BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Foodborne disease adalah penyakit yang ditularkan lewat makanan, dengan ciri berupa gangguan pada saluran pencernaan dengan gejala umum sakit perut, diare dan atau muntah. Agen utama penyebab penyakit ini adalah bakteri yang sebetulnya secara alami terdapat di lingkungan sekitar manusia, dan ditularkan kepada manusia melalui makanan (Suardana dan Swacita, 2009). Sapi merupakan salah satu hewan yang diternakkan secara besar-besaran tak hanya di Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Sapi dipelihara terutama untuk dimanfaatkan susu dan dagingnya sebagai pangan manusia. Hasil sampingan seperti kulit, jeroan, dan tanduknya juga dimanfaatkan untuk berbagai keperluan manusia. Di sejumlah tempat, sapi juga dipakai sebagai pengolahan lahan tanam (bajak), dan alat industri lain. Karena banyak kegunaan ini, sapi telah menjadi bagian dari berbagai kebudayaan manusia sejak lama (Luthan, 2009). Salah satu jenis sapi potong yang cukup terkenal di Indonesia dan merupakan plasma nutfah asli Bali adalah sapi bali, sehingga keberadaannya perlu dilestarikan. Sapi bali mempunyai daya adaptasi tinggi terhadap lingkungan, tahan terhadap beberapa penyakit, dan daya reproduksi tinggi (Batan, 2006). Oleh karena itu, sapi bali sangat cocok untuk dikembangkan di seluruh wilayah Republik Indonesia. Salah satu upaya untuk melestarikan sapi bali adalah dengan menjaga kesehatan melalui pencegahan atau penanggulangan penyakit. 1
2
Pemeliharaan ternak di Indonesia khususnya di Bali umumnya masih sangat sederhana dan tradisional, yaitu di lahan yang sempit, limbah ternak dibiarkan tanpa dikelola dengan baik, sehingga terjadinya pencemaran lingkungan peternakan terutama air dan infeksi bakteri pada sapi cukup tinggi. Sapi bali di Bali, banyak yang hidup tanpa kandang, dan dari hari ke hari sapi hanya ditambatkan di bawah pohon yang rindang (Batan, 2006). Kondisi pemeliharaan sapi di Kecamatan Mengwi rata-rata masih tergolong tradisional, yaitu sapi banyak yang tidak dikandangkan. Pemeliharaan sapi seperti ini dapat mendukung faktor pertumbuhan bakteri Coliform di Kecamatan Mengwi. Bakteri Coliform adalah bakteri yang termasuk famili Enterobactericeae. Spesies dari bakteri Coliform yang paling terkenal dan penting adalah bakteri Escherichia coli (Jay, 1992). Kondisi geografis Kecamatan Mengwi berada 350 meter di atas permukaan laut dan memiliki suhu rata-rata relatif tinggi yaitu antara 26°C sampai 37°C, sistem pemeliharaan ternak sapi dan kondisi geografis di Kecamatan Mengwi mendukung untuk pertumbuhan bakteri E. coli. Suhu yang relatif tinggi di Kecamatan Mengwi juga menjadi salah satu faktor distribusi atau penyebaran bekteri E. coli. E. coli dapat tumbuh pada suhu antara 7°C sampai 46°C, tumbuh secara optimum pada suhu 37°C (Merck, 1992). Escherichia coli pada sapi tumbuh secara normal di dalam ususnya, karena E. coli merupakan flora normal dalam saluran pencernaan manusia dan pada hewan berdarah panas dengan populasi terbanyak pada saluran pencernaan bagian belakang (Carter dan Wise, 2004).
3
Keberadaan bakteri E. coli di samping dapat membantu untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan juga dimanfaatkan di berbagai bidang ilmu, bakteri E. coli juga dapat membahayakan kesehatan, karena diketahui bahwa bakteri E. coli merupakan bagian dari mikrobiota normal saluran pencernaan dan telah terbukti bahwa galur-galur tertentu mampu menyebabkan gastroenteritis taraf sedang sampai parah pada manusia dan hewan (Sumiarto, 2005). Beberapa strain E. coli yang dapat menyebabkan gangguan pada sistem pencernaan yaitu strain EPEC (Enteropathogenic Escherichia coli), strain ETEC (Enterotoxigenic Escherichia coli), strain EIEC (Enteroinvasive Escherichia coli), strain EAEC (Entero Agregative Escherichia coli), strain DAEC (Diffuse Adherent Escherichia coli), dan strain EHEC (Enterohemorragic Escherichia coli) (Doyle et al., 2006). Salah satu strain dari bakteri EHEC adalah E. coli O157 dengan serotipe E. coli O157:H7, yang merupakan bakteri patogen dan dapat menyebabkan hemorrhagic colitis dan hemolytic uremic syndrome (HUS) (Suardana dan Swacita, 2009). Berdasarkan atas permasalahan di atas maka penelitian tentang perbandingan bakteri Coliform, E. coli, E. coli O157, dan E. coli O157:H7 pada sapi bali yang berada di Kecamatan Mengwi menarik dilakukan, dengan harapan dapat dipertimbangkan tindakan preventif atau tindakan pencegahan selanjutnya.
4
1.2 Rumusan Masalah Berdasar latar belakang di atas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Apakah ada perbedaan jumlah antara bakteri Coliform, E. coli, E. coli O157, dan E. coli O157:H7 pada sapi bali di Kecamatan Mengwi Kabupaten Badung? 2. Bagaimana korelasi keberadaan bakteri Coliform dengan bakteri E. coli, dan korelasi keberadaan bakteri E. coli O157 dengan bakteri E. coli O157:H7 pada sapi bali di Kecamatan Mengwi Kabupaten Badung ? 3. Bagaimana korelasi keberadaan bakteri Coliform dan E. coli terhadap bakteri E. coli O157 dan E. coli O157:H7 pada sapi bali di Kecamatan Mengwi Kabupaten Badung ?
1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.
Untuk mengetahui perbedaan jumlah antara bakteri Coliform, E. coli, E. coli O157, dan E. coli O157:H7 pada sapi bali di Kecamatan Mengwi Kabupaten Badung.
2.
Untuk mengetahui korelasi keberadaan bakteri Coliform dengan E. coli dan korelasi bakteri E. coli O157 terhadap E. coli O157:H7 pada sapi bali di Kecamatan Mengwi Kabupaten Badung.
5
3.
Untuk mengetahui korelasi keberadaan bakteri Coliform dan E. coli terhadap bakteri E. coli O157 dan E. coli O157:H7 pada sapi bali di Kecamatan Mengwi Kabupaten Badung.
1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat dan instansi terkait tentang perbandingan bakteri Coliform, E. coli, E. coli O157, serta E. coli O157:H7 pada sapi bali yang berada di Kecamatan Mengwi Kabupaten Badung.
1.5 Kerangka Konsep Kondisi geografis Kecamatan Mengwi yang berada di ketinggian 350 meter di atas permukaan laut, dengan curah hujan rata-rata sepanjang tahun 2013 mencapai sekitar 2.029,0 mm. Kecamatan Mengwi mempunyai suhu yang relatif tinggi yaitu 26°C sampai 37°C. Dari data geografis kecamatan Mengwi dapat disimpulkan bahwa letak geografis Kecamatan Mengwi dapat menjadi faktor yang mendukung pertumbuhan bakteri Coliform termasuk E. coli. Escherichia coli dapat tumbuh optimum pada suhu 37° C dan pH optimum pertumbuhannya antara 7,0 sampai 7,5 (Holt et al., 1994) Coliform merupakan bakteri yang memiki habitat normal di usus manusia
dan
juga
hewan. Bakteri
Coliform
adalah
bakteri
indikator
keberadaan bakteri patogenik lain. Lebih tepatnya, bakteri Coliform fecal adalah bakteri indikator adanya pencemaran bakteri patogen. Penentuan Coliform fecal
6
menjadi indikator pencemaran dikarenakan jumlah koloninya pasti berkorelasi positif dengan keberadaan bakteri patogen. Selain itu, mendeteksi Coliform jauh lebih murah, cepat, dan sederhana daripada mendeteksi bakteri patogenik lain. Contoh bakteri Coliform adalah, Escherichia coli dan Enterobacter aerogenes (Jay, 1992). Escherichia coli O157 merupakan salah satu dari beratus-ratus strain Escherichia coli yang dapat menyebabkan entero haemorrhagic atau disebut EHEC. Di dalam saluran pencernaan manusia, serotipe E. coli O157:H7 yang tumbuh dan berkembang dapat menghasilkan toksin. Toksin yang dihasilkan oleh E. coli O157:H7 adalah verotoxin atau disebut sebagai shiga-like toxin (SLT) (Mainil dan Daube, 2005). Escherichia coli O157:H7 pada manusia dapat menyebabkan hemorrhagic colitis yang gejalanya meliputi kejang perut yang diikuti dengan diare, mual, muntah, kadang-kadang demam yang ringan. Komplikasi yang mungkin terjadi adalah hemolytic uremic syndrome (HUS), infeksi saluran kemih yang dapat menyebabkan gagal ginjal pada anak-anak. Infeksi E. coli O157:H7 pada manusia seringkali disebabkan oleh konsumsi daging yang tercemar dan konsumsi air yang telah terkontaminasi oleh feses (Suardana dan Swacita, 2009). Keberadaan E. coli O157:H7 tentunya berhubungan dengan keberadaan E. coli secara umum. Semakin tinggi infeksi E. coli pada hewan atau manusia, maka peluang untuk ditemukannya E. coli patogen juga semakin tinggi. Dibuktikan dari penelitian yang dilakukan oleh Suardana et al. (2008) tentang deteksi keterkaitan keberadaan Coliform, Escherichia coli dengan keberadaan agen zoonosis
7
Escherichia coli O157 dan Escherichia coli O157:H7 pada feses manusia di Kabupaten Badung, Provinsi Bali. Dari 77 sampel feses manusia yang di ambil yaitu : 89,61% untuk Coliform, 15,58% E. coli, 6,49% E. coli O157 dan E. coli O157:H7 sebesar 1,3%.
1.6 Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka konsep di atas maka hipotesisnya adalah : Hipotesis 1 :Adanya perbedaan jumlah antara bakteri Coliform, bakteri E. coli, E. coli O157, dan E. coli O157:H7 pada sapi bali di Kecamatan Mengwi Kabupaten Badung. Hipotesis 2 :Adanya korelasi antara keberadaan bakteri Coliform dengan bakteri E. coli begitu juga halnya antara keberadaan bakteri E. coli O157 dengan E. coli O157:H7 pada sapi bali di Kecamatan Mengwi Kabupaten Badung. Hipotesis 3 :Adanya korelasi antara keberadaan bakteri Coliform dan E. coli terhadap bakteri E. coli O157 dan E. coli O157:H7 pada sapi bali di Kecamatan Mengwi Kabupaten Badung.