1
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian arkeologi secara umum akan melewati tahap observasi, deskripsi dan ekplanasi. Tahapan tersebut berlaku untuk penelitian baik di lingkungan daratan maupun bawah air. Penelitian arkeologi secara umum di lapangan digambarkan oleh Fagan berupa:1
Finds
Small Material Site Excavation Large Material
Site Laboratory
Flotation Washing Sorting Recording Conservation
Specialist Labs/Expert
Information Exchange
Plant Scientist Zoo Archaeologist Enveronmental Lab Artefact Laboratory Etc.
Information updates to site Bagan 1.1. flowchart penelitian di lapangan oleh Fagan
Hasil ekskavasi kemudian dipilah menjadi objek yang besar dan objek kecil untuk penanganan awal temuan. Kemudian dilanjutkan kepada tahap perlakuan benda artefak dengan cara pencucian, pemilahan khusus,perekamanan data dan konservasi. Hasil penanganan awal benda arkeologis kemudian masuk ke meja analisis yang dilakukan oleh para ahli dengan masing-masing konsentrasi ilmu yang dikuasai hingga menjadikannya suatu kumpulan data yang disimpan dalam data base. Lalu bagaimana dengan penelitian arkeologi bawah air? Penelitian arkeologi bawah air mulai banyak dilakukan pasca-perang dunia kedua sebagai imbas dari berkembangnya teknik penyelaman, sehingga situs yang diketahui berada di bawah air terutama perairan dangkal menjadi mudah untuk dijangkau. Perkembangan teknologi saat ini mempermudah seorang arkeolog 1
Brian M. Fagan. Archaeology: A Brief Introduction, Ninth Edition. New Jersey. 2006. Hal 147
1
Desalinasi keramik..., Andi Handriana, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
Central Database
2
untuk dapat mencapai situs berupa bangkai kapal di laut yang dalam sekalipun.2 Istilah arkeologi bawah air tersebut pertama kali dicetuskan oleh George Bass pada pertengahan abad ke-20, namun sebenarnya pencarian dan penelitian terhadap tinggalan di dasar air telah ada sejak lama sebelum abad 20. Penelitian Kapal Caligua dari Kerajaan Romawi di Italia misalnya, telah dilakukan pada tahun 1535 oleh Fransisco Demarchi dengan teknik penyelaman sederhana.3 Penemuan peralatan scuba oleh Jaques-Yves Cousteau dan Emile Gagnan pada masa Perang Dunia II menjadi awal berkembangnya penelitian arkeologi bawah air. Tahun pertama sesudah penemuan tersebut, penelitian arkeologi bawah air modern banyak dilakukan di perairan Laut Tengah yang kaya akan tinggalan budaya klasik Yunani dan Romawi. Pada tahun 1979 satu tenaga peneliti Indonesia yakni Nurhadi, berkesempatan mengikuti latihan penelitian arkeologi bawah air yang dikaitkan dengan
arkeologi maritim di Thailand. Walaupun
penelitian arkeologi bawah air pertama kali dibicarakan pada tahun 1936, namun baru pada tahun 1956 UNESCO mengeluarkan keputusan penting tentang arkeologi bawah air, sekaligus melaksanakan berbagai ekspedisi.4 Pusat Penelitian Arkeologi Nasional mulai menguji coba kegiatan arkeologi bawah air pada tahun 1981, bekerjasama dengan pasukan katak dari Armada Republik Indonesia Wilayah Timur. Selain mempelajari dan menangani segala tinggalan bawah air, arkeologi bawah air juga meneliti segala sesuatu yang terkait dengan kelautan dan pelayaran, namun datanya tetap di daratan. Dengan demikian, situs di daerah pantai atau sungai dan kapal yang tertimbun tanah di daratan menjadi cakupan arkeologi bawah air. Sejumlah negara maju memanfaatkan ilmu arkeologi bawah air untuk meneliti sumur kuno, pelabuhan, kota yang tenggelam dan kapal-kapal karam. Para ahli membagi situs arkeologi bawah air menjadi 4 kategori diantaranya: (1) Situs sampah dapur bawah air (2) Situs pemukiman atau pelabuhan yang terendam air (3) Tempat suci atau tempat yang dikeramatkan (4) Reruntuhan kapal.5
2
Donny L. Hamilton. “Overview of Conservation in Archaeology : Basic Conservation Procedurs”. Texas A & M University. 2000. hal 7. 3 Djulianto Susantio. Arkeologi Maritim dan Bawah Air di Indonesia. Sinar Harapan 2003. 4 Ibid. 5 Opcit.
Universitas Indonesia
Desalinasi keramik..., Andi Handriana, FIB UI, 2009
3
Situs reruntuhan kapal menjadi objek penelitian arkeologi bawah air paling banyak dilakukan. Diperkirakan terdapat 3 juta reruntuhan kapal dengan berbagai macam muatan yang belum ditemukan tersebar di seluruh dunia.6 Daftar dari The Dictionary of Disaster at Sea memberitahukan bahwa setidaknya terdapat 12.542 kapal layar dan kapal perang yang hilang di lautan dalam rentang waktu antara tahun 1824 hingga tahun 1962 saja.7 Begitu pula di perairan Indonesia, menurut catatan-catatan kuno lebih dari 400 kapal pernah tenggelam yang memuat berbagai benda.8 Beberapa hasil penelitian internasional mengenai reruntuhan kapal dan muatannya yang sudah dipublikasikan dan sudah sangat dikenal diantaranya yaitu:9 (a) Temuan reruntuhan Kapal Titanic yang tenggelam pada tahun 1912 di Newfoundland, Kanada pada tahun 1985. Kapal tersebut memuat sekitar 1800 artefak berbagai jenis. (b) Reruntuhan Kapal Tek Sing di Laut Cina Selatan yang ditemukan pada tahun 1999 yang memuat lebih dari 300.000 keramik. (c) Kapal Elizabeth and Mary di Baie-Trinité, Kanada yang ditemukan pada tahun 1994. Kapal tersebut memuat salah satu koleksi benda arkeologis paling baik peninggalan abad ke-17. (d) Kapal Pandora di Queensland, Australia, diteliti pada tahun 1983 yang memuat furniture akhir abad ke-19 dari Eropa. (e) Kapal Nuesta Senora De Atocha di Marquesas Key, Florida, Amerika Serikat. Kapal yang tenggelam pada tahun 1622 dan ditemukan pada tahun 1970 tersebut memuat emas, perak, keramik, koin, senjata dan material-material kecil. (f) Kapal Bronze Age di Bodrum, Turki, yang di temukan pada tahun 1982. Kapal tersebut memuat 20 ton artefak yang terdiri dari keramik, perhiasan dari emas dan perak, peralatan yang terbuat dari perunggu dan senjata. 6
The UNESCO Convention On The Protection Of The Underwater Cultural Heritage. France. 2001. Hal 4. 7 Ibid. hal 4. 8 Djulianto Susantio. Arkeologi Maritim dan Bawah Air di Indonesia. Sinar Harapan 2003. 9 Opcit. hal 8.
Universitas Indonesia
Desalinasi keramik..., Andi Handriana, FIB UI, 2009
4
Peninggalan arkeologi bawah air berupa reruntuhan kapal lainnya yaitu Kapal San Esteban, salah satu dari tiga Kapal Spanish Plate Fleet yang tenggelam pada tahun 1554 di pulau Padre, Texas. Temuannya berupa 2 jangkar, senjata bombardetta dengan alat pengangkutnya yang terbuat dari kayu, breech block dan berbagai macam benda-benda keramik kecil, ditemukan pula meriam yang memiliki panjang 4 meter dengan berat 2 ton.10 Kapal Santo Antonio de Tanna di pelabuhan Mombasa di Kenya yang tenggelam pada tahun 1697 memuat gerabah dan keramik.11 Kapal karam yang memuat tempayan (pottery) terdapat pula di Kradad dan Sattatip, Teluk Siam, yang tenggelam pada abad ke-16 dan ditemukan pada tahun 1979. Di tempat lain di dekat Pulau Marindaque, Filiphina, ditemukan kapal karam Cina pada tahun 1982 yang sebagian besar memuat alat-alat makan yang terbuat dari tanah liat atau keramik.12 Kapal Belanda De Witte Leeuw yang karam di dekat Pulau St. Helena di Timur Afrika tahun 1613 juga memuat keramik.13 Di Indonesia juga beberapa kali dilakukan penelitian bawah air mengenai reruntuhan kapal bermuatan diantaranya yaitu: Penemuan kapal tenggelam di Pelabuhan Tua Tuban di sebelah Pantai Utara Jawa Timur yang memuat ribuan keramik dalam kondisi rusak, telah menjadi karang.14 Reruntuhan Kapal Geldermalsen, Kapal Belanda yang tenggelam tahun 1751 dengan muatan teh, sutra dan keramik ditemukan pada tahun 1986. Temuannya berupa 126 emas batangan dan 160.000 keramik (porcelain) merupakan kapal bermuatan yang paling banyak yang pernah ditemukan di Indonesia pada tahun tersebut dan jenis mangkuk ditemukan paling banyak.15 Penelitian yang belum lama ini dilakukan berkaitan dengan kapal karam di Indonesia yaitu penemuan kapal karam di
10
Donny L. Hamilton. “Overview of Conservation in Archaeology : Basic Conservation Procedurs”. Texas A & M University. 2000. hal 7. 11 Institute Of Nautical Archaeology. “Conservation Research Laboratory Reports”. Conservation Of Ceramics Firepots Mombasa, Kenya, Project. Texas A & M University. 2000. 12 S. Adhyatman dan Abu Ridho. Tempayan di Indonesia. Himpunan keramik Indonesia. 1997. Hal 13. 13 Ibid. hal 13. 14 Ibid. 15 Hari Untoro Dradjat. “Penelitian Dan Penyelamatan Sumberdaya Budaya Bawah Laut”. Dalam Eksplorasi Sumberdaya Budaya Maritim. Jakarta. 2005 hal 31.
Universitas Indonesia
Desalinasi keramik..., Andi Handriana, FIB UI, 2009
5
Indramayu yang memuat ratusan ribu mangkuk keramik baik pecahan maupun utuh.16 Beberapa reruntuhan kapal karam yang diteliti tersebut hampir semuanya memuat benda keramik, terutama mangkuk. Benda keramik dapat dikatakan merupakan alat dan juga komoditi perdagangan yang sangat penting pada masanya karena kegunaannya yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan seharihari di hampir semua lapisan masyarakat di masa sejarah bahkan di masa prasejarah sekalipun.17 Berbagai bentuk dan benda berupa keramik yang hampir selalu temukan di situs-situs arkeologi diantaranya yaitu:18 (1) Peralatan rumah tangga. (2) Benda upacara keagamaan dan adat. (3) permainan anak-anak. (4) Peralatan bahan bangunan seperti genteng, batu bata, dan hiasan atap rumah. Hal tersebut membuat keramik –sebagai artefak arkeologi- menjadi sumber informasi yang dapat menerangkan berbagai kehidupan yang terjadi di masa lalu. Keramik menjadi sumber informasi yang sangat penting dan berharga sebagai objek penelitian arkeologi karena peran dan fungsinya di berbagai zaman yang dilaluinya. Keramik juga merupakan salah satu peralatan yang dapat bertahan dengan sangat lama.19 Tidak heran jika sekarang keramik-keramik arkeologis tersebut diisukan memiliki nilai jual yang sangat tinggi di pasaran kolektor keramik karena kekunaannya dan nilai sejarahnya.20 Keramik porselin dalam proses pembuatannya dibakar dengan suhu sangat tinggi yang dapat menjadikannya sangat tahan air dan tidak akan menyerap air garam dari lingkungan air laut. Beberapa jenis keramik stoneware dengan pembakaran yang kurang sempurna dapat terendapkan oleh garam antara glasir dengan bagian badan keramik. Jika garam tersebut tidak dihilangkan dan mengendap dalam waktu lama, glasir yang melekat dapat terlepas, luruh begitu saja.21 Keramik earthenware yang didapatkan dari situs bawah laut hampir pasti akan dipenuhi dengan endapan garam yang menyatu dengan badannya karena earthenware tidak tahan air (menyerap air). 16
Horst Liebner. “Laporan Akhir Riset Temuan Kapal Karam di Perairan Laut Jawa”. Jakarta. 2008. 17 Pameran Keramik Indonesia. Himpunan Keramik Indonesia. Jakarta. 1978. Hal 2 18 Ibid. hal 3. 19 “Ceramics Restoration and Conservation, A Question of Values”. Ceramic Restoration. 2008 20 Horst Liebner. Laporan Akhir Riset Temuan Kapal Karam di Perairan Laut Jawa. 2008. 21 Opcit. Hal 4
Universitas Indonesia
Desalinasi keramik..., Andi Handriana, FIB UI, 2009
6
Permukaan badan benda keramik juga dapat terendapkan kandungan garam yang tidak terlarut seperti kalsium karbonat dan kalsium sulfat. Larutan garam seperti klorida, pospat dan nitrat22 sangat berbahaya sekali bagi keramik earthenware.23 Garam terlarut (air laut) bersifat higroskopis24 dan memiliki kelembapan yang relatif naik-turun, sedangkan untuk garamnya sendiri secara berkala dapat terlarut dan mengkristal.25 Kegiatan pengangkatan keramik dari situs arkeologi bawah air, terutama kapal karam, hampir selalu mangkuk -secara kuantitas- memiliki jumlah paling banyak dari pada keramik lain. Beberapa pengangkatan artefak dari kapal karam, seperti di Cirebon, Belitung, bahkan pada pengangkatan di Karawang, mangkuk menjadi artefak paling banyak yang diangkat ke daratan. Mangkuk secara kualitas juga dapat merepresentasikan kehidupan keseharian masyarakat masa lalu, karena fungsi praktis yang melekat padanya. Jumlahnya yang banyak dapat pula menunjukkan adanya kegiatan perdagangan masa lalu.
1.2. Masalah Penelitian Sejarah dan budaya materi yang dapat dikuak dari tinggalan keramik salah satu diantaranya adalah masa pembuatan keramik tersebut. Pembuatan keramik, baik karena fungsi, bentuk maupun karena keindahannya (estetika) selalu sejalan dengan seni yang sedang berkembang di masa tersebut sehingga dapat mencerminkan suatu waktu yang sedang berjalan.26 Keramik juga merupakan salah satu artefak yang dapat selamat dari akhir suatu peradaban dan dari keramik tersebut dapat ditentukan pertanggalan (relatif/mutlak), interpretasi teknologi yang terkandung, rute perdagangan, kepercayaan dan mencerminkan kegiatan rutin
22
Nitrat (NO3-) dan nitrit (NO2-) adalah ion-ion anorganik alami, yang merupakan bagian dari siklus nitrogen. Aktifitas mikroba di tanah atau air menguraikan sampah yang mengandung nitrogen organik pertama-pertama menjadi ammonia, kemudian dioksidasikan menjadi nitrit dan nitrat. Dalam: Thompson B. Nitrates And Nitrites Dietary Exposure and Risk Assessment. New Zealand. 2004. 23 Donny L. Hamilton. “Pottery Conservation”. Texas A & M University. 2000. 24 Higroskopi adalah kemampuan suatu zat untuk menyerap molekul air dari lingkungannya baik melalui absorbsi atau adsorpsi. Suatu zat disebut higroskopis jika zat itu mempunyai kemampuan menyerap molekul air yang baik. Dalam: http://id.wikipedia.org/wiki/Higroskopi diunduh tanggal 19 maret 2008 25 Opcit. 26 Opcit.
Universitas Indonesia
Desalinasi keramik..., Andi Handriana, FIB UI, 2009
7
sehari-hari.27 Sehingga benda keramik tersebut dapat memberikan informasi waktu dan dapat memberikan kesimpulan mengenai perdagangan, ekonomi dan masyarakat.28 Benda arkeologis yang ditemukan di daratan perlu memperhatikan beberapa faktor dalam penanganannya yaitu faktor manusia, faktor lingkungan sekitar benda dan faktor lingkungan alami.29 Manusia dapat menimbulkan kerusakan karena salah penanganan, mulai ditelantarkan, penyimpanan yang tidak sesuai, kecelakaan serta kebakaran. Faktor lingkungan benda dapat dibagi menjadi kelembaban udara, suhu dan penyinaran. Lainnya ada 5 faktor yang yang terdapat di lingkungan alami, yaitu kondisi iklim dan lingkungannya, sinar matahari, serangga, mikroorganisme, dan polusi.30 Lalu bagaimana dengan temuan arkeologis yang ditemukan di bawah air? Tentunya berbeda penanganannya karena memiliki lingkungan yang berbeda pula, sehingga faktor yang mempengaruhi benda temuan arkeologis untuk rusak di lingkungan bawah air-pun menjadi berbeda. Penanganan khusus menjadi pertimbangan yang harus dilakukan dengan tujuan menyelamatkan hasil kebudayaan manusia masa lalu. Benda keramik yang berasal dari situs arkeologi bawah air (laut), jika telah diangkat dari bawah laut dan dibiarkan akan mengalami perusakan oleh garam yang mengendap. Sebuah objek jikalau telah lama terendam dalam air garam (laut) dan atau yang didapatkan dari dasar laut maka akan menghadapi resiko kerusakan (rapuh, retak bahkan pecah) karena tekanan yang muncul dari dalam ketika dibawa ke lingkungan yang memberikan kontak langsung dengan udara.31 Ketika hal tersebut terjadi pada saat yang sama kelompok besar garam yang telah mengkristal (menyerupai jarum-jarum yang sangat kecil) akan menutupi permukaan keramik dan menyembunyikan semua detail yang ada di benda keramik. Belum lagi kehidupan laut yang telah lama melekat pada keramikkeramik tersebut seperti kerang dan berbagai jenis tumbuhan. Sehingga 27
Opcit. Jim Grant dkk. The Archaeology Course Book; An Introduction To Study Skills, Topic & Methods. London. 2002 hal 52-53. 29 Joetono. “Pengamanan dan Konservasi Arkeologi”. Pertemuan Ilmiah Arkeologi VII. Jakarta. Hlm. 69. 30 Ibid. 31 “A Heritage In Danger”. The UNESCO Convention On The Protection Of The Underwater Cultural Heritage. France. 2001. Hal 5 28
Universitas Indonesia
Desalinasi keramik..., Andi Handriana, FIB UI, 2009
8
menyulitkan proses analisis lebih lanjut untuk dapat mengungkapkan aktifitas kebudayaan yang telah terjadi dalam rangka penelitian arkeologi. Penanganan untuk artefak arkeologi menjadi salah satu pertimbangan yang paling penting ketika akan merencanakan atau melaksanakan penelitian dengan data yang berasal dari materi peninggalan situs bawah air khususnya menyangkut jumlahnya yang sangat banyak.32 Tindakan tersebut merupakan salah satu upaya konservasi artefak arkeologi, tanpa tindakan tersebut, ribuan bahkan ratusan ribu dari artefak tersebut akan rusak dan data sejarah yang terkandung didalamnya dapat hilang. Kehilangan tersebut bukan hanya akan menyulitkan proses konservasi tetapi juga kerugian besar bagi para arkeolog yang akan menguak sejarah dan budaya materi tersebut.33 Tiga tujuan arkeologi yang akan dicapai tidak dapat dilaksanakan dengan baik karena hilangnya informasi-informasi tersebut. Dalam kaitannya dengan hal tersebut, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini yaitu: Bagaimana desalinasi benda keramik jenis porcelainous stoneware sebagai penanganan awal dalam konservasi arkeologi? Penanganan awal tinggalan situs bawah air yang dimaksudkan adalah tindakan atau perlakuan pertama yang dilakukan dalam rangka penyelamatan dan konservasi, setelah temuan terangkat dari air (laut) hingga siap untuk analisis lebih lanjut untuk mengetahui bentuk dan dekorasi mangkuk keramik. Penanganan awal yang akan dilakukan dalam penelitian ini berupa pemisahan unsur-unsur garam dari temuan (desalinasi).
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian Penelitian ini memiliki 2 tujuan yang ingin dicapai, (1) Tujuan umum, yaitu konservasi artefak arkeologi bawah air (laut) terutama benda-benda keramik. (2) Tujuan khusus, yaitu dapat memperjelas tahap desalinasi benda keramik sebagai penanganan awal (dalam upaya konservasi) yang didapat dari situs bawah
32
Donny L. Hamilton. “Overview of Conservation in Archaeology : Basic Conservation Procedurs”. Texas A & M University. 2000. Hal 2 33 Ibid
Universitas Indonesia
Desalinasi keramik..., Andi Handriana, FIB UI, 2009
9
air sehingga benda keramik dapat dianalisis lebih lanjut. Penelitian ini akan memberikan gambaran mengenai tindakan atau perlakuan pertama dan proses desalinasi keramik tinggalan situs bawah air (laut) yang dilakukan untuk mensterilkan kadar garam yang mengendap setelah temuan diangkat dari laut dan menemukan lingkungan yang berbeda. Penanganan keramik yang telah ditulis dan disarankan oleh para ahli masih bersifat umum, belum memberikan arahan yang jelas dan spesifik dari masalah yang dihadapi, terutama menghadapi sekian ribu bahkan ratusan ribu tinggalan keramik dengan glasir yang sudah rusak dan masih memiliki konsentrasi garam yang tinggi. Selain itu identifikasi mangkuk keramik akan berusaha untuk menjelaskan kegiatan sosial budaya yang terjadi ketika mangkuk tersebut mulai dibuat. Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi pertimbangan dalam melakukan penanganan awal keramik tinggalan situs bawah air (laut). Diharapkan pula dapat lebih membantu dalam proses penanganan artefak Benda Cagar Budaya bawah air (laut), terutama mangkuk keramik yang jumlahnya dapat mencapai ribuan bahkan ratusan ribu keping. Proses desalinasi yang dilakukan selama ini tidak mendapat perhatian khusus, biasanya hanya asal rendam saja tanpa mengetahui berapa lama keramik harus direndam, berapa banyak kandungan garam yang sudah dikeluarkan dan masih perlukah direndam kembali karena kadar garamnya yang masih tinggi. Sehingga masih dipertanyakan apakah memang sudah selesai tahap desalinasi yang telah dilakukan ataukah belum? Padahal penanganan awal (desalinasi) yang efektif (waktu dan biaya), terukur dan terperinci menjadi salah satu faktor kemampuan benda-benda tinggalan situs bawah air (laut) dapat dianalisis secara maksimal sehingga dapat melakukan interpretasi yang maksimal pula. 1.4. Gambaran Data Data arkeologi yang dipergunakan dalam penelitian ini berupa sampling dari temuan kapal tenggelam di Karawang, Jawa Barat. Data tersebut berupa keramik Benda Muatan Kapal Tenggelam (BMKT) yang didapat dari perusahaan pengangkatan muatan kapal tenggelam yaitu PT. Paradigma Putra Sejahtera bersama dengan PT. Nautic Recovery Asia yang sedang melakukan pengangkatan.
Universitas Indonesia
Desalinasi keramik..., Andi Handriana, FIB UI, 2009
10
Posisi temuan kapal berada di kedalaman 54-57 meter di bawah permukaan laut, terletak pada 050 30’ Lintang Selatan (LS) / 1070 44’ Bujur Timur (BT), sekitar 70
km laut dari Pantai Utara Jawa di wilayah Karawang (Gambar 1.1). Pengangkutan tersebut dilakukan pada periode Bulan September 2008 hingga Bulan Desember 2008, sedangkan penelitian ini dilakukan pada akhir Bulan Oktober 2008 hingga pertengahan Januari 2009. Temuan yang didapat dari tempat tersebut secara keseluruhan kurang lebih berjumlah 15.000 buah yang sebagian besar berjenis keramik (mangkuk), namun artefak yang dapat diidentifikasi dan dapat dianalisis lebih lanjut (pembersihan , pengukuran dan konservasi) hanya mencapai 6438 buah. Artefak tersebut terdiri dari 2 jenis, yaitu jenis keramik dan jenis non keramik. Jenis keramik dapat dibedakan menjadi mangkuk (terbuka) (foto 1.1) berjumlah 4218 buah, kategori keramik tertutup (Closed)34 berjumlah 904 buah, kendi berjumlah 105 buah, vas berjumlah 133 buah, cover berjumlah 537 buah, tutup (lid) berjumlah 161 buah, buli-buli berjumlah 325 buah dan keramik lain selain jenis keramik tersebut berjumlah 55 buah. Sedangkan jenis non keramik dapat berupa seperti koin,
34
Memiliki ciri yaitu diameter bibir lebih kecil dibandingkan dengan diameter badannya
Universitas Indonesia
Desalinasi keramik..., Andi Handriana, FIB UI, 2009
11
konkresi, manik-manik, artefak gelas, cincin logam, batu pipisan dan terdapat beberapa benda yang belum teridentifikasi. Benda keramik sebagai data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah benda mangkuk keramik memiliki sisa glasir berwarna hijau (green glaze) dengan warna permukaan krem ke putih, ada pula yang berwarna abu-abu. Jenis keramik tersebut serupa dengan porcelainous stoneware, yaitu bahannya yang bersifat porselin, namun belum benar-benar mencapai mutu porselin. Jumlah mangkuk yang digunakan sebanyak 4218 buah. Glasir yang melekat pada mangkuk keramik tersebut telah rusak. Mangkuk keramik tersebut memiliki ukuran secara keseluruhan yaitu: (1) tinggi, 2,3 – 10,3 cm. (2) Diameter atas, 9,2 21,6 cm. (3) Diameter alas 4 – 10,5 cm dan (4) Tebal, 0,1 – 0,6 cm.
Bahan dasar mangkuk keramik secara umum terdiri atas silika (SiO2), aluminium (Al2O) dan air (H2O) yang kemudian membentuk keramik
Universitas Indonesia
Desalinasi keramik..., Andi Handriana, FIB UI, 2009
12
(Al2O32SiO2H2O).35 Glasir sebagai bahan pelapis keramik terdiri atas berbagai macam campuran seperti potasium, aluminium, silika dan sodium atau secara kimia mengandung unsur Na3O Al2O3 7SiO2.36 Sisa-sisa glasir masih dapat terlihat ketika benda keramik tersebut telah dibersihkan (foto 1.2, foto 1.3).
1.5. Metode Penelitian Secara umum metode penelitian ini dilakukan dengan tiga tahapan yaitu proses pengumpulan data, pengolahan data dan penafsiran data.37 Layaknya dalam penelitian arkeologi darat, penelitian arkeologi bawah air akan menempuh proses yang sama walaupun dengan kerja teknis yang berbeda.38 1.5.1. Pengumpulan data Tahap yang dilakukan pada pengumpulan data adalah memilah (sortir) penggunaan benda keramik yang akan dijadikan objek penelitian (bagan 1.1). Sortir dilakukan karena temuan benda bawah air bukan hanya benda keramik saja. Temuan lain berupa konkresi, manik-manik, leadrings, bahan logam, bahan kaca dan batu pipisan. Temuan tersebut dipisahkan untuk kemudian memilah keramik dengan ciri glasir atau sisa glasir berwarna hijau dengan warna permukaan putih, krem dan abu-abu. Tidak semua benda keramik dengan ciri glasir berwarna hijau dan warna permukaan putih, krem dan abu-abu memiliki bentuk fisik yang utuh, untuk itu dipilah keramik dengan ciri tersebut ditambah dengan bentuknya
35
Linda Ellis. Archeological Method and Theory: An Ecyclopedia. Garland Publishing Inc. New York & London. 2000. Hlm 120 36 ibid 37 James Deetz. Invitation to Archaeology. 1967 38 Metode Penelitian Arkeologi. Departemen Pendidikan Nasional. Pusat Penelitian Arkeologi Nasional Jakarta. 1999. Hal 31-37.
Universitas Indonesia
Desalinasi keramik..., Andi Handriana, FIB UI, 2009
13
yang utuh. Semua benda keramik utuh yang memiliki glasir berwarna hijau dan warna permukaan putih, krem dan abu-abu dipilah kembali menjadi hanya mangkuk saja. Penyortiran dilakukan untuk memudahkan pendataan yang akan dilakukan juga untuk memudahkan proses desalinasi. Penyotiran tersebut kemudian ditetapkan klasifikasi mangkuk keramik mulai dari ukuran besar, sedang dan kecil. Deskripsi awal benda keramik tinggalan situs bawah air (laut) dilakukan kemudian. 1.5.2. Pengolahan Data Pengukuran kualitas air tawar akan dilakukan sebelum melakukan desalinasi. Pengukuran tersebut dilakukan agar air yang digunakan adalah murni air tawar. Pengukuran tersebut meliputi pengukuran kadar keasaman (pH)39,
39
pH merupakan suatu ekpresi dari konsentrasi ion hidrogen (H+) di dalam air. Besarannya dinyatakan dalam minus logaritma dari konsentrasi ion H. Sebagai contoh, jika terdapat pernyataan pH 6, itu artinya konsentrasi H dalam air tersebut adalah 0.000001 bagian dari total larutan. Karena untuk menuliskan 0.000001 (bayangkan kalau pH 14) terlalu panjang maka orang melogaritmakan angka tersebut sehingga menjadi -6. Tetapi karena ada tanda - (negatif) dibelakang angka tersebut, yang dinilai kurang praktis, maka orang mengalikannya lagi dengan tanda - (minus) sehingga diperoleh angka positif 6. Oleh karena itu, pH diartikan sebagai "-(minus) logaritma dari konsenstrasi ion H". Ph sangat penting sebagai parameter kualitas air karena ia mengontrol tipe dan laju kecepatan reaksi beberapa bahan di dalam air. Besaran pH berkisar dari 0 (sangat asam) sampai dengan 14 (sangat basa/alkalis). Nilai pH kurang dari 7 menunjukkan lingkungan yang masam sedangkan nilai diatas 7 menunjukkan lingkungan yang basa (alkalin).
Universitas Indonesia
Desalinasi keramik..., Andi Handriana, FIB UI, 2009
14
kesadahan (KH)40 dan kadar kalsium (Ca)41 yang diukur menggunakan alat test kemurnian air. Desalinasi dilakukan pada bak berukuran 2.4 x 1.55 x 1.35 meter (panjang x lebar x tinggi) (foto 1.4).
Ukuran bak tersebut tidak baku, namun untuk
mengetahui volume air dan volume mangkuk keramik yang akan di desalinasi ukuran bak harus diketahui dengan jelas. Bak akan diisi benda keramik dengan volume tertentu dan direndam dengan air tanah pada volume tertentu
pula.
Perkembangan unsur garam yang mulai terpisah/larut dari benda keramik akan dikontrol dan dicatat setiap harinya.
Sedangkan pH = 7 disebut sebagai netral. Dalam: http://www.o-fish.com/parameter_air.htm Diunduh tanggal 19 Maret 2009. 40 Kesadahan karbonat atau KH merupakan besaran yang menunjukkan kandungan ion bikarbonat (HCO3-) dan karbonat (CO3--) di dalam air. Dalam akuarium air tawar, pada kisaran pH netral, ion bikarbonat lebih dominan, sedangkan pada akuarium laut, ion karbonat lebih berperan.KH sering disebut sebagai alkalinitas yaitu suatu ekspresi dari kemampuan air untuk mengikat kemasaman (ion-ion yang mampu mengikat H+), dalam: Ibid 41 Kalsium dalam deret kimia termasuk ke dalam jenis logam alkali tanah, berpenampilan putih keperakan yang sangat bermanfaat untuk manusia. Dalam: http://id.wikipedia.org/wiki/Kalsium diunduh tanggal 19 Maret 2009
Universitas Indonesia
Desalinasi keramik..., Andi Handriana, FIB UI, 2009
15
Kontrol tersebut akan dibantu dengan menggunakan alat pengukur daya hantar listrik (konduktivitas) dalam air atau conductivity meter (foto 1.5) dengan satuan ukuran mikroSiemens (mS).
Alat tersebut berfungsi sebagai pengukur daya hantar listrik dalam air karena rapat dan regangnya garam terlarut. Jika daya hantar listrik dapat diketahui maka diketahui pula kandungan garam (terlarut) yang ada dalam air tersebut. Makin besar angka yang tercantum pada alat ukur tersebut makin banyak pula kandungan garam yang ada dalam air, pertanda kandungan garam pada benda keramik mulai berkurang karena terlarut kedalam air rendaman. Jika konduktivitas dalam rendaman sudah mencapai nilai tertinggi maka pergantian air akan dilakukan. Desalinasi mangkuk keramik dilakukan sebanyak 3 kali yang disesuaikan dengan ukurannya masing-masing. Proses desalinasi tersebut antara lain: (a) Desalinasi mangkuk besar dengan perbandingan volume air dengan volume artefak 10:1, dengan waktu pengukuran selama 15 hari. (b) Desalinasi mangkuk sedang
dengan perbandingan volume air dengan
volume artefak 10:1, dengan waktu pengukuran selama 30 hari. (c) Desalinasi mangkuk kecil dengan perbandingan volume air dengan volume artefak lebih kecil dari 40:5, dengan waktu pengukuran selama 15 hari.
Universitas Indonesia
Desalinasi keramik..., Andi Handriana, FIB UI, 2009
16
Ketiga desalinasi tersebut dilakukan untuk mengetahui jumlah garam yang larut dalam air, kecepatan reaksi garam yang larut dalam air baik yang dipengaruhi oleh suhu maupun pengaruh volume air serta volume artefak dalam reaksi pelarutan garam. Jika mengetahui 4 variabel dalam desalinasi tersebut maka diharapkan suatu formulasi untuk penanganan awal benda keramik situs peninggalan bawah air (laut) dalam desalinasi benda keramik menuju stabil. Proses desalinasi dituntun dengan standar teknis yang ditetapkan. Standar teknis tersebut dilakukan untuk mempermudah perbandingan semua hasil desalinasi. Standar teknis tersebut antara lain: 1. Volume air yang akan digunakan sebagai rendaman adalah 3 m3, baik untuk percobaan baru maupun rendaman baru (pergantian air). 2. Variabel pendataan berupa: (a) tanggal dan waktu. (b) lama perendaman. (c) total waktu perendaman. (d) kadar garam terlarut [salinitas] (e) suhu. (f) catatan, untuk catatan mendata hal-hal diluar variabel tersebut. 3. Pergantian air dilakukan jika konduktivitas air telah mencapai konstan. Waktu pergantian tersebut dapat berubah jika: (a) Konsentrasi garam dalam bak masih berubah secara signifikan atau sebaliknya, (b) Terbentur masalah teknis dilapangan misalnya, tidak adanya air atau tingginya salinitas air keran untuk rendaman. 4. Pengukuran kadar garam dilakukan 3 kali dalam sehari agar dapat melihat perubahan-perubahan yang terjadi secara jelas. Pengukuran tersebut dapat berubah jika terdapat kendala teknis dilapangan. 5. Pengukuran berhenti jika nilai kadar garam pada rendaman benda keramik sudah tidak ada kenaikan signifikan atau turun dalam pengukuran konduktivitasnya. 6. Alat ukur yang digunakan adalah conductivity meter, untuk mengukur kadar garam dan thermometer celup untuk mengukur suhu air. Hasil pengukuran menggunakan alat ukur konduktivitas memiliki satuan mikroSiemens (μS). Pada tahap ini banyaknya garam yang terlarut dalam air belum dapat diketahui. Banyaknya garam terlarut dapat diketahui dengan mengkonversi angka hasil pengukuran (konduktivitas) kedalam suatu satuan yaitu
Universitas Indonesia
Desalinasi keramik..., Andi Handriana, FIB UI, 2009
17
practical salinity scale (skala salinitas praktis) atau practical salinity units (PSU) menggunakan rumus yang ditetapkan UNESCO. Rumus tersebut yaitu:42 R = ((6.859819x10-38) x a8))+((-2.027297x10-32) x a7))+((2.576767x10-27) x a6)) + ((-1.855032x10-22) x a5))+(( 8.450662x10-18) x a4))+((-2.616744x10-13) x a3) + ((7.096135x10-9) x a2) + (0.0005161311 x a) +( -0.05028803) {a merupakan nilai pengukuran konduktivitas dalam mikroSiemens}
(1.1)
Hasil penghitungan menggunakan rumus konduktivitas tersebut akan berupa rasio ( R ) atau data angka saja. Nilai a pada rumus tersebut adalah nilai konduktivitas hasil pengukuran. Hasil perhitungan menggunakan rumus tersebut (R) kemudian dikonversikan pada rumus salinitas ( S ). Nilai rasio ( R ) hasil penghitungan tidak memiliki satuan, namun hasil penghitungan konversi kedalam rumus salinitas (S), memiliki satuan ppt (part per thousand) yang setara dengan 1000 bagian perjuta (Bpj) atau setara dengan tiap gram zat terlarut dalam satu liter larutan.43 Rumus tersebut yaitu: S = 0.008 - (0.1692 x (R(1/2))) + (25.3853 x R) + (14.0941 x (R(3/2))) - (7.0261 x (R2)) + (1.2) (2.7081 x (R(5/2))) ppt (gram/Liter)
Hasil penghitungan dengan rumus salinitas (S) tersebut didapat nilai seberapa banyak kadar garam yang telah terlarut didalam air pada proses desalinasi. Mengetahui jumlah konsentrasi garam merupakan cara untuk menyatakan hubungan kuantitatif antara zat terlarut dan pelarut. Menyatakan konsentrasi larutan ada beberapa macam, salah satunya dengan Molaritas. Molaritas menyatakan jumlah mol zat terlarut dalam 1 liter larutan. Molaritas dinyatakan melalui:
No.
Rumus
Keterangan M= Molaritas dengan satuan molar (M)
1
Gram = Jumlah zat terlarut dengan satuan gram. V= Volume/massa pelarut (L/Kg).
Mr=Massa relatif zat terlarut.
Tabel 1.1. Rumus molaritas 42
PSU versus Conductivity. PSU_vs_Conductivity.xls. diunduh tanggal 15 April 2009. Salinity - what do those figures mean?. Dalam http://www.appslabs.com.au/salinity.htm . diunduh tanggal 15 April 2009 43
Universitas Indonesia
Desalinasi keramik..., Andi Handriana, FIB UI, 2009
18
Variabel yang digunakan pada pengukuran kadar garam dalam air atau salinitas tersebut diketahui berupa waktu dan banyaknya garam terlarut. Hasil dari pengukuran dan penghitungan waktu dan banyaknya garam terlarut pada proses desalinasi tersebut dapat memunculkan variabel pendukung lain untuk menghasilkan suatu formulasi dalam penanganan benda keramik. Variabel
tersebut
adalah
kecepatan
larutnya
garam
pada
air.
Mengintegrasikan hasil pengukuran ke persamaan kinematika dari Hukum Newton I (nomor 1 dan 2 tabel persamaan) dan Hukum Newton II (nomor 3 tabel persamaan) akan dilakukan untuk mendapatkan seberapa cepatnya garam larut dalam air. Pengukuran kecepatan (V) diperlukan variabel dasar seperti jarak tempuh (dalam meter atau m) dan waktu tempuh (dalam detik atau t). Variabel tersebut dapat dipersamakan dengan angka konversi hasil pengukuran pada tiap percobaan yang akan dilakukan. Persamaan yang dimaksud antara lain:
N o
Rumus
V = S/t 1
sama dengan: VL = M/ J a = ΔV/Δt
2
sama dengan: aL = ΔVL/ΔJ vt = v0 + a.t sama dengan; vtL= v0 + aL.J atau
3 2
2
vt = v0 + 2 a S sama dengan; 2 2 vtL = v0 + 2 aL M atau
Keterangan V = VL V = Kecepatan dengan satuan meter per detik (m/s) VL = Kecepatan larutnya garam dengan satuan Molar per jam (M/J) a = aL a = percepatan sesaat 2 (m/s ), aL = percepatan larutnya 2 garam (M/J )
vt = vtL dan v0 = v0L vt = kecepatan sesaat benda (m/s), vtL = kecepatan sesaat larutnya garam (M/J) v0 = kecepatan awal benda (m/s) v0L = kecepatan awal larutnya garam (M/J)
S=M S = Jarak, dengan satuan meter (m). M = jumlah molaritas dengan satuan Molar (M), menyatakan banyaknya jumlah zat terlarut dalam air. V = VL V = Kecepatan dengan satuan meter per detik (m/s) VL = Kecepatan larutnya garam dengan satuan Molar per jam (M/J) S=M
t=J t = waktu, dengan satuan detik (s). J = waktu, dengan satuan jam.
S = Jarak, dengan satuan meter (m). M = jumlah molaritas dengan satuan Molar (M), menyatakan banyaknya jumlah zat terlarut dalam air.
t = waktu, dengan satuan detik (s). J = waktu, dengan satuan jam.
t=J t = waktu, dengan satuan detik (s). J = waktu, dengan satuan jam.
t=J
Universitas Indonesia
Desalinasi keramik..., Andi Handriana, FIB UI, 2009
19
2
S = v0 t + 1/2 a t sama dengan; M = v0 t + 1/2 aL 2 J
Tabel 1.2. Persamaan rumus kinematika dengan larutan.
Naik dan turunnya suhu air rendaman mempengaruhi jalannya suatu reaksi penetralan garam. Diketahui bahwa kenaikan suhu dapat mempercepat laju reaksi. Namun begitu pengaruh suhu tersebut memiliki batas, karena semakin tinggi suhu memicu reaksi kimia lain yang berpengaruh pada reaksi yang sedang dilakukan. Pada penelitian ini, perubahan suhu air dihitung untuk mengetahui pengaruhnya terhadap kecepatan reaksi pelarutan garam. Perhitungan tersebut hanya dilakukan untuk kenaikan suhu air saja, untuk perubahan suhu air yang turun ataupun stabil diabaikan. Perhitungan tersebut masih menggunakan angka dari hasil pengukuran yang telah dilakukan. Masing-masing proses desalinasi pada mangkuk akan diambil sampel secara acak sejumlah 100 buah untuk mengetahui hasil desalinasi terhadap kondisi fisik mangkuk. Kondisi fisik mangkuk tersebut meliputi keberadaan kerang dan materi lain yang menempel, glasir dan sisa glasir serta kristal garam yang menempel pada permukaan mangkuk keramik. 1.5.3.
Penafsiran Data Interpretasi atau penafsiran data adalah langkah terakhir yang dilakukan.
Perbandingan masing-masing hasil analisis desalinasi terhadap mangkuk keramik dapat diketahui bagaimana upaya konservasi yang dilakukan untuk mangkuk keramik tersebut. Mulai dari hubungan jenis keramik dengan desalinasi, bagaimana jenis keramik menentukan dalam melakukan desalinasi. Hubungan ukuran keramik dengan desalinasi dan penafsiran waktu melalui kadar garam yang terkandung.
Universitas Indonesia
Desalinasi keramik..., Andi Handriana, FIB UI, 2009
20
Universitas Indonesia
Desalinasi keramik..., Andi Handriana, FIB UI, 2009
21
1.6. Sistematika Penulisan Penelitian ini akan ditulis menurut kerangka ilmiah yang bersifat deskriptif. Struktur yang dibuat adalah sebagai berikut : 1. BAB I. PENDAHULUAN. Bab pendahuluan berisi tentang uraian latar belakang dilakukannya penulisan untuk penelitian arkeologi, sejarah dan perkembangan penelitian
situs peninggalan bawah air (laut) disertai dengan mengemukakan
masalah, tujuan dan manfaat, gambaran data hingga metode penelitiannya. 2. BAB II. KERAMIK DAN KONSERVASI KERAMIK. Bab ini akan membahas tentang keramik, bagaimana pengendapan garam dapat terjadi dan bagaimana penguraiannya. Deskripsi data dijelaskan pula pada bab 2. 3. BAB III. DESALINASI DAN ANALISIS MANGKUK KERAMIK KAPAL KARAM DI KARAWANG, JAWA BARAT. Bab ini berupa analisis desalinasi dan analisis fisik mangkuk keramik itu sendiri. Pengintegrasian angka kedalam persamaan rumus kimia dan matematika dilakukan kemudian. 4. BAB IV. MANGKUK KERAMIK DARI KARAWANG, JAWA BARAT. Bab ini akan membahas mengenai hasil desalinasi mangkuk dan mencoba untuk menafsirkan setiap kejadian dengan perbandingan masing-masing hasil desalinasi. Bab ini juga akan menafsirkan mangkuk keramik dari kapal karam di Karawang, Jawa Barat. 5. BAB V. PENUTUP. Isi dari bab ini adalah kesimpulan dari uraian bab-bab sebelumnya.
Universitas Indonesia
Desalinasi keramik..., Andi Handriana, FIB UI, 2009