BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Indonesia sedang menata perekonomiannya menuju perekonomian yang sehat dan efisien dalam rangka menyongsong Asean Free Trade Area (AFTA). Diperlukan prinsip-prinsip pengelolaan sumber daya ekonomi dan sumber daya manusia yang transparan dan akuntabel, sehingga terwujud kesiapan masyarakat untuk bersaing secara global. Dalam proses ini peran berbagai pihak khususnya akuntan public sangat dibutuhkan. Jasa akuntan publik baik dalam bentuk pengujian atas laporan keuangan perusahaan (auditor eksternal) maupun sebagai akuntan internal akan mampu meningkatkan kualitas informasi yang tersaji dalam laporan keuangan. Perkembangan profesi akuntan publik di suatu negara sejalan dengan perkembangan bisnisdan diikutidenganberbagai bentuk regulasi yang mengatur operasional profesidi negaratersebuttermasuk Indonesia. Perkembangan
perusahaan
tidak
terlepas
dari
sumber
dana
dansumbertersebuttidak selalu dalam bentuk penyertaan modal dari investor, tetapi dapatberupa pengambilan pinjaman dari kreditur. Gambaran tersebut merupakan penjabaran dari konsep dasar akuntansi keuangan yaitu asset perusahaan yang dikelola manajemen bersumber dari kreditur (bank) serta pemilik (investor). Konsep tersebut secara matematis dapat dirumuskan sebagai asset = kewajiban + ekuitas. Secara eksplisit konsep tersebut juga menyatakan bahwa
1
2
para investor merupakan pihak luar perusahaan yang selalu diberikan laporan pertanggung jawaban oleh manajemen dalam bentuk laporan keuangan. Namun realitanya laporan keuangan pihak-pihak yang berkepentingan terhadap laporan keuangan perusahaan tidak lagi terbatas hanya pada pemilik (share holders) dan kreditur, tetapi meluas kepada para investor diluar shareholders serta calon investor dan kreditur, pemerintah, supplier, konsultan, manajemen perusahaan serta karyawannya, masyarakat yang erat kaitannya dengan corporate social responcibility (CSR). Pentingnya informasi keuangan bagi para pemakai, pengujian informasi tersebut oleh akuntan public sangat diperlukan untuk mendapatkan opini dari pihak independen yang secara umum menggambarkan bahwa informasi tersebut berkualitas atau sebaliknya tidak berkualitas. Para investor dan kreditor membutuhkan informasi yang berkualitas dan relevan dengan keputusannya. Pemerintah mengeluarkan UU No. 5 Tahun 2011 pada tanggal 5 April 2011 yang
mengaturtentang
akuntan
publik.
Yang
menjadi
latar
belakang
dikeluarkannya undang-undang tersebutadalah adanya tuntutan dari masyarakat terhadap integritas dan profesionalisme akuntan publik serta memberikan perlindungan pada kepentingan akuntan publik sesuai standar audit yang sudahada (Sutikpo dan Kurnia, 2014). UUtersebutmewajibkanakuntanpublik mematuhi dan melaksanakanStandarProfesionalAkuntanPublik (SPAP) dan kode etik profesi, serta peraturan perundang-undang terkait dengan jasa yang diberikan. Pada tanggal 29 Mei 2015 Sekretaris Jenderal Keuangan mengatas namankan Menteri Keuangan Republik Indonesia mengeluarkan surat Keputusan
3
Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 445/KM.1/2015 tentang pembekuan izin akuntan publik Ben Ardi, CPAselama 6 bulan. Berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh tim Pusat Pembinaan Profesi Keuangan(PPPK) terhadap akuntan publik Ben Ardi, CPA dari Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Ardi, Sukinto, dan Rekan disimpulkan bahwa akuntan publik Ben Ardi, CPA belum sepenuhnya mematuhi Standar Audit (SA)-SPAP dalam pelaksanaan audit umum atas laporan keuangan PT. Bumi Citra Permai, Tbk. Tahun Buku 2013. Ketidakpatuhan merupakan pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 25 ayat (2) huruf b UU No. 5 tahun 2011 tentang akuntan publik yaitu mematuhi dan melaksanakan SPAP dan kode etik profesi, serta peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan jasa yang diberikan. Ketidakpatuhan dikategorikan sebagai pelanggaran berat karena berpotensi berpengaruh cukup signifikan terhadap laporan auditor independen. Selama pembekuan izin, akuntan publik Ben Ardi, CPA dilarang memberikan jasa audit, dilarang menjadi pemimpin KAP maupun pemimpin cabang KAP, dan harus tetap bertanggungjawab terhadap jasa yang diberikan (pppk.kemenkeu.go.id). Kasus pembekuan izin Ben Ardi, CPA menimbulkan pertanyaan, apakah sebenarnya akuntan publik mampu mendeteksi kecurangan dan kelemahan penyajian laporan keuangan klien atau sebenarnya mereka mampu mendeteksinya tapi tidak mengumumkannya didalam laporan audit. Jika akuntan publik tidak mampu mendeteksi trik rekayasa yang dilakukan klien, maka yang menjadi inti permasalahan adalah kompetensi dan keahlian akuntan publik. Namun jika yang terjadi akuntan publik ikut mengamankan praktik rekayasa tersebut, maka yang
4
menjadi inti permasalahannya adalah etika akuntan publik. Menurut Manullang (2010), kualitas audit yang baik pada prinsipnya dapat dicapai jika auditor menerapkan standar-standar dan prinsip-prinsip audit, bersifat bebas tanpa memihak (independen). Akuntan publik bertanggungjawab untuk memberikan penilaian atau opini terhadap kewajaran laporan keuangan yang disajikan oleh manajemen perusahaan. Sebagai basis untuk opini audit, auditor diharuskan untuk memperoleh keyakinan memadai tentang kebebasan laporan keuangan dari salah saji material, baik yang disebabkan oleh kecurangan maupun kesalahan. Kualitas audit merupakan probabilitas bahwa auditor akan menemukan dan melaporkan pelanggaran atau kecurangan pada sistem akuntansi suatu perusahaan atau instansi yang sesuai dengan kemampuannya dan berpedoman pada standar akuntansi serta standar audit yang telah ditetapkan (DeAngelo, 1981). Jadi dapat disimpulkan bahwa hasil audit yang berkualitas akan mempengaruhi opini yang akan diberikan oleh auditor atas kewajaran laporan keuangan. Indikator kualitas audit dalam penelitian ini menggunakan indikator yang dikembangkan oleh Efendy (2010) yaitu keakuratan temuan audit, sikap skeptis, nilai rekomendasi, kejelasan laporan, manfaat audit, dan tindak lanjut hasil audit. Pengalaman
adalah
lamanyaseseorangmenghabiskanwaktuuntukberkaryadalammenerapkankeahlianny a di masyarakat (Noviari dkk., 2005). Menurut Knoers dan Haditono (1999), pengalaman
merupakan
suatu
proses
pembelajaran
dan
penambahan
perkembangan potensi bertingkah laku baik dari pendidikan formal maupun non
5
formal. Auditor yang tidak memiliki pengalaman dan kualifikasi untuk bekerja pada kantor akuntan publik akan memberikan dampak negatif pada kantor akuntan publik sendiri (Gaballa dan Zhou Ning, 2011).Menurut Gusnardi (2003), pengalaman audit (audit experience) dapat diukur dari jenjang jabatan dalam struktur tempat akuntan publik bekerja, lamanya akuntan publik bekerja dalam pekerjaan yang berhubungan dengan audit, keahlian yang dimiliki akuntan publik yang berhubungan dengan audit, serta pelatihan-pelatihan yang pernah diikuti oleh akuntan publik tentang audit. Pengalaman seorang auditor berpengaruh pada kualitas audit.Standar Pengendalian Mutu No. 1 (SPM 1) mensyaratkan agar hasil audit bermutu maka pihak yang melaksanakan audit adalah pihak yang memiliki pengalaman dan kemampuan dibidang audit. Semakin banyak pengalaman yang dimiliki oleh seorang auditor maka akan berpengaruh semakin baiknya kualitas audit yang dihasilkan (Hutabarat, 2012; Sukriah dkk., 2009; dan Saripudin dkk., 2012). Pengalaman akan membentuk keahlian seseorang baik secara teknis maupun psikis (Singgih dan Icuk, 2010). Beberapa penelitian menyebutkan bahwa pengalaman tidak mempengaruhi kualitas audit (Brandon, 2010; Rios dan Cardona, 2013; dan Enofe et, al.,2014). Hal ini terjadi karena seringkali auditor memiliki sedikit waktu untuk dapat belajar,
menambah
ilmunya
berpengaruhpadapertimbangan
sehingga
profesional
dalam
menyebabkan mengumpulkan
tidak dan
mengevaluasi bukti untuk mengeluarkan pendapat atas kewajaran laporan keuangan entitas bisnis (Rios dan Cardona, 2013).
6
Time budget pressure telah menjadi masalah yang serius bagi auditor berkaitan dengan penugasan audit. Bahkan, beberapa auditor mengalami tekanan yang cukup besar ketika dihadapkan pada suatu penugasan audit dengan time budget yang singkat dan tidak terukur. Individu yang bekerja dibawah tekanan anggaran waktu dan menggunakan banyak energi untuk mengatasi tekanan stress akan mempengaruhi kinerja mereka. Kinerja mereka akan cenderung buruk. Hubungan antara stres kerja terhadap kinerja cenderung dihipotesiskan berhubungan negatif (Jamal, 2011). Pada lingkungan kerja KantorAkuntanPublik (KAP) seringkali timbul stressor yang berasal dari dalam maupun luar KAP yang biasanya berpotensi menimbulkan stress pada auditor saat menjalankan penugasannya (DeZoort dan Lord, 1997). Keterbatasan anggaran waktu adalah salah satu stressor yang berasal dari dalam organisasi KAP, sedangkan stressor yang berasal dari luar organisasi meliputi kondisi seperti tuntutan dari klien, kompetisi pada pasar audit dan tuntutan ligitasi. Kondisi tersebut berpotensi mempengaruhi sikap dan perilaku auditor yang nantinya akan berdampak pada kualitas audit (Otley dan Pierce, 1996). Indikator dari time budget pressureadalah keketatan anggaran dan ketercapaian anggaran (Hutabarat, 2012). Time budget pressure berpengaruh pada penurunan kualitas audit (Simanjuntak, 2008). Menururt Suprianto (2009), auditor cenderung akan berperilaku disfungsional dalam melakukan penugasan audit saat berada dalam kondisi time budget pressure. Semakin sedikit waktu yang disediakan (tekanan anggaran waktu semakin tinggi), maka makin besar transaksi yang tidak diuji oleh auditor sehingga menurunkan kualitas audit (Waggoner dan Cashell, 1991).
7
Namun beberapa penelitian menemukan hasil penelitian yang berbeda. Menurut Arisinta (2013), auditor yang dalam kondisi pressure atas time budget akan cenderung menjaga kualitas auditnya, sedangkan Nor et al. (2006) menemukan bahwa time budget pressure tidak berpengaruh terhadap penurunan kualitas audit. Pemberian kompensasi merupakan suatu kebijakan strategis dalam suatu perusahaan, karena dengan pemberian kompensasi dapat meningkatkan semangat kerja, kinerja dan motivasi karyawan dalam suatu perusahaan. Kompensasi adalah seluruh balas jasa baik berupa uang, barang ataupun kenikmatan yang diberikan oleh perusahaan kepada karyawan atas kinerja yang disumbangkan kepada perusahaan (Gorda, 2006:190). Menurut Dharmawan (2011), indikator dari kompensasi adalah gaji, tunjangan, insentif, pelatihan, dan penghargaan. Kompensasi meliputi kompensasi financial dan non financial. Financial Compensation penting untuk karyawan, karena dengan pemberian financial compensation para karyawan dapat langsung memenuhi kebutuhan mereka terutama untuk kebutuhan fisiologis. Namun karyawan juga berharap bahwa menerima kompensasi sesuai dengan pengorbanan yang telah diberikan kepada perusahaan dalam bentuk non financial. Karyawan yang sudah lama bekerja dalam suatu perusahaan dan karyawan yang sudah menerima kompensasi dengan tingkat menengah keatas, akan benar-benar membutuhkan lebih banyak kompensasi non financial. Kompensasi non financial dalam bentuk penghargaan untuk kinerja mereka, dan diberikan kesempatan untuk mengaktualisasikan diri (Mar’at, 2005 dalam Sopiah, 2013).
8
Pemberian kompensasi berpengaruh terhadap kinerja karyawan (Hamdan dan Setiawan, 2014). Kompensasi yang diberikan oleh perusahaan dapat memotivasi karyawan untuk lebih berprestasi. Prestasi seorang karyawan dapat dilihat dari kualitas kerjanya yang baik. Jadi semakin besar kompensasi yang diberikan perusahaan kepada karyawannya maka akan meningkatkan kualitas kerja dari karyawan. Beberapa penelitian menemukan hasil yang berbeda bahwa kompensasi yang diberikan oleh perusahaan tidak berpengaruh pada prestasi kerja karyawan, hal ini terjadi sebagai akibat karyawan merasa tidak adil atas kompensasi yang diberikan perusahaan (Pribadi dan Harjanti, 2014; Nasution, 2010). Berdasarkan kasus Ben Ardi, CPA dan beberapa penelitian terdahulu, maka dalam penelitian ini, peneliti menambahkan variabel etika sebagai variabel moderasi. Perilaku etis tidakhanyaberkaitandenganberperilaku sesuai dengan aturan hukum dan profesional, namum berkaitan juga dengan mengatur pikiran, prinsip-prinsip tidak tertulis, budaya untukmelakukanhal yang benar. Auditor menghadapi pertanyaan etika setiap hari. Dapatdikatakan prinsip yang mendasari profesi auditadalahetika (Campbell dan Houghton, 2005). Akuntan publik harus menyadari adanya kebutuhan akan etika sebagai bentuk tanggungjawab kepada publik, klien, sesama praktisi, termasuk perilaku terhormat, bahkan jika hal tersebut berarti melakukan pengorbanan atas kepentingan pribadi (Arens dkk., 2008).
Pada
saat
seseorangmulaimemasuki
karir
profesionalnya,
etikasebagianbesartelahterbentuk. Namun, etika ini dapat diperkuat atau sebaliknya
hancur
oleh
budaya
perusahaan
di
mana
mereka
9
bekerja.Pemahamanterhadapetikadanbudayasangatpentingbagi auditor di Kantor AkuntanPubliksehinggaseiringdenganberjalannyawaktudanpengaruhlingkungan yangakanmembentukperilakuetis.
Indikator dari etika adalah peluang untuk
berperilaku yang tidak etis, frekuensi perilaku yang tidak etis, dan tindakan mitra/partner/auditor dalam mengatasi perilaku tidak etis (Finn et al., 1994). Padapenelitiansebelumnyabeberapapenelitimenemukanhasil
yang
berbedapengaruhpengalamanpadakualitas audit, time budget pressurepadakualitas audit, dankompensasipadakualitas audit. Penelitianinimenambahkanvariabeletika yang didugamampumemoderasipengaruhpengalaman, time budget pressure, dankompensasipadakualitas audit. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang, maka rumusan masalah disusun sebagai berikut: 1) Apakah etika mampu memoderasi pengaruh pengalaman pada kualitas audit auditor Kantor Akuntan Publik di Bali ? 2) Apakah etika mampu memoderasi pengaruh time budget pressure pada kualitas audit auditor Kantor Akuntan Publik di Bali? 3) Apakah etika mampu memoderasi pengaruh kompensasi pada kualitas audit auditor Kantor Akuntan Publik di Bali?
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah:
10
1) Mendapatkan bukti empiris kemampuanetika memoderasi pengaruh pengalaman pada kualitas audit auditor Kantor Akuntan Publik di Bali. 2) Mendapatkan bukti empiris kemampuanetika memoderasi pengaruh time budget pressure pada kualitas audit auditor Kantor Akuntan Publik di Bali. 3) Mendapatkan bukti empiris kemampuanetika memoderasi pengaruh kompensasi pada kualitas audit auditor Kantor Akuntan Publik di Bali.
1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dapat diberikan melalui penelitian ini adalah: 1) Manfaat teoretis Hasil
penelitian
ini
diharapkan
dapat
memberikan
kontribusiuntukmenambahkan implementasi daririset-risetterkait
yang
disebutdenganteoriempirissertadukunganpadateorinormatifkhususnyaatribut ion theory. 2) Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada seluruh pihak yang berkepentingan dengan penelitian ini, khususnya kepada Kantor Akuntan Publik mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas audit.