disebut majelis gereja (Sinode GKJ, 2008). Dalam sisi pengelolaan manusiawi inilah maka pengetahuan tentang ilmu manajemen dibutuhkan. Manajemen gereja merupakan cara dan usaha manusia untuk mengelola gereja agar tujuan bergereja dapat tercapai dengan baik (Sinode GKJ, 2012). Sinode Gereja-Gereja Kristen Jawa tersebar di 6 propinsi di pulau Jawa (Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY, dan Jawa Timur). Terdiri dari 32 klasis dengan 312 gereja. Jumlah warga gereja sebanyak 216.598 jiwa. Jumlah pendeta sebanyak 320 orang yang melayani gereja dan 10 pendeta pelayan khusus di lembaga-lembaga milik GKJ (Sinode GKJ, 2012). Gereja-Gereja Kristen Jawa se Sinode GKJ mengalami persoalan karena dalam kurun waktu delapan tahun dari tahun 2004 sampai 2012 ada 21 pendeta yang mengalami penanggalan jabatan (external turnover). Data akta persidangan Sinode ke XXIV tahun 2006 menunjukkan peristiwa penanggalan jabatan pendeta sebanyak 5 orang dari tahun 2004-2006 (Tim GKJ, 2006). Tahun 2007 sampai
1
dengan tahun 2009 terjadi 9 penanggalan jabatan pendeta (Tim GKJ, 2009). Dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2012 juga terjadi 7 penanggalan pendeta (Tim GKJ, 2012). Kenyataan ini menjadi berat bagi kehidupan bergereja. Masalah penanggalan jabatan ini berat karena proses pemanggilan dan penanggalan jabatan pendeta membutuhkan waktu yang panjang dan biaya yang besar. Satu gereja yang melakukan pemanggilan pendeta membutuhkan biaya sekitar Rp 150.000.000,- sampai dengan Rp 200.000.000,-.
GKJ Bambu-Tegalrejo
merencanakan anggaran sebesar Rp 217.000.000,- untuk pemanggilan pendeta (Tim GKJ Bambu, 2013). GKJ Mergangsan merencanakan anggaran sebesar Rp 250.000.000,- (Tim GKJ Mergangsan, 2013). Proses penanggalan juga membutuhkan tahapan yang panjang dan diakhiri dengan keputusan penanggalan pada persidangan klasis. Dalam persidangan klasis inilah keputusaan penanggalan diambil. Hanya untuk persidangan klasis saja, suatu gereja membutuhkan dana antara Rp 30.000.000,- sampai Rp 40.000.000,-. Dana ini belum termasuk kebutuhan transportasi pendampingan sebelum persidangan klasis. Persidangan klasis istimewa di GKJ Bambu menghabiskan biaya Rp 30.000.000,- (Tim GKJ Bambu, 2014). Persidangan ke XXIX Klasis Yogyakarta Selatan membutuhkan biaya sebesar Rp 39.000.000,- (Tim GKJ Patalan, 2014). Seorang pendeta yang sedang bermasalah harus didampingi oleh majelis gereja. Setiap gereja yang ingin melakukan penanggalan jabatan pendeta harus menyampaikan rencana tersebut kepada Sidang Klasis. Sidang Klasis akan
2
membentuk tim yang bertugas untuk mendampingi gereja dan pendeta yang bersangkutan. Tim akan melaporkan hasil pendampingan ke Sidang Klasis berikutnya. Pada persidangan itulah akan diambil keputusan untuk penanggalan jabatan atau tidak penanggalan. Jika keputusannya adalah penanggalan maka gereja mengatur acara untuk penanggalan jabatan pendeta (Sinode GKJ, 2005). Jika ada pihak yang merasa keberatan atas putusan Sidang Klasis dapat mengajukan banding ke Sidang Sinode. Sidang akan membentuk tim pendamping untuk menyelesaikan masalah yang terjadi dan akan melaporkan tugasnya pada persidangan sinode yang dilakukan tiga tahun sekali (Sinode GKJ, 2005). Semua proses yang panjang itu membutuhkan biaya material dan emosional yang sangat berat. Proses seperti ini juga sering menjadi potensi konflik dan perpecahan di tengah jemaat. Bramwell (2010) mencatat tentang pelanggaran yang dilakukan oleh pemimpin-pemimpin umat gereja di Amerika, gereja mengeluarkan milyaran dolar dan ribuan jam dari orang-orang yang harus merespon kondisi. Ada dimensi waktu dan uang dalam upaya gereja merespon keadaan yang dialami oleh pemimpin umat. Kenyataan penanggalan jabatan pendeta ini berat karena dalam tradisi GKJ dan gereja-gereja kristen pada umumnya, pendeta merupakan sosok sentral dalam kemajelisan dan dianggap sebagai tokoh panutan, serta kekuatan moral (moral force) bagi jemaatnya (Tim GKJ, 2013). Hal ini semakin menimbulkan keprihatinan karena warga gereja sering memandang sikap dan perilaku pendeta sebagai tolak ukur moralitas yang baik dan jemaat tidak hanya mengharapkan pendeta sebagai tokoh rohani (panutan moral), melainkan juga menjadi inspirator
3
bagi jemaat dalam menghadapi kompleksitas persoalan kehidupan (Tim GKJ, 2013). Memperhatikan hal-hal diatas maka persoalan penanggalan jabatan pendeta menjadi masalah yang sangat serius bagi kehidupan pengorganisasian gereja. Dari pendekatan managerial sumber daya manusia. Kenyataan penanggalan jabatan pendeta ini dapat disamakan dengan external turnover. External turnover adalah peristiwa keluarnya karyawan dari organisasi (Katers, 2014).
Katers
(2014) selanjutnya menjelaskan bahwa external turnover dapat mempengaruhi organisasi, membuat reputasi organisasi mengalami kesulitan untuk merekrut pekerja. Menjadi penting untuk mempertahankan pemimpin-pemimpin yang baik bagi organisasi baik masa sekarang maupun juga untuk masa depan organisasi (Resse, 2010). External turnover
yang dialami oleh pemimpin organisasi
memiliki dampak yang signifikan terhadap organisasi dibandingkan dengan pengaruh grup dalam organisasi tanpa external turnover (Bernad, 2011). Dari pemaparan di atas, menjadi penting untuk melakukan penelitian yang mencoba menemukan pola bagaimana penanggalan jabatan pendeta itu terjadi serta menemukan pola penyebab permasalahan bisa terjadi. Penemuan pola penanggalan dapat memberikan informasi bagaimana proses penanggalan terjadi sehingga antisipasi masalah pada fase-fase awal dapat dilakukan. Penemuan atas masalah-masalah yang menyebabkan penanggalan jabatan pendeta dapat diantisipasi dengan pengembangan program pengelolaan sumber daya pendeta di masa depan.
4
B.
Rumusan Masalah Setiap penanggalan pendeta membutuhkan biaya yang sangat besar baik
secara emosional dan juga material. Proses penanggalan pendeta juga sering menjadi penyebab pecahnya jemaat. Setiap peristiwa penanggalan jabatan pendeta juga selalu memiliki penyebab yang menjadi permasalahan. Pencarian bagaimana proses penanggalan terjadi dan pola penyebab permasalahan itu terjadi akan menolong organisasi merancang sistem dan program dalam rangka antisipasi. C.
Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang tersebut maka rumusan masalah pada penelitian
ini adalah sebagai berikut : 1.
Bagaimana proses penanggalan jabatan pendeta itu terjadi ?
2.
Mengapa penanggalan jabatan pendeta itu bisa terjadi ?
D.
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini sebagai berikut :
1.
Menemukan pola dari tahapan-tahapan proses penanggalan jabatan pendeta.
2.
Mengidentifikasi fakta-fakta penyebab penanggalan jabatan pendeta.
E.
Manfaat Penelitian Setiap organisasi membutuhkan sumber daya untuk mencapai tujuan dan
menggembangkan organisasi sesuai dengan tantangan lingkungan. Jika terjadi permasalahan dengan pendeta maka sumber daya itu akan digunakan untuk menyelesaikan masalah sehingga pencapaian tujuan dan pengembangan organisasi menjadi terganggu. Menemukan pola masalah dan kenapa hal itu terjadi akan menolong organisasi memiliki sumber daya untuk mencapai tujuan
5
dan mengembangkan organisasi. Penemuan pola masalah dan kenapa hal itu terjadi akan menolong organisasi untuk memiliki cukup informasi dalam mengembangkan strategi untuk mencegah masalah itu terjadi.
Manfaat penelitian :
1.
Bagi pastor pastorum, hasil penelitian akan memberikan pola permasalahan yang menyebabkan penanggalan sehingga berguna sebagai referensi dalam pendampingan pendeta yang sedang menghadapi masalah.
2.
Bagi Bidang Pengembangan Kepemimpinan, hasil penelitian dapat digunakan dalam upaya untuk merancang program pelatihan bagi calon pendeta dan pendeta jemaat.
3.
Bagi gereja-gereja, hasil penelitian dapat digunakan sebagai early warning system dalam menghadapi permasalahan pendeta di jemaat.
F.
Ruang Lingkup Penelitian ini membatasi pada permasalahan penanggalan pendeta di
lingkungan Sinode GKJ pada tahun 2004 – 2012.
6