BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya kesadaran akan arti keseimbangan antar aspek ekonomi,
sosial dan lingkungan (profit-people-planet), kini semakin banyak
perusahaan yang memenuhi tanggung jawab sosialnya (CSR). Corporate social responsibility (CSR) merupakan salah satu bentuk komitmen perusahaan atau korporasi untuk membangun kualitas kehidupan yang lebih baik bersama dengan para pihak yang terkait, utamanya masyarakat di sekelilingnya dan lingkungan sosial dimana perusahaan tersebut berada, yang dilakukan terpadu dengan kegiatan usahanya secara berkelanjutan. Jika mempertanyakan mengapa sebuah perusahaan memiliki kewajiban dalam mengembangkan masyarakat sekitarnya, maka paling tidak ada dua hal yang menjadi alasan. Alasan yang pertama, adalah kelompok masyarakat rentan biasanya paling menderita dalam berhadap-hadapan dengan dampak negatif operasi perusahaan. Yang kedua, kelompok masyarakat rentan biasanya memiliki akses paling kecil terhadap dampak positif operasi perusahaan. Kombinasi kedua hal itu mengimplikasikan bahwa perusahaan harus bertanggung jawab atas dampak negatif yang dirasakan
Universitas Sumatera Utara
masyarakat, dan perusahaan harus mencegah kemungkinan kemarahan masyarakat yang akan muncul1. Program CSR dapat dilakukan melalui program-program pembangunan, khususnya program pemberdayaan masyarakat dengan melibatkan masyarakat sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hal inilah yang semakin membuka peluang bagi Pemerintah untuk dapat menjalin kerjasama yang baik dengan perusahaan-perusahaan dalam hal melaksanakan program pemberdayaan masyarakat dengan memanfaatkan dana CSR sebagai alternatif biaya pembangunan Non-APBD. Untuk itu, sejalan dengan peraturan ataupun Undang-Undang yang mewajibkan perusahaan baik milik swasta ataupun Negara untuk menyisihkan sebagian keuntungannya untuk dibagikan kepada masyarakat sekitar lingkungan perusahaan sebagai tanggung jawab sosial perusahaan atas dampak yang ditimbulkan dari segala aktivitas perusahaan, atau yang disebut dengan dana Corporate Social Responsibility. Dana CSR tersebut dapat dijadikan Pemerintah sebagai pembiayaan non-APBD untuk membiayai program-program pembangunan yang berkenaan langsung dengan masyarakat. Dana CSR ini nantinya bukan untuk dijadikan sebagai sumber utama pembiayaan Pemerintah, namun merupakan dana penyertaan nonAPBD yang ditujukan untuk mengurangi beban Pemerintah yang memiliki keterbatasan finansial. Sangat menarik jika melihat perkembangan Provinsi DKI Jakarta yang baru setahun lebih ini memiliki pemimpin yang membuat banyak gebrakan baru untuk 1
www.borneonews.co.id dilihat pada tanggal 26/09/2013
Universitas Sumatera Utara
mewujudkan tagline “Jakarta Baru”. Salah satu gebrakan Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta yang saat ini dipimpin oleh Joko Widodo dan wakilnya Basuki Tjahaja Purnama adalah salah satu Pemerintahan yang telah memanfaatkan dana Corporate Social Responsibility (CSR) untuk pembiayaan pembangunan. Pemerintah provinsi DKI Jakarta menggandeng pihak swasta untuk ikut membiayai normalisasi waduk pluit yang selama ini beralih fungsi sebagai daerah pemukiman kumuh. Pembenahan waduk-waduk yang ada di Jakarta merupakan salah satu upaya Pemerintahan JokowiAhok dalam memenuhi janjinya untuk membebaskan Jakarta dari masalah banjir. Dalam pembangunan waduk pluit yang menelan biaya 10 Miliyar pun tak dikeluarkan dari APBD Provinsi DKI Jakarta namun bersumber dari dana CSR2. Hal ini bisa dikatakan sebagai gebrakan baru dari Pemerintah DKI Jakarta, karena pada saat dipimpin oleh pemimpin sebelumnya dana CSR yang diterima oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tak diketahui kemana dana tersebut dialokasikan. Hingga kini pembenahan waduk pluit yang pembiayaannya bersumber dari dana CSR telah terlihat lebih baik dengan dibangunnya taman sebagai ruang terbuka hijau (RTH) sebagi tempat rekreasi masyarakat. Menapaki jalan yang sama dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan melihat besarnya potensi pengembangan pemanfaatan dana CSR, Pemerintah Kabupaten Kutai Timur dan pihak swasta yang tergabung dalam Forum Multi Stake Holder - Corporate Social Responsibilty (MSH-CSR) bakal membangun 1.172 unit 2
http://energitoday.com/2013/03/21/pemprov-dki-akan-manfaatkan-dana-csr-untuk-pembangunan/ diakses pada tanggal 2013/09/15 pukul 12.30 wib.
Universitas Sumatera Utara
rumah layak huni bagi masyarakat tidak mampu. Program ini sangat luar biasa mengingat pembangunan rumah layak huni didukung ratusan perusahaan swatsa yang bergerak dan beroperasi di Kutim. Perlu diketahui pembangunan 1.172 unit rumah tersebut terbagi dalam beberapa pembiayaan, pertama melalui APBD Kutai Timur sebanyak 250 unit, APBD Provinsi 60 unit dan 862 unit rumah yang menggunakan dana CSR dari perusahaan swasta yang tergabung dalam Forum MSH-CSR3. Rincian tersebut menunjukkan bahwa jumlah rumah yang akan dibangun yang berasal dari dana CSR paling besar dibandingkan yang berasal dari APBD.Pemerintah kota Depok juga memanfaatkan dana CSR untuk mengajarkan pola hidup sehat kepada warganya dengan membangun 36 unit MCK, dimana 16 unit mengggunakan dana dai ABPD dan sisanya sebesar 20 unit menggunakan dana CSR4. Hubungan dan kerjasama yang baik antara Pemerintah dengan pihak swasta yang telah memberikan kesinergisan dan efek positif antara kedua belah pihak dan juga masyarakat tersebut sejalan dengan berlangsungnya berbagai kegiatan untuk menciptakan suatu kondisi tata pemerintahan yang baik atau yang lebih dikenal dengan good governance. Kerjasama yang baik akan berdampak baik bagi Pemerintah, khusunya dalam hal pelaksanaan program-program pembangunan. Begitu banyaknya “pekerjaan rumah” Pemerintah Daerah yang harus diselesaikan melalui program-program pembangunan tak luput dari kendala terbatasnya 3
http://forumcsrkutim.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=155:bangun-1172-unitrlh&catid=36:cpembukaan diakses pada tanggal 2013/09/26/ pukul 10:45 wib 4 http://depokgo.com/?s=pemerintah+depok+membangun+puluhan+mckdiakses pada tanggal 2013/09/26 pukul 10:57 wib
Universitas Sumatera Utara
kemampuan finansial untuk membiayai sejumlah program-program pembangunan yang membutuhkan biaya yang sangat besar. Sebagai kota perdagangan dan jasa dengan pertumbuhan usaha yang pesat, Medan memiliki banyak perusahaan kecil, menengah dan besar yang dikelola oleh swasta maupun BUMN dan BUMD. Dengan demikian, potensi CSR di Kota Medan dirasa sangat besar dan dapat terus dioptimalkan agar upaya pembangunan di Kota Medan dapat sepenuhnya didukung oleh perusahaan-perusahaan yang ada di kota Medan melalui hubungan kerjasama yang baik. Selama ini, pelaksanaan CSR yang dilakukan di Kota Medan lebih banyak bersifat charity, amal, sesuai kebutuhan sesaat, kurang memberi dampak yang berkelanjutan, dan lokal di sekitar lingkungan perusahaan. Kegiatan CSR yang bersifat charity dilakukan berkaitan dengan perayaan hari besar keagamaan dan kenegaraan maupun kegiatan sosial di lingkungan masyarakat yang membutuhkan bantuan dana. Bentuk kegiatan tersebut antara lain adalah sunatan massal, sumbangan hari besar keagamaan (zakat), beasiswa pendidikan, donor darah, pengobatan gratis, material untuk infrastruktur, bagi-bagi sembako dan lain lain. Meskipun program CSR yang sudah dilakukan memberi manfaat positif kepada masyarakat, namun bantuan yang bersifat sporadis ini, belum bersifat pemberdayaan dan berkelanjutan sehingga belum dapat memberi dampak yang lebih besar dalam peningkatan kesejahteraan. Belum lagi ada masalah tumpang tindih antar program CSR yang dilakukan antarperusahaan. Seperti yang telah dijelaskan secara singkat di awal, CSR merupakan komitmen perusahaan untuk membangun kualitas kehidupan masyarakat
Universitas Sumatera Utara
yang lebih baik bersama dengan para pihak (komunitas lokal, pemerintah setempat, akademisi dan perusahaan itu sendiri) yang dilakukan terpadu dengan kegiatan berkelanjutan. Dengan begitu, peran pemerintah sebagai fasilitator, dan bukannya pengelola dana CSR, menjadi sangat penting karena pemerintah memiliki akses terhadap informasi mengenai kebutuhan apa saja di masyarakat yang bisa menjadi alternatif program CSR. Dalam
upaya
menstimulasi
pertumbuhan
ekonomi
yang
akhirnya
meningkatkan kesejahteraan rakyat, Pemerintah Kota Medan berupaya untuk melakukan investasi di berbagai bidang, baik fisik maupun non-fisik. Selain investasi di bidang infrastuktur, pemerintah Kota Medan masih mempunyai kewajiban lain yaitu menyelenggarakan pelayanan dasar seperti pelayanan bidang kesehatan, pendidikan, kesejahteraan sosial, dan pelayanan dasar lainnya. Pemerintah Kota Medan terus dihadapkan pada tantangan yang semakin besar dari waktu ke waktu, sementara kapasitas pembiayaan pemerintah relatif terbatas. Menyadari keterbatasan kemampuan Pemerintah Kota Medan dalam membiayai kebutuhan pendanaan pembangunan di Kota Medan, Pemerintah Kota Medan menyusun beberapa strategi yang diantaranya adalah meningkatkan kerja sama pembangunan dengan melibatkan peran masyarakat, kalangan dunia usaha, organisasi pemerintah, dan pembiayaan swasta. Dalam upaya tersebut, Pemerintah terus
mendorong
kegiatan
berbagai
pemangku
kepentingan
(stakeholders)
pembangunan tersebut dengan menggunakan sumber-sumber pendanaan yang tidak termasuk ke dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Universitas Sumatera Utara
Saat ini kegiatan CSR yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang ada di Kota Medan sangat bervariasi, baik yang dilakukan sendiri oleh masing-masing perusahaan atau yang dilakukan melalui hubungan kerjasama dengan Pemerintah Kota Medan. Melihat beberapa Pemerintah Daerah di Indonesia yang telah berhasil melakukan hubungan kerjasama yang cukup baik dengan pelaku usaha, khusunya dalam hal penerapan CSR yang dialokasikan untuk kegiatan pembangunan membuat peneliti tertarik untuk meneliti apakah CSR perusahaan-perusahaan yang ada di kota Medan berpotensi untuk dijadikan salah satu alternatif solusi pembiayaan pembangunan di Perintahan Kota Medan. Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengalokasian Dana Corporate Social Responsibility sebagai Alternatif Biaya Pembangunan di Pemerintahan Kota Medan”. 1.2. Rumusan Masalah Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah mengenai bagaimana pengalokasian dana Corporate Social Responsibility (CSR) sebagai alternatif biaya pembangunan di Pemerintahan Kota Medan. 1.3.Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah, sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui berapa apa saja kegiatan program Corporate Social Responsibility perusahaan-perusahaan di Kota Medan.
Universitas Sumatera Utara
2. Untuk mengetahui bagaimana hubungan kerjasama antara Pemerintah Kota Medan dengan Perusahaan-perusahaan dalam pengalokasian dana Corporate Social Responsibility. 3. Untuk mengetahui apa strategi Pemerintah Kota Medan untuk meningkatkan potensi dana Corporate Social Responsibility sebagai alternatif solusi biaya pembagunan di Kota Medan. 4. Untuk mengetahui apa saja manfaat yang diterima baik bagi Pemerintah, perusahaan, dan masyarakat dari penggunaan dana Corporate Social Responsibility (CSR) sebagai alternatif biaya pembangunan tersebut. 1.4.Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Secara ilmiah Sebagai sarana untuk melatih dan mengembangkan kemampuan berfikir ilmiah, sistematis dan metodologis serta bermanfaat untuk mengembangkan kemampuan menulis karya ilmiah di lapangan berdasarkan kajian-kajian teori dan aplikasi yang diperoleh dari ilmu administrasi Negara. 2. Secara praktis Untuk menambah pengetahuan dan informasi serta bahan referensi untuk penelitian selanjutnya.
Universitas Sumatera Utara
3. Secara akademis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi baik secara langsung maupun tidak langsung bagi kepustakaan departemen ilmu administrasi Negara dan bagi kalangan penulis yang tertarik untuk mengeksplorasi kajian tentang pengalokasian dana Corporate Social Responsibility
sebagai
alternatif biaya pembangunan. 1.5.Kerangka Teori 1.5.1. Latar Belakang Sejarah CSR (Corporate Social Responsibility) Pada saat industri berkembang setelah terjadi revolusi industri, kebanyakan perusahaan masih memfokuskan dirinya sebagai organisasi yang mencari keuntungan belaka. Mereka memadang bahwa sumbangan kepada masyarakat cukup diberikan dalam bentuk penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan masyarakat melalui produknya, dan pembayaran pajak kepada Negara. Seiring dengan berjalannya waktu, masyarakat tak sekedar menuntut perusahaan untuk menyediakan brang dan jasa yang diperlukannya, melainkan juga menuntut untuk bertanggung jawab secara sosial. Karena, selain terdapat ketimpangan ekonomi antara pelaku usaha dengan masyarakat disekitarnya, kegiatan operasional perusahaan umumnya juga memberikan dampak negatif, misalnya eksploitasi sumber daya dan merusaknya lingkungan di sekitar operasi perusahaan. Dalam keadaan relasi yang tidak kondusif dan bahaya makin mengancam banya di antara pelaku usaha industri menanggapi melalui sikap kemurahan hati yang bersifat amal atau kedermawanan sosial. Namun sebagian dari pelaku usaha
Universitas Sumatera Utara
melakukan kolaborasi dengan Negara melalui aparatur pertahanan dan keamanan. Sikap kemurahan hati itulah yang kemudian melatarbelakangi munculnya konsep CSR yang paling primitif : kedermawanan yang bersifat karitatif5. Gema CSR semakin terasa pada tahun 1960-an saat dimana secara global, masyarakat dunia telah pulih dari Perang Dunia II, dan mulai menapaki jalan menuju kesejahteraan. Pada waktu itu, persoalan-persoalan kemiskinan dan keterbelakangan yang semula terabaikan mulai mendapatkan perhatian lebih luas dari berbagai kalangan. Persoalan ini telah mendorong beragam aktivitas yang terkait dengan pengentasan kemiskinan dan keterbelakangan dengan mendorong berkembangnya sector produktif dari masyarakat. Gema CSR pada dikade itu juga diramaikan oleh terbitnya buku legendaries yang berjudul “Silent Spring”. Di dalam buku itu untuk pertama kalinya persoalan lingkungan diwacanakan dalam tataran global. Si penulis buku, Rachel Carson menyadarkan bahwa tingkah laku korporasi mesti dicermati sebeleum berdampak pada kehancuran. Sejak itu, perhatian terhadap permasalahan lingkungan semakin berkembang dan mendapat perhatian yang kian luas. Sejalan dengan bergulirnya wacana tentang kepedulian lingkungan, kegiatan kedermawanan perusahaan terus berkembang dalam kemasan philanthropy serta Community Development (CD). Pada dasawarsa ini, terjadi perpindahan penekanan dari fasilitasi dan dukungan pada sektor-sektor produktif ke arah sektor-sektor sosial. 5
Wibisono Yusuf, Membedah Konsep dan Aplikasi Corporate Social Responsibility, Fascho Publishing, Gresik, 2007 Hal: 4
Universitas Sumatera Utara
Latar belakang perpindahan ini adalah kesadaran bahwa peningkatan produktifitas akan dapat tejadi manakala variabel-variabel yang menahan orang miskin tetap miskin, misalnya pendidikan dan kesehatan dapat dibantu dari luar. Berbagai program populis kemudian banyak dilakukan seperti penyedian sarana dan prasarana pendidikan, kesehatan, air bersih, dabn banyak lagi kegiatan sejenisnya. Pada tataran global, tahun 1992 diselnggarakan KTT Bumi (Earth Summit). KTT yang diadakan di Rio de Jenairo, Brazil ini menegaskan konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development) yang didasarkan atas perlindungan lingkungan hidup, pembangunan ekonomi dan sosial sebagai hal yang mesti dilakukan6. Terobosan besar dalam konteks CSR ini dilakukan oleh John Elkington7 melalui konsep “3P” (profit, people, dan planet) yang dituangkan dalam bukunya “Canibals with Forks, the Triple Bottom Line of Twentieth Century Business” yang direlease pada tahun 1997. Ia berependapat bahwa jika perusahaan ingin sustain, maka ia perlu memperhatikan 3P, yakni, bukan cuma profit yang diburu, namun juga harus memberikan kontribusi positif kepada masyarakat (people) dan ikut aktif dalam menjaga lingkungan (planet). Gaung CSR kian bergema setelah dilenggarakannya World Summit on Suistainable Development (WSSD) tahun 2002 di Johannesburg Afrika Selatan. Sejak saat inilah, definisi CSR mulai berkembang. 6
United Nations, Millenium Development Goals, 2008 Elkington, Canibals with Forks, the Triple Bottom Line of Twentieth Century Business, New Society Publisher, 2008
7
Universitas Sumatera Utara
1.5.2.Definisi Corporate Social Responsibility (CSR) Hingga saat ini masih terdapat perbedaan pendapat tentag arti konsep tanggung jawab sosial perusahaan. The World Business Council for Sustainable Development dalam amanatnya yang berjudul Making Good Business Sense mendefinisikan tanggung jawab sosial sebagai komitmen perusahaan untuk terusmenerus bertindak secara etik, beroperasi berdasarkan hukum dan bermanfaat dalam upaya meningkatkan ekonomi, bersamaan dengan meningkatkan kualitas hidup dari para pekerja dan keluarganya, juga peningkatan kualitas hidup masyarakat setempat dan masyarakat secara luas8. Pandangan lain tentang definisi tanggung jawab sosial perusahaan dikemukakan oleh Bank Dunia (World Bank). Organisasi keuangan global ini mengemukakan definisi tanggung jawab sosial perusahaan sebagai: the commitment of business to contribute to sustainable economic development working with employees and their representatives the local community and society at large to improve quality of life, in ways that are both good for business and god for development suatu persetujuan atau komitmen perusahaan agar bermanfaat bagi pembangunan ekonomi yang berkesinambungan, bekerja dengan para perwakilan dan perwakilan mereka, masyarakat setempat dengan masyarakat dalam ukuran lebih luas, unuk meningkatkan kualitas hidup, dengan demikian eksistensi perusahaan tersebut akan baik bagi perusahaan itu sendiri dan baik pula bagi pembangunan9. 8
Wibisono Yusuf, Membedah Konsep dan Aplikasi Corporate Social Responsibility, Fascho Publishing, Gresik, 2007 Hal:7 9 http://www.wordlbank.org dalam Matias dan Suriadi, Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Perspektif Pekerjaan Sosial, Fisip USU Press, Medan, 2010 Hal: 66
Universitas Sumatera Utara
Definisi tanggung jawab sosial perusahaan yang dikemukakan oleh Bank Dunia ini dapat dikatakan sudah lebih maju dari definisi-definisi yang telah ada sebelumnya. Dikatakan demikian, karena definisi tersebut telah mengangkat kesadaran, bahwa implementasi tanggung jawab sosial perusahaan bukan hanya memiliki efektifitas bagi pembangunan, seperti peningkatan kualitas hidup masyarakat setempat dan masyarakat banyak, tetapi juga baik bagi perusahaan itu sendiri. Cara berpikir yang maju, yang mengilhami definisi tersebut merupakan upaya untuk menyadarkan para pelaku usaha, bahwa implementasi tanggung jawab sosial perusahaan tidak dipandang hanya sebagai biaya, tetapi sekaligus menjadi keuntungan bagi perusahaan. Dengan lain perkataan, implementasi tanggung jawab sosial perusahaan bukan sebagai beban, tetapi sebagai modal sosial yang sangat bermanfaat bagi pengembangan perusahaan itu sendiri10. Tony Djogo11, mengemukakan bahwa tanggung jawab sosial perusahaan adalah pengambilan keputusan yang dikaitkan dengan nilai-nilai etika, memenuhi kaidah-kaidah dan keputusan hukum dan menghargai manusia, masyarakat dan lingkungan. Definisi tersebut menekankan bahwa kewajibn lain yang tidak kalah pentingnya bagi perusahaan adalah menghargai manusia, masyarakat dan lingkungan. Berdasarkan ISO 2600 sebagai pedoman baru tanggung jawab sosial perusahaan, memberikan pengertian bahwa CSR adalah basis teori tentang perlunya sebuah perusahaan membangun hubungan harmonis dengan masyarakat tempatan. 10
Matias dan Suriadi, Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Perspektif Pekerjaan Sosial, Fisip USU Press, Medan, 2010 Hal:66-67 11 Tony Djogo dalam Matias dan Suriadi, Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Perspektif Pekerjaan Sosial, Fisip USU Press, Medan, 2010 Hal: 68
Universitas Sumatera Utara
Secara teoritik, CSR dapat didefinisikan sebagai tanggung jawab moral suatu perusahaan terhadap para strategic-stakeholdersnya, terutama komunitas atau masyarakat disekitar wilayah kerja dan operasinya. CSR memandang perusahaan sebagai agen moral. Dengan atau tanpa aturan hukum, sebuah perusahaan harus menjunjung tinggi moralitas. Parameter keberhasilan suatu perusahaan dalam sudut pandang CSR adalah mengedepankan prinsip moral dan etis, yakni menggapai suatu hasil terbaik, tanpa merugikan kelompok masyarakat lainnya. Salah satu prinsip moral yang sering digunakan adalah golden-rules, yang mengajarkan agar seseorang atau suatu pihak memperlakukan orang lain sama seperti apa yang mereka ingin diperlakukan. Dengan begitu, perusahaan yang bekerja dengan mengedepankan prinsip moral dan etis akan memberikan manfaat terbesar bagi masyarakat. Berbagai definisi tanggung jawab sosial dari berbagai kalangan yang sudah dikemukakan berupaya memasukkan tanggung jawab sosial perusahaan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kebijakan perusahaan. Pandangan seperti ini memang ideal, namun memiliki sisi negatif, yaitu sulit bagi siapa pun, terutama pihak luar dalam mengidentifikasi kebijakan, program, dan aktivitas mana yang menjadi tanggung jawab sosial perusahaan tersebut, dan mana pula kebijakan, program, dan aktivitasnya yang murni bisnis12.
12
Matias dan Suriadi, Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Perspektif Pekerjaan Sosial, Fisip USU Press, Medan, 2010 Hal: 71
Universitas Sumatera Utara
1.5.3.Manfaat Corporate Social Responsibility (CSR) Terdapat manfaat yang didapatkan dari pelaksanaan tanggunggjawab sosial perusahaan, baik bagi perusahaan sendiri, bagi masyarakat, pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya13. 1. Bagi Perusahaan Terdapat empat manfaat yang diperoleh perusahaan dengan mengimplementasikan CSR. Pertama, keberadaan perusahaan dapat tumbuh dan berkelanjutan dan perusahaan mendapatkan citra yang positif dari masyarakat luas. Kedua, perusahaan lebih mudah memperoleh akses terhadap modal (capital). Ketiga, perusahaan dapat mempertahankan sumber daya manusia (human resources) yang berkualitas. Keempat, perusahaan dapat meningkatkan pengambilan keputusan pada hal-hal yang kritis (critical decision making) dan mempermudah pengelolaan manajemen risiko (risk management), 2. Bagi masyarakat. Praktik CSR yang baik akan meningkatkan nilai-tambah adanya perusahaan di suatu daerah karena akan menyerap tenaga kerja, meningkatkan kualitas sosial di daerah tersebut. Pekerja lokal yang diserap akan mendapatkan perlindungan akan hak-haknya sebagai pekerja. Jika terdapat masyarakat adat atau masyarakat lokal, praktek CSR akan mengharagai keberadaan tradisi dan budaya lokal tersebut, 3. Bagi lingkungan Praktik CSR akan mencegah eksploitasi berlebihan atas sumber daya alam, menjaga kualitas lingkungan dengan menekan tingkat polusi dan justru perusahaan terlibat mempengaruhi lingkungannnya, 4. Bagi Negara Praktik CSR yang baik akan mencegah apa yang disebut “corporate misconduct” atau malpraktik bisnis seperti penyuapan pada aparat negara atau aparat hukum yang memicu tingginya korupsi. Selain itu, negara akan menikmati pendapatan dari pajak yang wajar (yang tidak digelapkan) oleh perusahaan. 13
Wibisono Yusuf, Membedah Konsep dan Aplikasi Corporate Social Responsibility, Fascho Publishing, Gresik, 2007 Hal: 99
Universitas Sumatera Utara
Dalam penelitian ini, terkait kemitraan antara perusahaan dengan pemerintah, diharapkan kedua belah pihak mendapatkan manfaat dari tanggungjawab sosial yang dilakukan oleh perusahaan. Bagi perusahaan akan lebih mudah memperoleh akses terhadap modal (capital), dapat meningkatkan pengambilan keputusan pada hal-hal yang kritis (critical decision making), dan mempermudah pengelolaan manajemen risiko (risk management). Pemerintah mendapatkan keuntungan berupa adanya partisipasi pihak perusahaan dalam mendukung program-program Pemerintah, dalam hal peningkatan kesejahteraan masyarakat. 1.5.4. Tanggungjawab Sosial Perusahaan dalam Peraturan PerUndangUndangan Di Indonesia isu CSR terus bergulir seiring dengan munculnya berbagai tuntutan, tekanan, dan resistansi baik dari masyarakat local maupun LSM/NGO terhadap aktivitas dunia usaha. Akar dari tuntutan itu sendiri tidak terlepas dari 14: a. Dampak industrialisasi terhadap aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan; b. Proses demokratisasi; c. Perkembangan dunia informas dan Teknologi (IT); d. Tantangan globalisasi dan tuntutan pasar bebas; dan e. Budaya perusahaan (corporate culuture); Menyikapi hal tersebut, pembuat undang-undang (legislatif dan eksekutif) mengakomodir tuntutan itu dengan mengambil sikap yang tidak populis di kalangan 14
Busyra Azheri, Corporate Social Responsibility, PT Raja Grafindo Persada, Depok, 2012 Hal:123
Universitas Sumatera Utara
dunia usaha, yaitu dengan kebijakan menormakan CSR yang semula didasari atas etika bisnis yang sarat dengan nilai-nilai moral, dijadikan sebagai norma hukum yang dituangkan ke dalam produk peraturan perundang-undangan (UUPM dan UUPT). Inggris memiliki ketentuan tentang CSR yang disebut dengan the 2003 Corporate Social Responsibility Bill sebagai respons atas kegagalan penerapan White Paper on Modernising Company Law yang mengatur tentang transparansi atau akuntabilitas perusahaan kepada stakeholders. Dalam Article 2 mengatur tentang penerapan ekstrateritorial CSR di semua bidang. Selain Inggris, Negara lain yang mengatur CSR secara normative adalah Prancis melalui Nouvelles Regulations Economiques (NRE). Aturan ini mewajibkan kepada perseroan untuk melaporkan (public disclosure) bagi semua perusaan yang telah tercatat secara nasional mengenai persoalam lingkungan, hubungan buruh domestic dan internasional, komunitas local, dan lain-lain. Deskripsi tersebut telah mematahkan pernyataan hanya Indonesia satusatunya Nagara yang mengatur dalam bentuk undang-undang15. Keharusan menerapkan CSR ini juga tidak terlepas dari pengaruh globalisasi, di mana terjadinya perubahan paradigm dalam berusaha, yaitu: a. Kalau selama ini perusahaa hanya dipandang sebagai instrument ekonomi, namun sejalan dengan tuntutan global perusahaan harus dipandang sebagai institusi sosial. b. Perusahaan tidak hanya mengakomodasi kepentingan stakeholders, tetapi juga kepentingan stakeholders 15
Ibid Hal:129
Universitas Sumatera Utara
Oleh karena itu, pengelolaan perusahaan tidak bisa hanya semata-mata mengedepankan
keuntungan
financial
(single
bottom
line),
tetapi
juga
mengedepankan aspek sosial dan lingkungan yang disebut 3BL. Bila dilihat penerapan CSR pada beberapa Negara maju, seperti Inggris, Belanda, Kanada, dan Amerika Serikat dimana CSR telah menjadi suatu penilaian hukum oleh otoritas pasar modalnya yang dituangkan dalam bentuk “public report”, di samping dari penilaian publik sendiri. Perusahaan yang melaksanakan CSR dalam aktivitas usahanya selain mendapatkan penghargaan (reward) juga mendapatkan keuntungan kompetitif (competitive advantage), sehingga harga sahamnya menguat di bursa dibanding perusahaan yang hanya berperilaku etis. Atas dasar argumentasi tersebut, sudah seyogyanya CSR yang semula adalah tanggungjawab moral (responsibility) diubah menjadi kewajiban hukum (legal responsibility)16. 1.5.4.1. Undang-Undang Badan Usaha Milik Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai salah satu pelaku ekonomi dalam sistem perekonomian nasional, di samping bdadan usaha milik swasta dan koperasi. Pendirian BUMN ini sendiri mempunyai maksud dan tujuan sebagaimana ditegaskan pada Pasal 2 ayat (1) huruf e UU BUMN di antaranya adalah “turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperas, dan masyarakat”. Namun sebelumnya dalam Pasal 4 ayat (2) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 Tahun 19998 tentang Perusahaan Perseroan Terbatas (Persero) menegaskan bahwa Persero dengan sifat usaha tertentu dapat melaksanakan 16
Ibid Hal:131
Universitas Sumatera Utara
penugasan khusus untuk menyelenggarakan fungsi kemanfaatan umum. Untuk itu pemerintah mengemas keterlibatan BUMN sebagai upaya pemerintah dalam rangka memperkuat program kemitraan, melalui Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor PER-05/MBU/2007 tentang program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan (PKBL). Di mana pasal 2-nya menegaskan sebagai berikut. (1) Persero dan Perum wajib melaksanakan Program Kemitraan dan Program Bina Lingkungan dengan memenuhi ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Peraturan ini; (2) Persero Terbuka dapat melaksanakan Program Kemitraan dan Program Bina Lingkungan dengan berpedoman pada Peraturan ini yang ditetapkan berdasarkan Rapat Umum Pemegang Saham(RUPS) Sedangkan mengenai sumber dananya ditegaskan dalam Pasal 9 yaitu: (1) Dana Program Kemitraan bersumber dari: a. Penyisihan laba setelah pajak maksimal sebesar 2% (dua persen); b. Jasa administrasi pinjaman/margin/bagi hasil, bunga deposito dan/atau jasa giro dari dana Program Kemitraan setelah dikurangi beban operasional; c. Pelimpahan dana Program Kemitraan dari BUMN lain, jika ada. (2) Dana Program Bina Lingkungan (BL) bersumber dari: a. Penyisihan laba setelah pajak maksimal sebesar 2% (dua persen);
Universitas Sumatera Utara
b. Hasil bunga deposito dan/atau jasa giro dari dana Program BL. Menurut ketentuan Pasal 11 Peraturan Menteri Negara BUMN sebagaimana, ditegaskan bahwa Dana Program Kemitraan diberikan dalam bentuk: a. Pinjaman untuk membiayai modal kerja dan/atau pembelian aktiva tetap dalam rangka meningkatkan produksi dan penjualan; b. Pinjaman khusus untuk membiyai kebutuhan dana pelaksana kegiatan Mitra Binaan yang bersifat pinjaman tambahan dan berjangka pendek dalam rangka memenuhi pesanan dari rekanan usaha Mitra Binaan. c. Beban permintaan meliputi hal-hal sebagai berikut: 1. Untuk membiayai pendidikan, pelatihan, pemagangan, pemasaran, promosi, dan hal-hal lain yang menyangkut peningkatan produktivitas Mitra Binaan serta untuk pengkajian/penelitian yang berkaitan dengan Program Kemitraan; 2. Beban pembinaan bersifat hibah dan besarnya maksimal 20% (dua puluh persen) dari dana Program Kemitraan yang disalurkan pada tahun berjalan. Sedangkan ruang lingkup bantuan Program BL sebagai berikut: a. Bantuan korban bencana alam; b. Bantuan pendidikan dan/atau pelatihan; c. Bantuan untuk peningkatan kesehatan;
Universitas Sumatera Utara
d. Bantuan pengembangan prasarana dan/atau sarana umum; e. Bantuan sarana ibadah; bantuan pelestarian alam. Berdasarkan Peraturan Menteri Negara BUMN nomor PER-05/MBU/2007 berkaitan dengan PKBL menegaskan bahwa PKBL sebagai bagian dari CSR bagi BUMN tidak lagi kegiatan yang berisifat voluntary, tetapi telah menjadi suatu kegiatan yang bersifat mandatory. 1.5.4.2. Undang-Undang Penanaman Modal Penanaman modal dibutuhkan dalam upaya pembangunan yang dilakukan dengan jalan meningkatkan kekayaan dan kualitas hidup, untuk itu dibutuhkan penanaman modal. Konsep ini dikenal juga sebagai konsep kapitalis. Berkaitan hal tersebut,
bagaimana
menjadikan
penanaman
modal
menjadi
bagian
dari
penyelenggaraan perekonomian nasional dan menjadikannya sebagai upaya untuk meningkatkan pembangunan berkelanjutan, meningkatkan kepastian dan kemampuan teknologi
nasional,
mendorong
pembangunan
ekonomi
kerakyatan,
serta
mewujudkan kesejahteraan masyarakat dalam suatu sistem perekonomia yang berdaya saing. Oleh karena itu, CSR sebagai perpaduan antara konsep sosialis dan kapitalis menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam penanaman modal17. Dilihat dari substansi UUPM-nya terdapat beberapa pasal yang secara esensial berkaitan dengan CSR. Dalam UUPM menegaskan bahwa penanaman modal diselenggarakan berdasarkan asas kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas, perlakuan yang sama, kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan 17
Busyra Azheri, Corporate Social Responsibility, PT Raja Grafindo Persada, Depok, 2012 Hal:138
Universitas Sumatera Utara
lingkungan, kemandirian,
dan keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi
nasional18. Setiap penanam modal bertanggung jawab salah satunya menjaga kelestaria lingkungan hidup. Setiap penanam modal yang bergerak di bidang usaha yang berkaitan dengan sumber dya alam yang tidak terbarukan diwajibkan untuk mengalokasikan sebagia dananya untuk pemulihan lokasi usahanya sehingga memenuhi standar lingkungan hidup yang pelaksanaannya diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Badan usaha atau usaha perorangan yang tidak memenuhi kewajiban dapat dikenakan sanksi administratif. Dari beberapa ketentuan CSR yang diatur dalam UUPM menunjukan bahwa CSR telah ditegaskan sebagai suatu keharusan (mandatory) dalam makna liability bagi setiap investor. Bagi investor yang tidak menerapkan CSR dalam aktivitas usahanya dikenakan sanksi baik bersifat administratif maupun sanksi lain sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. 1.5.4.3. Undang-Undang Perseroan Terbatas CSR yang dimaksud dalam UUPT, sedara terminology ada perbedaan dengan CSR yang ada dalam penjelesan UUPM dengan menambahkan tanggungjawab sosial dengan lingkungan. Tanggung jawab sosial dan lingkungan adalah komitmen perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya19. 18 19
Pasal 3 ayat (1) UUPM Pasal 1 angka 3 UUPT
Universitas Sumatera Utara
Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggungjawab sosial dan lingkungan20. Tanggungjawab sosial dan lingkungan merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memerhatikan kepatutan dan kewajaran21. Direksi menyusun rencana kerja tahunan sebelum dimulainya tahun buku yang akan dating. Rencana kerja tersebut memuat juga anggaran tahunan perseroan untuk tahun buku yang akan datang22. Karena CSR bagian dari rencana tahunan yang dianggarkan dari biaya perusahaan, maka dennga sendirinya CSR tersebut akan menjadi bagian dari laporan tahunan suatu perseroan. 1.5.5. Ruang Lingkup Corporate Social Responsibility Pada prinsipnya CSR merupakan komitmen perusahaan terhadap kepentingan para stakeholders dalam arti luas daripada sekedar kepentingan perusahaan belaka. Meskipun secara moral adalah baik suatu perusahaan mengejar keuntungan, bukan berarti perusahaan dibenarkan mencapai keuntungan tersebut dengan megorbankan kepentingan-kepentingan pihak lain yang terkait. Oleh karena itu, setiap perusahaan harus bertanggungjawab atas tindakan dan kegiatan dari usahanya yang mempunyai dampak baik langsung maupun tidak langsung terhadap stakeholders-nya dan lingkungan di mana perusahaan melakukan aktivitas usahanya. Sehingga secara positif, hal ini bermakna bahwa setiap perusahaan dalam menjalankan aktivitasnya 20
Pasal 74 ayat (1) UUPT Pasal 74 ayat (2) UUPT 22 Pasal 63 ayat (1) dan (2) UUPT 21
Universitas Sumatera Utara
sedemikian rupa, pada akhirnya mampu meningkatkan kesejahteraan para stakeholders-nya dengan memerhatikan kualitas lingkungan ke arah yang lebih baik23. Berkaitan dengan hal tersebut, Jhon Elkington’s berdasarkan pengertian CSR sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, mengelompokkan CSR atas tiga aspek yang lebih dikenal dengan istilah “Triple Bottom Line (3BL)”. Ketiga aspek itu meliputi
kesejahteraan
atau
kemakmuran
ekonomi
(economic
prosperity),
peningkatan kualitas lingkungan (environmental quality), dan keadilan sosial (social justice). Ia juga menegaskan bahwa suatu perusahaan yang ingin menerapkan konsep pembangunan berkelanjutan (sustainability development) harus memerhatikan “Triple P” yaitu profit, planet , and people. Bila dikaitkan antara 3BL dengan “triple P” dapat disimpulkan bahwa”Profit” sebagai wujud aspek ekonomi, “Planet” sebagai wujud aspek lingkungan dan “People” sebagai aspek sosial24. Pada tahun 2002 Global Compact Initiative menegaskan bahwa kembali tentang triple P sebagai tiga pilar CSR dengan menyatakan bahwa tujuan bisnis adalah untuk mencari laba (profit), mensejahterakan orang (people), dan menjamin keberlanjutan kehidupan (planet). Ketiga aspek itu diwujudkan dalam kegiatan bagaimana terlihat pada tabel berikut25.
23
Busyra Azheri, Corporate Social Responsibility, PT Raja Grafindo Persada, Depok, 2012 Hal:34 Yusuf Wibisono, Membedah Konsep dan Aplikasi CSR, Gresik:Fascho Publishing, 2007, Hal:2236 25 Hardiansyah dan Muhammad Iqbal 24
Universitas Sumatera Utara
Tabel.1. Kegiatan Corporate Social Responsibility No. Aspek 1. Sosial
2.
Ekonomi
3.
Lingkungan
Muatan Pendidikan, pelatihan, kesehatan, perumahan, penguatan kelembagaan, (secara internal, termasuk kesejahteraan karyawan) kesejahteraan sosial, olah raga, pemuda, wanita, agama, kebudayaan dan sebagainya Kewirausahaan, kelompok usaha bersamaunti mikro kecil dan menengah (KUB/UMKM), agrobisnis, pembukaan lapangan kerja, infrastruktur ekonomi dan usaha produktif lain Penghijauan, reklamasi lahan, pengelolaan air, pelestarian alam, ekowisata penyehatan lingkungan, pengendalian polusi, serta penggunaan produksi dan energi secara efisien
Brodshaw dan Vogel menyatakan ada tiga dimensi yang harus diperhatikan, sehubungan dengan ruang lingkup CSR yaitu26: a. Corporate philantrophy adalah usaha-usaha amal yang dilakukan oleh suatu perusahaan, di mana usaha-usaha amal ini tidak berhubungan secara langsung dengan kegiatan normal perusahaan. Usaha-usaha amal ini dapat berupa tanggapan langsung perusahaan atas permintaan dari luar perusahaan atau juga berupa pembentukan suatu badan tertentu, seperti yayasan untuk mengelola usaha amal tersebut. b. Corporate responsibility adalah usaha sebagai wujud tanggungjawab sosial perusahaan ketuka sedang mengejar profitabillitas sebagai tujuan perusahaan. c. Corporate policy adalah berkaitan erat dengan bagaimana hubungan perusahaan dengan pemerintah yang berkaitan dengan adanya berbagai 26
Ibid Hal:7
Universitas Sumatera Utara
kebijaksanaan pemerintah yang memengaruhi perusahaan maupun masyarakat secara keseluruhan. 1.5.6. Masalah Pokok Pembangunan Kota Medan Potret pembangunan kota Medan yang sangat indah kita lihat ternyata masih banyak hal yang harus diperbaiki bukan hasil yang dispermak sedemikian rupa. Pertumbuhan ekonomi Kota Medan dalam lima tahun terakhir memang cukup baik. Namun bila dilihat dari dsirtribusi pendapatan dengan menggunakan criteria Bank Dunia ketimpangan pendapatan masyarakat Kota Medan berada pada kategori sedang. Apabila kondisi ini dibiarkan pada mekanisme pasar tanpa intervensi Pemerintah Kota maka kemungkinan terjadi ketimpangan yang sangat lebar. Ketimpangan terjadi antara kelompok masyarakat pada daerah inti kota (urban) dan daerah pinggiran kota (sub urban). Permasalahan yang dihadapi tidak hanya berupa permasalan ekonomi, namun juga meliputi permasalahan sosial dan lingkungan yang tidak kalah pentingnya dibandingkan pertumbuhan ekonomi semata. Beberapa permasalahan yang sedang dihadapi Pemerintah Kota Medan ialah sebagai berikut27. a.
Permasalahan Sosial
Pengangguran terbuka; terbatasnya kesempatan kerja akibat kekakuan pasar tenaga kerja dan terjadinya lonjakan permintaan tenaga kerja setelah terjadi produksi tenaga kerja terdidik oleh pergurua tinggi baik PTN maupun PTS yang ada di kota Medan. maka ini meningkatkan pengangguran terbuka sementara pertumbuhan sektor riil 27
Asisten Perekonomian dan Pembangunan secretariat Daerah Kota Medan dalam www.waspadamedan.com dilihat pada 20/02/2014
Universitas Sumatera Utara
yang ada tidak berkembang secara signifikan. Data BPS menunjukkan angka pengangguran terbuka di kota Medan saat ini berkisar 13% dan di atas rata-rata kabupaten/kota yang ada di Sumatera Utara. Kemiskinan; pelaksanaan pembangunan kota tidak semata-mata diarahkan hanya untuk mengejar pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tetapi juga ditujukan kepada program pengentasan kemiskinan. Memang terjadi penurunan angka kemiskinan setiap tahunnya, maun penurunannya relative kecil. Saat ini masih terdapat 6,63% penduduk miskin di Kota Medan yang perlu penanganan khusus melalui program pembangunan yang berpihak kepada rakyat miskin. Apabila dikaitkan dengan target RPJM 2006 dan 2010 seharusnya angka pengangguran Kota Medan sudah berada di bawah 10% dan angka kemiskinan di bawah 5%. Pedagang kaki lima; Kota Medan dihadapi oleh maraknya kehadiran pedagang kaki lima yang berjualan di tempat strategis dekat keramaian tanpa memperhitungkan mengganggu pengguna jalan dan memberikan kesa kesemerautan serta mengurangi estetika kota. Kehadiran pedagang kaki lima ini dipengaruhi tiga factor, pertama, sebagai akibat terlambatnya peremajaan pasar-pasar tradisional. Kedua, terlambatnya pembangunan pasar induk sebagai pusat distribusi yang menyebabkan munculnya pedagang kaki lima di sekitar pusat pasar yang berada di jalan sutomo dan sekitarnya. Ketiga, sebagai akibat adanya pusat aktifitas bisnis, perkantoran, rumah sakit, dan sebagainya yang menyebabkan munculnya pedagang kaki lima disekitar pusat-pusat kegiatan tersebut yang berada di daerah inti kota maupun yang berada di daerah pinggiran dan pembangunan jalan-jalan baru (outer ringroad).
Universitas Sumatera Utara
b. Permasalahan Ekonomi Ekonomi konglomerasi; pada dasarnya pertumbuhan ekonomi Kota Medan selama decade pelaksanaan otonomi daerah sudah cukup baik. Namun jika dilihat dari kacamata ekonomi makro, terlihat bahwa hal ini masih kurang diikuti perbaikan kesejahteraan masyarakat (paradox of growth). Hal ini masih ditandai dengan tingginya angka pengangguran, belum teratasinya masalah kemiskinan, masih tingginya angka kriminalitas, masih rendahnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang terjadi di daerah sub urban, dan terjadinya ketimpangan pendapatan antara masyarakat di daerah inti kota (urban) dan pinggiran kota (sub urban) yang diikuti oleh ketimpangan pembangunan fisik perkotaan. Fakta empiris menunjukkan sector riil terutama pelau UKMK selaku sokoguru perekonomian nasional belum berkembang sebagaimana mestinya ditambah dengan kondisi pedagang kaki lima yang semakin menjamur. Kedudukan UMKM yang kuat dalam perekonomian kota belum sepenuhnya terwujud dan didukung oleh fungsi serta peranan sistem produksi yang canggih yang saat ini masih didominasi oleh usaha besar yang kokoh dan super kuat. Permasalahan yang dihadapi dalam peningkatan kapasitas sector UMKM di Kota Medan adalah sebagai berikut28: - Lebih dari 99,9% pelaku usaha adalah Usaha Mikro dan Kecil memiliki skala usaha yang relatif sulit berkembang sehingga tidak mencapai skala usaha yang ekonomis.
28
Data Dinas Koperasi Kota Medan
Universitas Sumatera Utara
Dengan badan usaha perorangan, kebanyakan usaha dikelola secara tertutup, dengan kualitas usaha dan administrasi kelembagaan yang sangat tidak memadai. - Relatif masih rendahnya kelembagaan UMKM karena masih rendahnya pemahaman para pengelola dan pengurus serta anggota UMKM. - UMKM juga menghadapi persoalan rendahnya kualitas sumber daya manusia. Kebanyakan SDM UMKM berpendidikan rendah dengan keahlian teknis, kompetensi kewirausahaan dan manajemen yang seadanya. - Masalah klasik lain yang dihadapi sector UMKM adalah terbatasnya akses sumber daya produktif terutama terhadap bahan baku, permodalan, teknologi, sarana pemasaran, serta informasi pasar. - Berkaitan dengan pendanaan, sector UMKM memiliki permasalaha karena modal sendiri yang terbatas, tingkat pendapatan rendah, dan jaminan dan administrasi yang tidak memenuhi persyaratan perbankan. - Berkaitan dengan akses teknologi, kebanyakan sector UMKM menggunakan teknologi sederhana, kurang menggunakan teknologi yang lenih memberika nilai tambah produk. c.
Permasalahan Lingkungan
Ruang terbuka hijau yang tidak representative; berdasarkan ketentuan perundangundangan, 30% dari luas wilayah harus ditetapkan sebagai ruang terbuka hijau yang sangat penting bagi kenyamanan kota. Karena ruang terbuka hijau merupakan paruparu kota yang berfungsi sebagai penyerap polusi kendaraan. Ketersediaan ruang
Universitas Sumatera Utara
terbuka hijau tidak representative dengan wilayah yang terbagun sehingga akan berdampak pada kualitas lingkungan hidup. Penelitian menunjukkan bahwa kondisi dan sebaran Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Medan adalah Kota Medan memiliki RTH dengan luas sebesar 3.506 Ha (81 unit taman, 57 unit bundaran segitiga, 61 unit jalan besar, 18 unit lapangan olah raga, 9 unit TPU, persawahan, tegalan dan hutan rawa) yang hanya sekitar 13,68% dari luas wilayah kota Medan (7.953 Ha), Kota Medan kekurangan area RTH seluas 4.447 Ha agar kebutuhan RTH terpenuhi29. Kota medan menghadapi persoalan yang cukup krusial dalam pengadaan dan penanganan ruang terbuka hijau. Hal ini terjadi karena sebagian besar kawasan strategis telah dimiliki swasta sehingga sulit mengembalikan fungsinya menjadi ruang terbuka hijau. Diperlukan regulasi dan konsistensi penegakan rencana kota yang telah disepakati dan pengaturan masalah perkotaan. Tidak sinkronnya rencana tata ruang kota dengan wilayah terbangun; Pemerintah Kota Medan telah membuat dokumen Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) dan dokumen yang lebih teknis yaitu Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) sebagai panduan pembangunan fisik kota. Namun kenyataannya banyak terjadi pelanggaran terhadap pemanfaatan ruang sesuai dokumen perencanaan akibat dari intervensi kekuatan ekonomi yang sering tidak bisa dielakkan Pemerintah Kota.
29
Seventina Saragi dalam www.digilib.unimed.ac.id (28/01/2014) dilihat pada 21/03/2014
Universitas Sumatera Utara
1.6.Definisi Konsep Konsep adalah istilah dan definisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan kelompok, atau individu yang menjadi pusat perhatian
ilmu
sosial.
Melalui
konsep,
peneliti
diharapkan
akan
dapat
menyederhanakan pemikirannya dengan mengunakan suatu istilah untuk beberapa kejadian (events) yang berkaitan satu dengan lainnya30. Untuk dapat menentukan bahasan yang lebih jelas agar penulis dapat menyederhanakan pemikiran atas masalah yang akan penulis teliti, maka penulis mengemukakan konsep-konsep antara lain : 1. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility) Tanggung jawab sosial perusahaan adalah suatu persetujuan atau komitmen perusahaan
agar
bermanfaat
bagi
pembangunan
ekonomi
yang
berkesinambungan, bekerja dengan para perwakilan dan perwakilan mereka, masyarakat setempat dengan masyarakat dalam ukuran lebih luas, unuk meningkatkan kualitas hidup, dengan demikian eksistensi perusahaan tersebut akan baik bagi perusahaan itu sendiri dan baik pula bagi pembangunan. 2. Dana CSR (Corporate Social Responsibility) Dana CSR (Corporate Social Responsibility) adalah dana yang digelontorkan perusahaan yang berasal dari keuntungan atau profit perusahaan sebagai upaya tanggung jawab sosial perusahaan terhadap masyarakat sekitar dan lingkungan 30
Masri Singarimbun dan Soffyan Effendi, Metode Penelitian Survey, LP3ES, Jakarta, 1995
Universitas Sumatera Utara
hidup atas segala dampak negatif yang diakibatkan oleh aktivitas perusahaan. Dana CSR tersebut dapat disalurkan melalui program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat dan lingkungan hidup sekitar perusahaan. 3. Alternatif Biaya Pembangunan Alternatif biaya pembangunan adalah sumber dana pembangunan yang tidak berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), yang dapat berasal dari pihak lain yang sah,misalnya dana CSR (Corporate Social Responsibility) perusahaan. 4. Pengalokasian Dana Corporate Social Responsibility sebagai Alternatif Biaya Pembangunan Pengalokasian dana Corporate Social Responsibility sebagai alternatif biaya pembangunan adalah kegiatan untuk memanfaatkan dana yang berasal dari CSR (non-APBD) perusahaan yang dialokasikan untuk membiayai program pembangunan yang berkenaan langsung dengan masyarakat sebagai langkah untuk mengatasi keterbatasan APBD-daerah. 1.7.Sistematika Penulisan BAB I
: PENDAHULUAN
Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kerangka teori, defenisi konsep, dan sistematika penulisan. BAB II
: METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini terdiri dari bentuk penelitian, lokasi penelitian, informan penelitian, teknik pengumpulan data dan teknik analisa data.
Universitas Sumatera Utara
BAB III
: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Bab ini memberikan gambaran umum mengenai daerah penelitian yang meliputi sejarah berdirinya, gambaran umum Pemerintahan, struktur Pemerintahan dan susunannya beserta fungsinya. BAB IV
: PENYAJIAN DATA
Bab ini membahas tentang hasil data-data yang diperoleh di lapangan secara sistematis. BAB V
: ANALISA DATA
Bab ini berisikan data yang telah disajikan dianalisis sesuai analisis yang digunakan . BAB VI
: PENUTUP
Bab ini berisikan tentang kesimpulan dari hasil penelitian yang dilakukan dan saran-saran yang dianggap penting dan perlu bagi pihak yang membutuhkan.
Universitas Sumatera Utara