BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam ajaran Islam, perkawinan memang disyariatkan secara lengkap dan mulia.Manusia hanya menjalankan perintah perkawinan yang lengkap serta mulia itu dengan baik dan benar. Suatu perkawinan dalam Islam dipandang sempurna apabila suami istri mampu membentuk kehidupan rumah tangga yang harmonis, bahagia dan sejahtera baik lahir maupun batin atau dengan kata lain dapat mewujudkan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah. Salah satu ajaran yang penting dalam Islam adalah perkawinan.Begitu pentingya ajaran tentang perkawinan tersebut sehingga dalam Al – Qur’an terdapat sejumlah ayat baik secara langsung maupun tidak langsung berbicara mengenai masalah perkawinan dimaksud. Dengan perkawinan diharapkan akan menciptakan pergaulan laki – laki dan perempuan menjadi terhormat 1, interaksi hidup berumah tangga dalam suasana damai, tentram dan rasa kasih sayang antara anggota keluarga, yang semuanya bermuara pada harmonisasi keluarga. 2
1
Abd. Nasr Taufik Al-Athar, Saat Anda Meminang, Terjemahan Abu Syarifah dan Afifah, (Jakarta : Pustaka Azam, 2000), hal. 5. 2 Ahmad Azhar Basyir, Hukum Perceraian Islam, (Yogyakarta : Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, 1995), hal.1.
Universitas Sumatera Utara
Didalam Hadist, Rasulullah bersabda yang artinya “Nikah itu adalah sunnahku, barang siapa yang benci kepada sunnahku bukanlah termasuk ummatku“ (Hadist Riwaya Bukhari) 3 Perkawinan dalam bahasa Arab disebut dengan al-nikah yang bermakna alwathi’ dan al-dammu wa al- tadakhul. Terkadang juga disebut dengan al-dammu wa al-jam’u , atau ‘ibarat ‘an al-wath’ wa al-‘aqdyang bermakna bersetubuh, berkumpul dan akad. 4Beranjak dari makna etimologis inilah para ulama fikih mendefinisikan perkawinan dalam konteks hubungan biologis. 5 Nikah artinya perkawinan, sedangkan aqad artinya perjanjian.Jadi akad nikah berarti perjanjian suci untuk mengikatkan diri dalam perkawinan antara seorang wanita dengan seorang pria membentuk keluarga bahagia dan kekal (abadi). 6 Di dalam Pasal 2 Kompilasi Hukum Islam diungkapan bahwa perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan atau akad yang sangat kuat atau mitsaqan galidzan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakanya merupakan ibadah.Perkawinan merupakan salah satu perintah agama kepada yang mampu untuk segera
3 4
hal. 40.
Djamaan Nur, Fiqih Munakahat, (Semarang : Dina Utama,1993), hal. 7. Wahbah al-Zuhaily, al-Fiqh al-Islami Wa Asillatuhu, Juz VII, (Damsyiq; Dar al-Fikr,1989),
5
Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia (Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam dan Fikih, UU No 1/ 1974 sampai KHI), (Jakarta : Kencana, 2004), hal. 40. 6 Mohd. Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam (Suatu Analisis dari Undang –Undang No. 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam), Cetakan ke – 5, (Jakarta : Bumi Aksara, 2004), hal.,1
Universitas Sumatera Utara
melaksanakannya. Karena perkawinan dapat mengurangi kemaksiatan, baik dalam bentuk penglihatan maupun dalam bentuk perzinahan. 7 Sebagaimana tersirat dalam Al – Qur’an surat Ar - Ruum ayat 21 yaitu :
َﻭ ِﻣﻥْ ﺁ َﻳﺎ ِﺗ ِﻪ َﺧ َﻠ َﻘﺄَﻥْ ﻟَ ُﻛ ْﻡ ﺳِ ُﻛﻣْ ِﻣﻥْ ﺃَ ْﻧﻔُ ﺃَ ْﺯ َﻭﺍﺟً ﺎ ﻟِ َﺗﺳْ ُﻛ ُﻧﻭﺍ ﺇِﻟَ ْﻳ َﻬﺎ َﻭ َﺟ َﻌ َﻝ َﺑ ْﻳ َﻧ ُﻛ ْﻡ ٍ َﻣ َﻭ ﱠﺩ ًﺓ َﻭ َﺭﺣْ َﻣ ًﺔ ۚ◌ ﺇِﻥﱠ ٰ َﺫﻟِ َﻛﻔِﻲ ﻟِ َﻘ ْﻭﻣ ٍَﻶ َﻳﺎ ُﻭﻥ َ ﺕ َﻳ َﺗ َﻔ ﱠﻛﺭ Artinya : “Dan diantara tanda – tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri–istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar – benar terdapat tanda – tanda bagi kamu yang berfikir" 8 Ayat tersebut diatas sangat relevan denga tujuan perkawinan yang menyebutkan bahwa tujuan sebuah perkawinan adalah untuk mewujudkan keluarga sakinah, mawaddah dan rahmah. 9Tujuan Perkawinan ialah menurut perintah Allah untuk memperoleh keturunan yang sah dalam masyarakat, dengan mendirikan rumah tangga yang damai dan teratur. 10 Tujuan perkawinana menurut Pasal 1 Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan adalah untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 7 8
Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia,(Jakarta :Sinar Grafika, 2006), hal. 7. Departemen Agama RI. Al – Qur’an dan Terjemahannya, (Semarang :Toha Putra,1989),
hal.6 44.
9
Departemen agama RI., Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, (Bandung : Fokusmedia, 2010), hal.7. 10 Mohd. Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam (Suatu Analisis dari Undang – Undang No. 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam), Op. cit, hal. 26.
Universitas Sumatera Utara
Iman Jauhari mengemukakan bahwa “Suatu perkawinan tidak hanya didasarkan pada ikatan lahir saja atau ikatan batin saja, tetapi merupakan perwujudan ikatan lahir dan batin, Ikatan lahir tercermin adanya akad nikah, sedangkan ikatan batin adanya perasaan saling mencintai dari kedua belah pihak”. 11 Prinsip hukum perkawinan bersumber dari Al–Qur’an dan Al-Hadis, yang kemudian dituangkan dalam garis – garis hukum melalui Undang – Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam Tahun 1991 mengandung 7 asas hukum, yaitu : 1. 2.
3. 4.
5. 6. 7.
Asas membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Asas kebsahan perkawinan didasarkan pada hukum agama dan kepercayaan bagi pihak yang melaksanakan perkawinan, dan harus dicatat oleh petugas yang berwenang. Asas monogami terbuka. Asas calon suami dan calon istri telah matang jiwa raganya dapat melangsungkan perkawinan, agar mewujudkan tujuan perkawinan secara baik dan mendapat keturunan yang baik dan sehat, sehingga tidak berfikir kepada perceraian. Asas mempersulit terjadinya perceraian. Asas keseimbangan hak dan kewajiban antara suami dan istri, Asas pencatatan perkawinan. 12 Keabsahan perkawinan diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Undang – Undang
Perkawinan, Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing – masing agamanya dan kepercayaannya itu. 13Ayat (2) mengunkapkan, Tiap – tiap
11
Iman Jauhari, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam Keluarga Poligami,(Jakarta : Pustaka Bangsa, 2003), hal. 3. 12 Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia,(Jakarta :Sinar Grafika, 2006), hal. 7. 13 Hasbullah Bakry, Op. Cit, hal. 3.
Universitas Sumatera Utara
perkawinan dicatat menurut peraturan perundang – undangan yang berlaku. 14Oleh karena itu pencatat perkawinan merupakan syarat administratif. Pada pasal 4 Kompilasi Hukum Islam dijelaskan, Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum islam sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Perkawinan merupakan peristiwa penting dalam kehidupan manusia yang menimbulkan akibat hukum baik terhadap hubungan antara calon suami istri yang melangsungkan perkawinan itu sendiri, maupun dengan pihak keluarga dan anak yang lahir dari perkawinan tersebut. Apabila dari perkawinan tersebut dilahirkan anak–anak, maka timbul hubungan hukum antara anak dengan orang tuanya. Dengan demikian, lahirnya anak dalam perkawinan menimbulkan kewajiban orang tua, antara tanggung jawab untuk memelihara dan mendidik anak – anaknya sampai mereka dewasa dan mandiri. Beragamnya kepentingan antar manusia dapat terpenuhi secara damai, tetapi juga menimbulkan konflik jika tata cara pemenuhan kepentingan tersebut dilakukan tanpa ada keseimbangan sehingga akan melanggar hak – hak orang lain. 15 Kuat lemahnya perkawinan yang ditegakkan dan dibina oleh suami istri tersebut sangat tergantung pada kehendak dan niat suami istri yang melaksanakan perkawinan tersebut.Oleh karena itu, dalam suatu perkawinan diperlukan adanya
14 15
Ibid SP. Wasis, Pengantar Ilmu Hukum, Cetakan ke – 1,(Malang : UMM Press, 2002), hal.7.
Universitas Sumatera Utara
cinta lahir batin anatara pasangan suami istri tersebut.Perkawinan yang dibangun dengan cinta yang semu (tidak lahir batin), maka perkawinan yang demikian itu biasanya tidak berumur lama dan berakhir dengan suatu peceraian. 16Apabila perkawinan sudah berakhir dengan suatu perceraian maka yang menanggung akibatnya adalah seluruh keluarga yang biasanya sangat memprihatinkan. 17 Di dalam perkawinan terkadang terjadi perselisihan antara suami istri yang menimbulakan permusuhan, menanam bibit kebencian antar keduanya atau terhadap kaum kerabat mereka, walaupun berbagai usaha dan upaya telah dikerahkan ke arah perdamaian namun tidak mendapat jalan ke arah itu, sehingga tidak ada jalan lain, sedangkan ikhtiar untuk pedamaian tidak dapat disambung lagi, maka perceraian itulah jalan satu – satunya yang menjadi pemisah antara mereka. 18 Dalam agama Islam perceraian merupakan perbuatan halal yang paling dibenci oleh Allah. Dibolehkan bercerai mengingat apabila dengan mempertahankan perkawinan itu akan lebih besar mudharatnya dari pada manfaatnya. Berdasarkan hadist Nabi Muhammad Saw, yang artinya :
16
Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam DiIndonesia, Cetakan ke-2, (Jakarta: Kencana, 2008), hal. 1 17 Ibid, hal. 2. 18 Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, Cetakan ke – 38, (Bandung : Sinar Baru Algensindo, 2005), hal.,401.
Universitas Sumatera Utara
“Dari Ibnu Umar. Ia berkata bahwa Rasullah Saw, telah bersabda “Sesuatu yang halal yang amat dibenci Allah ialah talak” (Riwayat Abu Dawud dan Ibnu Majah). 19 Bagi seorang muslim perceraian dilakukan dengan mengajukan permohonan cerai kepada Pengadilan Agama, sedangkan bagi orang non muslim mengajukan permohonan perceraian kepada Pengadilan Negeri. Dalam memutuskan apakah akan mengabulkan permohonan cerai atau tidak, pengadilan akan mengumpulkan bukti sebanyak – banyaknya agar keputusan yang diambil benar – benar yang terbaik. Perceraian dilakukan melalui lembaga pengadilan bertujuan untuk menghindari tindakan sewenang – wenang terutama dari pihak suami dan juga demi kepastian hukum maka perceraian harus melalui lembaga pengadilan. Seperti yang terdapat di dalam pasal 39 ayat (1) Undang – Undang Perkawinan, Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak. 20 Kendatipun dalam Fiqih Islam tidak menentukan kalau perceraian itu harus melalui sidang pengadilan, seperti yang tertuang dalam Kompilasi Hukum Islam namun karena lebih banyak manfaat yang didapat oleh kedua belah pihak, maka sudah sepantasnya umat islam mengikuti ketentuan perceraian harus dilakukan didepan pengadilan.
19 20
Ibid, hal. 402. Hasbullah Bakry, Op.it, hal.13.
Universitas Sumatera Utara
Perceraian adalah melepaskan ikatan perkawinan dengan putusan hakim, atau tuntutan
salah
satu
pihak
dalam
perkawinan
itu.
Undang–undang
tidak
memperbolehkan perceraian dengan pemufakatan saja antara suami dan istri, tetapi harus ada alasan yang sah. Didalam masyarakat Indonesia saat ini banyak ditemukan kasus perceraian dengan berbagai macam alasan yang dapat mengakibatkan hubungan suami istri tersebut berakhir dengan perceraian. Menurut pendapat M. Said dalam bukunya yang berjudul Hukum Nikah Thalak Ruju’ (NTR) bahwa macammacam perceraian yaitu : 21 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Thalak Fasakh Khuluk Ila’ Syiqaq Li’an Dalam perkembangannya, perceraian dalam sebuah perkawinan tidak dapat
dihindari, alasan pengajuan perceraian sangat beragam seperti adanya perbedaan pandangan mengenai kewajiban suami istri dalam rumah tangga, seringnya istri ditinggal suami atau sebaliknya istri pergi meninggalkan suami tanpa ada izin, salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman lebih berat lagi setelah perkawinan berlangsung, perubahan peran antara suami dan istri, dan adanya pertengkaran dan konflik yang berkepanjangan sehingga tidak mungkin lagi
21
Hasballah Thaib dan Marahalim Harahap, Hukum Keluarga dalam Syariat Islam, (Medan : Universitas Al Azhar, 2010), hal., 145.
Universitas Sumatera Utara
kerukunan dan kebahagiaan rumah tangga itu dapat dipertahankan serta masuknya orang ketiga dalam kehidupan suami dan istri yang mengakibatkan perselingkuhan. Perselingkuhan atau adanya orang ketiga merupakan salah satu penyebab terjadinya perceraian antara suami istri, dimana perselingkuhan sering terjadi karena berbagai alasan yang dapat dibenarkan oleh pasangan yang berselingkuh dan berakhir dengan perceraian, namun tuduhan perselingkuhan yang dilakukan oleh suami terhadap istri dan keragu – raguan suami terhadap anak yang berada didalam kandungan istrinya tersebut merupakan suatu tindakan yang kejam dan sangat berbahaya bagi masa depan ibu dan anak yang berada didalam kandungannya. Dengan keragu – raguan bahwa istrinya tersebut berbuat tidak jujur dan anak yang dilahirkan oleh istrinya bukan berasal dari benihnya melainkan berasal dari hubungannya dengan laki – laki lain, maka tidak ada sebuah tanggung jawab moral maupun materiil yang dibebankan kepada suami atas istrinya tersebut dan kepada anak yang berada didalam kandungannya. Sehingga perceraian yang terjadi diantara suami dan istri tersebut membawa kepada li’an dan anak li’an tidak memiliki hak atas harta ayahnya. 22 Menurut Hukum Islam seorang anak adalah tidak berdosa dan wajib diberi perlindungan dan pentingnya dilakukan perlindungan terhadap perempuan sebagai kaum yang lemah, terkait tentang perlindungan anak pemerintah telah mengeluarkan Undang – Undang No.23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak.
22
Iman Jauhari, Hak-Hak Anak dalam Hukum Islam, (Jakarta: Pustaka Bangsa), hal.14.
Universitas Sumatera Utara
Sebagai contoh kasus dapat dilihat pada putusa Pengadilan Agama Nomor: 0609/Pdt.G/2010/PA. Slawi dimana antara suami istri yaitu S BIN R (suami) sebagai Pemohon berlawanan dengan S BINTI SR (istri) sebagai Termohon, bahwa Pemohon menuduh Termohon telah melakukan perselingkuhan atau berselingkuh dengan orang lain dan membuahkan satu orang anak yakni anak ketiga dan Pemohon atau suami menyatakan bersedia untuk mengangkat sumpah dihadapan sidang Pengadilan Agama Slawi, selanjutnya Termohon atau istri menolak tuduhan Pemohon atau suami dengan mengangkat sumpah sebagai penolakan dari tuduhan yang dilakukan suaminya dan anak ketiga yang ditolak oleh Pemohon adalah hasil dari hubungan antara Pemohon dan Termohon bukan anak dari hasil perselingkuhan seperti yang dituduhkan oleh Pemohon terhadap Termohon dan Termohon bersedia mengangkat sumpahdihadapan sidang Pengadilan Agama Slawi. Pemohon dan Termohon mengangkat sumpah li’an berdasarkan penetapan Majelis Hakim. 23 Sehingga Majelis Hakim menetapkan mengalihkan proses perkara ini dari permohonan cerai menjadi perkara li’an. 24 Dalam sejarah dicatat sahabat Rasulullah SAW, Hilal bin Umayyah melakukan li’an dengan istrinya dan Uwaimarah al-Ujlani dengan istrinya, melakukan perceraian dengan carali’an berdasarkan petunjuk dari Rasulullah yang bersumber dari ayat – ayat Al-Qur’an yang dilakukan dihadapan beberapa orangorang yang beriman.Tentang kapan terjadi li’an, sebagai mana para ahli Fiqih Islam 23
Putusan P.A Slawi No. 0609/Pdt.G/2010/P.A.Slawi. Ibid
24
Universitas Sumatera Utara
mengatakan sejak selesainya pengucapan li’an antara suami dan istri, maka sejak itu pula suami dan istri tersebut harus dipisahkan.Didalam Kompilasi Hukum Islam pasal 126 li’an terjadi karena suami menuduh istri berbuat zina dan atau mengingkari anak dalam kandungan atau yang sudah lahir dari istrinya, sedangkn istri menolak tuduhan dan atau pengingkaran tersebut. 25 Dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 128 menyebutkan li’an hanya sah apabila dilakukan dihadapan sidang Pengadilan Agama. 26 Berdasarkan latar belakang tersebut, maka tertarik untuk dilakukan penelitian dengan judul PERCERAIAN KARENA LI’AN DAN AKIBAT HUKUM DALAM PERSPEKTIF FIQIH ISLAM DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana prosedur perceraian karena li’an menurut Fiqih Islam dan Kompilasi Hukum Islam ? 2. Bagaimana akibat hukum dari perceraian yang disebabkan li’an dalam perspektif Fiqih Islam dan Kompilasi Hukum Islam? 3. Bagaimana perlindungan hukum yang diberikan kepada istri dan anak akibat perceraian yang disebabkan oleh li’an?
25
Departemen agama RI., Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, (Bandung : Fokusmedia, 2010), hal.40. 26 Ibid, hal., 41
Universitas Sumatera Utara
C. Tujuan Penelitian Sehubungan dengan permasalahan tersebut diatas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan tesis ini adalah : 1. Untuk mengetahui dan menganalisis prosedur percerian karena li’an menurut Fiqih Islam dan Kompulasi Hukum Islam. 2. Untuk mengetahui dan menganalisis akibat hukum dari perceraian yang disebabkan karena li’an dalam prespektif Fiqih Islam dan Kompilasi Hukum Islam. 3. Untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana perlindungan hukum yang diberikan kepada istri dan anak akibat perceraian yang disebabkan oleh li’an.
D. Manfaat Penelitian Dari pembahasan permasalahan, kegiatan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis yaitu : 1. Secara Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam bentuk sumbang pemikiran untuk penelitian lanjutan, baik sebagai bahan awal maupun sebagai bahan perbandingan untuk penelitian yang lebih luas yang berhubungan dengan perceraian akibat li’an dalam persfektif Fiqih Islam dan Kompilasi Hukum Islam.
Universitas Sumatera Utara
2. Secara Praktis Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan khasanah pengetahuan dibidang hukum terkait persoalan perceraian terutama perceraian yang dilakukan karena li’an dan akibat hukumnya serta pemahaman yang lebih tentang proses perceraian yang diambil dalam menyelesaikan masalah perceraian. E. Keaslian Penelitian Berdasarkan hasil penelusuran sementara yang telah dilakukan pada perpustakaan di lingkungan Universitas Sumatera Utara dan Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, belum ada penelitian yang dilakukan dengan judul “Perceraian Karena Li’an dan Akibat Hukum dalam Perspektif Fiqih Islam dan Kompilasi Hukum Islam”. Akan tetapi ada beberapa penelitian yang menyangkut perceraian diantaranya : 1. Penelitian dengan judul “Tinjauan Yuridis terhadap kewarisan anak li’an dalam perspektif
Hukum
Islam
(Studi
Putusan
Pengadilan
Agama
Nomor
1595/PDT.G/PA Sidoarjo)” oleh Astari Priardhyni, Nim. 107011072
Universitas Sumatera Utara
F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori Teori menguraikan jalan pikiran menurut kerangka yang logis artinya mendudukkan masalah penelitian yang telah dirumuskan di dalam kerangka teoritis yang relevan, yang mampu menerangkan masalah tersebut. 27Teori merupakan pengetahuan ilmiah yang mencakup penjelasan mengenai sesuatu sektor tertentu dari sebuah disiplin ilmiah. 28Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis si penulis mengenai suatu kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis. 29Oleh karena itu teori itu bukanlah pengetahuan yang sudah pasti, tetapi harus dianggap sebagai petunjuk analisis dan hasil penelitian yang dilakukan. 30Alam dunia ilmu teori menempati kedudukan yang sangat penting, karena teori memberikan sarana untuk dapat merangkum serta memahami masalah yang dibicarakan secara lebih baik. Hal – hal semula yang tampak tersebar dan berdiri sendiri dapat disatukan dan ditunjukkan kaitannya satu sama lain secara lebih bermakna. Teori dengan demikian memberi penjelasan
dengan
cara
mengorganisasikan
dan
mensistematisasikan
yang
27
Made Wiratha, Pedoman Penulisan Usulan Penelitian, Skripsi dan Tesis, Edisi 1, (Yogyakarta : Andi, 2006), hal. 6. 28 Koentjaraningrat, Metode – Metode Penelitian Mss, Edisi ke – 3 ( Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 1997), hal. 21. 29 M.Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung : Mandar Maju, 1994), hal. 80. 30 Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1999), hal. 235.
Universitas Sumatera Utara
dibicarakan. 31Selanjutnya Soerjono Soekanto menyatakan kegunaan teori paling sedikit mencakup hal – hal : 1) Teori berguna untuk lebih mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta yang hendak diselidiki atau diuji kebenarannya. 2) Teori sangat berguna dalam mengembanagkan sistem klasifikasi fakta. Membina stuktur konsep serta memperkembangkan defenisi – defenisi. 3) Teori biasanya merupakan suatu ikhtisar dari pada hal – hal yang telah diketahui serta diuji kebenarannya yang menyangkut objek yang diteliti. 4) Teori memberikan kemungkinan pada prediksi fakta mendatang, oleh karena telah diketahui sebab – sebab terjadinya fakta tersebut dan mungkin fakta – fakta tersebut akan timbul lagi pada masa mendatang. 5) Teori memberikan petunuk – petunjuk terhadap kekurangan – kekurangan pada pengetahuan penelitian. 32 Dengan demikian apabila dikaitkan dengan judul penelitian ini, maka kerangka teori yang digunakan sebagai pisau analisis adalah “Teori Keadilan” yang didukung oleh “Teori Li’an”. Secara etimologis, al-adlu berarti “tidak berat sebelah, tidak memihak atau menyamakan sesuatudengan yang lain (al-musawah). Secara terminologi adil berarti “mempersamakan sesuatu dengan yang lain, baik dari segi nilai, maupun dari segi ukuran, sehingga sesuatu itu menjadi tidak berat sebelah, dan menjadi tidak berneda antara yang satu dengan yang lain. Adil juga berarti berpihak atau berpegang kepada kebenaran. 33 Dalam Al-Qur’an, keadilam dinyatakan dengan istilah “adl” dan “qist”, Pengertian adil didalam Al-Qur’an sering terkait dengan sikap seimbang dan 31
Khudzaifah Dimiyati, Teorisasi Hukum Studi Tentang Perkembangan Pemikiran Hukum di Indonesia, hal. 1945. 32 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : Universitas Indonesia, Ui Press, 1986), hal. 121. 33 Zamakhsyari, Teori-Teori Hukum Islam dalam Fiqih dan Ushul Fiqih, (Bandung : Citapustaka, 2013), hal. 95.
Universitas Sumatera Utara
menengahi. Dalam semangat moderasi dan toleransi, juga dinyatakan dengan istilah “wasath”
(pertengahan).“Wasath”
adalah
sikap
berkeseimbanganantara
dua
ekstrimitas serta realitas dalam memahami tabiat manusia, baik dengan menolak kemewahan maupun aksetisme yang berlebih. 34 Keadilan adalah kemauan yang bersifat tetap dan terus menerus untuk memberikan kepada setiap orang apa semestinya untuknya (unitilia est constans et perpetua vluntas ius suum euique tribuendi uipianus). 35 Menurut Muh. Alwy Al Maliki, “ keadilan ialah memenuhi hak seseorang sebagaimana mestinya tanpa membeda–bedakan siapakah yang harus menerima hak itu, dan bertindak terhadap yang salah sekedar kesalahannya tanpa berlebih–lebihan atau pandang bulu”. 36 Hukum mengatur kehidupan bersama agar dalam aktifitasnya sehari–hari di masyarakat bila timbul konflik–konflik dapat segera diatasi dengan berpegang kepada aturan hukum yang belaku. 37Sehingga kaedah hukum bertugas mengusahakan keseimbangan tantangan agar tujuannya tercapai, yaitu ketertiban masyarakat. 38 Jadi hukum disamping mengatur tingkah laku didalam masyarakat, hukum juga harus dapat menyelesaikan persoalan–persoalan yang telah terjadi didalam masyarakat, agar hukum dapat menyelesaikan persoalan masyarakat maka hukum harus mempunyai kewibawaan. Hukum akan wibawa, apabila hukum berlaku secara
34
Ibid, hal. 99. Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung : Alumni, 1986), hal. 49. 36 Muh. Alwy Al Maliki, Isan kamil (Muhammad SAW), (Bondosowo), hal.181. 37 Muchsin, Ikhtisan Materi Pokok Filsafathukum, (STIH “IBLAN), hal.18 38 Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum Sebuah Pengantar, (Yogyakarta : Liberty), 35
hal.11.
Universitas Sumatera Utara
yuridis, filosofis, dan sosiologis. Pertama bahwa hukum dipertahankan sesuai dengan syarat–syarat yuridis.Kedua bahwa hukum sesuai dengan pandangan hidup masyarakat dan yang ketiga bahwa hukum memang secara nyata dapat diperlakukan dan benar – benar berlaku didalam masyarakat. 39 Teori Keadilan dimaksud untuk menetukan jalan yang seadil- adilnya yang ditempuh oleh suami istri yang bercerai dengan cara li’an. Yang dikaji melalui keadilan hukum perkawinan nasional, maupun dikaji melalui keadilan hukum menurut Fiqih Islam yang dijalankan oleh masyarakat Islam dalam memutuskan masalah perceraian melalui cara li’an . Perceraian merupakan kehancuran sebuah rumah tangga. Pekawinan yang berawal dari cinta kasih sayang berubah menjadi kebencian. Dalam Fiqih Islam maupun Kompilasi Hukum Islam tidak terdapat larangan tentang perceraian, tetapi didahuli dengan upaya perdamaian anatara kedua belah pihak. Akan tetapi jika perdamaian antar suami istri tidak terwujud dan perselisihan semakin memuncak, maka perceraian mungkin jalan terbaik. Teori pendukung dalam penulisan ini digunakan Teori Li’an, menurut istilah bahasa li’an artinya berjauhan, misalnya firman Allah “La’anahullahu” artinya Allah tidak menjauhkan atau menyingkirkannya.Dinamakan demikian karena suami istri yang saling berli’an atau berjauhan tidak boleh berhimpun atau bersatu kembali lagi untu selama – lamanya. 40 Dalam penjelasannya Sayyid Sabiq mengemukakan bahwa 39 40
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Op. cit,hal. 184. Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Materiel dalam Praktek Peradilan Agama,(Jakarta :
Universitas Sumatera Utara
pada hakekatnya li’an itu merupakan sumpahnya suami sebanyak empat kali atas tuduhan zina terhadap istrinya kemudian dilanjutkan dengan kata – kata “Murka allah atas dirinya jika tuduhan itu benar” dan adanya penolaka yang dilakukan oleh istri terhadap tuduhan suami dengan mengangkat sumpah balasan sebanyak empat kali dan dilanjutkan dengan kata-kata “Murka Allah atasnya apabila suaminya berkata benar”. 41 Namun jalan yang ditempuh dalam perceraian di dalam pengadilan memiliki cara yang berbeda – beda tergantung kepada sebab dan alasan – alasan perceraiannya, seperti perceraian yang ditempuh melalui cara li’an, perceraian karena li’an merupakan percerain yang terjadi karena tuduhan suami terhadap istrinya tanpa dapat memiliki bukti namun suami melakukan sumpah atas tuduhannya terhadap istrinya dan melakukan sumpah balasan terhadap suaminya tersebut, dari perceraian atau putusnya perkawinan melalui cara li’an memiliki akibat – akibat hukum tertentu terhadap kedua belah pihak dan anak yang dilahirkan atau anak yang diragukan oleh suami tersebut. 2. Konsepsi Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting yang dapat diterjemahkan sebagai usahamembawa sesuatu dari yang abstrak menjadi suatu yang kongkrit, yang disebut dengan operational definition. Pentingnya defenisi operasional adalah untuk
Pustaka Bangsa, 2003), hal. 145. 41 SayyidSabiq, Fiqih As Sunnah, (Dar Al Kitab Araby, 1997), hal., 126
Universitas Sumatera Utara
menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran mendua ( du bius ) dari suatu istilah yang dipakai. 42 Dalam bahasa latin , maka kata conception (didalam bahas Belanda : begrip) atau pengertian merupakan hal yang dimengerti. Pengertian bukanlah “defenisi” yang didalam bahasa latin adalah definition. Defenisi tersebut berarati perumusan (didalam bahasa
Belanda:
omsehrijving)
yang
pada
hakikatnya
merupakan
suatu
bentukungkapan pengertian disamping aneka bentuk lain yang dikenal didalm epistemologi atau teori ilmu pengetahuan. 43 Dalam kerangka konsepsional diungkap beberapa konsepsi atau pengertian yang akan dipergunakan sebagai dasar penelitian hukum. 44 Selanjutnya konsep atau pengertian merupakan unsur pokok dari suatu penelitian.Jika masalah dan kerangka konsep teoritis sudah jelas, biasanya sudah diketahui pula fakta mengenai gejala – gejala yang menjadi pokok pengertian, dan suatu konsp sebenarnya adalah defenisi secara singkat dari sekelompok fakta atau gejala itu. Maka konsep merupakan defenisi dan apa yang perlu diamati, konsep menentukan antara variabel – variabel yang ingin menentukan adanya hubungan empiris. 45
42
Rusdi Malik,Peranan Agama dalam Hukum Perkawinan di Indonesia, (Jakarta : Universitas Trisakti, 1990), hal . 15. 43 Soejono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatau Tinjauan Singkat, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1995), hal.6. 44 Ibid, hal 7. 45 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Op. Cit,hal. 24.
Universitas Sumatera Utara
Konsepsi juga dapat diketemukan di dalam putusan-putusan pengadilan termasuk putusnya perkawinan akibat perceraian. 46 Oleh karena dalam penelitian ini harus didefenisikan mengenai konsep dasar, agar secara operasional diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan sebagai berikut : a. Pengertian perkawinan dalam Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1974 adalah merupakan ikatan lahir batin, berarti secara formal merupakan suami – istri , baik hubungan antara mereka sendiri maupun dengan dengan masyarakat, antara seorang pria dengan seorang wanita dan sebagai suami istri. Tujuan perkawianan adalah untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal dan bedasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 47 b. Perceraian adalah suatu perbuatan hukum dari suami yang dilakukan terhadap istrinya. Perbuatan tersebut dapat menimbulkan akibat hukum yang sangat luas bagi seseorang dan keluarga. Karena itu Islam mensyariatkan bahwa suami yang menjatuhkan talak itu harus memenuhi syarat – syarat sebagai berikut : sudah dewasa, berfikir sehat, mempunyai kehendak bebas dan masih mempunyai hak talak. 48 c. Li’an adalah ucapan tertentu yang digunakan untuk menuduh istri yang telah melakukan perbuatan yang mengotori dirinya (berzina) dan dapat menjadi alasan suami untuk menolak anak. 46
Peter Mahmud Marzuk, Penelitian Hukum,Cetakan ke – 1, ( Surabaya : Fakultas Hukum Universitas Airlangga, 2005), hal. 139. 47 Sudarsono, Hukum Perkawinan Nasional , Cetakan ke - 3, (Jakarta : Rineka Cipta, 2005) hal.7. 48 Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh jilid 2, (Ciputat : PT. Logos Wacana Ilmu, 1999), hal., 343
Universitas Sumatera Utara
d. Perceraian akibat li’an adalah Perceraian yang terjadi dimana suami menuduh istrnya berbuat zina dan tidak mengakui janin yang didalam kandungan istrinya dengan mengangkat sumpah dan tidak dapat menghadirkan empat orang saksi, lalu istri menolak tuduhan suami dengan mengangkat supah balasan. 49 e. Fiqih Islam adalah Hukum-hukum syari’at yang mengatur seluruh perbuatan dan perkataan mukallaf memiliki keterikatan yang kuat dengan keimanan terhadap Allah dan rukun-rukun aqidah Islam yang lain, dimana hukum-hukumnya meliputi semua kebutuhan manusia dengan memperhatikan seluruh aspek kehidupan pribadi dan masyarakat. f. Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan adalah Undag – undang yang mengatur hal – hal yang berkaitan dengan Perkawinan bagi bangsa Indonesia. g. Kompilasi Hukum Islam
(KHI) adalah pedoman yang diperintahkan oleh
Instansi Pemerintah dan oleh masyarakat yang memerlukannya dapat dipergunakan dalam menyelesaikan masalah – masalah dibidang Hukum Perkawinan, Hukum Kewarisan dan Hukum Perwakafan. 50 G. Metode Penelitian Metode penelitian merupakan suatu sistem dan suatu proses yang mutlak harus dilakukan dalam suatu kegiatan penelitian dan pengembangan ilmu 49
Rahmat Djatnika dan Ahmad Sumpeno, Pola Hidup Muslim (Minhajul Muslim Mu’amalah), (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 1991), hal.216. 50 Departemen agama RI., Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, (Bandung : Fokusmedia, 2010), hal.1.
Universitas Sumatera Utara
pengetahuan. Penelitian hukum merupaka suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan cara menganalisisnya. Disamping itu, maka diadakan juga pemeriksaan mendalam terhadap fakta hukum tersebut, untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan – permasalahan yang timbul didalam gejala yang bersangkutan. 51 1.
Spesifikasi Penelitian Agar tercapai penelitian ini, sangat ditentukan dengan metode yang
dipergunakan dalam memberi gambaran dan jawaban atas masalah yang dibahas.Ditinjau dari segi sifatnya, penelitian ini bersifat deskriptif analitis. 52 Sifat penelitian deskriptif adalah suatu penelitian yang ditujukan untuk mendapatkan saran–saran mengenai apa yang harus dilakukan untuk menghadapi masalah tertentu. Maksudnya untuk menggambarkan permasalahan hukum perkawinan yang berkaitan dengan putusnya perkawinan atau perceraian yang dilakukan dengan carali’an. Penelitian ini ditujukan untuk mendapatkan petunjuk atau saran terhadap hal-hal yang harus dilakukan untuk mengatasi masalah – masalah perkawinan yang berkaitan dengan perceraian akibat li’an. Metode pendekatan yang digunakan didalam
51
Sulaiman Rasjid, Op. Cit., hal. 12. Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum : Suatu Pengantar, (Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2001), hal. 36 : Penelitian Deskriptif pada umunya bertujuan untuk mendeskripsikan secara sistematis, faktual dan akurat terhadap suatu populasi atau daerah tertentu, mengenai sifat – sifat , karakteristik – karakteristik atau faktor – faktor tertentu. 52
Universitas Sumatera Utara
penelitian ini adalah yuridis normatif
53
, dimana dilakukan pendekatan terhadap
permasalahan yang telah dirumuskan dengan mempelajari ketentuan Fiqih Islam, Kompilasi Hukum Islam, buku – buku, putusan hakim, perundang – undangan, yurisprudensi yang berkaitan langsung dengan permasalahan yang dibahas dalam poenelitian ini. 2. Sumber Data Sumber data utama dari penelitian ini adalah sumber data sekunder yang terdiri dari bahan hukum sekunder, bahan hukum primer dan bahan hukum tersier. Data-data hukum sekunder tersebut meliputi berbagai sumber data tertulis seperti Peraturan perundang – undangan, buku – buku ilmiah, dan sebagainya.Dalam hal seorang peneliti duharapkan dapat mengumpulkan sebanyak mungkin bahan pustaka yang terkait dengan objek penelitiansehingga dapat menambah khasanah dalam menganalisis data dan menyajikan hasil penelitian. Pengumpulan data sekunder dilakukana denga cara mempelajari beragai macam peraturan tentang Fiqih Islam dan Kompilasi Hukum Islam dan perundang-undangan yang ada kaitannya denga perkawinan menyangkut perceraian dengan cara li’an. Data sekunder tersebut meliputi beberapa hal :
53
Ronny Hamitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurumetri, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1990), hal. 12 : Menyebutkan penelitian hukum normatif atau penelitian hukum doktrinal dibedkan atas: a) Penelitian inventarisasi hukum positif, b) Penelitian terhadap asas – asas hukum , c) Penelitian untuk menemukan hukum in concreto, d) Penelitian terhadap sistematik hukum, e)Penelitian terhadap sinkronisasi vertical dan horizontal.
Universitas Sumatera Utara
a)
Bahan Hukum Primer Bahan hukum primer merupakan salah satu sumber hukum yang penting bagi
sebuah penelitian ilmiah hukum yang bersifat yuridis normatif. Bahan hukum primer meliputi bahan – bahan hukum yang isinya mengikat secara
hukum karena
dikeluarkan oleh instansi pemerintah yang seperti peraturan perundang – undangan yang berkaitan dengan perkawinan . Bahan hukum primer dapat ditemukan melalui studi kepustakaan (library research) baik diperpustakaan fakultas, universitas maupun perpustakaan umum lainnya.Bahan hukum yang dipergunakan dalam penelitian ini berupa Al-Qur’an dan Al-Hadist, Fiqih Islam dan Kompilasi Hukum Islam. b)
Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum sekunder merupakan bahan hukum yang isinya memperkuat
atau menjelaskan bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder yang digunakan berupa bahan – bahan hukum seperti bacaan hukum, hasil penelitian hukum, jurnaljurnal yang memberikan penjelasan mengenai bahan primer berupa teks yang berhubungan tentang perkawinan dan perceraian, konsideran, artikel dan jurnal yang berhubungan dengan perkawinan dan perceraian, sumber data elektronik berupa internet. c)
Bahan Hukum Tersier Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang dijadikan pegangan atau
acuan bagi kelancaran proses penelitian, yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus hukum atau bahan – bahan
Universitas Sumatera Utara
yang dapat memberikan sejumlah informasi tentang bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus, ensiklopedia dan lain sebagainya. Bahan hukum tersier biasanya memberikan informasi, petunujuk dan keterangan terhadap data primer dan data sekunder. 54 3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data Data dalam penelitian adalah data sekunder yang diperoleh dengan melakukan penelitian kepustakaan (library research).Penelitian kepustakaan (library research) yakni upaya untuk memperoleh data dari penelusuran literatur kepustakaan, peraturan perundang – undangan, artikel, jurnal, dan sumber lainnya yang relevan dengan penelitian. 55Dengan penelitian kepustakaan dikumpulkan data, dengan membaca dan mempelajari bahan – bahan kepustakaan yang terkait dengan judul yang saya teliti 4. Analisis Data Analisis data merupakan hal yang sangat penting dalam suatu penelitian dalam rangka memberi jawaban terhadap masalah yang diteliti. Analisis data dapat diartikan sebagai proses menganalisa, memanfaatkan data yang terkumpul untuk digunakan dalam pemecahan masalah penelitian. Dalam proses pengolahan, analisis dan pemanfaatan data dalam penelitian ini menggunakan metode kualitataif yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data yang deskriptif, yang bersumber dari tulisan atau ungkapan dan tingkah laku yang dapat diobservasi dari manusia.
54 55
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Op cit, hal., 14-15. Sumandi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta : PT. Grafindo Persada, 1998), hal., 43.
Universitas Sumatera Utara
Data yang terkumpul dipilih-pilih dan diolah, kemudia dianalisis dengan menggunakan cara kualitatif, yaitu dengan cara data yang telah terkumpul dipisahpisah menurut kategori masing-masing dan selanjutnya dilakukan penarikan kesimpulan dengan menggunakan metode deduktif, yaitu cara berfikir yang dimulai dari hal-hal yang umum untuk selanjutnya menarik hal-hal yang khusus, dengan menggunakan ketentuan berdasarkan pengetahuan umum seperti teori-teori, dalildalil atau prinsip-prinsip dalam bentuk proposisi-proposisi untuk menarik kesimpulan terhadap fakta – fakta yang bersifat khusus. 56
56
Mukti Fajar, dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hlm 109
Universitas Sumatera Utara