BAB I PENDAHULUAN
1.1
Profil Perusahaan 1.1.1 Telkomsel Gambar 1.1 Logo Telkomsel
Sumber: www.google.com Telkomsel merupakan operator telekomunikasi selular terdepan di Indonesia yang menyediakan beragam layanan dengan berbasis teknologi jaringan Global System for Mobile (GSM) Dual Band (900 & 1800), General Packet Radio Service (GPRS), Wi-Fi, EDGE, 3rd Generation (3G), High-Speed Downlink Packet Access(HSDPA) dan High Speed Packet Access (HSPA)di seluruh Indonesia. Untuk jaringan internasional, Telkomsel telah berkolaborasi dengan 362 roaming partners di 196 negara. Dengan cakupan jaringan terbesar di Indonesia, mencapai lebih dari 95% total populasi wilayah Indonesia, jaringan Telkomsel telah menjangkau hingga seluruh provinsi, kabupaten, dan hampir seluruh wilayah kecamatan di Indonesia. Sebagai pemimpin pasar layanan broadband, Telkomsel menjadi yang petama kali meluncurkan
1
“NextGenerationFlash HSPA+”, yang akan diimplementasikan di 24 kota di seluruh Indonesia pada akhir tahun 2010. Telkomsel menyediakan layanan voice dan SMS sebagai layanan dasar selular, sebagaimana juga beragam layanan nilai tambah lainnya seperti nada sambung pribadi, mobile banking, mobile wallet (T-Cash),
cash
remittance(T-Remittance),internet
broadband
(TELKOMSELFlash), layanan BlackBerry dan lain sebagainya. Guna melayani kebutuhan segmen pelanggan yang berbeda-beda, Telkomsel menawarkan kepada para pelanggannya pilihan antara dua layanan pra bayar yakni simPATI dan Kartu As, atau menggunakan layanan pasca bayar melalui produk kartuHALO. Selama 16 tahun beroperasi sejak peluncuran pertama kali layanan pasca bayar secara komersial pada tanggal 26 Mei 1995, Telkomsel terus mempertahankan keunggulan market share dan menjadi yang terdepan dalam layanan mobile lifestyle. Pada akhir bulan Juni 2010, jumlah pelanggan Telkomsel mencapai 88,32 juta, mewakili jumlah market share yang mencapai 47% pasar layanan selular. Dalam kurun
waktu lima
tahun
terakhir
(2005-2009),
pendapatan operasional Telkomsel mengalami pertumbuhan dari Rp 21,13 triliun di tahun 2005 menjadi Rp 41,58 triliun di tahun 2009. Pada periode yang sama, jumlah total pelanggan Telkomsel meningkat dari sekitar 24,27 juta pada akhir tahun 2005 menjadi 81,64 juta pada akhir tahun 2009, mewakili tingkat Compound Annual Growth Rate (CAGR) senilai 54%.
2
1.1.2 Excelcomindo (XL) Gambar 1.2 Logo XL
Sumber: www.google.com PT. XL Axiata Tbk. (XL) didirikan pada tanggal 8 Oktober 1989 dengan nama PT. Grahametropolitan Lestari, bergerak di bidang perdagangan dan jasa umum. Enam tahun kemudian, XL mengambil suatu langkah penting seiring dengan kerja sama antara Rajawali Group-pemegang saham PT. Grahametropolitan Lestari– dan tiga investor asing (NYNEX, AIF, dan Mitsui). Nama XL kemudian berubah menjadi PT. Excelcomindo Pratama dengan bisnis utama di bidang penyediaan layanan teleponi dasar. Pada tanggal 6 Oktober 1996, XL mulai beroperasi secara komersial dengan fokus cakupan area di Jakarta, Bandung dan Surabaya. Hal ini menjadikan XL sebagai perusahaan tertutup pertama di Indonesia yang menyediakan jasa teleponi dasar bergerak seluler. Bulan September 2005 merupakan suatu tonggak penting untuk XL. Dengan mengembangkan seluruh aspek bisnisnya, XL menjadi perusahaan publik dan tercatat di Bursa Efek Jakarta (sekarang Bursa Efek Indonesia). Kepemilikan saham XL saat ini mayoritas dipegang oleh Axiata Group Berhad (Axiata) melalui Indocel Holding Sdn Bhd
3
(66,7%) dan Emirates Telecommunications Corporation (Etisalat) melalui Etisalat International Indonesia Ltd. (13,3%). XL pada saat ini merupakan penyedia layanan telekomunikasi seluler dengan cakupan jaringan yang luas di seluruh wilayah Indonesia bagi pelanggan ritel dan menyediakan solusi bisnis bagi pelanggan korporat. Layanan XL mencakup antara lain layanan suara, data dan layanan nilai tambah lainnya (value added services). Untuk mendukung layanan tersebut, XL beroperasi dengan teknologi GSM 900/DCS 1800 serta teknologi jaringan bergerak seluler sistem IMT2000/3G. XL juga telah memperoleh Ijin Penyelenggaraan Jaringan Tetap Tertutup, Ijin Penyelenggaraan Jasa Akses Internet (Internet Services Provider/ISP), Ijin Penyelenggaraan Jasa Internet Teleponi untuk Keperluan Publik (Voice over Internet Protocol/VoIP), dan Ijin Penyelenggaraan Jasa Interkoneksi Internet (NAP). 1.1.3 PPPI Gambar 1.3 Logo PPPI
Sumber: www.pppi.or.id PPPI adalah asosiasi perusahaan-perusahaan periklanan yang bergerak di bidang komunikasi pemasaran yang berdiri pada 20 Desember 1972. PPPI merupakan penerus PBRI (Persatuan Biro Reklame Indonesia) yang didirikan pada tanggal 1 September 1949.
4
PPI berlandaskan tiga falsafah sebagai berikut: a.
Menghimpun, membina dan mengarahkan segenap potensi perusahaan periklanan, agar secara aktif, positif dan kreatif, turut serta dalam upaya
mewujudkan cita-cita dengan
persaingan yang sehat dan bertanggung jawab. b.
Mewujudkan kehidupan periklanan nasional yang sehat, jujur dan bertanggung jawab dengan cara menegakkan Tata Krama dan Tata Cara Periklanan Indonesia secara murni dan konsisten, baik dalam lingkup internal maupun eksternal.
c.
Meningkatkan keberdayaan segenap potensi periklanan yang sejajar dengan tuntutan industri komunikasi pemasaran dunia.
1.2
Latar Belakang Masalah Dunia periklanan khususnya bidang telekomunikasi di Indonesia
sedang mengalami krisis etika. Dalam perkembangan lima tahun terakhir, terjadi perang iklan antar provider. Pada awalnya, perang tersebut memang dirasa tidak terlalu mengganggu, namun hanya dalam kurun waktu beberapa tahun saja, perang tersebut telah menjelma menjadi sebuah persaingan yang tidak sehat. Sudah terlalu banyak iklan dari berbagai macam provider yang bisa dikatakan sangat tidak etis untuk disebarluaskan. Bila kita mengingat satu atau dua tahun kebelakang, ada dua provider yang menjadi pemain utama dari perang iklan ini, XL dan Telkomsel. Bukan berarti provider lain tidak melakukan pelanggaran etika dalam beriklan, namun dua provider ini memang menjadi seteru utama dalam kondisi ini. Dimulai dari iklan masing-masing provider XL dan Telkomsel yang menggunakan kata-kata superlatif dan tanda asteris (*). Dalam iklannya mereka menyebutkan sebagai yang termurah, namun disisi lain ada syarat dan
5
ketentuan yang tidak disebutkan secara jujur yang disesatkan dengan tanda asteris. Lalu permasalahan perang iklan ini terfokus kepada perang tarif. Dua provider ini berlomba-lomba memberikan bonus gratis kepada konsumennya. Namun, disisi lain konsumen dipaksa membayar atas sesuatu yang tidak dikehendakinya. Dengan mudahnya kita mendapati iklan dari kedua provider ini yang menawarkan ringback tone secara gratis, namun konsumen akan dipaksa membayar untuk terus berlangganan. Pencantuman harga yang tidak jelas pun menjadi permasalahan tersendiri dari iklan dua provider ini. Banyak dari iklan mereka, terutama dimedia cetak dan elektronik, yang tidak mencantumkan harga atau biaya secara jelas. Hal semacam ini yang sangat berpotensi merugikan konsumen. Konsumen menjadi tidak tahu besar biaya pasti yang dikeluarkan selama menggunakan jasa provider. Kondisi perang iklan tadi diperparah dengan iklan dari kedua provider yang saling merendahkan antar mereka. Dimulai dengan iklan provider XL versi “Si Merah” yang secara tidak langsung merendahkan pesaing. Hal ini terkait juga dengan membandingkan harga kepada pesaing tanpa disertai keterangan yang jelas dan fakta yang objektif. Puncak dari perang iklan yang sifatnya menjatuhkan pesaing adalah pembajakan bintang iklan yang dilakukan oleh Telkomsel. Iklan Telkomsel versi “Sule” adalah versi iklan Telkomsel yang membajak bintang iklan dari XL. Iklan Telkomsel versi “Sule” telah banyak mengundang kontroversi. Kegiatan bajak membajak bintang iklan adalah salah satu bentuk belum terciptanya etika antar pihak pengiklan, biro iklan dan bintang iklan itu sendiri. Ada pula iklan menyinggung pihak ketiga, misalnya iklan provider XL versi “Monyet” dan versi “Rp 1,-/detik” yang merendahkan kaum wanita.
6
Selain berperang dimedia elektronik, XL dan Telkomsel juga berperang dimedia cetak. Ada beberapa pemasangan billboard yang tidak sesuai dengan peraturan dalam Etika Pariwara Indonesia. Terdapat pemasangan billboard yang saling bersebelahan dan melanggar point 4.4 dalam Etika Pariwara Indonesia tentang Media Luar Griya (Out-of-home Media.) Gambar 1.4 Perang Iklan Telkomsel dan XL
Sumber: www.google.com Di Indonesia memang tidak ada perundang-undangan khusus yang membahas periklanan terutama dibidang telekomunikasi. Namun, Dewan Pers Indonesia telah menetapkan sebuah pedoman yang disebut EPI atau Etika Pariwara Indonesia. Di dalam Etika Pariwara Indonesia ini terdapat batasan, larangan dan etika-etika yang telah disetujui oleh Dewan Pers Indonesia sebelumnya dan dilaksanakan serta diawasi oleh PPPI. Selain Etika Pariwara Indonesia, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) telah menetapkan pada pasal 29 ayat 1 dalam Pedoman Perilaku Siaran bahwa “Lembaga penyiaran wajib berpedoman pada Etika Pariwara Indonesia”. Untuk dunia telekomunikasinya 7
sendiri, terdapat sebuah badan sebagai regulator, yaitu BRTI singkatan dari Badan Regulasi Komunikasi Indonesia. Seperti yang sudah dijelaskan dalam paragraf-paragraf sebelumnya, persaingan dalam dunia periklanan terutama telekomunikasi menjadi sangat tidak etis. Beberapa ketentuan atau etika periklanan yang menjadi panduan dilanggar, salah satunya adalah pelanggaran asas bersaing secara sehat yang terdapat dalam Etika Pariwara Indonesia. Etika Pariwara Indonesia adalah pedoman dasar tata krama dan tata cara periklanan di Indonesia. Gambar 1.5 Iklan Telkomsel
Gambar 1.6 Iklan XL
Sumber: www.google.com Keluhan juga disampaikan oleh Staf Ahli Menteri Bidang Media Masa Departemen Komunikasi, Henry Subiakto. "Perang iklan ini sudah dikeluhkan oleh para pengurus Persatuan Pengusaha Periklanan. Mereka prihatin karena banyak terjadi pelanggaran etika," ujar Henry di Jakarta Kamis (9/1/08). Pelanggaran itu terkait materi iklan yang ditampilkan di media elektronik dan media cetak. Pelanggaran kode etik periklanan telepon seluler itu terkait pilihan kata yang menggunakan kata-kata 'paling murah' atau 'termurah'. Iklan
8
operator telekomunikasi saling serang dan tidak menyebutkan informasi yang lengkap (www.tempointeraktif.com). Sejak dibuat pada tahun 2006 lalu, Etika Pariwara Indonesia memang telah disosialisasikan kepada biro-biro iklan anggota PPPI dengan cara presentasi, namun hal ini dirasa kurang. Buktinya masih banyak pelanggaran etika dalam iklan XL dan Telkomsel. Malah fenomena pelanggaran ini semakin besar dan liar. Ada indikasi bahwa biro-biro iklan anggota PPPI tersebut merasa acuh tak acuh karena mereka beranggapan bahwa Etika Pariwara Indonesia adalah pagar pembatas kreatifitas mereka. Indikasi sebab pelanggaran yang lebih besar adalah tidak adanya hukum yang tegas yang mengatur masalah beriklan ini. 1.3
Perumusan Masalah Bedasarkan fenomena yang telah dituangkan dalam sub-bab 1.2dan
didukung dengan teori-teori serta dilengkapi dengan data dan fakta yang ada, maka dibuatlah rumusan masalah dalam penelitian ini. Adapun perumusan masalah didalam penelitian ini, antara lain: 1. Bagaimana bentuk pelanggaran terhadap konsep-konsep variabel penelitian, yaitu kata-kata superlatif, tanda asteris, penggunaan kata-kata
gratis,
pencantuman
harga,
perbandingan
harga,
merendahkan, penempatan billboard bersebelahan dengan pesaing, dalam iklan provider XL dan Telkomsel? 2. Apa saja kendala dari penerapan Etika Pariwara Indonesia dalam bidang iklan layanan jasa telekomunikasi ?
9
1.4
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian harus mampu menjawab rumusan masalah di atas.
Adapun tujuan dari penelitian ini, antara lain: 1. Memperdalam informasi untuk mengetahuibentuk pelanggaran terhadap konsep-konsep variabel penelitian, yaitu kata-kata superlatif, tanda asteris, penggunaan kata-kata gratis, pencantuman harga, perbandingan harga, merendahkan, penempatan billboard bersebelahan dengan pesaing, dalam iklan provider XL dan Telkomsel. 2. Mencari informasi tentang kendala penerapan Etika Pariwara Indonesia dalam bidang iklan layanan jasa telekomunikasi. 1.5
Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan yang
bermanfaat bagi pihak-pihak yang memerlukannya. Kegunaan dari penelitian ini diantaranya : 1.
Kegunaan Akademis Menambah wawasan dan pengetahuan penulis mengenai tata cara berikalan yang sesuai dengan etika periklanan yang berlaku melalui penerapan ilmu dan teori yang diperoleh selama masa perkuliahan dan melakukan perbandingan dengan kenyataan yang terjadi di dunia usaha secara langsung.
2.
Kegunaan Praktis Memberikan informasi kepada PPPI mengenai pelanggaranpelanggaran yang dilakukan oleh provider terkait dengan konsep variabel yang ditawarkan dan memberikan saran agar Etika Pariwara Indonesia dapat diterapkan dengan baik.
10
3.
Kegunaan Umum Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi rujukan bagi penelitian lanjutan atau penelitian yang sejenis.
1.6
Sistematika Penelitian Sistematika penulisan ini disusun untuk memberikan gambaran umum
tentang penelitian yang dilakukan. 1. BAB I PENDAHULUAN, pada bab 1 berisi mengenai profil perusahaan, latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, dan sistematika penulisan. 2. BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LINGKUP PENELITIAN, pada bab II berisi penelitian terdahulu, landasan teori,kerangka pemikiran dan ruang lingkup penelitian. 3. BAB
III
METODE
PENELITIAN,
pada
bab
III
berisi
mengenaijenis penelitian, variabel operasional, tahapan penelitian, jenis data, teknik analisa kualitatif, dan teknik pengumpulan data. 4. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN, pada bab IV berisi identitas narasumber, keterangan wawancara, dan data analisis dari hasil wawancara dengan narasumber. 5. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN, pada bab V berisi mengenai kesimpulan dari hasil analisis penelitian yang telah dilakukan, saran yang diberikan bersifat akademis dan saran bersifat praktis.
11