BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan Demokrasi Ekonomi
dengan
menggunakan
prinsip
kehati-hatian1.
Ketentuan
ini
menunjukkan bahwa prinsip kehati-hatian adalah salah satu asas terpenting yang wajib diterapkan atau dilaksanakan oleh bank dalam menjalankan kegiatan usahanya2. Pemberian kredit yang telah dilakukan dengan pemberian jaminan, namun bank tetap tidak boleh mengesampingkan prinsip kehati-hatian. Prinsip ini antara lain diwujudkan dalam penerapan secara konsisten berdasarkan itikad baik terhadap semua persyaratan dan peraturan per-Undang-undangan yang terkait dengan pemberian kredit oleh bank yang bersangkutan. Pemberian kredit adalah salah satu kebijakan yang harus dilakukan dengan pertimbangan-pertimbangan yang seksama bukan saja bagi dunia perbankan tetapi juga bagi kreditur bukan bank yang memerlukan kebijakan tersebut untuk mendukung usahanya. Pemberian kredit dalam prinsip 5.C yang telah bertahun-tahun digunakan sampai saat ini masih sangat relevan3. Prinsip
1 2 3
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Pasal 2 Ibid, hlm,135 Zulkarnaen Sitompul,”Jaminan Kredit Kendala dan Masalah,” (Makalah disampaikan pada Pelatihan Aspek Hukum Perkereditan Bagi Staf PT. Bank NISP Tbk, (Jakarta, 16 September 2004), hlm,1.
1
tersebut adalah character (watak), capacity (kemampuan), capital (modal), conditions dan collateral (jaminan). Character atau watak adalah faktor yang sangat penting untuk dipertimbangkan. Penilaian terhadap karakter ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kejujuran, integritas dan kemauan dari calon nasabah debitur untuk memenuhi kewajiban dan menjalankan usahanya4. Apabila debitur tidak jujur, curang atau incompetence, maka kredit menimbulkan masalah atau waprestasi tanpa memperhatikan faktor-faktor lainnya. Orang yang tidak jujur atau curang akan selalu mencari jalan untuk mengambil keuntungan. Seseorang yang incompetence menjalankan bisnis tidak diragukan lagi akan menjalankan bisnisnya dengan buruk dan menyebabkan kredit mengandung risiko tinggi. Apabila seseorang tidak ingin membayar kembali kreditnya, kemungkinan ia akan mencari jalan untuk menghindari melunasi hutangnya. Penilaian karakter debitur harus ditentukan sejak ia memulai langkah pertama untuk mendapat pinjaman.5 Capacity atau kemampuan calon nasabah debitur untuk mengelola kegiatan usahanya dan mampu melihat prospektif masa depan, sehingga usahanya akan dapat berjalan dengan baik dan memberikan keuntungan, yang
4
Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Edisi Revisi, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006), hlm, 64. 5 Zulkarnaen Sitompul, Op.Cit, hlm, 2.
2
menjamin bahwa ia mampu melunasi utang kreditnya dalam jumlah dan jangka waktu yang ditentukan.6 Capital atau modal adalah kekuatan keuangan dari debitur untuk dapat membayar atau mengembalikan pinjamannya. Terdapat beberapa cara untuk menentukan apakah modal seseorang itu memuaskan, diantaranya adalah mendapatkan laporan asset dan passiva dari si peminjam dan harus diperhatikan data tersebut akurat.7 Conditons atau kondisi bahwa dalam pemberian kredit, kondisi ekonomi secara umum dan kondisi sektor usaha pemohon kredit perlu memperoleh perhatian untuk memperkecil risiko yang mungkin terjadi yang diakibatkan oleh kondisi ekonomi tersebut.8 Collateral, adalah jaminan untuk persetujuan pemberian kredit yang merupakan sarana pengaman (back up) atas risiko yang mungkin terjadi atas wanprestasinya debitur dikemudian hari. Calon debitur umumnya diminta untuk menyediakan jaminan berupa anggunan yang berkualitas tinggi yang nilainya minimal sejumlah kredit.9 Formula collateral, diantara 5C tersebut, merupakan formula yang cukup menjamin pengembalian dana yang dipinjam oleh debitur. Oleh karena itu jaminan menjadi faktor yang penting dalam pemberian kredit. Jaminan 6
Hermansyah, Oc.cit, hlm, 64. Ibid 8 Ibid, hlm, 65. 9 Ibid 7
3
(collateral) sebagai salah satu faktor penting dalam pemberian kredit harus diperhatikan bank dalam upaya mengurangi risiko pemberian kredit. Jaminan dikatakan sebagai faktor penting karena pada dasarnya jaminan bertujuan menghilangkan atau menimalisir risiko yang mungkin timbul yaitu dalam hal debitur tidak melunasi hutangnya. Faktor jaminan juga mengacu pada sejumlah aktiva yang akan dijadikan sebagai agunan guna kepastian pelunasan di kemudian hari dalam rangka memperkecil risiko. Definisi jaminan tidak dirumuskan secara tegas dalam Undang-undang maupun dalam literatur-literatur. J.Satrio mengatakan apabila kita berusaha untuk menemukan perumusan hukum jaminan baik dalam Undang-undang maupun dalam literature, kita akan kecewa karena kita tidak akan menemukannya.10 Lebih lanjut J. Satrio mengatakan didalam literature memang kita bertemu dengan istilah zekerheldsrechten, yang memang bisa saja diterjemahkan menjadi hukum jaminan. Hendaknya kita ingat bahwa kata recht di dalam bahasa Belanda dan Jerman bisa mempunyai arti bermacam-macam11 yakni diantaranya bisa berarti hukum (law), hak (right) atau keadilan (justice). Selanjutnya J. Satrio mengutip perumusan Pitlo tentang zekerheldrechten sebagai hak (een recht) yang
10
J. Satrio, Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan, Cet. IV (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2002), hlm, 2. 11 Ibid
4
memberikan kepada kreditur kedudukan yang lebih baik dari pada krediturkreditur lain.12 Berdasarkan yang telah dikemukakan Pitlo tersebut kemudian J.Satrio menyimpulkan bahwa kata recht dalam istilah zekerheidrechten berarti hak, sehingga zekerheidrechten adalah hak-hak jaminan, bukan hukum jaminan. Rumusan tentang hukum jaminan dapat kita artikan sebagai peraturan hukum yang mengatur tentang jaminan-jaminan piutang seseorang kreditur terhadap seorang debitur.13 Menurut Frieda Husni Hasbullah14 pengertian hukum jaminan diberbagai literatur mengunakan istilah “zekerheid” untuk jaminan dan “zekerheidsrecht” untuk hukum jaminan atau hak jaminan tergantung pada bunyi atau maksud kalimat yang bersangkutan. Istilah hukum jaminan mempunyai makna yang lebih luas dan umum serat bersifat mengatur dibandingkan dengan hak jaminan seperti halnya hukum kebendaan yang mempunyai ruang lingkup yang lebih luas dan mempunyai sifat mengatur dari pada hak kebendaan.15 Fungsi jaminan secara yuridis adalah kepastian hukum pelunasan utang didalam perjanjian kredit atau dalam hutang piutang atau kepastian realisasi suatu prestasi dalam suatu perjanjian. Kepastian hukum itu adalah dengan mengikat perjanjian 12
Ibid Ibid, hlm, 3. 14 Frieda Husni Hasbullah, Hukum Kebendaan Perdata Hak-Hak yang Memberi Jaminan, Jilid II, (Jakarta: Ind-Hill Co, 2005), hlm, 5. 15 Ibid 13
5
jaminan melalui lembaga-lembaga jaminan yang dikenal dalam hukum Indonesia.16 Perjanjian jaminan mempunyai sifat accesoir yaitu perjanjian tambahan yang tergantung pada perjanjian pokoknya. Perjanjian pokok adalah perjanjian pinjam meminjam atau hutang piutang yang diikuti dengan perjanjian tambahan sebagai jaminan. Perjanjian tersebut dimaksudkan agar keamanan kreditur lebih terjamin dan bentuknya dapat berupa jaminan kebendaan maupun jaminan perorangan.17 Pasal 1821 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata) yang menegaskan bahwa tiada penanggungan utang jika tidak ada suatu perikatan pokok yang sah. Rumusan lengkap Pasal 1821 Kitab Undang-undang Hukum Perdata adalah : Namun dapatlah seseorang memajukan diri sebagai penanggung untuk suatu perikatan, biarpun perikatan itu dapat dibatalkan dengan suatu tangkisan yang hanya mengenai dirinya pribadi si berhutang, misalnya dalam hal kebelum dewasaan.18 Kedudukan perjanjian jaminan yang dikonstruksikan sebagai perjanjian accesoir itu menjamin kuatnya lembaga jaminan tersebut bagi keamanan pemberian kredit oleh kreditur dan sebagai perjanjian yang accesoir memperoleh akibat-akibat hukum seperti halnya perjanjian accesoir yang lain yaitu adanya 16
M. Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), hlm,14. 17 Sunaryo Basuki, Tanah dan Bangunan, (Universitas Hasanuddin, Tahun 2012), hlm, 32. 18 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), diterjemahkan oleh R. Subekti dan R. Tjitrosidibio, Cet. ke-38, (Jakarta: Pradnya Paramita,2007), Pasal, 1821.
6
tergantungan pada perjanjian pokok, jika perjanjian batal ikut batal, ikut beralih dengan beralihnya perjanjian pokok dan jika perutangan pokok beralih karena cessie, subrogasi maka ikut beralih juga tanpa adanya penyerahan khusus.19 Terdapat dua asas umum mengenai jaminan yaitu asas yang pertama adalah dapat ditemukan pada Pasal 1131 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Perdata sebagai berikut : Segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari,
menjadi tanggungan untuk segala perikatan
perseorangan.20 Rumusan tersebut menunjukkan bahwa setiap tindakan yang dilakukan seseorang dalam lapangan harta kekayaan akan selalu membawa akibat terhadap harta kekayaannya, baik yang bersifat menambah jumlah harta kekayaan ( kredit), maupun yang nantinya akan mengurangi harta kekayaan (debit).21 Pasal tersebut menentukan bahwa harta kekayaan debitur, baik yang berupa benda bergerak maupun benda tetap, baik yang sudah ada maupun yang akan ada dikemudian hari, menjadi jaminan atau agunan bagi semua perikatan yang dibuat oleh debitur dengan para krediturnya. Pasal tersebut dengan kata lain memuat ketentuan bahwa apabila debitur wanprestasi maka hasil penjualan atas semua harta kekayaan debitur tanpa kecuali, merupakan sumber pelunasan hutangnya, 19
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Jaminan di Indonesia Pokok-Pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan, Cet.3 (Yogyakarta:Liberty Offset, 2003), hlm,37. 20 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), Op.Cit, Pasal, 1131. 21 Kartini Mulyadi dan Gunawan Widjaja, Hak Istimewa, Gadai dan Hipotek, Cet. ke-2 (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007), hlm, 2.
7
sehingga Pasal tersebut selain merupakan ketentuan yang memberikan perlindungan hukum kepada para kreditur, juga merupakan asas yang bersifat umum, yang terdapat pada hampir semua sistem hukum setiap Negara. Asas umum yang kedua, terdapat dalam Pasal 1132 ayat (2) Kitab Undang-undang Hukum Perdata sebagai berikut : Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang mengutangkan padanya, pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila diantara para berpiutang itu ada alasan yang sah untuk didahulukan.22 Asas umum yang kedua sebagaimana tertuang dalam Pasal tersebut, bahwa kekayaan debitur menjadi jaminan atau agunan secara bersama-sama bagi semua pihak yang memberikan hutang kepada debitur, sehingga Apabila debitur wanprestasi, maka hasil penjualan atas harta kekayaan debitur dibagi secara propesional menurut besarnya piutang masing-masing kreditur, kecuali apabila antara para kreditur tersebut terdapat alasan-alasan yang sah untuk didahulukan dari kreditur-kreditur lainnya. Pasal 1132 Kitab Undang-undang Hukum Perdata tersebut dengan kata lain memuat konteks bahwa; setiap pihak sebagai yang berhak atas pemenuhan perikatan, haruslah mendapatkan pemenuhan perikatan dari harta kekayaan pihak yang berkewajiban (debitur) tersebut secara Pari passu atau secara bersama-sama memperoleh pelunasan, tanpa ada yang didahulukan dan prorate parte atau proporsional yang dihitung berdasarkan pada besarnya 22
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), Op.cit, Pasal, 1132.
8
piutang masing-masing dibanding terhadap besar piutang mereka secara keseluruhan, terhadap harta kekayaan debitur tersebut23 Pengecualian terhadap asas umum yang kedua tersebut dapat dilihat dari bunyi kalimat terakhir Pasal 1132 Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang menunjukkan bahwa atas asas persamaan antara kreditur bisa terjadi penyimpangan-penyimpangan atas dasar adanya hak-hak yang didahulukan serta ada kreditur yang kedudukannya sama dengan kreditur lain dan ada yang lebih didahulukan. Pengecualian tersebut dengan demikian bisa terjadi karena Undangundang maupun atas dasar para pihak sendiri sepakat menentukan lain.24 PT. Indomarco Adi Prima adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang distributor barang-barang consumer goods, mendistribusikan produkproduknya kepada sub distributor , grosir inti,star outlet, koperasi dan agen-agen yang selanjutnya akan disebut para langganan dengan memberikan kebijakan kredit yang dituangkan dalam perjanjian sub distributor, perjanjian pengangkatan grosir inti, perjanjian pengangkatan star outlet, keagenan dan kemitraan sebagai perjanjian pokoknya. Sehubungan dengan jangka waktu kredit yang diberikan tersebut maka untuk menjamin dipenuhinya pembayaran hutang sesuai yang disepakati dalam perjanjian pokok tersebut maka para pelanggan mengikatkan diri untuk memberikan jaminan kebendaan. Deposito adalah salah satu jaminan yang diterima oleh PT.Indomarco Adi Prima selain Bank Garansi dan Tanah 23
Candra Darusman, Perlindungan Hukum Terhadap Bank oleh Pemerintah, (Jakarta: Rajawai Press, 2104), hlm, 39. 24 Nurshinta Dewi, Bentuk Perdagangan Konvensional, (Yogya: Liberty 2014), hlm, 9.
9
dengan pembebanan hak tanggungan. Deposito tersebut diikat dengan perjanjian gadai dan secara fisik diserahkan oleh para pelanggan sebagai pemberi gadai kepada PT. Indomarco Adi Prima sebagai penerima gadai, sehingga sarat mutlak gadai yang tidak dapat ditawar-tawar harus ada penyerahan dan pengeluaran benda yang digadaikan dari kekuasaan pemberi gadai25sudah terpenuhi. Penulis memilih tema penelitian ini dikarenakan banyak permasalahan yang muncul dalam penggunaan deposito sebagai jaminan, khususnya pada PT. Indomarco Adi Prima; Permasalahan yang timbul ini antara lain bank penerbit deposito tidak bersedia memblokir deposito yang telah dijaminkan tersebut, menolak pencairan apabila debitur telah wanprestasi dan kesulitan-kesulitan lainnya yang akan dibahas dalam penelitian ini. Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk membahas kajian kedalam bentuk penelitian dengan judul : “Pelindungan Hukum Pada Kreditur Dalam Melakukan Pencairan Deposito Sebagai Jaminan (Studi Kasus Perjanjian Penjaminan pada PT. Indomarco Adi Prima)”. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan yang diungkapkan diatas, terdapat beberapa permasalahan yang akan dianalisa dan dikaji dalam penelitian ini. Pokok permasalahan tersebut adalah :
25
Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Op.cit. hlm, 77.
10
1. Bagaimana perlindungan hukum bagi penerima jaminan dalam pencairan deposito atas wanprestasinya pemberi jaminan dalam kaitannya dengan ketentuan Pasal 1154 Kitab Undang-undang Hukum Perdata? 2. Apakah penerima jaminan dapat mengajukan pembelokiran deposito milik pemberi jaminan kepada bank penerbit atas dasar kesepakatan yang telah diperjanjikan sebelumnya? 3. Apakah bank dapat menolak pencairan deposito yang diajukan oleh penerima jaminan ditinjau dari prinsip perlindungan bank terhadap nasabahnya?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian a) Tujuan Penelitian Tujuan penelitan ini ialah sebagai berikut ; 1. Untuk menganalisis perlindungan hukum bagi penerima jaminan dalam pencairan deposito atas wanprestasinya pemberi jaminan dalam kaitannya dengan ketentua Pasal 1154 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. 2. Menganalisis penerima jaminan dapat mengajukan pemblokiran deposito milik pemberi jaminan kepada bank penerbit atas dasar kesepakatan yang telah diperjanjikan sebelumnya. 3. Untuk menganalisis bank dapat menolak pencairan deposito yang diajukan oleh penerima jaminan ditinjau dari perinsip perlindungan bank terhadap nasabahnya.
11
b) Kegunaan Penelitian Kegunaan penelitian ini sebagai berikut ; 1. Kegunaan Teoritis. a. Memberikan masukan ilmu pengetahuan dalam ilmu hukum pada umumnya dan hukum perdata pada khususnya yang berkaitan dengan pengikatan jaminan deposito berjangka. b. Hasil penelitian ini dapat menambah referensi sebagai bahan acuan penelitian yang akan datang. 2. Kegunaan Praktis a. Memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti. b. Memberikan manfaat dalam pengembangan ilmu hukum pada umumnya dan khususnya hukum perdata yang berkaitan dengan pengikatan jaminan deposito berjangka. c. Memberikan sumbangan pengetahuan kepada masyrakat pada umunya dan dunia perbankan pada khususnya tentang bentuk pengikatan jaminan gadai deposito berjangka.
D. Keaslian Penelitian Penelitian ini murni asli karya penulis sendiri. Adapun hasil penelitian yang pernah penulis temukan dan mirip dengan penelitian ini adalah:
12
1. Penelitian Tesis dengan judul “Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Atas Debitur Pailit Dalam Hal Pengikatan Jaminan Kredit Belum Dilakukan Pengikatan Fidusia” (Studi kasus PT. Bank Rakyat Indonesia Kanwil Yogyakarta). Yang ditulis oleh Sabrina Utami Sari, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada Jurusan Kenotariatan. Penelitian tersebut mengambil permasalahan tetang PT. Bank Rakyat Indonesia Kanwil Yogyakarta, tidak melakukan pendaftaran pengikatan jaminan fidusia pada kantor pendaftaran fidusia. Pada saat debitur dinyatakan pailit, maka PT. Bank Rakyat Indonesia Kanwil Yogyakarta menjadi golongan kreditur konkuren (penjualan hasil harta pailit dilakukan berdasarkan urutan prioritas). 2. Penelitian tesis dengan judul “Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur (Pegadaian) sebagai Pemegang Jaminan Fidusia dalam Hal Debitur Wanprestasi” pada Pegadaian Cabang Mariso Makasar. Yang ditulis aleh Asgar Putra ,SH. Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada Jurusan Kenotariatan. Penelitaian tersebut mengambil permasalahan tentang debitur wanprestasi pada perjanjian kredit kendaraan bermotor dengan jaminan fidusia, serta akibat yang timbul ketika jaminan fidusia tersebut didaftarkan atau tidak didaftarkan pada kantor pendaftaran jaminan fidusia. 3. Penelitian / tesis yang dilakukan oleh Maichel V. Katuuk tahun 2013 dengan judul “Pengikatan jaminan fidusia, didahului dengan surat kuasa dalam
13
praktik perbankan pada PT. BPR Duta Pakuan Mandiri Bogor”. Penelitian untukmegnetahui pengikatan jaminan fidusia yang didahului dengan surat kuasa dalam praktik perbankan di PT BPR Duta Pakuan Mandiri Bogor. Peneliti memakai bentuk penelitian yuridis normatif bertujuan mendalami penerapan peraturan hukum positif dalam praktek perbankan untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam menjalankan fungsi intermediasi sebagai pemberi kredit, disamping fungsi pengerahan dana (mobilisasi dana) bank harus bertindak hati-hati, prudent, mempertimbangkan asas-asas perkreditan yang sehat. Setiap kredit yang disalurkan kepada pengusaha selalu mengandung resiko,
bank
wajib
mempertimbangkan
untuk
melakukan
antisipasi
pengamanan. Bentuk pengamanan kredit dalam praktek perbankan dilakukan dengan pengikatan jaminan. Hukum positif mengenal jaminan kebendaan fidusia, sebagai lembaga jaminan yang memberikan hak preferens bagi bank. Surat kuasa memasang fidusia tidak dikenal dalam Undang-undang Jaminan Fidusia no. 42 tahun 1999 namun dipraktekan di PT. BPR Duta Pakuan Mandiri dan berdasarkan surat kuasa tersebut bisa dibuatkan oleh notaris akta fidusia dan dapat menerbitkan sertifikat jaminan fidusia. 4. Penelitian/tesis yang dibuat oleh I Gusti Ayu Inten Purnama Sari tahun 2014 dengan judul “Penyelesaian Kredit Macet Dengan Jaminan Fidusia Akibat Debitur Wanprestasi” Universitas Udayana, Bali. Tujuan penelitian yaitu
14
untuk memahami cara bank menyelesaikan kredit macet dengan jaminan fidusia akibat debitur wanprestai serta dapat mengetahui kendala-kendala yang dihadapi oleh bank dalam menangani kredit macet dengan jaminan fidusia. Penelitian ini merupakan penelitian pustaka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam hal terjadinya kredit macet sebagai akibat debitur wanprestasi dalam pengikatan jaminan fidusia, proses penyelesaian kredit yang dilakukan oleh bank yaitu melalui titel eksekutorial oleh Penerima Fidusia, penjualan benda yang menjadi obyek jaminan fidusia atas Penerima Fidusia sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan, dan dengan melakukan penjualan dibawah tangan, sebagaimana diatur dalam Pasal 29 ayat (1) Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Penjualan dibawah tangan tersebut merupakan salah satu bentuk eksekusi terhadap jaminan fidusia yang dilakukan secara kekeluargaan berdasarkan kesepakatan antara para pihak untuk mendapatkan harga penjualan yang tinggi. Penyelesaian kredit macet dengan jaminan fidusia tidak terlepas dari kendala-kendala yang dihadapi oleh bank. Kendal-kendala dalam penyelesaian kredit macet dengan pengikatan jaminan fidusia yaitu kendala yuridis dan kendala non yurdis. Kendala yuridis yaitu berkaitan dengan peraturan perUndang-undangan. Sedangkan kendala non yuridis yaitu kendala yang dihadapi bank diluar ketentuan peraturan perUndang-undangan.
15
Penelitian yang dilakukan penulis memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian terdahulu. Perbedaan penelitian ini secara khusus adalah menyangkut metode dan lokus penelitian. Metode penelitian yang digunakan penulis adalah normatif empiris. Sedangkan lokus penelitian adalah Jakarta.
16