BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam rangka penyelengaraan pemerintahan, maka pemerintahan suatu negara pada hakekatnya mengemban tiga fungsi utama yakni fungsi alokasi, fungsi distribusi dan fungsi stabilisasi. Fungsi alokasi, antara lain meliputi: sumber-sumber ekonomi dalam bentuk barang dan jasa pelayanan masyarakat. Fungsi distribusi, antara lain meliputi: pendapatan dan kekayaan masyarakat, pemerataan pembangunan. Dan fungsi stabilisasi, antara lain meliputi: pertahanan keamanan, ekonomi, dan moneter. Fungsi distribusi dan fungsi stabilisasi pada umumnya lebih efektif dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat sedangkan fungsi alokasi pada umumnya lebih efektif dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah, karena daerah pada umumnya lebih mengetahui kebutuhan serta standar pelayanan masyarakatnya. Namun dalam pelaksanaannya perlu diperhatikan kondisi dan situasi yang berbeda-beda dari masing-masing wilayah. Dengan demikian, pembagian ketiga fungsi dimaksud sangat penting sebagai landasan dalam penentuan dasar-dasar perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah secara jelas dan tegas. Hal ini yang mendasari dibentuknya otonomi daerah. Sebagai daerah otonom, daerah mempunyai kewenangan dan tanggung jawab menyelenggarakan kepentingan masyarakat berdasarkan
prinsip-prinsip
keterbukaan,
partisipasi
masyarakat,
dan
pertanggung-jawaban kepada masyarakat. Adapun ciri utama yang menunjukkan suatu daerah mampu berotonomi, terletak pada kemampuan keuangan daerah untuk membiayai penyelenggaraan
1
pemerintah daerahnya, artinya tingkat ketergantungan kepada pemerintah pusat mempunyai proporsi yang semakin kecil dan diharapkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) harus menjadi bagian terbesar dalam memobilisasi dana penyelenggaraan pemerintah daerah. Oleh karena itu sudah sewajarnya PAD dijadikan salah satu tolok ukur dalam pelaksanaan otonomi daerah karena PAD sekaligus dapat meningkatkan kemandirian daerah. Salah satu upaya untuk meningkatkan sumberdaya penerimaan daerah adalah dengan pengelolaan penerimaan yang bersumber dari pajak dan retribusi daerah. Dalam konteks desentralisasi dan otonomi daerah, UU No 32 tahun 2004 tentang Penerimaan Daerah dan UU No 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintahan pusat dan daerah memberikan hak kepada daerah untuk memungut pajak daerah dan retribusi daerah sebagai sumber pendapatan asli daerah (PAD) dan penerimaan daerah. Dengan otonom tersebut, pemerintah daerah dapat mengalokasikan anggarannya untuk meningkatkan kualitas hidup warga dan menyediakan fasilitas umum yang layak. PAD dari sektor transportasi khususnya perparkiran dianggap cukup berpotensi dan dapat memberikan kontribusi yang cukup berarti dalam menunjang pemasukan keuangan daerah. Pemanfaatan dari pajak dan retribusi parkir di daerah diharapkan mampu dimanfaatkan sebaik-baiknya sehingga dapat dipergunakan secara efisien untuk memperbaiki sarana dan prasarana kota, khususnya perbaikan fasilitas parkir.
2
No. 1 2 3 4 5
Tahun 2008 2009 2010 2011 2012
Tabel I Retribusi Parkir Target (Rp.) Realisasi (Rp.) 1.550.209.500 1.534.988.750 1.550.000.000 1.568.781.500 1.300.000.000 1.354.629.000 1.400.000.000 1.402.443.000 1.470.656.250 1.484.495.500
Rasio 99,02% 101,21% 104,20% 100,17% 100,98%
Sumber:Dinas Perhubungan Bidang Perparkiran Kota Yogyakarta
Berdasarkan tabel diatas target penerimaan retribusi parkir diturunkan oleh dinas perhubungan sedangkan jumlah kendaraan Kota Yogyakarta yang semakin naik seperti terlihat pada tabel II, karena sebelum diberlakukannya Peraturan Daerah No 19 tahun 2009 tentang retribusi parkir TJU dan perda No 18 Tahun 2009 tentang penyelenggaraan perparkiran semua hasil retribusi parkir dikelola oleh Dinas Perhubungan, setelah diberlakukannya Peraturan Daerah No 19 tahun 2009 tentang retribusi parkir TJU dan perda No 18 Tahun 2009 tentang kewenangan penyelenggaraan perparkiran penyelenggaraan dan pengelolaan parkir yaitu (a). Kepala Dinas Pengelolaan Pasar, kecuali kawasan pasar yang berada di jalan Ahmad Yani, (b). Kepala dinas Pariwisata dan Kebudayaan dengan kewenangan menyelenggarakan perparkiran di jalan Malioboro, jalan Ahmad Yani. TKP malioboro I dan TKP malioboro II, (3). Kepala Dinas Perhubungan dengan kewenangan menyelenggaakan parkit TJU dan TKP selain pada huruf a dan b, (d). Camat dengan kewenangan menyelenggarakan perparkiran tidak tetap di wilayah kecamatan setempat, selain Malioboro dan Jalan ahmad Yani. Sedangkan posisi toko-toko yang berada pada tepi jalan masuk kepada parkir tepi jalan umum dengan cara
3
membayar retribusi parkir tetap sesuai dengan target yang diberikan oleh dinas pasar perbulannya. Parkir merupakan suatu kebutuhan bagi pemilik kendaraan yang menginginkan kendaraannya dapat parkir di tempat yang mudah dicapai, salah satunya adalah di tepi jalan umum. Parkir di tepi jalan adalah parkir yang berada pada badan jalan. Maka, jenis parkir ini dapat mengakibatkan turunnya kapasitas jalan karena mangambil bagian dari jalan sehingga badan jalan menjadi sempit . Seiring berjalannya waktu, ruang parkir yang disediakan oleh pemerintah sangat minim jumlahnya untuk menampung kendaraan bermotor yang kian tahun kian bertambah. Kemudian masyarakat menggunakan ruang yang kosong untuk parkir, maka jalan raya tidak dilewatkan untuk dijadikan tempat parkir. Dengan dihadirkannya jalan raya sebagai tempat parkir, maka akan timbul banyak masalah, mulai dari kelancaran lalu lintas yang terganggu hingga menimbulkan kesembawutan kota. Ada beberapa hal menarik mengenai perparkiran ini yaitu: 1. Perparkiran dijalan umum menjanjikan kontribusi yang cukup besar bagi daerah otonomi. 2. Perparkiran di jalan umum di lain pihak dapat mengganggu kelancaran lalu lintas 3. Munculnya parkir liar, juru parkir gadungan dan premanisme. Timbulnya parkir liar ini tidak terbatas pada acara-acara insidental, tetapi merambah
4
tempat-tempat ramai pengunjung, seperti pusat pembelanjaan, restoran, cafe, hotel, bahkan di gerai ATM dan warung kaki lima. 4. Karcis parkir seringkali tidak diberikan kepada pengguna parkir, khususnya di tepi jalan umum, ada juru parkir yang curang yaitu yang mengganti karcis dengan kartu yang dibuat sendiri tanpa persetujuan instansi yang berwenang Pembinaan dan pengelolaan perparkiran merupakan kegiatan yang dilaksanakan secara terpadu dan terkoordinasi di daerah. Hal ini dilakukan untuk menjamin terselenggaranya pembinaan yang berhasil mewujudkan penataan lingkungan perkotaan, kelancaran berlalu lintas
ketertiban
administrasi pendapatan daerah, serta mampu mengurangi beban sosial melalui penyerapan tenaga kerja (SK Menhub No 34 tahun 1990). Pemerintah daerah mempunyai tugas dan tanggungjawab dalam membinaan pengelolaan parkir di wilayahnya, yang merupakan bagian dari fungsi pelayanan umum. Sebagai imbalan penyelenggaraan pelayann umum, pemerintah baik berhak memungut dana dari masayarakat dalam bentuk retribusi dan pajak sebagai salah satu sumber PAD (Direktorat Jendral Perhubungan Darat, 1998). Untuk parkir baik itu parkir umum atau parkir khusus, diperlukan adanya ketentuan-ketentuan bagi pemerintah dan pengelola dalam kegiatan perencanaan, pengaturan, pengawasan dan pengendalian tempat parkir sehingga dapat dijadikan sebagai salah satu sumber penerimaan daerah yang potensial guna mendukung jalannya pemerintah dan kelancaran pembangunan kota.
5
Adanya perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat, baik dalam demografi, ekonomi maupun sosial mempunyai implikasi tertentu kepada sektor parkir. Peningkatan jumlah kendaraan bermotor menimbulkan persoalan lalu lintas dan mempengaruhi kegiatan perparkiran. Tabel II Jumlah Kendaraan Bermotor Tahun Mobil Bis Truk Sepeda penumpang Motor 2008 7,489,852 2,059,187 4,452,343 47,683,681 2009 7,910,407 2,160,973 4,452,343 52,767,093 2010 8,891,041 2,250,109 4,687,789 61,078,188 2011 9,548,866 2,254,406 4,958,738 68,839,341 Sumber : Kantor Kepolisian Republik Indonesia1
Jumlah 61,685,063 67,336,644 76,907,127 85,601,351
Penambahan kendaraan bermotor di Kota Yogyakarta sepanjang tahun 2011 tercatat sangat signifikan. Setiap bulannya sekitar 8.900 kendaraan bertambah di jalanan Kota Yogyakarta. Terdiri dari 8.000 unit sepeda motor dan 900 kendaraan roda empat. Berdasarkan data yang ada di Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD) DIY, penambahan kendaraan selama tahun 2011 total mencapai 115.766 unit kendaraan yang 80 persen adalah kendaraan baru sepeda motor ( “Jumlah Kendaraan di Yogya Bertambah 8.900 per Bulan” Tribun Jogja - Selasa, 10 Januari 2012 12:51 WIB)2. Dalam mengatasi masalah transportasi ada beraneka ragam instrumen kebijakan yang dapat digunakan oleh pemerintah. Instrumen yang umum
1
http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek=17¬ab=12 http://jogja.tribunnews.com/2012/01/10/jumlah-‐kendaraan-‐di-‐yogya-‐bertambah-‐8.900-‐per-‐ bulan/ 2
6
dikenal adalah peraturan atau regulasii, perizinan lokasi parkir dan pemberlakuan dan pengendalian harga. Pemerintah kota Yogyakarta memilih menggunakan instrumen regulasi sebagai saran untuk mengendalikan dan mengelola sektor parkir. Untuk alasan mewujudkan penataan perparkiran yang lebih efektif dan efisien sehingga dapat mendukung kelancaran lalu lintas dan peningkatan pelayanan kepada masyarakat pengguna jasa parkir secara lebih baik. Pemerintahan kota Yogyakarta memberlakukan peraturan daerah (Perda) No 19 tahun 2009 tentang retribusi parkir tepi jalan umum dan Perda No18 tahun 2009 tentang penyelenggaraan perparkiran. Salah satu implikasi pemberlakuan Perda No18 tahun 2009 bagi masyarakat pengguna jasa parkir adalah kenaikan tarif parkir sebesar 100 %. Untuk tarif sepeda motor naik menjadi Rp.1000 di zona pertama atau zona ramai dan Rp. 500 di zona sepi. Sedangkan tarif parkir mobil naik menjadi Rp.2000 di zona pertama dan Rp.1500 di zona kedua. Kebijakna tersebut mulai berlaku per 1 januari 2010. Zona ramai antara lain kawasan protokol, seperti jalan malioboro, jalan achmad Yani, jalan Sudirman, jalan Diponegoro, jalan Mangkubumi, juga jalan Magelang. Dengan keberadaan tarif baru ini diharapkan penarikan retribusi terhadap parkir kendaraan bermotor dilakukan secara tertib misalnya dengan menggunakan karcis resmi. Kemudian dikeluarkan Peraturan Daerah Kota Yogyakarta No 5 tahun 2012 Tentang Retribusi jasa umum merubah tarif parkir menjadi :
7
TABEL III TARIF PARKIR NO
JENIS KENDARAAN
TARIF Kawasan I (Rp)
Kawasan II (Rp)
2
Truk gandengan, sumbu III atau lebih Truk Besar
3
Bus Besar
20.000
15.000
4
Truk sedang/Box
15.000
10.000
5 6
15.000 2.000
10.000 2.000
7
Bus sedang Sedan, Jeep, Pickup, Station Wagon/Box, Kendaraan Bermotor Roda Tiga Sepeda Motor
1.000
1.000
8
Sepeda Listrik
500
500
9
Sepeda
500
500
1
30.000
20.000
20.000
15.000
Keterangan : menyamakan tarif kawasan I dan II Pasal 17 Perda Penyelenggaraan Perparkiran juga mengatur ganti rugi atas kehilangan. Hilangnya kendaraan menjadi tanggungjawab juru parkir sebesar 50 persen. Selain itu, pemerintah daerah dalam rangka memberikan perlindungan terhadap pengguna jasa parkir dapat melibatkan pihak asuransi parkir swasta. Pasal 8 Perda No. 19 Tahun 2009 juga menawarkan sistem parkir berlangganan tetap per bulanan. Dengan diterapkannya parkir dengan sistem berlangganan maka diharapkan kesejahteraan juru parkir dapat meningkat dan juga peningkatan pelayanan kepada masyarakat melalui bidang parkir juga meningkat. Tentang kondisi dan kebijakan perparkiran di Kota Yogyakarta, pakar dari Pusat Studi Transportasi dan Logistik Universitas Gadjah Mada, Heru
8
Sutomo menilai Pemkot Yogyakarta tidak mempunyai konsep dalam mengelola parkir. Peraturan daerah yang muncul lebih banyak menyoroti masalah tarif, bukan wilayah mana saja yang bisa dijadikan lahan parkir dan peningkatan pelayanan publik. Padahal, masalah pokoknya adalah kemunculan tukang atau juru parkir di lahan parkir yang ilegal dan fenomena preman perparkiran yang diduga dimanfaatkan pemerintah mendongkrak target setoran retribusi3. Kondisi sepeti ini menyebabkan kenyamanan para pengguna parkir terganggu. Dan kualitas pelayanan yang diberikan oleh Pemerintah Daerah tentang perparkiran jadi tidak efisien. Menurut Haryono (2006:3) mengemukakan bahwa berbicara tentang kualitas layanan jasa, bahwa untuk bisa berkembang dan bertahan hidup (survive) suatu organisasi penyedia jasa layanan harus mampu memberikan layanan jasa yang berkualitas dan mempunyai nilai yang tinggi bagi para pelanggan, dapat memenuhi kebutuhan pelanggan serta dapat memberikan pelayanan yang lebih baik dari pesaingnya. Hal ini penting dilakukan dalam upaya untuk memberikan kepuasan pelanggan, sebab kepuasan pelanggan utamanya untuk bisnis jasa merupakan keharusan agar perusahaan tetap sukses, baik di tingkat operasional, menajerial atau strategik. Keungulan suatu penyedia jasa tergantung pada keunikan serta kualitas yang diperlihatkan oleh penyedia jasa tersebut, maka secara spesifik jasa harus memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan, sebab jasa yang dirasakan dan dinikmati langsung oleh pelanggan akan segera mendapatkan penilaian sesuatu 3
Konsep Parkir Tidak Jelas”, www.kompas.com
9
atau tidak dengan harapannya. Menurut Kotler (2003:24)
kualitas harus
dimulai dari kebutuhan pelanggan dan berakhir pada persepsi pelanggan. Ini berarti bahwa citra kualitas yang baik bukan dilihat dari persepsi penyedia jasa melainkan berdasarkan persepsi pelanggan. Oleh sebab itu penyedia jasa harus benar-benar memperhatikan persepsi pelanggan terhadap kualitas layanan jasa yang disediakan. Persepsi pelanggan terhadap kualitas pelayanan jasa merupakan penilaian menyeluruh atas keunggulan suatu jasa. Melihat keadaan perparkiran tepi jalan sekarang di Kota Yogyakarta mempunyai masalah yang sangat banyak diantaranya dari hasil observasi awal penulis menemukan fenomena dimana petugas parkir yang
sepanjang Jalan Maliboro banyak
tidak memberikan karcis parkir malah mereka yang
memberikan karcis parkir selalu meminta kembali parkir kepada pengguna parkir setelah mengambil kendaraannya, kemudian mulai jam 5 sore petugas parkir menaikkan tarif parkir menjadi 2 kali lipat dari harga karcis, alasannya pergantian petugas parkir padahal Jalan Malioboro itu adalah kawasan I, dan Jalan Malioboro adalah kawasan ramai tujuan para wisatawan. Penerapan kebijakan retribusi parkir di Kota Yogyakarta dan sebagian besar kota-kota lain di Indonesia pada umumnya cenderung terlalu berorientasi pada peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) dan belum menjadi instrument pengendalian lalu lintas dan peningkatan pelayanan publik. Selain itu, kegiatan perparkiran sering berbenturan dengan undang-undang lalu lintas. Pada dasarnya penggunaan badan jalan tidak proporsional jika digunakan sebagai ruang parkir. Selain bertentangan dengan undang-undang lalu lintas, juga
10
menjadi potensi kemacetan. Idealnya, penetapan lokasi parkir harus tidak menimbulkan gangguan terhadap aksesibilitas lalu lintas dan gangguan lainnya. Namun, praktiknya seringkali tidak memperhatikan volume lalu lintas dan kapasitas jalan. Pengelolaan parkir akan mempengaruhi besarnya PAD yang diperoleh dari kebijakan penyediaan fasilitas, sistem pengelolaan, besaran tarif parkir, dan persentase bagi hasil setoran dengan juru parkir atau pengelola swasta. Yang menarik dengan setoran juru parkir yang tidak sepenuhnya didasarkan atas perhitungan karcis, target pendapatan parkir di tepi jalan umum di Kota Yogyakarta tiap tahun selalu tercapai. Peran efektif koordinator wilayah (korwil) dalam pelaksanaan operasional pemungutan retribusi parkir sesuai dengan wilayah tugasnya dan tugas-tugas administrasi dan keuangan terkait dengan pemungutan retribusi parkir, ikut menentukan tercapainya target pendapatan parkir. Ini berbeda dengan temuan di daerah lain, seperti Kota Semarang misalnya, dimana ditemukan koordinator wilayah menjadi salah satu penyebab tidak terealisasinya target pendapatan karena tidak menyetor ke Unit Pengelolaan Perparkiran. Beberapa kejadian tersebut menimbulkan tanda tanya terkait kualitas kebijakan perparkiran di Kota Yogyakarta, kejelasan tarif dan perasaan aman dan nyaman bagi pengguna parkir. Padahal, salah satu konsideran Perda Perparkiran dan Perda Retribusi Parkir di Tepi Jalan Umum secara jelas mengusung pelayanan perparkiran yang berorientasi kenyamanan dan keamanan bagi pengguna jasa perparkiran. Dengan banyaknya juru parkir yang
11
beroperasi di ruas-ruas jalan Kota Yogyakarta sekarang saja, sudah mulai dirasakan adanya permasalahan
transportasi seperti seringnya kita melihat
lalu-lalang kendaraan bermotor yang memadati jalanan, kemacetan di berbagai ruas jalan yang diakibatkan parkir yang semrawut yang berpotensi mendatangkan kecelakaan. Ada yang mengatakan sebagian masalah tersebut diakibatkan oleh parkir-parkir liar di ruas-ruas jalan (Kompas Yogyakarta, 9/02/2010). Guna mengatasi permasalahan di atas, Pemerintah Kota Yogyakarta memberlakukan Perda No. 18 Tahun 2009 tentang Perparkiran dan Perda No. 19 Tahun 2009 tentang Retribusi Parkir Tepi Jalan Umum, menggantikan regulasi lama yang dirasakan sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi saat ini. Berdasarkan latar belakang tersebut, dapat dilihat permasalahan nya disini adalah masalah perparkiran tepi jalan Kota Yogyakarta masih mempunyai masalah bagi pemerintah yang berkaitan dengan pemasukan PAD dan untuk pelanggan atau masyarakat pada penerapannya dilapangan masyarakat masih mengeluh masalah pelayanan parkir yang diberikan. Untuk itu penulis memandang perlunya melakukan analisis kualitas pelayanan parkir tepi jalan Kota Yogyakarta berdasarkan persepsi pelanggan dan pengelola parkir.
12
B. Rumusan Masalah Penelitian tentang kualitas pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum di Kota Yogyakarta ini mengangkat permasalahan berikut: 1. Bagaimana kualitas pelayanan parkir di tepi jalan umum di Kota Yogyakarta? 2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi kualitas pelayanan parkir di tepi jalan umum di Kota Yogyakarta. C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui bagaimana kualitas pelayanan parkir di tepi jalan umum di Kota Yogyakarta? 2. Untuk mengetahui Faktor-faktor apa yang mempengaruhi kualitas pelayanan parkir di tepi jalan umum di Kota Yogyakarta. D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian kualitas palayanan parkir di tepi jalan umum di Kota Yogyakarta ini adalah untuk memberikan tambahan pengetahuan tentang bagaimana kaualitas pelayanan parkir di tepi jalan umum dan menghasilkan
masukan
bagi
Pemerintah
Kota
Yogyakarta
untuk
menyempurnakan kebijakan perparkiran di tepi jalan umum. E. Penelitian yang Relevan Penelittian ini memfokuskan kepada bagaimana kualitas pelayanan parkir di tepi jalan umum Kota Yogyakarta serta faktor-faktor aa saja yang mempengaruhi kualitas pelayanan tersebut. Mengingat masalah parkir adalah masalah yang kompleks dan merupakan masalah yang pasti dialami oleh kota-
13
kota besar maka penelitian tentang parkir ini bukanlah merupakan hal yang sama sekali baru, karena beberapa penalitian sudah pernah dilakukan. Namun, beberapa penelitian terdahulu ini dapat dijadikan referensi untuk memahami perkembangan dalam penelitian sejenis sekaligus menentukan standin position serta research gap penelitian ini, sehingga diharapkan penelitian ini dapat melengkapi kajian penelitian tentang parkir yang ada sebelumnya. Beberapa penelitian tersebut dapat dilihat pada lampiran tesis ini. Berdasarkan penelusuran peneliti yang terkait dengan pelayanan parkir belum ada yang membahas tentang kualitas pelayanan parkir tepi jalan umum Kota Yogyakarta. Sehingga penelitian ini jadi berbeda dengan beberapa penelitian yang seperti: Penelitian Tesis oleh Novita yang berjudul “Tata Kelola Perparkiran : Pemerintahan dan Kekuatan Informal Lainnya (Study Kasus Plaza Sriwedani dan Malioboro II)” yang memfokuskan penelitiannya pada “sejauh mana kekuatan orgaisasi informal dalam pengelolan retribusi parkir di Kota Yogyakarta”. Kemudian tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan bagaimana kebijakan mengenai pengaturan pengelolaan retribusi parkir yang dijalankan di Kota Yogyakarta dan untuk mengungkap adanya pengelola informal dalam menangani retribusi parkir yang menyebabkan hasil pemungutan retribusi parkir tidak seluruhnya menjadi pendapatan daerah. perbedaan lainnya dilihat dari lokasi penelitian yang berbeda dimana lokasi penelitian ini adalah Tempat Khusus Parkir (TKP).
14
Penelitian selanjutnya adalah penelitian Tesis olehZulkifli Mohammad yang berjudul “Implementasi Kebijakan Parkir di Tepi Jalan Umum Kota Yogyakarta” dan tujuan penelitiannya adalah untuk mengetahui bagaimana implementasi kebijakan parkir TJU dan faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan retribusi parkir di TJU Kota Yogyakarta. Dari beberapa penelitian diatas penelitian ini memfokuskan penelitian pada bagaimana kualitas pelayanan parkir TJU Kota Yogyakarta dan Faktorfaktor yang mempengaruhinya. Peneliti melihat belum ada yang meneliti tentang kualitas pelayanan sedang isu ini sangat penting dalam konteks administrasi publik karena konteks utama dari administrasi publik adalah sebuah pelayanan yang diberikan kepada masyarakat. Dan untuk melihat sebuah pelayanan itu baik dan buruk kita juga harus mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya. Alasan inilah maka penulis mengambil judul penelitian ini “kualitas pelayanan parkir di TJU Kota Yogyakarta. Dimana penelitian ini tujuannya untuk mengetahui bagaimana kualitas pelayanan parkir di tepi jalan umum Kota Yogyakarta serta untuk mengetahui faktorfaktor apa saja yang mempengaruhi kualitas pelayanan parkir di tepi jalan umum Kota Yogyakarta.
15