1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Kitab al-Qur’an berisi prinsip-prinsip pokok ajaran yang disampaikan. Namun ada beberapa kelompok umat Islam yang menganggap bahwa dalam kenyataannya ada banyak sekali permasalahan umat yang tidak tertera secara gamblang di dalam al-Qur’an, sehingga diperlukan interpretasi-interpretasi baru demi menghadapi dinamika permasalahan umat yang semakin banyak. Di antara berbagai masalah yang sangat banyak yang tekandung dalam al-Qur’an seperti disebut diatas ada juga masalah tentang bilangan bulan. Seperti dalam firman Allah surat at-Taubah ayat 36.
Artinya: "Sesungguhnya bilangan bulan disisi Allah adalah dua belas bulan dalam ketetapan Allah diwaktu Dia menciptakan langit dan bumi, diantaranya terdapat empat bulan haram. Itulah agama yang lurus. Maka janganlah kamu menganiaya diri kamu di dalamnya dan perangilah orang-orang musyrik semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya dan ketahuilah bahwa Allah bersama orang-orang yang bertaqwa (QS. at-Taubah 36)".1
1
Muhammad Rifa’i, al-Qur’an dan Terjemahannya, (Semarang: CV Wicaksa, 1999), hlm. 372.
2
Sesungguhnya bilangan di sisi Allah ialah dua belas bulan. Bilangan bulan yang dimaksud di sini, benar-benar menghitung bulan menurut edaran bulan, bukan edaran matahari. Edaran setahun ialah dua belas kali edaran bulan. (Demikian) didalam kitab Allah sejak hari Dia menjadikan semua langit dan bumi. Maka beberapa Bangsa, di antaranya Bangsa Arab, memperhitungkan giliran bulan dua belas kali mengelilingi bumi itulah yang lebih mereka utamakan di dalam menghitung tahun, sebab dia lebih mudah diketahui tiap-tiap masa, karena semua orang dapat melihat peredaran bulan itu. Dia berupa sabit yang kecil di awal bulan, berangsur menjadi bulan purnama di pertengahan bulan, dan berangsur surut sampai habis pula di akhir bilangan bulan, yang peredarannya dapat dilihat, yaitu diantara 29 dengan 30 hari. Berbeda dengan matahari yang tiap pagi dan tiap petang, ketika terbit atau terbenam dan ketika tengah hari tepat, besarnya tetap tidak berubah. Lalu orang Arab dapat memberi giliran bulan yang dua belas itu dengan namanama tersendiri: Muharram, Şafar, Rabī’ul Awwal, Rabī’ul Akhīr, Jumāzīl Awwal, Jumāzīl Akhīr, Rajab, Sya’bān, Ramadān, Syawwāl, Żūl Qa’dah, Żūl Ңijjah. Dari dua belas bulan tersebut adalah empat yang dihormati.2 Bulan yang dua belas maksudnya ialah bulan Qamaryiah, karena bulan-bulan Qamariyahlah yang mudah dihisab dan berkaitan dengan melihat bulan yang dapat dilihat oleh segenap orang, baik terpelajar atau tidak.3 Jumlah hari selama setahun dalam perhitungan Qamariyah sebanyak 355 (tiga ratus lima puluh lima) hari. Sedang dalam perhitungan Syamsiyah 2 3
Hamka, Tafsīr al-Azhar (Jakarta: Pustaka Panji mas, 1985), juz x, hlm. 204. Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Tafsīr al-Qur’an Majid an-Nūr Jilid II (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2000), hlm, 1604.
3
sebanyak 365,25 (tiga ratus enam puluh lima dan seperempat hari). Karena itu setiap tahun terdapat selisih sekitar sepuluh hari antara perhitungan Qamariyah dan Syamsiyah, ini menjadikan ibadah haji dan puasa misalnya tidak selalu terjadi pada bulan Syamsiyah atau penanggalan masehi yang sama. Setiap tiga tahun, puasa dan haji berbeda bulan Syamsiyah-nya walaupun dalam bulan Qamariyah haji selalu di bulan Żūl Ңijjah dan puasa selalu di bulan Ramadān.4 Hampir seluruh masyarakat Arab sebelum Islam mengakui dan mengagungkan empat bulan dalam setahun. Sedemikian besar pengagungan mereka sampai seseorang menemukan pembunuh ayah, anak atau saudaranya pada salah satu dari empat bulan itu ia tidak akan mencederai musuhnya kecuali setelah berlalu bulan haram itu.5 Empat bulan dalam setahun dijadikanya bulan-bulan haram, ialah untuk menghormati hari-hari orang melakukan ibadah haji dan umrah, serta di homati pula karena pada keempat bulan itu tidak boleh berperang dan tidak boleh balas dendam. Sejak Żūl Qa’dah ialah persiapan untuk pergi haji, sedangkan Żūl Ңijjah ialah bulan untuk mengerjakan haji itu sendiri, dan bulan muharram ialah pejalanan pulang dari haji, enam bulan selepas itu, yaitu bulan Rajab dijadikan lagi bulan yang di hormati, hentikan berperang, hilangkan dendam kesumat, supaya dapat pula mengerjakan ziarah ke
4 5
M. Quraish Shihab, Tafsīr al Misbah, vol 5, (Jakarta: Lentera hati, 1992), hlm. 555-556. Ibnu Katsir, Tafsīr Ibnu Katsir, Jilid IV, terj. H. Salim Bahreisy dan H. Said Bahreisy, (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1998). hlm.50.
4
Baitullah serta melaksanakan umrah di bulan itu, dan kembali ke negerinya dengan aman.6 Firman Allah dalam ayat ini yang berseru, "Perangilah kaum musyrikīn seluruhnya sebagaimana mereka memerangi kamu seluruhnya". Menurut ahli Tafsīr, merupakan perintah umum yang tidak ada hubungannya dengan ketentuan bulan-bulan haram. Ada sementara ahli Tafsīr yang berpendapat bahwa yang diharamkan ialah memulai perang, akan tetapi jika kaum muslimin diserang lebih dahulu, maka dapat melakukan serangan kembali dan berperang walaupun dalam bulan-bulan haram.7 Sebagaimana firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 194.
Artinya: "Bulan haram dengan bulan haram, dan pada suatu yang patut dihormati berlaku hukum Qişah. Oleh sebab itu barang siapa yang menyerang kamu maka seranglah ia yang seimbang dengan serangannya terhadapmu (QS. al-Baqarah )".8 Allah Swt telah menetapkan empat bulan tertentu sebagai bulan-bulan agung. Bulan tidak boleh diubah oleh siapapun serta tidak boleh juga mengganti tanggal dan bulannya atau mengundurkan dan memajukan dari waktu yang telah ditetapkan-Nya. Dari sinilah kaum musyrikīn
dikecam
karena mengubah-ubahnya. Sebagaimana terbaca dalam surat at-Taubah ayat 37.
6
Hamka, , op cit, hlm. 204. Ibnu Katsir, op cit, Jilid IV, hlm. 50-51. 8 Muhammad Rifa’i, 0p cit, hlm. 83. 7
5
Artinya: "Sesungguhnya mengundur-undurkan bulan haram itu adalah menambah kekafiran, disesatkan orang-orang yang kafir dengan mengundur-undurkan itu, mereka menghalalkan pada suatu tahun dan mengharamkan pada tahun yang lain, agar mereka dapat menyesuaikan dengan bilangan yang diharamkan oleh Allah. Maka mereka menghalalkan apa yang diharamkan Allah. (Setan) menjadikan mereka memandang baik perbuatan mereka yang buruk itu dan Allah tidak memberikan petunjuk kepada orangorang yang kafir (QS.at-Taubah 37)".9 Allah Swt mencela tindak tanduk orang-orang kafir yang mengubahubah syariat Allah, merusak hukum-hukum Allah dan menghalalkan apa yang diharamkan Allah serta sebaliknya. Diantara sikap dan kelakuan yang tercela itu ialah mereka tidak segan-segan mengubah ketentuan bulan-bulan haram. Hal ini untuk menyesuaikannya dengan kepentingan strategi mereka. Keadaan tersebut menyebabkan bulan Muharram dijadikannya bulan halal dan Shafar sebagai gantinya dijadikannya bulan haram. Demikianlah pada tiap tahun diadakan oleh mereka perubahan dalam ketentuan dan bilangan bulan-bulan haram menurut apa yang mereka kehendaki sesuai dengan hawa nafsu dan rasa ashabiah mereka. Allah menanamkan sikap dan tindakan yang demikian itu sebagai menahan kekafiran serta merupakan amal buruk yang diilhamkan oleh setan.10 Ulama juga berbeda pendapat tentang: "Mengapa bulan-bulan ini disebut sebagai bulan haram?", ada yang mengatakan: "Karena bulan-bulan tersebut begitu agung dan diharamkan melakukan dosa di dalamnya".11
9
Ibid, hlm. 372. Ibnu Katsir, op cit, Jilid IV, hlm. 53. 11 Imam Abul Ghani an-Nablusi, Keutamaan Hari dan Bulan dalam Islam,(Jakarta: Mitra Pustaka 2004) hlm. 23. 10
6
Ibnu Abbās berkata: "Allah mengistimewakan empat bulan. Dia menjadikannya bulan-bulan haram, mengutamakan dosa di dalamnya bertambah besar dan menjadikan amal shaleh berpahala lebih besar". Ada ulama yang mengatakan: "Bahwa hal itu telah terjadi sejak masa Nabi Ibrahim as". Ada ulama lain yang berkomentar: "Sebab diharamkannya bulan-bulan ini di kalangan Arab adalah agar pelaksanaan haji dan umrah tertib dan aman. Maka diharamkanlah Żūl Ңijjah, karena pelaksanaan haji terjadi pada masa tersebut. Bulan Żūl Ңijjah diharamkan karena pada masa tersebut sedang terjadi masa perjalanan melakukan ibadah haji. Dan bulan Rajab diharamkan karena pada masa tersebut banyak orang yang melaksanakan umrah pada pertengahan tahun".12 Selanjutnya mereka berselisih pendapat tentang bulan, apakah yang paling utama diantara bulan-bulan haram itu?. Ada ulama yang mengatakan Rajab, pernyataan ini dinyatakan oleh sebagian pengikut Mażhab Syafi’ī, namun Imam an-Nawawī dan beberapa ulama menganggapnya dha'if.13 Ada yang mengatakan Muharram sebagaimana yang dinyatakan oleh Imam Hasan al-Basri dan pendapat ini dikuatkan oleh Imam an-Nawawī . Ada juga ulama yang mengatakan: Żūl Ңijjah yang paling utama sebab Nabi Saw telah menyebut bulan Muharram sebagai "Bulan Allah". Penyandaran kepada kemuliaannya, karena Allah tidak akan menisbahkan sesuatu kepada żat-Nya kecuali yang istimewa dari makhluk-makhluk-Nya.14
12
Ibid, hlm. 24. Ibid, hlm. 25. 14 Ibid, hlm. 26. 13
7
Untuk mengetahui keutamaan bulan haram diperlukan penggalian melalui berbagai sumber, seperti al-Hadiś, al-Qur’an maupun dari berbagai Tafsīr. Salah satu Tafsīr yang dapat dijadikan sebagai sumber penggalian mengenai keutamaan bulan haram yaitu Tafsīr al-Azhar karya Hamka. Tafsīr al-Azhar pertama kali diterbitkan oleh penerbit Pembimbing masa pimpinan H. Mahmud. Dalam penerbitan ini hanya merampungkan juz pertama sampai juz keempat. Setelah itu diterbitkan juz 30 dan juz 15 sampai juz 29 dengan penerbit yang berbeda yakni Pustaka Islam, Surabaya. dan pada akhirnya juz 5 sampai dengan juz 14 diterbitkan dengan penerbit yang berbeda pula yakni Yayasan Nurul Islam, Jakarta.15 Ditinjau dari metode yang digunakan oleh penulis Tafsīr al-Azhar sebagai karya manumental dari Hamka yang sampai saat ini tetap dipakai dan menjadi rujukan penting dalam memahami ayat-ayat al-Qur’an. Dilihat dari metode
penafsiran
yang
dipakai,
Tafsīr
ini
menggunakan
metode tahlīlī sebagai pisau analisinya, terbukti ketika menafsirkan surat alFātihah ia membutuhkan sekitar 24 halaman untuk mengungkapkan maksud dan kandungan dari surat tersebut. Berbagai macam kaidah-kaidah penafsiran dari mulai penjelasan kosa kata, asbāb an-Nuzūl ayat, munāsabah ayat, berbagai macam riwayat hadīś, dan yang lainnya semua itu disajikan oleh Hamka dengan cukup apik, lengkap dan mendetail.16 asbāb an-Nuzūl
15
Hamka, “Mensyukuri Tafsīr al-Azhar” (Majalah Panji Masyarakat, No. 317), hlm. 39, dalam Kiki Muhamad Hakiki, Potret Tafsīr al-Qur’an di Indonesia; Studi Naskah Tafsīr al-Azhar Karya Hamka, Jurnal al-Dzikra Vol. 5 No. 9 ISSN 1978-0893 (Juli – Desember, 2011), hlm. 1 16 Ibid, hlm. 1
8
Tafsīr al-Azhar dapat dipergunakan sebagai bahan penggalian keutamaan bulan-bulan haram, mengingat Tafsīr al-Azhar merupakan Tafsīr yang mudah dipahami. Selain
itu
Tafsīr
al-Azhar
mempunyai
dibandingkan Tafsīr yang lain. Kelebihan tersebut
kelebihan-kelebihan antara lain penafsiran
Hamka terhadap ayat-ayat al-Qur’an dilakukannya melalui berbagai pendekatan. Akan tetapi dari berbagai pendekatan tersebut maka yang paling menonjol adalah pendekatan sejarah yang kemudian dipadukannya dengan sosio kultural. Oleh karena itu, ketika Hamka menceritakan peristiwa sejarah maka kadang-kadang dikaitkannya pula dengan kondisi yang sedang dihadapi oleh masyarakat Indonesia berkaitan dengan hal tersebut
maka penulisan ini menggunakan Tafsīr al-Azhar dalam
membahas bulan-bulan haram dan keutamaannya. Dari pemaparan diatas maka sangat penting upaya untuk menggali bagaimanakah perspektif yang sebenarnya dari Tafsīr al-Azhar tentang makna bulan-bulan haram, hal ini dikarenakan pembahasan dalam Tafsīr al-Azhar tentang bulan-bulan haram untuk menjaga kesucian tanah haram, masjid, serta rumah yang dimuliakan oleh Allah. Juga cara dalam menghadapinya untuk mendapat tujuan agar seseorang tidak salah pengertian tentang penghitungan bulan bahwa bulan tidak bertambah dan berkurang. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka penulis akan membahas lebih lanjut tentang bulan-bulan yang dimuliakan Allah dalam Tafsīr al-Azhar,
9
dalam sebuah Skripsi dengan judul "Rahasia Keutamaan Bulan-Bulan Haram Dalam Tafsīr al-Azhar (Karya Hamka)” B. Rumusan Masalah Permasalahan yang dapat dirumuskan dalam penulisan ini yaitu: 1. Bagaimana keutamaan bulan-bulan haram menurut Tafsīr al-Azhar ? 2. Dalil-dalil apa saja dalam Tafsīr al-Azhar mengenai keutamaan bulanbulan haram ? C. Tujuan Penelitian Tujuan yang hendak dicapai dalam skripsi ini yaitu: 1. Untuk mengetahui keutamaan bulan-bulan haram menurut Tafsīr al-Azhar. 2. Untuk mengetahui dalil-dalil yang digunakan dalam Tafsīr al-Azhar dengan menjelaskan keutamaan bulan-bulan haram. D. Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai: 1. Kegunaan Akademis Bahan informasi kepada masyarakat muslimin bahwa banyak sekali kandungan al-Qur’an dan hadīś yang berisikan perintah kepada umat Islam untuk mengetahui keuatamaan bulan-bulan haram, baik secara tersurat, maupun tersirat. 2. Kegunaan Praktis Hasil penelitian tentang keuatamaan bulan-bulan haram menurut Tafsīr al-Azhar dapat dipergunakan sebagai pedoman dalam melakukan ibadah bagi masyarakat.
10
E. Tinjauan Pustaka Penelitian tentang keutamaan bulan-bulan haram belum banyak dilakukan, namun ada beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian keutamaan bulan haram. Penelitian tersebut dapat dijadikan referensi dalam penelitian ini. Untuk itu penulisan ini berpedoman kepada literatur-literatur baik penunjang sebagai literatur pokok, maupun merujuk pada buku-buku yang membahas mengenai Rahasia Keutamaan Bulan-bulan Haram. Pertama penulis dalam Skripsi Nikmatul Azizah (STAIN Pekalongan) yang berjudul Akurasi Hasil Hisab Tinggi Hilal Sistem Nurul Anwar Dalam Penetapan Awal Bulan Qamariyah, yang menjelaskan tentang ilmu ukur segitiga bola dengan sistem perhitungannya tidak lagi menggunakan buruj melainkan dengan derajat. Hasil penelitian tersebut yaitu sistem Nurul Anwar lebih akurat dalam menentukan awal bulan Qamariyah terutama pada awal Ramadān
dibandingkan
sistem
Syamsul
Hilal.
Faktor-faktor
yang
menyebabkan terjadinya perbedaan hasil dari kedua sistem tersebut karena disebabkan oleh cara atau rumus-rumus dan data-data yang dipakai oleh kedua sistem serta menentukan terjadinya Ijtima’ dan Irtifa’. 17 Kedua penulis dalam skripsi Samsul Abidin (UIN Jogjakarta) yang berjudul Arba’atun Hurum Dalam al-Qur’an yang menjelaskan tentang kesucian arba’atun hurum. Hasil penelitiannya yaitu Arba'atun Hurum adalah empat bulan yang dimuliakan yaitu, bulan Żūl Qa’dah, bulan Żūl Ңijjah, bulan Muharram dan bulan Rajab. Dari hasil penelitian, peneliti menemukan apa 17
Nikmatul Azizah, Akurasi Hasil Hisab Tinggi Hilal Sistem Nurul Anwar Dalam Penetapan Awal Bulan Qamariyah, Skripsi, (STAIN: Pekalongan, 2002), hlm. 10.
11
yang melatarbelakangi sehingga keempat bulan tersebut memiliki setatus dimuliakan. Semisal bulan Żūl Qa’dah merupakan salah satu bulan Haji, Bulan Żūl Ңijjah seluruh manasik haji dilakukan pada bulan ini, Bulan Muharram disunahkannya puasa Asyura, bulan Rajab terdapat peristiwa yang bersejarah yaitu peristiwa Isra' dan Mi'rajnya Nabi Muhammad s.a.w. 18 Ketiga penulis pada skripsi Suparmi (IAIN Walisongo Semarang) yang berjudul Rahasia Dibalik Empat Bulan Yang Dimuliakan Allah dalam Tafsīr al-Qur’an. Hasil penelitiannya yaitu Allah Swt telah memberikan keutamaan pada empat bulan haram yang mana keutamaan-keutamaan ini tidak diberikan pada bulan-bulan yang lain. Walaupun pada dasarnya bahwa semua bulan adalah baik dan ada keutamaan-keutamaan tersendiri, namun empat bulan haram adalah bulan dimana Allah sangat mengutamakan, sehingga siapa yang dapat menggunakan waktunya dengan baik pada bulan haram niscaya Allah akan memberikan tempat yang baik disisinya hal ini dikarenakan Allah telah memerintahkan pada kita untuk menjalankan ibadah. Ibadah adalah prinsip pertama yang diturunkan Allah di dalam kitab-kitab-Nya, mengutus para Rasul-Nya untuk menyeru umat manusia supaya beribadah, mengingatkan mereka pada ibadah saat mereka lupa atau mereka tersesat, ibadah mencapai segala bentuk kegiatan (perbuatan dan perkataan) yang dilakukan oleh setiap muslim dengan tujuan untuk mencari keridhaan Allah.19 Berdasarkan uraian tersebut di atas mengupas tentang rahasia keutamaan bulan-bulan haram dalam Tafsīr al-Azhar. Perbedaan penelitian ini 18 19
Samsul Abidin, Arba’atun Hurum Dalam al-Qur’an, (Jogjakarta: UIN, 2001), hlm. 10. Suparmi, Rahasia Dibalik Empat Bulan Yang Dimuliakan Allah dalam Tafsīr al-Qur’an, Skripsi, (IAIN Walisongo: Semarang, 2007).
12
dengan penelitian terdahulu yakni penelitian ini khusus membahas rahasia keutamaan bulan-bulan haram dalam Tafsīr al-Azhar, sedangkan penelitianpenelitian terdahulu hanya membahas rahasia keutamaan bulan-bulan haram secara umum menurut pendapat para mufasir selain Hamka. F. Kerangka Teori Menurut Hamzah dalam Tafsīr Mufradat bulan haram disebut sebagai asy-Syahur al-Haram yaitu bulan yang di dalamnya haram melakukan peperangan. Dalam konteks ini adalah bulan Rajab. Bulan-bulan haram (alAsyhur al-Hurum) dalam Islam adalah Rajab, Żūl Qa’dah, Żūl Ңijjah dan Muharram.20 Diantara keutamaan yang telah Allah turunkan pada bulan-bulan haram ini, dilipatgandakannya ganjaran dan balasan bagi seorang yang mengerjakan amalan shalih, sehingga seorang hamba akan bersemangat untuk terus berada di tengah-tengah amalan kebaikan. Begitu pula, ketika perbuatan dosa dan kemaksiatan menjadi lebih besar dihadapan Allah, maka akan mengantarkan dirinya kepada kekhawatiran dan ketakutan dari melakukan hal tersebut, karena akan adanya siksaan dari Allah ta'ala kelak di hari akhir, yang akan menjadikan dia selalu berusaha untuk menjauh dari perbuatan-perbuatan keji tersebut. Oleh karena itu, keutamaan ini akan menjadikan dirinya untuk selalu berusaha meraih keutamaan yang banyak dengan menjalankan keta'atan-keta'atan pada Allah dan menghindari seluruh keburukan dengan menjauhkan dirinya dari perbuatan dosa dan kemaksiatan serta melatih dirinya
20
Hamzah, Tafsīr Maudhu’i al-Muntaha, Jilid I (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2004), hlm. 240
13
agar menjadi pribadi muslim yang selalu memegang teguh konsekwnsi keimanan dia kepada Allah dan Rasul-Nya.Yang mana perkara ini akan mengantarkan dirinya kepada puncak kemuliaan, yaitu tatkala ia diselamatkan oleh Allah ta'ala dari siksaan api Neraka dan dimasukkan ke dalam syurgaNya. Salah satu keutamaan amal shalih dalam bulan haram yaitu berpuasa. Adapun bulan haram yang paling utama untuk menjalankan puasa adalah bulan Muharram. Hadīś sahih menyebutkan, “Seutama-utama puasa setelah Ramadān adalah puasa di bulan Muharram. Dan seutama-utama shalat setelah shalat fardlu adalah shalat malam.21 Penafsiran Hamka terhadap ayat-ayat al-Qur’an dilakukannya melalui berbagai pendekatan. Akan tetapi dari berbagai pendekatan tersebut maka yang paling menonjol adalah pendekatan sejarah yang kemudian dipadukannya dengan sosio kultural. Oleh karena itu, ketika Hamka menceritakan peristiwa sejarah maka kadang-kadang dikaitkannya pula dengan kondisi yang sedang dihadapi oleh masyarakat Indonesia berkaitan dengan hal tersebut maka penulisan ini menggunakan Tafsīr alAzhar dalam membahas bulan-bulan haram dan keutamaannya. G. Metode Penelitian Penulisan ini, nantinya digunakan beberapa metode sebagai berikut: 1. Metode Pengumpulan Data
21
Yusuf Qardawi, Tirulah Puasa Nabi: Resep Illahi Agar Sehat Rohani Jasmani, (Jakarta: PT. Mizan Pustaka, 2011), hlm. 217
14
Penelitian ini termasuk jenis penelitian (Library research) dan merupakan jenis penelitian kualitatif dengan kajian pustaka. Yakni dengan cara membaca, menuliskan, mengedit, mengklarifikasikan, mereduksi, dan menyajikan data.22 Data diambil dari berbagai sumber tertulis, sumber yang dimaksud adalah berupa buku-buku, bahan-bahan dokumentasi dan sebagainya. Teknik pengumpulan data penelitian ini menggunakan metode dokumentasi. Metode dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data dengan menelaah sumber-sumber tertulis seperti literatur maupun dokumen-dokumen. Literatur atau dokumen sebagai sumber data utama penelitian yaitu Tafsīr al-Azhar. Adapun langkah-langkah pengumpulan data dengan menggunakan metode dokumentasi dengan teknik maudu’i, dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut: a. Menentukan tema yang akan dibahas, yaitu keutamaan bulan haram dalam Tafsīr al-Azhar karya Hamka. b. Mengumpulkan ayat-ayat dan penafsirannya dalam Tafsīr al-Azhar karya Hamka yang mempunyai keterkaitan dengan bulan-bulan haram. c. Menyusun ayat sesuai dengan masa turunnya ayat, yaitu Makkiyah dan Madaniyah. d. Menganalisis ayat-ayat dan penafsirannya dalam Tafsīr al-Azhar karya Hamka yang mempunyai keterkaitan dengan bulan-bulan haram.
22
Hadari Nawawi, Metodologi penelitian Sosial, (Yogyakarta: Gajah Mada, 1991), hlm. 30.
15
e. Mengklasifikasikan ayat-ayat dan penafsirannya dalam Tafsīr al-Azhar karya Hamka secara sistematis. f. Menyimpulkan data Tafsīr al-Azhar karya Hamka yang mempunyai keterkaitan dengan bulan-bulan haram.23 2. Sumber data a. Sumber data primer, disini yang menjadi sumber data primer adalah Tafsīr al-Azhar karya Hamka. b. Sumber data sekunder, yaitu sember-sumber yang berupa buku-buku dan kitab-kitab lainnya yang menunjang dan relevan. 3. Analisis Data Untuk menganalisis data yang terkumpul, penulis menggunakan analisis kualitatif dengan menggunakan metode analisis isi (content analysis) yakni menganalisis makna yang terkandung pada gagasan Tafsīr al-Azhar berkaitan dengan ayat-ayat tentang bulan-bulan haram. Dan deskripsi analisis yakni menguraikan secara lengkap dan teratur juga seteliti mungkin keutamaan bulan-bulan haram dalam Tafsīr al-Azhar. H. Sistematika Penulisan Pelaporan yang disusun pada akhir penelitian ini adalah sebuah penelitian dalam bentuk skripsi, dengan sistematika sebagai berikut: Bab pertama pendahuluan, bab ini berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitan, tinjauan pustaka, kerangka berfikir, metode penelitan, sistematka penulisan. 23
Abdul al-Hayy al-Farmawy, Metode Tafsir Maudhu'.i, terj. Suryan A. Jamrah, (Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1994), hlm. 35-36
16
Bab kedua berisi penafsiran tentang bulan-bulan haram meliputi pengertian bulan haram, keutamaan bulan-bulan haram, pandangan ulama tentang keutamaan bulan-bulan haram. Bab ketiga berisi tentang keutamaan bulan-bulan haram dalam Tafsīr al-Azhar terdiri dari biografi Hamka, pendidikan Hamka, perjalanan ke jawa, karya-karya Hamka, kelebihan Tafsīr al-Azhar, kelemahan Tafsīr al-Azhar, metode Tafsīr al-Azhar. keutamaan bulan-bulan haram menurut Tafsīr alAzhar, dalil-dalil apa saja dalam Tafsīr al-Azhar. Bab keempat analisis berisi tentang analisis terhadap keutmaan bulanbulan haram dalam Tafsīr al-Azhar, Perbandingan Tafsīr Mengenai Bulan Bulan Haram. Bab kelima penutup laporan ini berisi ulasan penyimpulan yang dilaksanakan terhadap analisis, serta berisi saran harapan dari penulis.