BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Penyakit ini dapat menyerang semua orang dan dapat mengakibatkan
kematian
terutama
pada
anak-anak
serta
sering
menimbulkan kejadian luar biasa ( KLB) atau wabah.(1) Nyamuk yang menjadi vektor penyakit DBD adalah nyamuk yang menjadi terinfeksi saat menggigit manusia yang sedang sakit dan viremia ( terdapat virus dalam darahnya). Menurut laporan terakhir, virus dapat pula ditularkan secara transovarial, yaitu ditularkan dari nyamuk ke telurtelurnya.(2) Penyakit DBD merupakan salah satu penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan endemis di sebagian
kota
Indonesia. Hampir setiap tahun terjadi Kejadian Luar Biasa ( KLB) di beberapa daerah yang biasanya terjadi pada musim penghujan.(3) Kasus DBD pertama kali ditemukan Kota manila, filipina pada tahun 1953, sedangkan di Indonesia dilaporkan pertama kali di Surabaya pada tahun 1968, tetapi konfirmasi virologi didapatkan pada tahun 1972. Sejak itu penyakit DBD menyebar ke berbagai daerah, sampai tahun 1980 seluruh Propinsi di Indonesia telah terjangkit penyakit DBD.(4) penyakit DBD masih merupakan permasalahan serius di Provinsi Jawa Tengah, terbukti 35 Kabupaten/Kota sudah pernah terjangkit penyakit
1
2
DBD. Angka kesakitan/Incidence Rate (IR) DBD di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2011 sebesar 15,27/100.000 penduduk.Angka ini jauh menurun bila dibandingkan tahun 2010 (59,8/100.000 penduduk) dan sudah mencapai target nasional yaitu <20/100.000 penduduk. Angka kematian / Case Fatality Rate (CFR) DBD di Provimsi Jawa Tengah Tahun 2011 (1,29%) dan sudah lebih rendah bila dibandingkan dengan target nasional (<1%).(5) Angka kesakitan tertingi berada di Kota Semarang
tahun2011,
terendah
di
Kabupaten Wonogiri
sebesar
4,29/100.000 penduduk. Setiap penderita DBD yang dilaporkan dilakukan tindakan perawatan penderita, penyelidikan epidemiologi di lapangan serta upaya pengendalian. Dari data yang berasal dari Dinas Kesehatan Kota Semarang pada Tahun 2010 jumlah kasus DBD sebanyak 5.556 dengan jumlah kematian 47 orang dan IR 368,7 per 100.00 serta CFR 0,8%. Tahun 2011 menunjukkan bahwa jumlah kasus DBD sebanyak 1.303 dengan 10 orang meninggal dunia dan IR 73,87 per 100.00 serta CFR 0,77%. Sedangkan data tahun 2012 menunjukan terdapat 1.250 kasus dengan jumlah kematian 22orang, IR 70,9 per 100.000 serta CFR 1,76%. Menurut data yang diperoleh dari Dinas Kota Semarang dapat dilihat bahwa kasus DBD diwilayah kerja Puskesmas Kedungmundu selalu menjadi peringkat pertama 3 tahun terakhir,meskipun angka yang menunjukan kasus mengalami penurunan. Tahun 2010 terdapat 759 kasus dengan jumlah kematian 4 orang, pada Tahun 2011 terdapat 140 kasus tanpa kematian,dan pada tahun 2012 terdapat 116 kasus dengan tanpa kematian.(6)
3
Pada Bulan Agustus Tahun 2013 terdapat 67 kasus DBD di wilayah
kerja
Puskesmas
Kedungmundu,
yaitu
pada
Kelurahan
Kedungmundu terdapat 16 kasus, Kelurahan Tandang 7 kasus, Kelurahan Jangli 4 kasus ,Kelurahan Sendangguwo 4 kasus, Kelurahan Sendangmulyo16 kasus,Kelurahan Sambiroto 18 kasus, dan Kelurahan Mangunharjo 2kasus. Tinggi
rendahnya
kontak
dengan
nyamuk
Aedes
aegypti
dipengaruhi oleh 2 hal yaitu faktor lingkungan dan kurangnya kepedulian untuk praktik Pemberantasan Sarang Nyamuk ( PSN). Faktor lingkungan dapat berfungsi sebagai tempat perindukan nyamuk Aedes aegypti (breeding place) dan habitat nyamuk Aedes aegypti beristirahat ( resting place). Breding place dan resting plce yang terdapat di lingkungan rumah dapat mendukung perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti yang dapat meningkatkan kejadian DBD. Dengan adanya tempat perindukan yang sesuai bagi nyamuk Aedes aegypti ( adanya genangan air, tempat-tempat penampungan air yang tidak ditutup), maka populasi nyamuk Aedes aegypti akan meningkat. Selain itu keberadaan nyamuk yang sesuai seperti di tempat-tempat yang gelap,lembab,dan sedikit dingin( pakaian yang menggantung,korden,semak-semak) juga mempunyai peran dalam meningkatkanya kejadian DBD. Penyakit DBD sangat dipengaruhi lingkungan dan perilaku manusia karena penyebab penyakit ini adalah virus yang dapat menyebar melalui vektor yaitu nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk ini mempunyai perilaku hidup di tempat air jernih yang akan berkembangbiak dalam waktu 7-10
4
hari. Cara efektif untuk pencegahan penyakit DBD adalah dengan membasmi jentik Aedes aegypti melalui PSN. Selain cara lain untuk mencegah terjadinya DBD yaitu dengan menghindari terjadinya kontak dengan nyamuk dewasa ( gigitan nyamuk). Pencegahan ini dapat dilakukan dengan memperhatikan beberapa kebiasaan, diantaranya yaitu penggunaan obat anti nyamuk, pemakaian kelambu pada saat tidur, tidak melakukan kebiasaan berisiko (tidur siang,menggantung baju),dan penggunaan pakaian panjang.2 Tinggi angka kesakitan DBD umumnya disebabkan oleh rendahnya tingkat kesadaran akan pentingnya arti kebersihan lingkungan di kalangan masyarakat khususnya di dalam menjaga dan memelihara rumah serta lingkungan sekitar agar bebas dari nyamuk Aedes aegypti. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian tentang’ Fungsi Manajemen Penyelidikan Epidemiologi Demam Berdarah Dengue. Pada survei awal di Puskesmas Poncol, Krobokan, Karangayu, Gayamsari, Ngeresep dan Manyaran di dapat bahwa perencanaan dan pelaksanaan Manajemen di Puskesmas tersebut kurang baik,dalam program Pemberantasan Nyamuk Demam Berdarah.
B.
Perumusan Masalah. Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian “ Bagaimana Fungsi Manajemen Penyelidikan Epidemiologi di Puskesmas?
5
C.
Tujuan Penelitian. 1. Tujuan Umum Mendeskripsikan
gambaran
Fungsi
Manajemen
penyelidikan
perencanaan
penyelidikan
epidemiologi demam berdarah dengue.
2. Tujuan Khusus a. Mendeskripsikan
fungsi
manajemen
epidemiologi demam berdarah dengue di Kota Semarang. b. Mendeskripsikan
fungsi
manajemen
pelaksanaan
penyelidikan
epidemiologi demam berdarah dengue di Kota Semarang. c. Mendeskripsikan
fungsi
manajemen
evaluasi
penyelidikan
epidemiologi demam berdarah dengue di Kota Semarang.
D.
Manfaat Penelitian. 1. Bagi Keilmuan Menambah ilmu pengetahuan Kesehatan Masyarakat dalam penanggulangan penyakit DBD. 2. Bagi Program Memberi
masukan
kepada
Kepala
Puskesmas
dalam
meningkatkan pencegahan DBD yang disebabkan vektor nyamuk Aedes aegypt. 3. Bagi Masyarakat Penelitian ini diharapkan berguna bagi masyarakat dalam pencegahan dan penyuluhan terhadap DBD
E.
Keaslian penelitian tabel 1.1 Keaslian penelitian
Perbedaan dengan peneliti No 1
2
Nama peneliti
Judul penelitian
Hasil Penelitian
Abdul Latif
Hubungan Fungsi Manajemen Petugas DBD dengan cakupan kegiatan Program Pemberantasan Sarang Nyamuk DBD ( P2DBD)
Ada hubungan antara fungsi manajemen petugas DBD dengan cakupan kegiatan program pemberantasan penyakit DBD ( P2DBD) Kabupaten Grobokan
Moh Gustiansyah
Ada hubungan antara perilaku masyarakat dengan keberadaan serta kepadatan larva Aedes aegypti.
Hubungan Perilaku Masyarakat dengan keberadaaan serta Kepadatan Lavar Aedes aegypti kecamatan Mentawa Baru Ketapang
sebelumnya 1.
Abdul
LatifJudul
:
Hubungan Fungsi Manajemen Petugas DBD dengan Cakupan kegiatan
program
Pemberantasan nyamuk
DBD
Sarang (
P2DBD).
Perbedaan penelitian sekarang,
Judul :Fungsi Manajemen Penyelidikan Epidemiologi Demam Berdarah Dengue di Puskesmas Kota Semarang. 2.
Moh GustiansyahJudul : Hubungan Perilaku Masyarakat dengan keberadaan serta Kepadatan Larva Aedes aegypti
6
7
F. Lingkup Penelitian 1.
Lingkup Keilmuan Penelitian ini adalah ilmu Kesehatan Masyarakat dalam bidang Ilmu Epdimiologi terutama bidang fungsi manajemen penyelidikan epidemiologi.
2.
Lingkup Materi Lingkup materi penelitain ini adalah Epidemiologi penyakit menular yang dibahas dalam penelitian ini bagaiman fungsi manajemen penyelidikan epidemiologi demam berdarah dengue di Kota Semarang.
3.
Lingkup Lokasi Lingkup
lokasi
dalam
penelitian
ini
adalahWilayah
kerja
Puskesmas Kota Semarang. 4.
Lingkup Metode Penelitian ini merupakan jenis wawancara, metode deskriptif.
5.
Lingkup Sasaran Lingkup sasaran pada penelitian ini adalah masyarakat yang terdiri dari (kepala keluarga/bapak atau ibu) atau anggota keluarga yang sudah dewasa dan tinggal menetap serta mempunyai kemampuan berkomunikasi secara formal sehingga memudahkan menjawab pertanyaan yang diajukan.
6.
Lingkup Waktu Penelitian ini dilakukan selama 1 (satu) bulan sejak bulan Marets.d Mei 2014
8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Manajemen Menurut G.R.terry, manajemen adalah suatu proses atau kerangka kerja yang melibatkan bimbingan atau pengarahan suatu kelompok orang-orang ke arah tujuan-tujuan organisasional atau maksudmaksud yang nyata. Menurut Pfof.Oei Liang Lee, manajemen adalah ilmu dan seni merencanakan, mengorganisasi, mengarahkan, mengkoordinasikan serta mengawasi tenaga manusia dengan bantuan alat-alat untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.6 Sondang P, Siagin menyatakan bahwa definisi yang paling paling sederhana, tetapi sekaligus paling klasik tentang manajemen adalah seni memperoleh hasil melalui berbagai kegiatan yang dilakukan oleh orang lain.7 Definisi yang sangat sederhana tersebut memberi petunjuk bahwa manajemen dapat disoroti paling sedikit empat sudut pandang yaitu: pertama, penerapan berbagai teori manajemen harus dibarengi oleh seni menggunakan orang lain agar mau dan mampu berkarya demi kepentingan organisasi.
8
Kedua, keberhasilan manajerial diukur dari kemahiran dan kemampuannya menggerakkan orang lain dalam organisai. Ketiga,
keberhasilan
organisasi
adalah gabungan
antara kemahiran
manajerial dan ketrampilan teknis pada pelaksanaan kegiatan operasional. Keempat, kelompok manajerial dan kelompok pelaksana secara operasional menyatu dalam tindakan nyata dalam rangka mencapai tujuan yang ditetapkan. 2. Fungsi-fungsi Manajemen Salah satu klasifikasi paling awal fungsi-fungsi manajerial dibuat oleh Hery Fayol yang menyatakan bahwa perencanaan, pengorganisasian, pemberi perintah dan pengawasan adalah fungsi-fungsi utama.7 Menurut Sondang P. Siagian, fungsi-fungsi manajerial yang mutlak perlu dkuasai
oleh
para
manajer
adalah
perencanaan,
pengorganisasian,
penggerakan, pengawasan dan penilaian. Menurut G.R Terry, fungsi-fungsi manajemen dikenal dengan POAC, yaitu planning (perencanaan), organizing (organisasi), actuating (pelaksanaan). controling (pengawasan).8 Di Indonesia selama ini dikenal pembagian dan pengelompokkan fungsifungsi manajemen menjadi: Perencanaan (P1), Pelaksanaan(P2),dan Penilaian (P3).7
3. Unsur- unsur Manajemen Untuk mencapai tujuan organisasi diperlukan keahlian dan seni seorang manajer dalam menjalankan fungsi manajemen dan mendayagunakan sebaikbaik unsur manajemen yang dimiliki supaya berhasil guna. Unsur manajemen biasa dikenal( 6) M, yaitu: a. Men, tenaga yang dimanfaatkan b. Money, anggaran yang dibutuhkan c. Material, bahan atau material yang dibutuhkan d. Machines, mesin atau alat yang dipergunakan e. Method, cara yang dipergunakan dalam bekerja f. Market/ marketing, pasar dan pemasaran hasil produksi yang dihasilkan. 4. Pentingnya Manajemen Manajemen memerlukan koordinasi sumber daya manusia dan manajerial ke arah tercapainya tujuan. Manajemen mencakup hal-hal sebagai berikut9 a.
Mengkoordinir Sumber Daya Manusia, manajerial dan keuangan kearah
tercapainya sasaran organisasi secara efektif dan efisien. b.
Menghubungkan organisasi dengan lingkungan luar dengan menanggapi
kebutuhan masyarakat.
c.
Mengembangkan iklim organisasi dimana orang dapat mengejar sasaran
perseorangan (Individual) dan sasaran bersama (collective) d. Melaksanakan fungsi-fungsi tertentu yang dapat ditetapkan menentukan sasaran, merencanakan, merakit, sumber daya, mengorganisir melaksanakan dan mengawasi. B. Sistem Kesehatan 1. Pengertian Sitem Sistem adalah gabungan dari elemen-elemen yang saling dihubungkan oleh suatu proses atau struktur, dan berfungsi sebagai satu kesatuan organisasi dalam upaya menghasilkan sesuatu yang telah ditetapkan. Sistem adalah suatu struktur konseptual yang terdiri dari fungsi-fungsi yang saling berhubungkan yang bekerja sebagai satu unit organik untuk mencapai keluaran yang diinginkan secara efektif dan efisien. Sistem adalah kumpulan dari bagian-bagian yang berhubungan serta saling mempengaruhi yang dengan sadar dipersiapkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
2. Unsur- unsur Manajemen a. Masukan Adalah kumpulan bagian atau elemen yang terdapat dalam sistem dan yang diperlukan untuk dapat berfungsinya sistem tersebut. b. Proses Adalah kumpulan bagian atau elemen yang terdapat dalam sistem dan yang befungsi untuk mengubah masukan menjadi keluaran yang direncanakan. c. Keluaran Adalah
kumpulan
bagian
atau
elemen
yang
dihasilkan
dari
berlangsungnya proses dalam sistem. d. Umpan balik Adalah kumpulan bagian atau elemen merupakan keluaran dari sistem dan sekaligus sebagai masukan bagi sistem tersebut. e. Dampak Adalah akibat yang dihasilkan oleh keluaran suatu sistem. Ke lima unsur sistem tersebut saling berhubungan dan mempengaruhi yang dapat digambarkan sebagai berikut.10
masukan
proses
keluaran
dampak
umpan balik
Gambar 2.1 Hubungan Unsur- unsur Sistem
3. Kesehatan Menurut Undang- undang Kesehatan Republik Indonesia No: 23 tahun 1992( pasal 1), kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara saosial dan ekonomi.10 Sistem kesehatan adalah kumpulan dari berbagai faktor yang kompleks dan saling berhubungan yang terdapat dalam suatu negara, yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan perseorangan, keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat pada setiap saat yang dibutuhkan.10
Sedangkan di Indonesia disebut Sistem Kesehatan Nasional( SKN), yaitu suatu tatanan yang mencerminkan upaya bangsa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan
mencapai derajat kesehatan yang optimal sebagai perwujudan
kesejahteraan umum seperti yang optimal sebagai perwujudan kesejahteraan umum seperti yang dimaksud dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945.7 C. Uraian Fungsi-fungsi Manajemen 1. Fungsi Perencanaan a. Pengertian Fungsi Manajemen Perencanaan adalah pekerjaan yang menyangkut penyusunan konsep serta kegiatan yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan demi masa depan yang lebih baik ( Le Breton).11 Maksud Perencanaan.12 1. Perencanaan adalah salah satu fungsi manajer yang meliputi seleksi
atas
alternatif-alternatif tujuan, kebijakan-kebijakan, program dan prosedur. 2.
Perencanaan pada azasnya adalah memilih dan persoalan perencanaan
timbul bilamana suatu alternatif cara bertindak diketemukan. 3. Perencanaan sebagian besar merupakan pekerjaan membuat hal-hal terjadi sebagaimana dikehendaki.
16
4. Perencanaan adalah suatu proses pemikiran, penentuan tindakan secara sadar berdasarkan keputusan-keputusan menyangkut tujuan fakta dan ramalan. 5. Perencanaan adalah menjadikan tindakan ekonomis, karena semua potensi yang dimliki terarah dengan baik pada tujuan. b. Syarat-syarat perencanaan yang baik.12 1. Merumuskan dahulu masalah yang akan direncanakan. 2. Perencanaan harus didasarkan pada informasi data-data dan fakta. 3. Menetapkan beberapa alternatif dan pemecahannya. 4. Putuskan suatu keputusan yang menjadi rencana. 5.
Perencanaan yang baik akan menghasilkan rencana yang baik pula.
17
c. Syarat-syarat rencana yang baik adalah.12 1. Tujuan harus jelas, rasional,objektif dan cukup menantang untuk diperjuangkan. 2. Rencana harus mudah dipahami dan penafsirannya hanya satu. 3. Rencana harus dapat dipakai sebagai pedoman untuk bertindak ekonomis 4. Rencana harus menjadi dasar dan alatuntuk pengendalian semua tindakan. 5. Rencana harus dapat dikerjakan oleh sekelompok orang 6. Rencana harus fleksibel 7. Rencana harus berkesinambungan 8. Rencana harus menunjukkan urutan-urutan dan waktu pekerjaan. 9. Rencana harus meliputi semua tindakan yang akan dilakukan Dalam rencana tidak boleh ada pertentangan antara Departemen, hendaknya saling mendukung untuk tercapainya tujuan perusahaan. Perencanaan kemungkinan
untuk
harus
selektif
mengubah
terhadap
teknik
situasi
pelaksanaanya
sehingga tanpa
terbuka
mengalami
perubahan pada tujuan. d. Pertanyaan- pertanyaan pokok dalam perencanaan Pertanyaan- pertanyaan pokok dalam perencanaan yang harus dijawab oleh perencanaan meliputi” What, Why, Where, When, Who dan How
18
1. what (apa) Apa yang akan dicapai, tindakan apa yang harus dikerjakan untuk mencapai sasaran, harus ada penjelasannya dan perinciannya. 2. Why (mengapa) Mengapa itu menjadi sasaran, mengapa ia harus dilakukan dengan memberikan penjelasan, mengapa itu harus dikerjakan. 3. Where ( dimana) Dimana ia akan dilakukan, pemilihan tempat perlu dijelaskan serta alasan- alasan memilih tempat itu berdasarkan pertimbangan ekonomi, tempat setiap kegiatan harus dikerjakan dengan demikian semua fasilitas diperlukan untuk mengerjakannya.
Kapan akan dilakukan,penentuan saat dimulai,
penjelasan mengenai waktu dimulainya pekerjaan baik untuk tiap-tiap bagian pekerjaan maupun seluruh pekerjaan. Harus ditetapkan standar waktu untuk pekerjaan. 5. Who (siapa) Siapa
yang
melakukan
pemilihan
dan
penempatan
personalia,
menetapkan persyaratan dan jumlah personalia yang akan melakukan pekerjaan,luasnya wewenang dari masing-masing pejabat. 6. How (bagaimana) Bagaimana mengerjakannya, perlu diberikan penjelasan mengenai teknikteknik pengerjaanya
2. Pelaksanaan Adalah upaya untuk mewujudkan rencana menjadi kenyataan. Pekerjaan pelaksanaan (aktuasi) bukanlah merupakan pekerjaan yang mudah, karena dalam
melaksanakan suatu rencana terkandung berbagai aktivitas
yang
berhubungan satu sama lain dan kompleks. Untuk melakukan penggerakan pelaksanaan perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut: a. Motivasi upaya
untuk
menimbulkan
rangsangan,
dorongan
dan
ataupun
pembangkit tenaga pada seseorang dan ataupun sekelompok masyarakat agar mau bekerja sama secara optimal melaksanakan tujuan yang telah ditetapkan. b. Komunikasi Adalah pertukaran pikiran atau keterangan dalam rangka menciptakan rasa saling mengerti saling percaya demi terwujudnya hubungan yang baik antara seseorang dengan orang lain. c. Kempimpinan Adalah suatu yang mempengaruhi aktivitas seseorang atau sekelompok orang untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan dalam situasi tertentu. d.
Pengarahan Adalah memberikan bimbingan serta mengendalian para pekera dalam
melakukan tugas guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
20 e.
Pengawasan Adalah melakukan penilaian sekaligus korelasi terhadap setiap
penampilan karyawan untuk mencapai tujuan seperti yang telah ditetapkan dalam perencanaan. f. Surpervisi Adalah melakukan pengamatan secara langsung dan berkala oleh atasan terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh bawahan untuk kemudian apabila ditemukan masalah, segera diberikan petunjuk atau bantuan. 3. Penilaian Adalah suatu proses yang teratur dan sistematik dalam membandingkan hasil yang dicapai tolak ukur atau kriteria yang telah ditetapkan, dilanjutkan pengambilan kesimpulan serta penyusunan saran-saran, yang dapat dilakukan pada setiap dan pelaksanaan program. a. jenis penelian 1. Penilaian pada tahap awal program Dilakukan pada saat perencanaan program untuk menyakinkan bahwa rencana yang disusun benar –benar dapat menyelesaikan. 2. Penilaian pada tahan pelaksanaan program Untuk mengukur apakah program yang sedang dilaksanakan sesuai dengan rencana atau tidak.
21
3. Penilaian pada tahap akhir program Untuk mengetahui hasil akhir yang dicapai berupa keluaran(output) serta dampak(impact) b. Ruang lingkup penilaian 1. Penilaian terhadap masukan Penilaian terhadap elemen-elemen atau bagian yang terdapat dalam sistem dan yang diperlukan untuk dapat berfungsinya sistem tersebut 2. Penilaian terhadap proses Penilaian terhadap elemen atau bagian yang terdapat dalam sistem dan yang berfungsi mengubah masukan menjadi keluaran yang direncanakan. 3.
Penilaian terhadap keluaran Penilaian terhadap keluaran yang dihasilkan akibat berlangsungnya
proses dalam sistem. Keluaran disini berupa kegiatan yang dapat dilihat tidak diperhatikan secara kualitas, apakah hasil kegiatan ini telah mampu merubah keadaan atau tidak, atau setelah hasil kegiatan ini telah mampu merubah keadaan atau tidak, atau setelah hasil pertama dilihat, apakah juga disertai tindak lanjut atau tidak.
22
D. Perencanaan Program Kesehatan Proses perencanaan program tidak berdiri sendiri, melainkan merupakan suatu tahap dalam proses perencanaan secara keseluruhannya. Ada dua pengertian”tujuan” yang dipakai dalam perencanaan kesehatan yaitu “objectives” dan gols. Bila tujuan yang dimaksud itu
adalah tujuan akhir dari suatu proses
perencanaan, maka disebut sebagai” objectives”. Secara garis besar
proses
perencanaan suatu program dapat digambarkan sebagai berikut: Permasalah
Masukan
Proses
Hasil
Gambar 2.2 Skema Proses Perencanaan Gambar diatas dapat diuraikan lagi menjadi: Hasil yang disebut,” output merupakan kegiatan nyata yang dapat dilihat (performance). Tidak diperhatikan secara kualitas, apakah hasil kegiatan in telah mampu merubah keadaan atau tidak, atau setelah hasil pertama terlihat, apakah juga disertai tindak lanjut atau tidak. Sedangkan hasil yang disebut, outcome atau “ ultimated goal” itu merupakan hasil terakhir yang mampu membawa impact atau dampak terhadap perubahan status kesehatan, yang tadinya jelek kini menjadi lebih baik.
23
E. Pelaksanaan Program Kesehatan Pelaksanaan merupakan usaha untuk mewujudkan rencana dengan mempergunakan organisasi menjadi kenyataan. Ini berarti rencana tersebut dilaksanakan dan atau diaktuasikan(actuating).10 Pekerjaan Pelaksanaan atau aktuasi bukanlah pekrjaan yang mudah karena dalam melaksanakan suatu rencana terkandung berbagai aktivitas yang bukan saja saling berpengaruh, tetapi juga bersifat kompleks dan majemuk. kesemua aktifitas ini harus disamakan sedimikian rupa sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai dengan memuaskan. Memadukan berbagai aktivitas seperti ini dan apalagi menugaskan semua orang yang terlibat dalam organisasi untuk melaksanakan aktivitas yang dimaksud; memerlukan suatu pengetahuan dan ketrampilan khusus yaitu:
24
1. Pengetahuan dan ketrampilan motivasi Adalah upaya untuk menimbulkan rangsangan dorongan dan ataupun pembangkit tenaga pada seseorang dan atau kelompok masyarakat sehingga orang ataupun kelompok masyarakat tersebut mau berbuat dan bekerja sama secara optimal melaksanakan sesuai yang telah direncanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. 2. Pengetahuan dan ketrampilan komunikasi Adalah kemampuan untuk melakukan pertukaran fakta, gagasan, opini atau emosi anatara dua orang atau lebih.
3. Pengetahuan dan ketrampilan kepimpinan Adalah suatu proses untuk mempengaruhi aktivitas seseorang atau kelompok orang untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan dalam suatu situasi tertentu. 4. Pengetahuan dan ketrampilan pengarahan Adalah
kemampuan
dalam
pengambilan
keputusan
secara
kesinambungan dan terus menerus yang terwujud dalam bentuk adanya perintah ataupun petunjuk guna dipakai sebagai pedoman dalam organisasi. 5. Pengetahuan dan ketrampilan pengawasan Adalah suatu proses untuk mengukur penampilan suatu program yang kemudian dilanjutkan dengan mengarahkannya sedemikian rupa sehingga tujuan yang ditetapkan dapat tercapai.
25
F. Evaluasi Program Kesehatan Proses evaluasi dalam manajemen adalah sangat penting. Demikian pula dalam dunia kesehatan. Evaluasi adalah” suatu rangkaian kegiatan pengukuran secara kualitatif yang ditunjukan terhadap apayang sedang atau telah dicapai didalam setiap atau keseluruhan tahap kegiatan dalam sistem perencanaan berdasarkan suatu model tertentu.”
Evaluasi sesungguhnya adalah suatu proses kegiatan yang akan menilai segala sesuatu yang akan diperoleh dengan apa yang sudah ditetapkan perencanaan atau dengan apa yang ingin dicapai dengan melalui perencanaan semula. Penilaian harus terus menerus dilakukan sejak awal dan tidak perlu menunggu sampai hasil akhir dicapai. Dalam hal ini kita harus melakukan”point evaluatiuon pada setiap titik-titik kegiatan yang dianggap perlu. Jelasnya evaluasi harus dilakukan sejak awal maupun pada waktu dan selesai proses perencanaan progaram (program planning), pelaksanaan (implementation) maupun setelah hasil pelaksanaan tercapai (output, outcome). Evaluasi dilakukan pada semua tahap program yaitu evalusasi terhadap masalah, input yang menyangkut kebutuhan dan penggunaan sumber keuangan, materill maupun sumber daya manusia, serta evaluasi terhadap perencanaan program sampai pada saat sedang dilakukan implementasi kegiatan kesehatan. Hasil –hasil yang diperoleh harus dievaluasi. Terhadap output evaluasi berapa kegiatan yang nampak. Evaluasi terhadap hasil output ditekankan pada evaluasi perubahan perilaku. Evaluasi juga dilakukan terhadap dampak yang sulit,
26
karena disini yang akan dinilai adalah hasil akhir dari perencanaan yang berupa dampak langsung yang dirasakan oleh masyarakat,misalnya turun angka kesakitan, turun angka kematian, meningkatkan status kesehatan dan sebagianya.
G. Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas)15 1. Pengertian Puskesmas Puskesmas adalah suatu unit pelaksanaan fungsional yang berfungsi sebagai pusat pembangunan kesehatan masyarakat,pusat pembinaan peran serta masyarakat serta pusat pelayanan masyarakat tingkat pertama yang menyelenggarakan
kegiatan
secara
menyeluruh,
terpadu,
dan
berkesinambungan pada suatu masyarakat yang setempat tinggal dalam suatu wilayah tertentu. 2. Fungsi Puskesmas a. Pusat Penggerakan Pembangunan Berwawasan Kesehatan Menggerakan dan memantau penyelenggarakan pembangunan lintas sektor termasuk oleh masyarakat dan dunia usaha di wilayah kerjanya, sehingga berwawasan serta mendukung pembangunan kesehatan. Disamping itu Puskesmas
aktif
memantau
dan
melaporkan
dampak
kesehatan
dari
penyelenggaraan setiap program pembangunan di wilayah kerja. b. Pusat Pemberdayaan Masyarakat Puskesmas masyarakat,
selalu
berupaya
agar
keluarga dan masyarakat
perorangan termasuk
terutama
pemuka
dunia usaha memiliki
27
kesadaran, kemauan dan ketrampilan dan kemampuan melayani diri sendiri dan masyarakat
untuk
hidup sehat,
berperan aktif
dalam memperjuangkan
kepentingan kesehatan termasuk sumber pembiayaannya serta ikut menetapkan, menyelenggarakan dan memantau pelaksanaan program kesehatan. c.
Pusat Pelayanan Kesehatan Strata Pertama Puskesmas menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama
secara menyeluruh,terpadu dan berkesinambungan. Pelayanan kesehata tingkat pertama yang menjadi tanggung jawab Puskesmas. Sesuai dengan kemampuan tenaga maupun fasilitas yang berbeda-beda, maka kegiatan pokok yang dapat dilaksanakan oleh sebuah Puskesmas akan berbeda pula. Namun demikian kegiatan pokok Puskesmas yang seharusnya dilaksanakan adalah sebagai berikut: 1. Upaya Kesehatan Lingkungan 2. Upaya Promosi Kesehatan 3. Upaya Kesehatan Ibu dan Anak serta Keluarga Berencana 4. Upaya Perbaikan Gizi 5. Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular 6.
Upaya Pengobatan Pelaksanaan kegiatan pokok Puskesmas diarahkan kepada keluarga
sebagai satuan masyarakat terkecil. Dengan lain perkataan, kegiatan pokok
28
Puskesmas ditunjukan untuk kepentingan kesehatan keluarga sebagai bagian dari masyarakat wilayah kerjanya
3. Petugas PE Puskesmas Petugas PE adalah petugas yang ditunjuk oleh Kepala Puskesmas setempat dalam pengelolaan progaram Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue. Di masing-masing Puskesmas, jabatan yang dipercayakan sebagai petugas PE sama
H. Program Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue 1. Kebijakan Pemberantasan Kebijakan yang ditempuh dalam pelaksanaan pemberantasan Demam Berdarah
Dengue,
berdasarkan
KepMenKes
No:
581/1992
tentang
Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue dan KepMenKes No: 92/MenKes/SK/II/1994 tentang perubahan atas lampiran, Keputusan Menteri Kesehatan RI NO: 581/MenKes/SKN/VII/1992 tentang Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue adalah bahwa pemberantasan penyakit demam berdarah dengue dilaksanakan oleh masyarakat dalam PSN DBD antara lain dapat dikoordinasikan oleh kelompok kerja DBD Kelurahan/ Desa dan Kecamatan , Kabupaten/Kota dan Provinsi.
28
a. Pemberantasan nyamuk penular di desa/kelurahan rawan (Depkes RI,1992) 1. Pemberantasan nyamuk penular pada kejadian DBD (penaggulangan seperlunya). Dilakukan untuk mencegah atau membatasi penularan penyakit DBD di rumah penderita atau tersangka penyakit DBD dan lokasi sekitarnya serta tempat umum yang diperkirakan dapat menjadi sumber penularan lebih lanjut. Dilakukan dengan penyemprotan insektisida oleh petugas kesehatan dan PSN oleh masyarakat serta penyuluhan kepada masyarakat. Pemberantasan nyamuk
dengan fogging
dengan
sebelumnya
dilakukan Penyelidikan
Epidemiologi (PE). Untuk melaksanakan fogging focus harus dipenuhi 2 persyaratan sebagai berikut: a. Bila ditemukan penderita/ tersangka penyakit DBD lainnya atau ditemukan jentik, dilakukan penyemprotan dua siklus di rumah penderita dan sekitarnya dalam radius 200 meter, penyuluhan serta penggerakan masyarakat untuk PSN. b. Bila tidak ditemukan penderita dan tetapi ditemukan jentik, dilakukan penggerakan masyarakat untuk PSN dan penyuluhan. c. Bila tidak ditemukan penderita dan tidak ditemukan jentik,dilakukan penyuluhan kepada masyarakat.
29
Sesuai dengan surat edaran Dirjen PMM dan PLP Depkes RI tanggal 13 september 2002 disebutkan bahwa penanggulangan penyakit Demam Berdarah Dengue dilakukan meliputi kegiatan: a. Kewaspadaan dini penyakit DBD: pertemuan dan pelaporan penderita, penanggulangan kasus,
pemberantasan vektor secara intensif di seluruh
desa/ kelurahan endemis, kegiatan bulan bakti gerakan 3M, pemberantasan jentik berkala, penyuluhan kepada masyarakat. b.Pemberantasan sarang nayamuk, pemberantasan nyamuk dewasa, pemberantasan jentik. c. Penanggulangan KLB (Kejadian Luar Biasa), penyelidikan epidemiologi, penanggulangan seperlunya(fogging focus,abatisasi efektif) 2) Pemberantasan nyamuk menular Desa/ Kelurahan rawan adalah desa/kelurahan yang dalam tiga tahun terakhir terjangkit penyakit DBD atau keadaan lingkungan yang mendukung. Antara lain penduduk padat, trasnportasi lanacar, dan ramai dengan wilayah lain sehingga resiko untuk terjadi Kejadian Luar Biasa( KLB). Kegiatan Pemberantasan nyamuk penular DBD di daerah rawan dilakukan sesuai dengan tingkat kerawanan suatu wilayah. Tingkat kerawanan daerah terhadap ancaman penyakit DBD.
30
3. Jenis kegiatan pemberantasan nyamuk penular DBD meliputi: a. Penyemprotan Desa/
Kelurahan
rawan
satu
dapat
merupakan
sumber
penyebarluasan penyakit ke wilayah lainnya. Penularan penyakit di wilayah ini perlu dibatasi dengan penyemprotan insektisida dan di ikuti dengan PSN oleh masyarakat untuk membasmi jentik-jentik nyamuk penular. Penyemprotan dilakukan dengan selektif, yaitu penyemprotan yang dilakukan bila ada laporan kejadian kasus DBD dan kasus itu telah memenuhi kriteria yang ditetapkan maka akan
dilakukan
penyemprotan.
Dan
penyemprotan
di
sekitar
sumber
penularan(rumah penderita) sampai radius 200 meter. Maksud kegiatan fogging adalah populasi nyamuk di desa endemis dapat
dikurangi serendah-rendahnya, dan sumber penularan yaitu nyamuk
Aedes aegpty dapat terbasmi. Dengan demikian KLB di desa endemis dapat dicegah dan penyebaran virus dengue ke wilayah lain pun dapat dibatasi/dicegah.
31
b. Pemeriksaan Jentik Berkala Pemeriksaan
Jentik
Berkala
(PJB)
adalah
pemeriksaan
tempat
penampungan air dan tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegpty untuk mengetahui adanya jentik. Dilakukan di rumah dan tempat umum secara teratur sekurang-kurangnya tiap tiga bulan. Kegiatan dilakukan dengan mengunjungi rumah dan tempat umum untuk memeriksa tempat penampungan air dan tempat perkembangbiakan nyamuk serta memberikan penyuluhan tentang PSN kepada masyarakat pengelola temapat umum. Kunjungan berulang disertai penyuluhan diharapkan masyarakat dapat termotivasi untuk melaksanakan PSN secara teratur. Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB) di rumah dilakukan oleh kader atau tenaga pemeriksa jentik lain di RW/Dusun secara swadaya. Di desa/kelurahan rawan dan bila ditemukan jentik dilakukan (abatisasi selektif). Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB) di RW dipantau oleh Lurah, dilakukan pada lebih kurang tiga puluh rumah yang dipilih secara acak: PJB di setiap desa/kelurahan dipantau oleh Camat, dilakukan minimal pada 100 rumah yang dipilih secara acak, pemeriksaan dilakukan oleh petugas kesehatan (petugas PE DBD) setiap tiga bulan sekali. c. Penyuluhan kepada keluarga/masyarakat Tujuan penyuluh adalah agar keluarga dan masyarakat tahu, mau dan mampu mencegah penyakit DBD di rumah dan lingkungannya dengan melakukan PSN DBD secara terus menerus, sehingga rumah dan lingkungannya bebas jentik nyamuk Aedes aegpty (Depkes,1997).
32
Penyuluhan dapat dilakukan secara individu melalui penyuluhan pada waktu PJB dan kepada masyarakat. d. Penggerakan PSN DBD 18 Penggerakan PSN DBD adalah keseluruhan kegiatan masyarakat dan pemerintah untuk mencegah penyakit DBD, yang disertai pemantauan hasilhasilnya secara terus menerus (Depkes Ri, 1995). Gerakan PSN bertujuan untuk membina peran serta masyarakat dalam pemberantasan penyakit DBD, terutama dalam memberantasan jentik nyamuk penularannya, sehingga penularan penyakit DBD dapat di cegah. Kegiatan gerakan PSN DBD dilaksanakan antara lain: 1. Penggerakan PSN di rumah-rumah Penggerakan PSN DBD di rumah-rumah yang diselenggarakan oleh tingkat desa/kelurahan adalah penyuluhan dan motivasi kepada masyarakat. Kegiatan pokoknya meliputi: a. Kunjungan rumah berkala sekurang- kurangnya tiap 3 bulan untuk penyuluhan dan pemeriksaan jentik oleh kader desa wisma atau tenaga lain sesuai kesepakatan masyarakat setempat. b. Penyuluhan kelompok masyarakat oleh tokoh masyarakat, antara lain Posyandu, temapat ibadah, di RW/RT. c. Kerja bakti PSN DBD dan kebersihan lingkungan secara berkala dan pada kesempatan –kesempatan tertentu, misalnya hari jumat (sebagai perwujudan dari pelaksanaan Gerakan Jumat Bersih) pada hari besar nasional atau HUT daerah dan lain- lain.
33
3. Peran serta masyarakat Pada
waktu
pelaksanaan
program
kesehatan
harus
sering
mengikutsertakan potensi masyarakat. Jika ditinjau dari prinsip pokok kesehatan, pengikutsertaan potensi masyarakat ini dipandang amat penting, karena berhasil atau tidaknya suatu program kesehatan sangat ditentukan oleh peran serta masyarakat. Sesuai dengan prinsip pokok bahwa setiap program kemasyarakatan harus mengikuti prinsip dari, oleh dan untuk masyarakat maka dapatlah diharapkan keberhasilan program tersebut. 4. Pengorganisasian penggerakan PSN Pemberantasan
penyakit
DBD
dilakukan
oleh
masyarakat
dan
pemerintah. Di tingkat desa/kelurahan, yang merupakan forum koordinasi lintas program dan lintas sektorl. Pokjanal DBD dibentuk dengan tujuan melakukan pembinaan operasional terhadap pelaksanaan berbagai kegiatan yang berkaitan dengan upaya pencegahan
dan pemberantasan penyakit demam berdarah
dengue di wilayah kerjanya secar berjenjang dan berkesinambungan. Pembinaan DBD desa/kelurahan dilaksanakan oleh tingakat kecamatan, kabupaten, provinsi,dan tingkat pusat secara berjenjang.
34
5. Pemantauan dan Penilaian Pemantauan penggerakan PSN DBD desa/kelurahan. Pemantauan dilaksanakan secara berkala sekurang- kurang tiga bulan. Pemantauan dilaksanakan dengan melakukan Pemeriksanaan
Jentik (PJB)
yang
dilaksanakan oleh tenaga terlatih ( petugas PE DBD Puskesmas) dengan pemeriksaan 100 rumah per desa/ kelurah, sekolah dan tempat umum. Sebagai indikator keberhasilan penggerakan PSN yang digunakan adalah angka bebas jentik ( ABJ). Angka bebas jentik adalah prosentase rumah yang tidak diketemukan jentik dari sejumlah rumah yang diperiksa. Dalam penilaian keberhasilan penggerakan PSN DBD dipergunakan indikator keberhasilan dan indikator b. cakupan. a. Indikator keberhasilan meliputi 19 1.
Angka
Bebas
Jentik
(ABJ)
prosentase
yang
menunjukkan
tidak
ditemukannya jentik nyamuk pada sejumlah rumah yang diperiksa. Standart ≥ 95% 2. Angka Kesakitan (IR) Angka yang menunjukkan jumlah kasus per 10.000 penduduk Standar <2/10.000 penduduk.
35
3. Angka Kematian (CFR) Angka yang menunjukkan jumlah kematian pada kasus DBD. Standart <2%.4) jumlah desa/kelurahan endemis; sporadis dan potensial DBD. b. Indikator cakupan meliputi18 Cakupan Angka Bebas Jentik (ABJ) Jumlah rumah/bangunan yang tidak ditemukan jentik x 100% Jumlah rumah/bangunan yang diperiksa Indikator tersebut digunakan karena sesuai dengan ketentuan dari Depkes RI dan merupakan satu- satunya indikator yang bisa dipakai dan mudah terukur.
I. Manajemen Pemberantasan Penyakit DBD di Tingkat Puskesmas 1. Sumber Daya a. Tenaga Tenaga yang mengelola program P2DBD di Puskesmas diusulkan oleh Kepala Peuskesmas berdasar surat dari Kepala Dinas Kesehatan Nomor: 443.4/167/01, tanggal 10 Januari 2001 tentang penunjukkan petugas yang mengelola program P2DBD. Sebelumnya mengelola program koordinator
P2M
(Pemberantasan
DBD dirangkap oleh satu orang
Penyakit
Menular)
yang
disamping
menangani program DBD juga program ISPA,TB,Paru,Diare dan Kusta. Dengan adanya usulan spesifikasi tenaga DBD tersebut pembagian tugas dan tanggung jawabnya menjadi lebih jelas.
36
b. Saran Kebutuhan penunjang untuk mempelancar manajemen program P2DBD di Puskesmas adalah: 1. Alat dan sarana penyuluha (brosur,leaflet,sound sistem). 2. Baterai untuk kegiatan PSN, Penyelidikan Epidemiologi (PE) dan Pemantauan Jentik Berkala (PJB). 3. Abate untuk kegiatan abatisasi selektif(disediakan Kabupaten). 4. Untuk kegiatan fogging, sarana berupa swing fog, insektisida maupun tenaga penyemprotan disediakan oleh Dinas Kesehatan. c. Dana Dalam
rangka pelaksanaan kegiatan program P2DBD diperlukan
dukungan dana sebagai modal utama dalam kegiatan penyelidikan epidemiologi kasus DBD, pengobatan, penyuluhan penyakit DBD, pembinaan Pokja DBD desa,pemantauan fogging fokus, kunjungan rumah dalam rangka PSN/PJB, abatisasi efektif dan pengadaan formulir kegiatan maupun laporan. Dana untuk kegiatan program P2DBD berasal dari JPS- BK (Jaringan Pengaman Sosial Bidang Kesehatan) di masing –masing Puskesmas dan dari APBDII/DAU (Dana Alokasi Umum).
37
Anggran dari APBDII/DAU meliputi: 1. Penyelidikan Epidemiologi (PE) 2. Pemantauan pelaksanaan fogging fokus Semua dana yang berasal dari APBDII/DAU sepenuhnya dikelola oleh seksi Pemberantasan Penyakit Bersumber Binatang (P2B2). Puskesmas sifatnya hanya pasif. Sedangkan dana dari JPS- BK meliputi: 1. Penyuluhan penyakit DBD 2. Kunjungan rumah dalam rangka PSN/PJB 3. Penyediaan ATK (Alat Tulis Kantor) untuk penyuluhan maupun pengadaan formulir laopran. Dengan tersedianya dana untuk menunjang kegiatan tersebut diharapakan cakupan kegiatan program P2DBD dapat tercapai atau meningkat. 2. Kegiatan Pemberantasan penyakit DBD di tingkat Puskesmas meliputi a. Penemuan Penderita Penyakit DBD termasuk penyakit menular yang dapat menimbulkan wabah. Sesuai UU No. 4 th. 1984 tentang wabah serta Permenkes No. 560 th. 1989, bahwa adanya penderita penyakit DBD wajib dilaporkan dalam waktu kurang dari 24 jam.
Dokter atau petugas kesehatan yang menemukan
penderita/tersangka DBD diwajibkan melaporkan setempat sesuai dengan domisili penderita.
kepada Puskesmas
38
b. Penyelidikan Epidemiologi dan Pengamatan Penyakit DBD Penyelidikan
Epidemiologi
(PE)
meliputi
kegiatan
perencarian
penderita/tersangka penyakit DBD dan pemeriksaan jentik di rumah penderita dan sekitarnya. PE dilakukan berdasarkan adanya indeks kasus dengan kunjungan rumah untuk pemeriksaan jentik dan pencarian kasus tambahan pada 20 rumah sekitarnya. Jika penderita anak sekolah maka pemeriksanaan jentik, maka kontainernya ditaburi abate dengan dosis 1 gram abate untuk 10 liter air. c. Penyuluhan kepada masyarakat Memberikan penyuluhan tentang gejala awal penyakit, pencegahan dan rujukan penderita penyakit Demam Berdarah Dengue sehingga masyarakat dapat ikut berperan aktif dalam upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit DBD. kegiatan penyuluhan dapat juga melalui media cetak elektronik. d. Penggerakan PSN Penggerakan PSN (pemberantasan sarang nyamuk) dengan 3M (menutup dan menguras tempat penampungan air bersih, mengubur barang bekas, dan membersihkan tempat yang berpotensi bagi perkembangbiakan nyamuk di daerah endemik dan sporadik.
39
Penderita / tersangka DBD
PenyelidikanEpidemiologi
-
-
Ditemukan 1 atau lebih penderita DBD kainnya dan atau ada penderita panas >_ 3 orang tersangka DBD Ditemukan jentik (>_5%)
YA
-
PSN Larvasida selektif Penyuluhan Fogging radius+_ 200m
Tidak
-
PSN Larvasida Selektif Penyuluhan
Alur Penanggulangan Kasus Penyakit Demam Berdarah Dengue
40
J. KERANGKA TEORI
PROSES INPUT 1. Man
1. Perencanaan PE - Penentuan kegiatan
a. petugas PE
- Penentuan tujuan
b. masyarakat
- Penentuan tim
2. Money 2. Pelaksanaan PE a. sumber dana APBDI 3. Material
Penemuan penderita Pengamatan penyakit DBD Penanggulangan seperlunya
a kuesioner untuk membatasi penyakit b lembar chceklist
Penyuluhan pada masyarakat 3. Evaluasi PE
4. Manchie Mengevaluasi hasil kegiatan peralatan PE 5.
PE yang telah dilaksanakan
Menthod
a.
penemuan penderita
b.
pengamatan penyakit DBD
c.
Penyuluhan masyarakat pada
OUTPUT Hasil Penyelidikan Epidemiologi
Sumber: Modul pemeberantasan penyakit DBD Departemen Kesehatan
41
J. Tujuan Demam Berdarah Dengue Menggurangi angka kesakitan Demam Berdarah di indonesia, agar penyebaran terhadap virus denguetidak semakin merajalela,oleh sebab itu pemerintah menyarankan agar masyarakat hidup bersih dan memahami bahaya demam berdarah dengue.di Indonesia sendiri masalah kasus demam berdarah dengue tinggi dan
belum teratasi
dengan baik sehingga banyak orang-orang gampang terkena penyakit demam berdarah dengue. Disamping itu masyarakat kurang menyadari tentang hidup sehat dan pemahaman tentang penyakit demam berdarah yang bisa mematikan kurang di pahami oleh mereka. Pemerintah sendiri sudah menyuruh masyarakat untuk selalu hidup bersih dan waspada akan demam berdarah, banyak di temukan kasus orang meninggal di sebabkan oleh demam berdarah. Oleh sebab itu Pemerintah berkerja sama dengan Puskesmas dan Rumah Sakit guna untuk mengurangi kasus demam berdarah yang tinggi di Indonesia, setiap ada kasus demam berdarah pihak Puskesmas selalu melakukan penyelidikan epidemiologi tujuan untuk mengurangi kasus demam berdarah sekaligus memberitau bahaya DBD terhadap penderita.
42
Langkah-langkah Penyelidikan Epidemiologi sebagai berikut a. Laporan kepada pengurus lingkunganya/kader/tokoh mayarakat yang ada diwilayah kasus. b. Cari penderita sebelumnya dalam masa 2kali inkubasi ( DBD) maaksimal 3 minggu dan dalam jarak 100 meter dari indeks kasus c. Lakukan kunjungan rumah sampling +_ 20 rumah acak dalam radius 100 meter ( sampel mewakili beberapa RT) d. Periksa jentik dan luar rumah serta tanyakan apakah mengetahui kasus serupa dalam wilayah tersebut e. Catat semua informasi epidemiologi tersebut minimal sesuai from PE f.
Jika masih ada yang perlu dicatat silahkan tambahkan
g. Laporkan kepada pengurus lingkungan tentang hasil dan rencana tindak lanjut h. Laporkan dan diskusikan kepada Kepala Puskesmas i.
Laporkan kepada DKK kurang 1x24 jam baik langsung/ tidak
j.
Lakukan rencana tindak lanjut dan evaluasi
BAB III METODE PENELITIAN
A. Alur Penelitian
Perencanaan Penyelidikan Epidemiologi DBD
Pelaksanaan Evaluasi
Gambar 3.1 Alur Penelitian
43
44
B. Jenis penelitian
1. Jenis penelitian Jenis penelitian ini adalah deskriptif analitik yaitu mendeskripsikan fungsi manajemen dalam menjalankan program demam berdarah dengue di Puskesmas Kota Semarang. 2. Metode pengambilan data Penelitian ini mengunakan metode wawancara dan kuesioner, dimana peneliti menggunakan kuesioner berupa pertanyaan. Adapun aspek-aspek yang akan digunakan dalam penelitian yaitu: Perencanaan Pelaksanaan Evaluasi
45
C. Definisi operasional 1. Fungsi Perencanaan Segala aktivitaspetugas DBD perencanaan yang telah dilakukan oleh Puskesmas dalam melaksanakan penyelidikan epidemiologi demam berdarah dengue, meliputi perencanaan dana, tenaga, saranan dan prasaranan,program,keberhasilan.
2. Fungsi Pelaksanaan Segala aktivitas kegiatan yang dilakukan oleh petugas DBD oleh Puskesmas
dalam
penyelidikan
epidemiologi,
berdasarkan
perencanaan yang telah disusun. 3. Fungsi Evaluasi Segala aktivitas monitoring dan evaluasi yang dilakukan petugas DBD oleh Puskesmas dalam pelaksanaan Penyelidikan Epidemiologi DBD, meliputi: Evaluasi,Input,Output,Proses untuk melihat ketercapaian dari kegiatan perencanaan.
46
D. Populasi dan Sampel 1. Populasi Penelitian Populasi
dalam
penelitian
ini
adalah
petugas
Penyelidikan
Epidemiologi di, Puskesmas sejumlah 6 Puskesmas di Kota Semarang 2. Sampel Penelitian Dalam penelitian ini sampel yang digunakan total populasi sejumlah 6 petugas Penyelidikan Epidemiologi semua Puskesmas di Kota Semarang,yang epidemiologi
menjadi
yang
responden
merupakan
petugas
penanggung
penyelidikan
jawab
program
penyelidikan epidemiologi setiap Puskesmas.
E. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner yang di siapkan untuk pedoman wawancara dan lembar checklist untuk panduan pengambilan data Fungsi Manajemen Penyelidikan Epidemiologi Demam Berdarah Dengue di Puskesmas Kota Semarang.
47
F. Pengumpulan Data Jenis pengumpulan data yang dilakukan dibagi menjadi 2 yaitu: data primer dan data sekunder. a. Data primer Data primer diperoleh dengan cara observasi tentang fungsi manajemen dan wawancara kepada petugas DBD dan bagian pengadaan sarana dan prasaranan sistem penyelidikan epidemiolgi DBD.
b. Data sekunder Data sekunder merupakan data yang mencakup data umum seperti: perencanaa,dana,tenaga,sarana dan prasarana,program. G. Analisis Data Analisi data yang digunakan adalah analisis deskriptif yang bersifat terbuka yaitu dengan menggunakan proses berfikir induktif,yang pengujiannya dari data yang terkumpul kemudian disimpulkan. Data yang diperoleh dari wawancara dan observasi.
BAB IV HASIL PENELITIAN
A.
Gambaran Umum Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Dinas Kesehatan Kota Semarang dan 6 Puskesmas di lihat
kasus DBD tertinggi. Puskesmas
yang menjadi
wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Semarang. Dimana 6 Puskesmas tersebut terletak di daerah endemis. Dinas Kesehatan Kota Semarang merupakan satuan kerja perangkat daerah di Kota Semarang yang memiliki tanggung jawab menjalankan kebijakan Pemerintah Kota Semarang dalam bidang kesehatan. Kota Semarang memiliki jumlah penduduk 1.628.590 jiwa dengan luas wilayah sebesar 373,67 km2 yang terbagi dalam 16 kecamatan dan 117 kelurahan.28 Dalam mewujudkan gambaran masyarakat
Kota Semarang di masa depan maka Dinas
Kesehatan Kota Semarang memiliki visi dan misi. Visi dari Dinas Kesehatan Kota Semarang yaitu terwujudnya masyarakat Kota Semarang yang mandiri untuk hidup sehat. Sedangkan misi Dinas Kesehatan Kota Semarang serta
yaitu meningkatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas
memberdayakan
masyarakat
kemampuan hidup sehat.
48
untuk
memilik
kemauan
dan
49
Kota Semarang merupakan daerah endemis Demam Berdarah Dengue (DBD). Sampai dengan laporan bulan Oktober tahun 2014 jumlah kasus DBD di Semarang mencapai 2.142 kasus (IR= 121,5/100.000 penduduk dengan CFR 1,17%). Sesuai Peraturan Materi Kesehatan RI, setiap penduduk termasuk tersangka DBD di Kota Semarang harus segera dilaporkan selambat-lambatnya dalam jangka waktu 24 jam oleh unit pelayanan kesehatan kepada Dinas Kesehatan Kota Semarang. Kemudian dilakukan penyelidikan epidemiologi <24jam (target SPM) atau <48 jam (target renstra) oleh petugas Puskesmas di wilayah kasus. Penyelidikan epidemiologi merupakan kegiatan mendatangi rumah – rumah dari kasus yang dilaporkan (indeks kasus) untuk mencari penderita lain dan memeriksa angka jentik dalam radius ± 100 m dari rumah indeks. Materi dari pelaksanaan PE DBD antara lain pencatatan identitas dan informasi lain dari indeks kasus, analisis epidemiologi meliput siapa yang menderita, kapan mulai sakit, dimana penularannya, bagaimana gejala yang dialami ,dan mengapa terjadi sakit DBD,selain itu informasi ada tidaknya kasus lain, angka jentik di sekitar rumah indeks kasus serta rencana tidak lanjut terhadap hasil temuan PE DBD yang telah dilakukan. Sehingga pelaksanaan
penyelidikan epidemiologi DBD bertujuan untuk
mengetahui ada tidaknya kasus DBD tambahan, luasnya kemungkinan penyebaran penyakit DBD di lokasi tersebut serta rencana tindak lanjut penanggulangan yang dilakukan untuk memutus rantai penularan yang nantinya dapat menurunkan kasus DBD yang terjadi.
50
Kelengkapan dan ketepatan waktu pelaksanaan PE DBD merupakan dua hal yang saling berkaitan. Kelengkapan dan ketepatan waktu pelaksanaan PE DBD berkontribusi besar dalam penaggulangan kasus PE DBD di masyarakat. Dinas Kesehatan Kota Semarang menetapkan kelengkapan merupakan persentase PE DBD yang dikerjakan dibanding kasus DBD
yang di
informasikan sedangkan ketepatan waktu merupakan persentase PE DBD yang dikerjakan dibanding kasus DBD yang di informasikan sedangkan ketepatan waktu merupakan persentase PE DBD yang dikerjakan dalam waktu < 24 jam (sesuai target SPM) atau <48 jam (sesuai target renstra) dibanding jumlah PE DBD yang dikerjakan. Indikator kelengkapan dan ketepatan waktu pelaksanaan PE DBD yang ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Kota Semarang sebesar 100% untuk kelengkapan dan 97% untuk ketepatan waktu. Informasi kasus ataupun tersangka DBD kepada Puskesmas selain dari Dinas Kesehatan Kota Semarang harus menyertakan KDRS (Kewaspadaan Dini Rumah Sakit) kemudian Puskesmas melakukan crosscheckepada Dinas Kesehatan Kota Semarang untuk kebenaran informasi
tersebut.
Apabila
membenarkan informasi
Dinas
Kesehatan
Kota
Semarang
tersebut maka Puskesmas harus melakukan
penyelidikan epidemiologi <24 jam atau <48 jam sejak verifiikasi kebenaran informasi tersebut. Sehingga pelaksanaan PE DBD oleh petugas PE DBD Puskesmas harus menunggu verifikasi dari Dinas Kesehatan Kota Semarang.
51
Pelaksanaan penelitian dimulai pada tanggal 30 Mei 2014 sampai dengan 5 juni 2014. Pengumpulan data kelengkapan dan ketepatan waktu pelaksanaan PE DBD bulan mei- juni 2014, diperoleh dari laporan di Dinas Kesehatan Kota Semarang. Sedangkan pengumpulan data mengenai faktor internal dan eksternal petugas diperoleh dengan wawancara. Wawancara pada 6 petugas PE DBD Puskesmas dilakukan oleh peneliti sendiri dengan mendatangi petugas PE DBD di masing-masing Puskesmas. Selain wawancara, dilakukan observasi buku bantu kasus DBD di setiap Puskesmas untuk mengetahui jumlah mekanisme pelaporan yang dilakukan secara on-line selama bulan Januari-November 2013. Analisa berdasarkan hasil penelitian dibandingkan dengan kuesioner kebanyakan petugas PE melakukan PE DBD tidak saat itu juga apabila ada penemuan kasus sehingga kebanyakan petugas melakukan PE DBD lebih dari 2 hari, dikarenakan ada petugas yang sibuk sehingga mereka lebih menunda kegiatan PE dilapangan. Lantaran to juga mereka sering terlambat mengirimkan laporan hasil PE kepada pihak Dinas Kesehatan Kota.
B.
Gambaran Karakteristik Responden 1. Jenis Kelamin Tabel 4.1 Rekapitulasi Jawaban Responden Menurut Karakteristik umur Jenis kelamin Puskesmas Pendidikan
Nama
Masa kerja
FA
29
P
PGDN
SKM
LM(<3thun)
KHS
31
P
PKDNG
SKM
LM(>3thun)
BTY
29
P
PBGTAY
SKM
LM(>3thun)
WD
27
P
PTLSRW
D3
BR(<3thun)
LS
28
P
PTLSK
D3
BR(<3thun)
Umur petugas PE rata-rata antara 27-31 tahun ,semuanya perempuan daRatarata mempunyai pendidikan S1 Kesehatan Masyarakat dan D3 Perawatdengan masa kerja rata-rata < 3tahun
53
Tabel 4.2 Rekapitulasi Jawaban Rseponden Tentang Perencanaan Responden FA
KHS
1 ya
2 setiap ada kasus DBD
ya Jika ada penemuan
3
4
5
survey ke lapangan
bahan from dan senter
sesudah PE
menemui keluarga
persiapan alat dan bahan PE sebelum PE
Kasus WD
ya ada penemuan penderita terjun kelapangan
pesiapan from,senter
habis PE
sebelum PE BTY
ya
informasi kasus di terima pemantauan jentik pemantauan jentik
LS
ya
Bila ada kasus
persiapan senter,from,lembar sebelum
pelaksanaanPE kunjungan lapangan
senter dan from PE
Keterangan : 1. Apakah petugas melakukan PE? 2. Kapan dilaksanakan PE? 3. Apa saja kegiatan PE? 4. Apakah ada persiapan PE? 5. Kapan dilaksanakan program? Sebagian besar petugas menyatakan bahwa PE dilaksanakan setelah ada kasus DB dan kegiatan PE kunjungan lapangan,dan sebelum melakukan PE petugas mempersiapkan from PE,senter, dilakukan program sesudah PE berlangsun
sesudah PE
54
Tabel 4.3 Rekapitulasi Jawaban Responden Tentang Pelaksanaan Responden
FA
1
2
survey
KHS
WD
petugas PE
survey
survey
petugas PE
petugas PE
3
4
5
penderita pergi
lokasi penderita sulit
alamat penderita kurang
setelah selesai PE
selesai PE
jika hasil PE kurang baik
habis PE
melihat hasil PE
sesudahPE
hasil PE buruk saja
sesudah PE
lengkap
BTY
LS
survey
petugas PE
survey
petugas PE
Penderita tidak dirumah
alamat
tidak ditemukan
tunggu informasi dari DKK
setelah PE dilapangan
Keterangan : 1. Seperti apa PE dilakukan? 2. Adakah koordinatornya? 3. Apakah kendala PE? 4. Kapan program PE dilakukan? 5. Kapan pelaporan PE dilakukan Sebagaian besar petugas menyatakan tidak ada kendala dalam menjalankan PE,dan petugas sulit melakukan PE karena lokasi rumah penderita tidak jelas.
55
Tabel 4.4 Rekapitulasi Jwaban Responden Tentang Evaluasi Responden
FA
1
2
ya
pihak DKK,kampung,RT
3
4
ya
angka ABJ,memenuhi Standart
KHS
ya
DKK,masyarakat
ya
memenuhi kriteria
5
dengan PE kita tau angka ABJ 95 % tau riwayat hidup penderita sakit
WD
BTY
ya
ya
DKK,masyarakat,RT
ya
DKK, rumah penderita
ya
memenuhi standart
memenuhi standart
penderita pernah sakit
tambahan penderita
di fogging LS
ya
DKK,Masyarakat,RT
ya
memenuhi kriteria
survey tau jentik nyamuk
Keterangan : 1. Apakah dilakukan evaluasi? 2 Siapa yang dilibatkan PE? 3 Apakah PE jadi evaluasi? 4 Adakah bentuk evaluasi? 5 Apakah PE efektif? Sebagian petugas menyatakan bahwa setiap PE dilakukan evaluasi, dan yang terlibat DKK,masyarakat,bahkan setiap PE ada evaluasi, dan bentuk evaluasi sudah memenuhi kriteria, dan PE efektif petugas jadi tau penderita ada riwayat pernah sakit DBD
BAB V PEMBAHASAN A.
Keterbatasan Penelitian Peneltian ini menggunakan pendekatan deskriptif yang tentang
fungsi
manajemen
yang
meliputi
fungsi
meneliti
perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi yang dikerjakan oleh petugas PE Puskesmas dalam mengelola kegiatan pada Program Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue. Dalam pelaksanaan penelitian di lapangan maupun dalam pembuatan skripsi ini, terdapat keterbatasan yang dihadapi oleh peneliti. Kelemahan tersebut dalam penelitian Deskriptif adalah menggunakan pertanyaan tertutup sehingga penggalian jawaban responden hanya dibatasi isi jawaban yang ada pada instrumen penelitian yaitu kuesioner. B. Karakteristik Responden 1. Jenis Kelamin Jenis kelamin adalah perbedaan biologis dari petugas PEDBD Puskesmas di Kota Semarang. Hasil penelitian menunjukkanpetugas PE DB kebanyakan perempuan 2. Pendidikan Berdasarkan hasil penelitian pendidikan merupakan latar belakang sekolah formal terakhir yanh telah ditamatkan oleh petugas
56 55
3. Perencanaan Tentang PE Perencanaan tentang PE merupakan tanggung jawab petugas sebelum terjun kelapangan melakukan PE. Pada saat kegiatan PE berlangsung dapat berjalan sesuai rencana. Tetapi ada juga petugas PE yang tidak membuat perencanaan terlebih dahulu sebelum melakukan PE melakukan PE petugas bingung setelah
sampai
lapangan.
terjun kelapangan, sehingga saat
apa yang harus dilakukan
Terkadang
petugas
tidak
terlebih dahulu
mau
melakukan
perencanaan terlebih dahulu untuk kegiatan PE tersebut sehingga pada saat terjun lapangan petugas bingung. Padahal melakukan perencanaan sangat penting bagi petugas PE agar dalam melakukan kegiatan di lapangan berjalan lancar dan juga menjadi bahan acuan agar dalam melakukan segala sesuatu lebih baik direncanakan terlebih dahulu dan hasilnya bisa menjadi baik,pekerjaan yang menyangkut penyusunan konsep serta kegiatan yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan demi masa depan yang lebaih baik dan agar kegiatan yang tewlah direncanakan dapat berjalan sesuai standart.19
4. Pelaksanaan Tentang PE Pelaksanaan merupakan usaha untuk mewujudkan mempergunakan
organisasi
menjadi kenyataan.
Ini
rencana (plan) dengan berarti
rencana
tersebut
dilaksanakan (implementing) dan atau diaktuasikan (actuating)10 Pekerjaan Pelaksanaan atau aktuasi bukanlah pekrjaan yang mudah karena dalam melaksanakan suatu rencana terkandung berbagai aktivitas yang bukan saja saling berpengaruh, tetapi juga bersifat kompleks dan majemuk. Faktor penghambat fungsi aktuasi kesemua aktifitas ini harus disamakan sedimikian rupa sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai dengan memuaskan. Salah seorang pelopor yang memperkenalkan teori tentang perilaku manusia adalah Abraham H.Maslow yang membahas tentang jenjang tingkatan kebutuhan manusia yaitu sebagai kebutuhan untuk keseimbangan faali, kebutuhan untuk rasa aman dan tentram. Kebutuhan untuk diterima oleh lingkungan sosialnya, kebutuhan untuk diakui,kebutuhan untuk menunjukan kemampuan diri. Memadukan berbagai aktivitas seperti ini dan apalagi menugaskan
semua
melaksanakan aktivitas.
orang
yang
terlibat
dalam
organisasi
untuk
5. Evaluasi Tentang PE Proses evaluasi dalam manajemen adalah sangat penting. Demikian pula dalam dunia kesehatan. Evaluasi adalah” suatu rangkaian kegiatan pengukuran secara kualitatif yang ditunjukan terhadap apayang sedang atau telah dicapai didalam setiap atau keseluruhan tahap kegiatan dalam sistem perencanaan berdasarkan suatu model tertentu.” Evaluasi sesungguhnya adalah suatu proses kegiatan yang akan menilai segala sesuatu yang akan diperoleh dengan apa yang sudah ditetapkan perencanaan atau dengan apa yang ingin dicapai dengan melalui perencanaan semula. Penilaian harus terus menerus dilakukan sejak awal dan tidak perlu menunggu sampai hasil akhir dicapai. Dalam hal ini kita harus melakukan”point evaluatiuon pada setiap titik-titik kegiatan yang dianggap perlu. Jelasnya evaluasi harus dilakukan sejak awal maupun pada waktu dan selesai proses perencanaan progaram (program planning), pelaksanaan (implementation) maupun setelah hasil pelaksanaan tercapai. Evaluasi dilakukan pada semua tahap program yaitu evalusasi terhadap masalah, input yang menyangkut kebutuhan dan penggunaan sumber keuangan, materill maupun sumber daya manusia, serta evaluasi terhadap perencanaan program sampai pada saat sedang dilakukan implementasi kegiatan kesehatan.
6. Mekanisme Pelaoran Mekanisme pelaporan merupakan cara yang paling penting sering dipakai petugas PE DBD Puskesmas dalam melaporkan hasil PE DBD ke Dinas Kesehatan Kota Semarang selama bulan Januari-November 2013. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar petugas kadang-kadang mengirimkan laporan PE secara online,ada juga petugas yang mengirimkan laporan PE tidak pernah secara online. Menggirimkan
laporan
PE
secara
online
(50%)
petugas
kadang-kadang
menggirimkan laporan PE secara online 3petugas tidak pernah mengirimkan laporan PE secara online. Menurut Decy dan Ryan ,alat –alat dan sarana yang mendukung pelaksanaan kerja dapat meninggkatkan motivasi dalam melakukan suatu pekerjaan.17 Ketut Ngurah menggemukakan bahwa dengan mekanisme pelaporan secara on-line tentunya akan mempercepat proses pengiriman laporan ke Puskesmas dibandingkan dengan pengiriman laporan yang dilakukan secara manual. Menggunakan sistem online dinilai lebih efektif dan efisien baik dari segi tenaga, waktu maupun biaya.26
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 1.
Umur petugas PE rata-rata 27-31 tahu semuanya perempuan
2. Rata-rata semua petugas PE pendidikan S1 Kesehatan Masyarakat dan D3 Perawat. 3. Petugas sebelum melakukan PE terlebih dahulu melakukan perencanaan
agar
kegiatan
yang
akan
dilaksanakan
mencapai
tujuandan hasil yang baik sesuai standart. 4.Sebelum petugas melakukan kegiatan PEterlebih dahulu melakukan pelaksanaan agar kegiatan PE dilapangan berjalan lancar. 5. Setelah kegiatan PE dilapangan petugas melakukan evaluasi kembali agar hasil PE dilapangan sesuai tujuan.
B. Saran 1.
Bagi Dinas Kesehatan Kota a. Meninjau kembali sistem verifikasi DBD samapi pelaksanaan PE yang sudah ada, agar nantinya di peroleh system yang efektif b. Mengadakan pelatihan bidang PE DBD secara rutin setiap tahunya misalnya tentang kualitas pelaksanaan dan laporan PE DBD serta kegiatan tindak lanjut dari PE DBD yang dihasilkan. c. Melakukan evaluasi dari tiap pelatihan bidang PE DBD yang telah di selenggarakan sehingga mengukur keberhasilan serta efektif. d. Menyediakan suatu mekanisme pengisian Form-PE dilapangan yang lebih cepat dan efektif misalnya melalui sistem tertentu.
2. Bagi Puskesmas Petugas memprioritaskan tugasnya sebagai petugas PE DBD di dalam pelaksanaan tugasnya sehingga setiap ada informasi kasus DBD dapat dilaksanakan PE dengan baik. 3. Bagi Peneliti Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan kajian yang lebih dalam terhadap faktor-faktor lain yang mungkin berpengaruh namun belum diteliti dalam penelitian ini misalnya dukungan dari pihak Dinas Kesehatan Kota
1. Darah Pada Demam Berdarah Dengue akan djumpai trombositopenia dan hemokonsentrasi. Uji tourniquet yang positif merupakan pemerikasaan penting. Masa pembekuan masih dalam batas normal, tetapi masa perdarahan biasannya memanjang. Pada pemeriksaan kimia darah tampak hipoproteinemia, serta hipokliremia, SGOT, SGPT,ureum dan pH darah mungkin meningkat , sedangkan reserve alkali rendah. 2. Air Seni Mungkin ditemukan albuminuria ringan 3. Sumsum tulang
Pada awal sakit biasanya hiposeluler, kemudian menjadi hiperselular pada hari ke 5 dengan gangguan matruasi sedangkan pada hari ke 10 biasanya sudah kembali normal untuk semua sistem. 4
Serologi Uji serologi untuk infeksi dengue dapat dikategorikan atas dua kelompok
besar yaitu: a. Uji serologi memakai serum ganda Yaitu serum yang diambil pada masa akut dan masa konvalesen. Pada uji ini yang dicari adalah kenaikan antibodi antidengue sebanyak minimal empat kali. Termsuk dalam uji ini peningkatan komplemen (PK), uji netralisasi (NT) dan uji dengue blot. b. Uji serologi memakai serum tunggal Pada uji ini yang dicari adalah ada tidaknya atau titer tertentu antibodi antidengue. Termasuk dalam golongan ini adalah uji dengue blot yang mengukur antibodi antidengue tanpa memandang kelas antitibodinya. Uji IgM antidengue yang mengukur hanya antibodi antidengue dari kelas IgM. c. Isolasi virus Bahan pemeriksaan adalah darah pasien, jaringan-jaringan baik dari pasien hidup (melalui biopsi) dari pasien yang meninggal (melalui autopsi)
L. Morfologi Aedes aegypti
Aedes egypti dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan ukuran nyamuk rumah, mempunyai warna dasar yang hitam dengan bintikbintik putih pada bagian-bagian badannya terutama pada kakinya dan dikenal dari bentuk morfologinya yang khas sebagai nyamuk yang mempunyai gambaran lira (Iyre-from) yang putih pada punggungnya (mesonotum). Telur Aedes aegypti mempunyai dinding yang bergaris-garis dan membentuk bangunan menyerupai gambaran kain kasa. Larva Aedes aegypti mempunyai pelana yang terbuka dan gigi sisir yang berduri lateral.16 Aedes aegypti dewasa berukuran kecil dengan warna dasar hitam. Pada bagian dada,perut, dan kaki terdapat bercak-bercak putih yang dapat dilihat dengan mata telanjang. Pada bagian kepala terdapat pula proboscis yang pada nyamuk betina berfungsi untuk menghisap darah, sementara pada nyamuk jantan berfungsi untuk menghisap bunga. Terdapat pula palpus maksilaris yang terdiri dari 4 ruas yang berujung hitam dengan sisik berwarna putih keperakan. Pada palpus maksilaris Aedes aegypti tidak tampak tanda-tanda pembesaran, ukuran palpus maksilaris ini
lebih pendek dibandingkan dengan probocis.
Sepanjang antena terdapat diantara sepasang dua bola mata, yang pada nyamuk jantan berbulu lebat (plumose) dan pada nyamuk betina berbulu jarang (pilose).17
M. Daur Hidup Nyamuk Aedes aegypti
1. Stadium Telur Telur Aedes aegypti berwarna hitam, sepintas tampak bulat dalampanjang dan berbentuk oval menyerupai torpedo dengan ukuran 0,80mm. Di
bawah mikroskop dinding luar telur (exochorio) nyamuk
tampak garis-garis yang membentuk gambar seperti sarang lebah. Di alam bebas telur nyamuk ini diletakkan satu persatu menempel pada dinding atau tempat perindukan pada tempat yang lembab atau sedikit mengandung air.18 Di dalam laboratorium terlihat jelas telur ini diletakkan menempel pada kertas saring yang tidak terendam air. Telur nyamuk ini di laboratorium menetas dalam waktu 1-2 hari, demikian halnya di alam bebas kurang lebih sama atau dapat lebih lama tergantung pada keadaan air di wadah atau di perindukan.19 2. Stadium Jentik (larva) Setelah kontak dengan air, telur akan menetas menjadi jentik yang disebut jentik instar I dalam waktu 2 hari. Setelah itu jentik akan mengalami 3 kali pergantian kulit berturut-turut menjadi jentik akan dan instar IV, berukuran 7x4 mm. Mempunyai bulu sifon 1 pasang dan gigi sisir yang berduri lateral. Stadium jentik biasanya berlangsung 6-8 hari. Jentik Aedes aegypti tampak bergerak aktif dan lincah dengan memperlihatkan gerakan naik turun berulang-ulang dalam air. Pada saat jentik mengambil oksigen dari udara jentik menempatkan sifonnya di atas permukaan air, posisi jentik membentuk sudut dengan permukaan air.19 3. Stadium Kepompong (pupa)
Pupa Aedes aegypti mempunyai ciri morfologi yang khas yaitu memiliki tabung atau terompet pernapasan (respiratory terompet) yang berbentuk sannya di permukaan air/ tempat perindukan menggunakan tabung pernapasan. Setelah berumur 1-2 hari pupa tumbuh menjadi nyamuk dewasa jantan atau betina.19
4. Stadium Nyamuk Dewasa Nyamuk Aedes aegypti jantan setelah berumur 1 hari siap melakukan kopulasi dengan nyamuk betina. Setelah kopulasi nyamuk betina mencari makan berupa darah manusia atau hewan yang digunakan untuk pemasakan telur. Nyamuk Aedes aegypti mempunyai ciri-ciri morfologi yang khas yaitu berukuran lebih kecil dari nyamuk rumah (culex quinquefasciatus). Ujung abdomen runcing berwarna dasar hitam dengan bercak-bercak putih di seluruh tubuhnya, termasuk kaki dan sayapnya.19 N. Bionomik Nyamuk Aedes aegypti Pengetahuan tentang bionomik vektor sangat diperlukan dalam perencanaan pengendaliannya. Bionomik adalah bagian dari ilmu biologi yang menerangkan pengaryh antara organisme hidup dengan lingkunnya.20Bionomik nyamuk Aedes aegypti naymuk Aedes aegypti adalah tempat perindukan (breeding place), kebiasaan menggigit (feeding habit),tempat istirahat (resting place), dan jarak terbang (flight range).21 1. Tempat perindukan (breeding place)
Tempat perindukan utama adalah tempat-tempat penampungan air di dalam dan sekitar rumah. Biasanya tidak melebihi jarak 500 meter dari rumah. Nyamuk Aedes aegypti tidak berkembang biak pada genangan air yang langsung berhubungan dengan tanah. Jenis-jenis tempat
perkembangbiakan
nyamuk
Aedes
aegypti
dapat
dikelompokan sebagai berikut22 a. Tempat penampungan Air (TPA), untuk keperluan sehari-hari seperti drum, tangki reservoir, tempayan, bak mandi, WC, ember dan lain-lain. b. Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari seperti tempat minum burung,vas bunga,perangkap semut, barang-barang bekas ( ban,kaleng,botol,plastik,dan lain-lain). c. Tempat penampungan air alamiah seperti lubang pohon,pelepah daun,tempurung kelapa, dan lain-lain. 2. Kebiasaan menggigit (feeding habit) Nyamuk betina Aedes aegypti lebih menyukai darah manusia dari pada binatang (antropophilik). Darahnya diperlukan untuk memantangkan telur jika dibuahi oleh sperma nyamuk jantan sehingga aktivitas yaitu pukul 09.00- 10.00 dan pukul 16.00- 17.00. Nyamuk Aedes aegypti mempunyai kebiasaan menghisap berulang kali dalam satu siklus gonotropik untuk memenuhi lambungnya dengan darah.23
3. Tempat istirahat (resting place) Tempat yang disenangi nyamuk untuk beristirahat selama menunggu waktu bertelur adalah tempat yang gelap, lembab, dan sedikit angin. Nyamuk biasanya hinggap di dalam rumah pada benda-benda yang bergantungan seperti pakaian,handuk, dan korden.22Ruangan yang sering disukai nyamuk Aedes aegypti untuk beristirahat yaitu di kamar tidur, kamar mandi,kamar kecil,maupun di dapur. Nyamuk ini jarang di temukan di luar rumah, di tumbuhan, atau di tempat terlindung lainnya.1 4
Jarak terbang (flight range) Pergerakan nyamuk dari tempat perindukan ke tempat mencari mangsa dan selanjutnya ke tempat untuk beristirahat ditentukan oleh kemampuan terbang nyamuk. Pada waktu terbang nyamuk memerlukan oksigen lebih banyak, dengan demikian penguapan air dari tubuh nyamuk menjadi lebih besar. Untuk mempertahankan cadangan air di dalam tubuh
dari penguapan
maka jarak terbang nyamuk menjadi terbatas.24Penyebara nyamuk Aedes aegypti betina dewasa dipengaruhi oleh beberapa faktor termasuk ketersediaan tempat bertelur dan darah, tetapi tampaknya terbatas sampai jarak 100 meter dari lokasi kemunculan,1 Meskipun Aedes aegypti kuat terbang tetapi tidak pergi jauh-jauh, karena tiga macam kebutuhannya yaitu tempat perindukan, tempat mendapatkan darah, dan tempat istirahat ada dalam satu rumah. Keadaan tersebut yang menyebabkan Aedes aegypti bersifat lebih menyukai aktif di dalam rumah,endofilik. Apabila ditemukan nyamuk dewasa pada jarak terbang
mencapai 2 km dari tempat perindukannya, hal tersebut disebabkan oleh pengaruh angin atau terbawa alat transportasi.23 O. Pencegahan dan Pengendalian Sampai saat ini belum ada vaksin yang dapat mencegah infeksi dengue dan belum ada obat yang khusus untuk mengobatinya. Dengan demikian,
pengendalian
penyakit
DBD
hanya
bergantung
pada
pengendalian nyamuk Aedes aegypti. Program pengendalian penyakit dengue di beberapa wilayah umunya tidak terlalu berhasil, terutama karena
program
tersebut
hampir
bergantung
sepenuhnya
pada
pengasapan insektisida untuk mengendalikan populasi nyamuk dewasa.1 Agar program pengendalian vektor DBD dapat membawa hasil yang memuaskan, penting kiranya untuk berfokus pada penurunan sumber larva dan untuk bekerja sama dengan sektor non kesehatan lain, misalnya lembaga non pemerintahan, kelompok masyarakat dan badan pemerintahan setempat, guna memastikan pemahaman dan keterlibatan masyarakat dalam penerapan
program ini. Program pengendalian
nyamuk Aedes aegypti yang efektif dan terjangkau harus melibatkan kerja sama antara badan pengendalian milik pemerintahan dan masyarakat.1 1. Pencegahan Pencegahan dilakukan untuk mengurangi perkembangbiakan vektor sehingga mengurangi kontak antara vektor dengan manusia. Hal ini
dilakukan melalui upaya PSN yaitu menguras dengan
menggosok tempat-tempat penampungan air sekurangnya-kurangnya seminggu sekali yang bertujuan untuk merusak telur nyamuk sehingga jentik tidak bisa menjadi nyamuk, menutup
rapat-rapat
tempat
penampungan air, mengganti air vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali, mengukur atau menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat memampung air hujan sehingga tidak menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk, mencegah barang/ pakaian yang bergelantungan di kamar ruang yang remang-remang atau gelap.25 Pencegahan
juga
dapat
dilakukan
dengan
cara
melakukan
perlindungan diri terhadap gigitan nyamuk, seperti memakai pakaian pelindung,
obat
nyamuk
bakar
,aerosol,
penolakan
serangga,
kelambu.1 Pakaian mengurangi risiko tergigit nyamuk jika pakaian itu cukup tebal atau longgar. Baju lengan panjang dan celana panjang dengan kaus kaki dapat melindungi tangan dan kaki,yang merupakan tempa yang paling sering terkena gigitan nyamuk. Menambahkan zat kimia pada pakaian, misalnya dengan permentrin, merupakan tindakan yang sangat efektif untuk mencegah gigitan nyamuk.1 Produk insektisida untuk konsumsi rumah tangga, seperti obat nyamuk bakar, semprotan piretrum, dan aerosol sudah banyak dipakai untuk perlindungan diri terhadap nyamuk.1 Penolak seranggamerupakan sarana perlindung diri terhadap nyamuk dan serangga yang umum digunakan. Benda ini secara garis besarnya dibagi menjadi dua kategori, penolak alami dan penolak kimiawi. Minyak esensial dari ekstrak tanaman merupakan bahan pokok penolak alami, misalnya minyak sitronela, minyak lemongrass, dan minyak neem (seperti kayu mahogani). Penolak serangga kimiawi seperti
DEET
(N,N-Diethyl-m-Toluamide)
dapat
memberikan
perlindungan terhadap Aedes albopictus, Aedes aegypti, dan spesies anophles selama beberapa jam. Permetrin adalah penolak serangga yang efektif jika ditambhkan pada pakaian.1 Penggunaan Kelambu yang tidak diberi insektisida juga merupakan upaya yang efektif untuk mencegah dan menghindari kontak antara nyamuk dengan orang pada saat tidur siang. Karena kebiasaan nyamuk Aedes aegpty untuk mencari darah adalah pada siang hari, dengan demikian, tidur menggunakan kelambu yang tidak rusak atau berlubang pada siang hari dapat mencegah atau melindungi dari gigitan nyamuk Aedes aegypti. 2. Pengendalian Pengendalian di sini terdiri dari pengendalian biologis dan pengendalian kimiawi. a. Pengendalian penyakit DBD secara biologis dapat dilakukan dengan berbagai cara pyaitu denngan, memelihara ikan pemakan jentik, pemberian bakteri,penggunaan siklopoids ( predator pemakan jentik). Ikan pemakan larva (Gambusia affinis dan poecilia reticulata) sudah semakin banyak
digunakan untuk mengendalikan Aedes
aegypti dikumpulkan air yang banyak atau di kontainer air yang besar. Kegunaan dan efesien alat pengedalian ini bergantung pada jenis penampung yang dipakai.1 Ada dua spesies bakteri penghasil endotoksin, Bacillus thuringiensis seropit
H-14( Bt. H-14) dan Bacilus sphaericus (Bs) adalah agens
yang efektif untuk mengendalikan nyamuk. Bakteri tersebut tidak berpengaruh pada spesies nontarget. Bt. H-14 terbukti paling efektif
terhadap Aedes stephensi dan Aedes aegypti, sedangkan Bs paling efektif
terhadap
nyamuk
culex
quinquefasciatus
yang
berkembangbiakan di air kotor. Bt.H-14 memiliki kadar toksisitas yang sangat rendah terhadap mamalia dan telah diterima sebagai preparat pengendalian populasi nyamuk dalam penampungan air untuk kebutuhan rumah tangga.1 Selain menggunakan ikan pemakan jentik, perdator lain yang dapat digunakan yaitu siklopoid. Peran pemangsa yang dimainkan oleh copepod crustacea (sejenis undang-udangan) telah didokumenrasikan pada tahun 1930-1950. Ternyata Mesocyclop aspericornis dapat mempengaruhi
99,3%
angka
kematian
larva
nyamuk
Aedes
(Stegomiya), dan 97% larva culex quinquefasciatus, serta 1,9% kematian
larva
toxorhynchities
amboinesis.Walaupun
kurangnya
nutrien dan pembersihan berkala yang dilakukan pada penampung menghambat kelangsungan hidup copepod, organisme ini lebih sesuai jika ditempatkan dalam penampung yang tidak dapat dibersihkan secara teratur (sumur,bak beton,dan ban). Organisme ini juga dapat digunakan
bersama-sama
dengan
Bt.H-14.
Copepod
memang
memainkan peran dalam mengendalikan vektor dengue tetapi penelitian terhadap keterjangkauan operasionalitas metode ini masih perlu dilakukan.1
b. Pengendalian kimiawi Bahan kimia telah banyak digunakan untuk mengendalikan Aedes aegypti sejak berpuluh-puluh tahun yang lalu. Metode yang digunakan dalam pemakaian insektisida adalah dengan larvasida untuk membasmi jentik-jentik (abatisasi) dan pengasapan untuk membasmi nyamuk dewasa (fogging). Pemberantas jentik dengan bahan kimiawi biasanya menggunakan temephos. Formulasi temephos (abate 1%) yang digunakan yaitu granules ( sand granules). Dosis yang digunakan 1 ppm atau 10 gram temephos ( kurang lebih 1 sendok makan
rata ) untuk setiap 100 liter air.
Abatisasi dengan temephos ini mempunyai efek residu 3 bulan, khususnya di dalam gentong tanah liat dengan pola pemakaian air normal. Pengedalian nyamuk dewasa dengan insektisida dilakukan dengan sistem pengasapan. Tetapi metode ini dinilai tidak efektif karena menurut penelitian hanya berpengaruh kecil terhadap populasi nyamuk dan penularan dengue. Hal ini disebabkan karena kegiatan itu akan menimbulkan rasa aman palsu bagi penghuni rumah, sehingga menimbulkan efek yang merugikan bagi program yang memang dilaksanakan di masyarakat. Pada umunya ada 2 jenis penyemprotan yang digunakan untuk pembasmian Aedes aegypti yitu thermal fogs (pengasapan panas) dan cold fogs (pengasapan dingin). Keduanya dapat disemprotkan dengan mesin tangan atau mesin dipasang pada kendaraan.26
P. Faktor Lingkungan Lingkungan
merupakan
pengaruh-pengaruh
luar
agreget
yang
dari
seluruh
mempengaruhi
kondisi
dan
kehidupan
dan
perkembangan suatu organisasi. Salah satu peran lingkungan adalah sebagai reservoir. Secara umum lingkungan dibedakan atas lingkungan fisik dan lingkungan non fisik. Lingkungan fisik adalah lingkungan alamiah yang terdapat di sekitar manusia,sedangkan lingkungan non fisik ialah lingkungan yang muncul akibat adanya interaksi antara manusia. Hubungan antara host, agent dan lingkungan dalam menimbulkan penyakit sangat kompleks dan majemuk. Ketiga faktor ini saling berhubungan dan saling berkompetisi menarik keuntungan dari lingkungan. Dalam proses timbulnya penyakit, unsur-unsur yang terdapat pada setiap faktor memegang peranan yang amat penting. Pengaruh unsur tersebut adalah sebagai penyebab timbulnya penyakit yang dalam kenyataan sehari-hari tidak hanya berasal dari satu saja, melainkan dapat sekaligus dari beberapa unsur. Pengaruh dari beberapa unsur inilah yang menyebabkan timbulnya suatu penyakit tidak bersifat tunggal melainkan bersifat majemuk yang dikenal dengan istilah multiple causation of disease.26
Q.
Perilaku Kesehatan Perilaku kesehatan pada prinsipnya adalah suatu respon seseorang atau organisme terhadap stimulus yang berkaitan dengan dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan serta lingkungan. Menurut Skinner, perilaku kesehatan ( healthy behaviour) adalah semua aktivitas atau kegiatan seseorang, baik yang dapat diamati maupun yang tidak dapat diamati,yang berkaitan dengan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan.27 Menurut Benyamin Bloom (1980) seorang ahli psikologi pendidikan, perilaku dibagi menjadi 3 domain,ranah, atau kawasan, yakni: o=kognitif (cognitiive), afektif, psikomotor. Dalam perkembangannya, teori Bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidik kesehatan, yaitu.28 1. Pengetahuan (knowledge) Pengetahuan merupakan hasil dari tahun, dan ini terjadi setelah orang melakukan penghindraan terhadap suatu objek tertentu.semakin banyak digunakan untuk menakan jentik ), pemberian bakteri, penggunaan siklopoids (predator pemakan jentik). Ikan pemakan larva (Gambusia affinis rapat tempat penampungan air, mengganti air vas bungan dan tempat minum burung seminggu sekali, mengubur atau menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat menampung air hujan sehingga tidak menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk, mencegah barang/ pakaian yang bergelantungan di kamar ruang yang remangremang atau gelap.25 Pencegahan juga dapat dilakukan dengan cara melakukan perlindungan diri terhadap gigitan nyamuk, seperti memakai
pakaian pelindung, obat nyamuk bakar, aerosol, penolak serangga, kelambu.1 Pakaian mengurangi risiko tergigit nyamuk jika pakaian itu cukup tebal atau longgar. Baju lengan panjang dan celana panjang dengan kaus kaki dapat melindungi tangan dan kaki, yang merupakan tempat yang paling sering terkena gigitan nyamuk . Menambahkan zat kimia pada pakaian, misalnya dengan permentrin, merupakan tindakan yang sangat efektif untuk mencegah gigitan nyamuk.1 Produk insektisida untuk komsumsi rumah tangga, seperti obat nyamuk bakar, semprotan piretrum, dan aerosol sudah banyak dipakai untuk perlindungan diri terhadap nyamuk.1
R. Faktor lingkungan Lingkungan merupakan agregat dari seluruh kondisi dan pengaruhpengaruh luar yang mempengaruhi kehidupan
tubuhnya mengandung
virus dengue (viremia) merupakan sumber penular penyakit DBD. Virus Dengue berada dapelam darah selama 4-7 hari mulai 1-2 hari sebelum demam. Bila penderita tersebut digigit penular, maka virus dalam darah ikut
terhisap
dalam
lambung
nyamuk
selanjutnya
virus
akan
berkembang biak dan menyebar di seluruh tubuh jaringan tubuh nyamuk termasuk di dalam kelenjar air liurnya. Kira-kira satu minggu setelah menghisap darah penderita, nyamuk tersebut dapat menularkan kepada orang lain (masa pembekuan masih dalam batas nor,mainkubasi ekstrinsik). Virus ini akan tetap berada dalam tubuh nyamuk sepanjang masa.
S. Morfologi dan lingkaran hidup Nyamuk Aedes aegypti 1.
Morfologi NyamukAedes
aegypti
dewasa
berukuran
lebih
kecil
jika
dibandingkan dengan rata-rata nyamuk lain. Nyamuk ini mempunyai ini mempunyai warna dasar hitam dengan bintik-bintik putih pada bagian
badan,
kaki
dan
sayapnya.Nyamuk
Aedes
aegypti
mengalami metamorphosis sempurna yaitu telur – jentik – pupa – nyamuk dewasa. Ciri khas karakteristik pada nyamuk dewasa Aedes aegypti yang dapat dipakai sebagai patokan untuk membedakan dengan spesies-spesies Aedes yang lainnya yaitu “Lyre marking” (suatu gambaran strip putih keperakan di bagian dorsal dan warna keputihan pada segmen terakhir daripada kaki belakang).1,2
2.
Lingkaran Hidup Siklus hidup nyamuk Aedes aegypti melalui metamorphosis sempurna,
artinya
sebelum
menjadi
stadium
dewasa
harus
mengalami beberapa stadium pertumbuhan yakni telur – jentik – pupa – nyamuk dewasa.Stadium telur, jentik dan pupa hidup didalam air. Pada umumnya telur akan menetas menjadi jentik dalam waktu
±
2 hari setelah telur terendam air. Stadium jentik biasanya berlangsung 6-8 hari, stadium pupa berlangsung antara 2-3 hari.Pertumbuhan dari telur sampai menjadi nyamuk dewasa mencapai 9-10 hari.13,14
3.
Nyamuk dewasa Nyamuk dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan rata-rata nyamuk lain dan mempunyai warna dasar hitam dengan bintik-bintik putih pada bagian badan dan kaki. Nyamuk Aedes aegypti jantan mengisap
cairan
tumbuhan
atau
sari
bunga
untuk
keperluan hidupnya sedangkan yang betina mengisap darah. Umur nyamuk betina dapat mencapai 2-3 bulan. Nyamuk betina ini lebih menyukai darah manusia daripada binatang (bersifat antropofilik). Darah
(proteinnya)
diperlukan untuk mematangkan telur agar jika
dibuahi oleh sperma nyamuk jantan, dapat menetas. Biasanya nyamuk betina mencari mangsanya pada siang hari. Aktivitas menggigit biasanya mulai pagi sampai petang hari, dengan 2
puncakaktifitas
antara pukul 09.00-10.00 dan 16.00-17.00. Tidak seperti nyamuk lain,
Aedes
aegypti
mempunyai
kebiasaan
mengisap darah
berulang kali (multiple bites) dalam satu siklus gonotropik, untuk memenuhi lambungnya dengan darah.12 4. Jentik Ada empat lingkaran (instar) larva nyamuk sesuai dengan siklus pertumbuhannya : Larva instar I : berukuran paling kecil yaitu 1-2 mm Larva instar II : berukuran 2,5 – 3,8 mm Larva instar III : lebih besar sedikit dari instar II Larva instar IV : berukuran paling besar 5 mm
Perubahan dari instar ke instar berikutnya melalui pengelupasan kulit. Larva instar IV mempunyai pelana terbuka, bulu sifon
T. PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI Adalah kegiatan pencarian penderita/tersangka DBD lainnya dan pemerikasaan jentik nyamuk penular DBD di rumah penderita,dalam radius kurang-kurangnya 100 meter, serta tempat-tempat umum yang diperkirakan menjadi sumber penularan penyakit lebih lanjut. Jika ada penderita/ tersangka DBD yang dilaporkan langsung oleh masyarakat atau oleh RS, maka petugas P2M Puskesmas perlu melakukan
penyelidikan
epidemiologi.
Adapun
langkah-langkah
melakukan penyelidikan epidemiologi adalah sebagai berikut: 1. Mencatat identitas penderita/tersangka DBD di buku harian penderita DBD 2. Menyiapkan peralatan PE (tensimeter anak,senter,from dan abate 3. Petugas datang ke Lurah atau Kades di wilayah dengan penderita DBD 4. Menanyakan ada tindanya penderita panas dalam kurun waktu 1 minggu sebelumnya. Bila ada,dilakukan ujiRumple Leeds 5. Memeriksa jentik di tempat penampungan air di dalam dan di luar rumah (radius 20 rumah di sekitar kasus atau radius 100 meter dari rumah penderita) 6. Hasil pemeriksaan jentik dicatat dalam formulir Penyelidikan Epidemiologi (PE)
U. Alur Penanggulangan KLB-DBD
Penderita / tersangka DBD
PenyelidikanEpidemiologi
-
-
Ditemukan 1 atau lebih penderita DBD kainnya dan atau ada penderita panas >_ 3 orang tersangka DBD Ditemukan jentik (>_5%)
YA
-
PSN Larvasida selektif Penyuluhan Fogging radius+_ 200m
Tidak
-
PSN Larvasida Selektif Penyuluhan
KERANGKA TEORI
PROSES INPUT 6. Man
4. Perencanaan PE - Penentuan kegiatan
c. petugas PE
- Penentuan tujuan
d. masyarakat
- Penentuan tim
7. Money 5. Pelaksanaan PE a. sumber dana APBDI 8. Material
Penemuan penderita Pengamatan penyakit DBD Penanggulangan seperlunya
a kuesioner untuk membatasi penyakit b lembar chceklist
Penyuluhan pada masyarakat 6. Evaluasi PE
9. Manchie Mengevaluasi hasil kegiatan peralatan PE 10. Menthod d.
penemuan penderita
e.
pengamatan penyakit DBD
f.
Penyuluhan masyarakat pada
PE yang telah dilaksanakan
OUTPUT Hasil Penyelidikan Epidemiologi
Sumber:Modul pemeberantasan penyakit DBD Departemen Kesehatan Tujuan Demam Berdarah Dengue Menggurangi angka kesakitan Demam Berdarah di indonesia, agar penyebaran terhadap virus denguetidak semakin merajalela,oleh sebab itu pemerintah menyarankan agar masyarakat hidup bersih dan memahami bahaya demam berdarah dengue.di Indonesia sendiri masalah kasus demam berdarah dengue tinggi dan
belum teratasi
dengan baik sehingga banyak orang-orang gampang terkena penyakit demam berdarah dengue. Disamping itu masyarakat kurang menyadari tentang hidup sehat dan pemahaman tentang penyakit demam berdarah yang bisa mematikan kurang di pahami oleh mereka. Pemerintah sendiri sudah menyuruh masyarakat untuk selalu hidup bersih dan waspada akan demam berdarah, banyak di temukan kasus orang meninggal di sebabkan oleh demam berdarah. Oleh sebab itu Pemerintah berkerja sama dengan Puskesmas dan Rumah Sakit guna untuk mengurangi kasus demam berdarah yang tinggi di Indonesia, setiap ada kasus demam berdarah pihak Puskesmas selalu melakukan penyelidikan epidemiologi tujuan untuk mengurangi kasus demam berdarah sekaligus memberitau bahaya DBD terhadap penderita.
Penyelidikan Epidemiologi Setiap diketahui adanya penderita DBD, segera ditindak lanjuti dengan kegiatan Penyelidikan Epidemiologi (PE)<24 jam ( target SPM) atau < 48jam (target renstra) sehingga kemungkinan penyebarluasan DBD dapat dibatasi dan KLB dicegah. Kegiatan PE merupakan kegiatan untuk penanggulangan kasus DBD.24
Penyelidikan Epidemiologi ( PE) adalah
kegiatan pencarian penderita DBD atau tersangka DBD lainnya dan pemeriksaan jentik nyamuk penular DBD dirumah penderita atau tersangka dalam radius sekurang_kurangnya 100 meter (dirumah penderita dan 20 rumah disekitarnya) serta tempat –tempat umum yang diperkirakan yaitu adanya penderita DBD lainnya, ada 3penderita demam atau factor risiko yaitu ditemukan jentik, maka dilakukan PSN DBD, larvasidasi, dan pengasapan ( fogging focus) radius 100 meter. Namun apabila tidak ditemukan maka melakukan PSN, larvasida dan penyuluhan.24
Tujuan dilakukannya PE DBD adalah untuk mengetahui
penularan dan penyabaran DBD lebih lanjut serta tindakan penanggulangan yang perlu dilakukan diwilayah sekitar tempat penderita. PE juga dilakukan
untuk mengetahuinya ada tidaknya jentik nyamuk penular DBD, dan menentukan jenis tindakan ( penanggulangan focus) yang akan dilakukan. Petunjuk pelaksanaan PE DBD 1. Catat informasi yang diterima 2. Lakukan cross check diagnose dengan DKK/RS/Sarana Kesehatan 3. Siapkan from pelacakan (from PE) 4. Lakukan PE <24 jam ( target SPM) atau 48 jam ( target renstra) setelah menerima informasi Langkah-langkah Penyelidikan Epidemiologi sebagai berikut k. Laporan kepada pengurus lingkunganya/kader/tokoh mayarakat yang ada diwilayah kasus. l.
Cari penderita sebelumnya dalam masa 2kali inkubasi ( DBD) maaksimal 3 minggu dan dalam jarak 100 meter dari indeks kasus
m. Lakukan kunjungan rumah sampling +_ 20 rumah acak dalam radius 100 meter ( sampel mewakili beberapa RT) n. Periksa jentik dan luar rumah serta tanyakan apakah mengetahui kasus serupa dalam wilayah tersebut o. Catat semua informasi epidemiologi tersebut minimal sesuai from PE p. Jika masih ada yang perlu dicatat silahkan tambahkan q. Laporkan kepada pengurus lingkungan tentang hasil dan rencana tindak lanjut r.
Laporkan dan diskusikan kepada Kepala Puskesmas
s. Laporkan kepada DKK kurang 1x24 jam baik langsung/ tidak t.
Lakukan rencana tindak lanjut dan evaluasi
BAB III METODE PENELITIAN
B.
Alur Penelitian
Perencanaan Penyelidikan Epidemiologi DBD
Pelaksanaan Evaluasi
Gambar 3.1 Alur Penelitian
53
41
B. Jenis penelitian
3. Jenis penelitian Jenis penelitian ini adalah deskriptif analitik yaitu mendeskripsikan fungsi manajemen dalam menjalankan program demam berdarah dengue di Puskesmas Kota Semarang.
4.
Metode pengambilan data
Penelitian ini mengunakan metode wawancara dan kuesioner, dimana peneliti menggunakan kuesioner berupa pertanyaan. Adapun aspek-aspek yang akan digunakan dalam penelitian yaitu: Perencanaan Pelaksanaan Evaluasi
C. Definisi operasional 4. Fungsi Perencanaan Segala aktivitaspetugas DBD perencanaan yang telah dilakukan oleh Puskesmas dalam melaksanakan penyelidikan epidemiologi demam berdarah dengue, meliputi perencanaan dana, tenaga, saranan dan prasaranan,program,keberhasilan.
5. Fungsi Pelaksanaan Segala aktivitas kegiatan yang dilakukan oleh petugas DBD oleh Puskesmas
dalam
penyelidikan
epidemiologi,
berdasarkan
perencanaan yang telah disusun. 6. Fungsi Evaluasi Segala aktivitas monitoring dan evaluasi yang dilakukan petugas DBD oleh Puskesmas dalam pelaksanaan Penyelidikan Epidemiologi DBD, meliputi: Evaluasi,Input,Output,Proses untuk melihat ketercapaian dari kegiatan perencanaan.
D.
Populasi dan Sampel 3. Populasi Penelitian Populasi
dalam
penelitian
ini
adalah
petugas
Penyelidikan
Epidemiologi di, Puskesmas sejumlah 6 Puskesmas di Kota Semarang 4. Sampel Penelitian Dalam penelitian ini sampel yang digunakan total populasi sejumlah 6 petugas Penyelidikan Epidemiologi semua Puskesmas di Kota Semarang,yang epidemiologi
menjadi
yang
responden
merupakan
petugas
penanggung
penyelidikan
jawab
program
penyelidikan epidemiologi setiap Puskesmas.
E. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner yang di siapkan untuk pedoman wawancara dan lembar checklist untuk panduan pengambilan data Fungsi Manajemen Penyelidikan Epidemiologi Demam Berdarah Dengue di Puskesmas Kota Semarang.
F. Pengumpulan Data Jenis pengumpulan data yang dilakukan dibagi menjadi 2 yaitu: data primer dan data sekunder. c. Data primer Data primer diperoleh dengan cara observasi tentang fungsi manajemen dan wawancara kepada petugas DBD dan bagian pengadaan sarana dan prasaranan sistem penyelidikan epidemiolgi DBD.
d. Data sekunder Data sekunder merupakan data yang mencakup data umum seperti: perencanaa,dana,tenaga,sarana dan prasarana,program.
G. Analisis Data Analisi data yang digunakan adalah analisis deskriptif yang bersifat terbuka yaitu dengan menggunakan proses berfikir induktif,yang pengujiannya dari data yang terkumpul kemudian disimpulkan. Data yang diperoleh dari wawancara dan observasi.
BAB IV HASIL PENELITIAN
C.
Gambaran Umum Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Dinas Kesehatan Kota Semarang dan 6 Puskesmas di lihat
kasus DBD tertinggi. Puskesmas
yang menjadi
wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Semarang. Dimana 6 Puskesmas tersebut terletak di daerah endemis. Dinas Kesehatan Kota Semarang merupakan satuan kerja perangkat daerah di Kota Semarang yang memiliki tanggung jawab menjalankan kebijakan Pemerintah Kota Semarang dalam bidang kesehatan. Kota Semarang memiliki jumlah penduduk 1.628.590 jiwa dengan luas wilayah sebesar 373,67 km2 yang terbagi dalam 16 kecamatan dan 117 kelurahan.28 Dalam mewujudkan gambaran masyarakat
Kota Semarang di masa depan maka Dinas
Kesehatan Kota Semarang memiliki visi dan misi. Visi dari Dinas Kesehatan Kota Semarang yaitu terwujudnya masyarakat Kota Semarang yang mandiri untuk hidup sehat. Sedangkan misi Dinas Kesehatan Kota Semarang serta
yaitu meningkatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas
memberdayakan
masyarakat
kemampuan hidup sehat.
46
untuk
memilik
kemauan
dan
Kota Semarang merupakan daerah endemis Demam Berdarah Dengue (DBD). Sampai dengan laporan bulan Oktober tahun 2014 jumlah kasus DBD di Semarang mencapai 2.142 kasus (IR= 121,5/100.000 penduduk dengan CFR 1,17%). Sesuai Peraturan Materi Kesehatan RI, setiap penduduk termasuk tersangka DBD di Kota Semarang harus segera dilaporkan selambat-lambatnya dalam jangka waktu 24 jam oleh unit pelayanan kesehatan kepada Dinas Kesehatan Kota Semarang. Kemudian dilakukan penyelidikan epidemiologi <24jam (target SPM) atau <48 jam (target renstra) oleh petugas Puskesmas di wilayah kasus. Penyelidikan epidemiologi merupakan kegiatan mendatangi rumah –rumah dari kasus yang dilaporkan (indeks kasus) untuk mencari penderita lain dan memeriksa angka jentik dalam radius ± 100 m dari rumah indeks. Materi dari pelaksanaan PE DBD antara lain pencatatan identitas dan informasi lain dari indeks kasus, analisis epidemiologi meliput siapa yang menderita, kapan mulai sakit, dimana penularannya, bagaimana gejala yang dialami ,dan mengapa terjadi sakit DBD,selain itu informasi ada tidaknya kasus lain, angka jentik di sekitar rumah indeks kasus serta rencana tidak lanjut terhadap hasil temuan PE DBD yang telah dilakukan. Sehingga pelaksanaan penyelidikan epidemiologi DBD bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya kasus DBD tambahan, luasnya kemungkinan penyebaran penyakit
DBD
di
lokasi
tersebut
serta
rencana
tindak
lanjut
penanggulangan yang dilakukan untuk memutus rantai penularan yang nantinya dapat menurunkan kasus DBD yang terjadi. Kelengkapan dan ketepatan waktu pelaksanaan PE DBD merupakan dua hal
yang
saling
berkaitan.
Kelengkapan
dan
ketepatan
waktu
pelaksanaan PE DBD berkontribusi besar dalam penaggulangan kasus PE DBD di masyarakat. Dinas Kesehatan Kota Semarang menetapkan kelengkapan merupakan persentase PE DBD yang dikerjakan dibanding kasus DBD yang di informasikan sedangkan ketepatan waktu merupakan persentase PE DBD yang dikerjakan dibanding kasus DBD yang di informasikan sedangkan ketepatan waktu merupakan persentase PE DBD yang dikerjakan dalam waktu < 24 jam (sesuai target SPM) atau <48 jam (sesuai target renstra) dibanding jumlah PE DBD yang dikerjakan. Indikator kelengkapan dan ketepatan waktu pelaksanaan PE DBD yang ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Kota Semarang sebesar 100% untuk kelengkapan dan 97% untuk ketepatan waktu. Informasi kasus ataupun tersangka DBD kepada Puskesmas selain dari Dinas Kesehatan Kota Semarang harus menyertakan KDRS (Kewaspadaan Dini Rumah Sakit) kemudian Puskesmas melakukan crosscheckepada Dinas Kesehatan Kota Semarang untuk kebenaran informasi
tersebut.
Apabila
membenarkan informasi
Dinas
Kesehatan
Kota
Semarang
tersebut maka Puskesmas harus melakukan
penyelidikan epidemiologi <24 jam atau <48 jam sejak verifiikasi kebenaran informasi tersebut. Sehingga pelaksanaan PE DBD oleh petugas PE DBD Puskesmas harus menunggu verifikasi dari Dinas Kesehatan Kota Semarang.
Pelaksanaan penelitian dimulai pada tanggal 30 Mei 2014 sampai dengan 5 juni 2014. Pengumpulan data kelengkapan dan ketepatan waktu pelaksanaan PE DBD bulan mei- juni 2014, diperoleh dari laporan di Dinas Kesehatan Kota Semarang. Sedangkan pengumpulan data mengenai faktor internal dan eksternal petugas diperoleh dengan wawancara. Wawancara pada 6 petugas PE DBD Puskesmas dilakukan oleh peneliti sendiri dengan mendatangi petugas PE DBD di masingmasing Puskesmas. Selain wawancara, dilakukan observasi buku bantu kasus DBD di setiap Puskesmas untuk mengetahui jumlah mekanisme pelaporan yang dilakukan secara on-line selama bulan Januari-November 2013. Analisa berdasarkan hasil penelitian dibandingkan dengan kuesioner kebanyakan petugas PE melakukan PE DBD tidak saat itu juga apabila ada penemuan kasus sehingga kebanyakan petugas melakukan PE DBD lebih dari 2 hari, dikarenakan ada petugas yang sibuk sehingga mereka lebih menunda kegiatan PE dilapangan. Lantaran to juga mereka sering terlambat mengirimkan laporan hasil PE kepada pihak Dinas Kesehatan Kota.
52
50
B. Gambaran Karakteristik Responden 2. Jenis Kelamin Tabel 4.1 Rekapitulasi Jawaban Responden Menurut Karakteristik umur Jenis kelamin Puskesmas Pendidikan
Nama
Masa kerja
FA
29
P
PGDN
SKM
LM(<3thun)
KHS
31
P
PKDNG
SKM
LM(>3thun)
BTY
29
P
PBGTAY
SKM
LM(>3thun)
WD
27
P
PTLSRW
D3
BR(<3thun)
LS
28
P
PTLSK
D3
BR(<3thun)
Umur petugas PE rata-rata antara 27-31 tahun ,semuanya perempuan daRata- rata mempunyai pendidikan S1 Kesehatan Masyarakat dan D3 Perawatdengan masa kerja rata-rata < 3tahun
53 Tabel 4.2 Rekapitulasi Jawaban Rseponden Tentang Perencanaan Responden FA
KHS
1 ya
2 setiap ada kasus DBD
ya Jika ada penemuan
3
4
5
survey ke lapangan
bahan from dan senter
sesudah PE
menemui keluarga
persiapan alat dan bahan PE sebelum PE
Kasus WD
ya ada penemuan penderita terjun kelapangan
pesiapan from,senter
habis PE
sebelum PE BTY
ya
informasi kasus di terima pemantauan jentik pemantauan jentik
LS
ya
Bila ada kasus
persiapan senter,from,lembar sebelum
pelaksanaanPE kunjungan lapangan
senter dan from PE
Keterangan : 1. Apakah petugas melakukan PE? 2. Kapan dilaksanakan PE? 3. Apa saja kegiatan PE? 4. Apakah ada persiapan PE? 5. Kapan dilaksanakan program? Sebagian besar petugas menyatakan bahwa PE dilaksanakan setelah ada kasus DB dan kegiatan PE kunjungan lapangan,dan sebelum melakukan PE petugas mempersiapkan from PE,senter, dilakukan program sesudah PE berlangsung
sesudah PE
54 Tabel 4.3 Rekapitulasi Jawaban Responden Tentang Pelaksanaan Responden
FA
KHS
WD
BTY
LS
1
2
3
4
survey
petugas PE
penderita pergi
survey
petugas PE
lokasi penderita sulit
survey
petugas PE
survey
petugas PE
setelah selesai PE
tidak ditemukan
habis PE dilapangan
melihat hasil P E
Penderita tidak dirumah
alamat
setelah selesai PE
jika hasil PE kurang baik
alamat penderita kurang
petugas PE
survey
5
hasil PE buruk saja
tunggu informasi dari
dilapangan
Keterangan : 1. Seperti apa PE dilakukan? 2. Adakah koordinatornya? 3. Apakah kendala PE? 4. Kapan program PE dilakukan? 5. Kapan pelaporan PE dilakukan besar
petugas
menyatakan
tidak
ada
kendala
dalam
menjalankan PE,dan petugas sulit melakukan PE karena lokasi rumah penderita tidak jelas.
selesai PE
setelah PE
DKK
Sebagaian
sesudahPE
55
Tabel 4.4 Rekapitulasi Jwaban Responden Tentang Evaluasi
Responden
FA
1
2
ya
pihak DKK,kampung,RT
3
4
ya
angka ABJ,memenuhi Standart
KHS
ya
DKK,masyarakat
ya
memenuhi kriteria
5
dengan PE kita tau angka ABJ 95% tau riwayat hidup penderita sakit
WD
BTY
ya
ya
DKK,masyarakat,RT
ya
DKK, rumah penderita
ya
memenuhi standart
memenuhi standart
penderita pernah sakit
tambahan penderita
di fogging LS
ya
DKK,Masyarakat,RT
ya
memenuhi kriteria
survey tau jentik nyamuk
Keterangan : 1. Apakah dilakukan evaluasi? 2 Siapa yang dilibatkan PE? 3 Apakah PE jadi evaluasi? 4 Adakah bentuk evaluasi? 5 Apakah PE efektif? Sebagian petugas menyatakan bahwa setiap PE dilakukan evaluasi, dan yang terlibat DKK,masyarakat,bahkan setiap PE ada evaluasi, dan bentuk evaluasi sudah memenuhi kriteria, dan PE efektif petugas jadi tau penderita ada riwayat pernah sakit DBD
BAB V PEMBAHASAN B.
Keterbatasan Penelitian Peneltian ini menggunakan pendekatan deskriptif yang meneliti tentang fungsi manajemen yang meliputi fungsi perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi yang dikerjakan oleh petugas PE Puskesmas
dalam
Pemberantasan
mengelola
Penyakit
kegiatan
Demam
pada
Program
Berdarah Dengue.
Dalam
pelaksanaan penelitian di lapangan maupun dalam pembuatan skripsi ini, terdapat keterbatasan yang dihadapi oleh peneliti. Kelemahan
tersebut
dalam
penelitian
Deskriptif
adalah
menggunakan pertanyaan tertutup sehingga penggalian jawaban responden hanya dibatasi isi jawaban yang ada pada instrumen penelitian yaitu kuesioner. B. Karakteristik Responden 2. Jenis Kelamin Jenis kelamin adalah perbedaan biologis dari petugas PEDBD Puskesmas
di
Kota
Semarang.
Hasil
penelitian
menunjukkanpetugas PE DB kebanyakan perempuan 3. Pendidikan Berdasarkan hasil penelitian belakang
pendidikan merupakan latar
sekolah formal terakhir yanh telah ditamatkan oleh
petugas 56
55
57
3. Perencanaan Tentang PE Perencanaan tentang PE merupakan tanggung jawab petugas sebelum terjun kelapangan melakukan PE. Pada saat kegiatan PE berlangsung dapat berjalan sesuai rencana. Tetapi ada juga petugas PE yang tidak membuat perencanaan terlebih dahulu sebelum melakukan PE kelapangan, sehingga saat melakukan PE petugas bingung harus dilakukan
terjun
apa yang
terlebih dahulu setelah sampai lapangan. Terkadang
petugas tidak mau melakukan perencanaan terlebih dahulu untuk kegiatan PE tersebut sehingga pada
saat
terjun lapangan petugas
bingung.
Padahal melakukan perencanaan sangat penting bagi petugas PE agar dalam melakukan kegiatan di lapangan berjalan lancar dan juga menjadi bahan
acuan agar
dalam
melakukan segala
sesuatu lebih
baik
direncanakan terlebih dahulu dan hasilnya bisa menjadi baik,pekerjaan yang menyangkut penyusunan konsep serta kegiatan yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan demi masa depan yang lebaih baik dan agar kegiatan yang tewlah direncanakan dapat berjalan sesuai standart.19
58
56
4. Pelaksanaan Tentang PE Pelaksanaan merupakan usaha untuk mewujudkan rencana (plan) dengan mempergunakan organisasi menjadi kenyataan. Ini berarti rencana tersebut dilaksanakan (implementing) dan atau diaktuasikan (actuating)10 Pekerjaan Pelaksanaan atau aktuasi bukanlah pekrjaan yang mudah karena dalam melaksanakan suatu rencana terkandung berbagai aktivitas yang bukan saja saling berpengaruh, tetapi juga bersifat kompleks dan majemuk. Faktor penghambat fungsi aktuasi kesemua aktifitas ini harus disamakan sedimikian rupa sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai dengan memuaskan. Salah seorang pelopor yang memperkenalkan teori tentang perilaku manusia adalah Abraham H.Maslow yang membahas tentang jenjang tingkatan kebutuhan manusia yaitu sebagai kebutuhan untuk keseimbangan faali, kebutuhan untuk rasa aman dan tentram. Kebutuhan untuk diterima oleh lingkungan sosialnya, kebutuhan untuk diakui,kebutuhan untuk menunjukan kemampuan diri. Memadukan berbagai aktivitas seperti ini dan apalagi menugaskan semua orang yang terlibat dalam organisasi untuk melaksanakan aktivitas.
57 58
5. Evaluasi Tentang PE Proses evaluasi dalam manajemen adalah sangat penting. Demikian pula dalam dunia kesehatan. Evaluasi adalah” suatu rangkaian kegiatan pengukuran secara kualitatif yang ditunjukan terhadap apayang sedang atau telah dicapai didalam setiap atau keseluruhan tahap kegiatan dalam sistem perencanaan berdasarkan suatu model tertentu.” Evaluasi sesungguhnya adalah suatu proses kegiatan yang akan menilai segala sesuatu yang akan diperoleh dengan apa yang sudah ditetapkan perencanaan atau dengan apa yang ingin dicapai dengan melalui perencanaan semula. Penilaian harus terus menerus dilakukan sejak awal dan tidak perlu menunggu sampai hasil akhir dicapai. Dalam hal ini kita harus melakukan”point evaluatiuon pada setiap titik-titik kegiatan yang dianggap perlu. Jelasnya evaluasi harus dilakukan sejak awal maupun pada waktu dan selesai proses perencanaan progaram (program planning), pelaksanaan (implementation) maupun setelah hasil pelaksanaan tercapai. Evaluasi dilakukan pada semua tahap program yaitu evalusasi terhadap masalah, input yang menyangkut kebutuhan dan penggunaan sumber keuangan, materill maupun sumber daya manusia, serta evaluasi terhadap perencanaan program sampai pada saat sedang dilakukan implementasi kegiatan kesehatan.
58
6. Mekanisme Pelaoran Mekanisme pelaporan merupakan cara yang paling penting sering dipakai petugas PE DBD Puskesmas dalam melaporkan hasil PE DBD ke Dinas Kesehatan Kota Semarang selama bulan Januari-November 2013. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar petugas kadangkadang mengirimkan laporan PE secara online,ada juga petugas yang mengirimkan laporan PE tidak pernah secara online. Menggirimkan laporan PE secara online (50%) petugas kadang-kadang menggirimkan laporan PE secara online 3petugas tidak pernah mengirimkan laporan PE secara online. Menurut
Decy dan Ryan ,alat –alat dan sarana yang mendukung
pelaksanaan kerja dapat meninggkatkan motivasi dalam melakukan suatu pekerjaan.17 Ketut Ngurah menggemukakan bahwa dengan mekanisme pelaporan secara on-line tentunya akan mempercepat proses pengiriman laporan ke Puskesmas dibandingkan dengan pengiriman laporan yang dilakukan secara manual. Menggunakan sistem online dinilai lebih efektif dan efisien baik dari segi tenaga, waktu maupun biaya.26
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 1. Umur petugas PE rata-rata 27-31 tahu semuanya perempuan 2. Rata-rata semua petugas PE pendidikan S1 Kesehatan Masyarakat dan D3 Perawat. 3. Petugas sebelum melakukan PE terlebih dahulu melakukan perencanaan agar kegiatan yang akan dilaksanakan mencapai tujuandan hasil yang baik sesuai standart. 4. Sebelum petugas melakukan kegiatan PEterlebih dahulu melakukan pelaksanaan agar kegiatan PE dilapangan berjalan lancar. 5. Setelah kegiatan PE dilapangan petugas melakukan evaluasi kembali agar hasil PE dilapangan sesuai tujuan.
60
60 61
B. Saran 2.
Bagi Dinas Kesehatan Kota e. Meninjau
kembali
sistem
verifikasi
DBD
samapi
pelaksanaan PE yang sudah ada, agar nantinya di peroleh system yang efektif f. Mengadakan pelatihan bidang PE DBD secara rutin setiap tahunya misalnya tentang kualitas pelaksanaan dan laporan PE DBD serta kegiatan tindak lanjut dari PE DBD yang dihasilkan. g. Melakukan evaluasi dari tiap pelatihan bidang PE DBD yang
telah
di
selenggarakan
sehingga
mengukur
keberhasilan serta efektif. h. Menyediakan
suatu
mekanisme
pengisian
Form-PE
dilapangan yang lebih cepat dan efektif misalnya melalui sistem tertentu. 2. Bagi Puskesmas Petugas memprioritaskan tugasnya sebagai petugas PE DBD di dalam pelaksanaan tugasnya sehingga setiap ada informasi kasus DBD dapat dilaksanakan PE dengan baik. 3. Bagi Peneliti Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan kajian yang lebih
dalam
terhadap
faktor-faktor
lain
yang
mungkin
berpengaruh namun belum diteliti dalam penelitian ini
61
misalnya dukungan dari pihak
Dinas Kesehatan Kota
Semarang yang berhubungan dengan PE DBD dengan mengunakan penelitian deskriptif.
62
Lanjutan mendeskripsikan pertanyaan petugas tentang pelaksanaan Sebagian petugas menyatakan bahwa PE dilakukan kunjungan ke lapangan, dan tidak ada koordinator PE di puskesmas, dan kendala sulit menemui lokasi rumah penderita. Sebagian besar petugas melakukan program sesudah PE dan ratarata petugas melakukan program sebelum PE, serta pelaporan PE dilakukan setelah PE dilakukan
63
C.
Populasi dan Sampel 1.
Populasi Populasi adalah jumlah KK yang berada di RW 01Kelurahan Sendangguwo sebesar 893 .Kuesioener penelitian diajukan kepada kepala keluarga atau anggota keluarga yang sudah dewasa yang dianggap mampu mewakili pendapat anggota keluarga.Karena kepala keluarga yang memberikan peran dalam kebiasaan berperilaku sehat didalam keluarga.Di samping itu juga untuk memudahkan berkomunikasi pada saat mengajukan pertanyaan.
2.
Sampel Sampel dalam penilitian ini adalah Kepala Keluarga yang tinggal
di
RW
menggunakan
01
.Penghitungan
sampel
dengan
minimal simpel random sampling, dengan
rumus :23
n=
NZ PP
NG Z PP
Keterangan n : Besar sampel minimal N : 893 KK P : Proporsi target (50%/0,5) G
:
Besar
kesalahan
maksimum
yang
diinginkan peneliti (10% atau 0,1) Z : Tingkat kepercayaan yang diinginkan peneliti (95%atau 1,96) , , , , ,
n = , ,
64
=
=
, , , ,
,
,
= 86,71 Jadi jumlah sampel di bulatkan menjadi 87 sampel hanya diambil satu KK satu rumah saja jadi ada 87 rumah serta KKnya. Dan agar sample yang diambil nanti dapat mewakili tiap RT, maka sample tiap RT akan diambil dengan menggunakan metode Proportional Random Sampling, dengan tahapan sebagai berikut : 2.
Sampel Tiap RT, diperoleh dengan menggunakan rumus
Sampel per RT = RT
Jumlah sampel
RT 1
5
RT 2
5
RT 3
4
RT 4
9
RT 5
7
RT 6
8
RT 7
5
RT 8
5
RT 9
6
RT 10
6
RT 11
5
RT 12
6
65
RT 13
6
RT 14
6
RT 15
4
Total
87
Jumlah akhir data sampel dari sampel penelitian menjadi 87 kk.Karena penghitungan sampel menggunakan sistem pembulatan angka desimal. Sedangkan untuk menentukan
sampel
yang
akan
dijadikan
responden
penelitian dari jumlah sampel 87 KK menggunakan sistem undian. Dimana dilakukan dengan langkah-langkah bertahap sebagai berikut : 1.
Dengan menentukan terlebih dahulu jumlah KK RW 1 yang akan menjadi sampel penelitian dari tiap-tiap RT
2.
Diberi nomor urut pada setiap KK dari tiap RT yang menjadi sampel.
3.
Kemudian menggunakan metode undian atau lotre Untuk membantu dalam menentukan responden
penelitian, maka peneliti menentukan beberapa kriteria untuk penelitian responden, yaitu sebagai berikut : 1.
Kriteria Inklusi a.
Anggota Keluarga yang masuk dalam Kartu Keluarga.
66
b.
Satu rumah hanya di ambil satu Kartu Keluarga saja.
c.
Responden bersedia untuk diwawancarai dan mau bekerjasama.
2.
Kriteria Ekslusi a.
Responden yang tidak masuk dalam Kartu Keluarga.
b.
Satu rumah dengan dua Kartu Keluarga.
c.
Responden menolak untuk diwawancarai dan tidak mau diajak bekerjasama
D.
Pengumpulan Data 1.
Jenis dan Sumber Data Jenis pengumpulan data dalam penelitian ini adalah : a. Data Primer Data primer adalah data yang diperoleh dengan cara pengamatan secara langsung.
b. Data sekunder Data sekunder diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Semarang,
Puskesmas
Demografi
dan
kependudukan
Sendangguwo. 2.
Kedungmundu,
Prosedur Pengumpulan Data.
dari
dan
Data
Kelurahan
67
Prosedur pengumpuan data didapat dari hasil survei, wawancara
dengan
menggunakan
kuesioner
serta
observasi dengan melakukan pengukuran menggunakan hygrometer dan thermometer. 3.
Instrumen Penelitian Instrumen penelitian yang diguanakan dalam penelitian ini adalah Kuesioner yang berfungsi sebagai alat untuk mendapatkan
data
primer,
lembar
observasi
untuk
pengamatan keberadaan jentik nyamuk penular DBD, hygrometer dan thermometer untuk mengukur suhu dan kelebaban udara di rumah responden, (pulpent, pensil, spidol )sebagai alat tulis, dan senter untuk melakukan observasi jentik nyamuk. Kuesioner yang akan digunakan sebelumnya harus diuji Normalitas, Validitas dan reliabilitas terlebih dahulu kuesionernya adalah tentang perilakunya yang meliputi pengetahuan, sikap, praktik/tindakan. a. Normalitas Uji
normalitas
menggunakan uji
data one
dilakukan sampel
dengan
kolmogorov-
smirnov.Uji ini bertujuan menguji apakah sebaran data yang ada dalam distribusi normal atau tidak. Keluaran hasil uji adalah dengan melihat z hitung yang dibandingkan dengan z tabel, bila z hitung < z tabel artinya z hitung masih diantara nilai -1,96 sampai dengan 1,96, maka dapat dikatakan bahwa
68
data berdistribusi normal. Atau cara yang paling praktis adalah dengan melihat besarnya nilai signifikansi (Asym.sig.) apabila nilai signifikansi > 0,05 (α : 5%) maka data dalam distribusi normal (karena Ho dari pengujian adalah data berdistribusi normal, dan signifikansi/ p > 0,05, maka Ho diterima.) b. Validitas Validitas merupakan pernyataan tentang sejauh mana alat ukur (pengukuran tes instrument) mengukur
apa
yang
sesungguhnya
memang
hendak diukur. Jika instrument mengukur dengan benar apa yang ingin diukur, maka instrument itu dikatakan valid. Pada penelitian ini digunakan uji validitas kuesioner dengan jumlah sampel (N) sebanyak 87 sampel, untuk mengetahui apakah kuesioner yang disusun mampu mengukur apa yang hendak diukur dengan uji korelasi antara skor pada poin pertanyaan dengan total skor kuesioner. Jika nilai signifikan (p) ≤ 0,05 menunjukkan hasil pengujian signifikan atau bermakna atau valid. c. Reliabilitas Reliabilitas
adalah
indeks yang menunjukkan
sejauh mana pengukuran individu-individu pada situasi yang berbeda memberikan hasil yang sama. Perhitungan reliabilitas dilakukan pada pertanyaanpertanyaan
yang
sudah
memiliki
69
validitas.Kuesioner dikatakan reliable apabila nilai alfa cronchbach minimal 0,6 (≥ 0,60).25
E.
Pengolahan Data Pengolahan data dilakukan dengan komputer yaitu dengan menggunakan program SPSS : 1.
Editing Meneliti kembali kelengkapan jawaban pada kuesioner dan dilaksanakan pada waktu wawancara, sehingga apabila ada kekurangan dapat segera dilengkapi.
2.
Koding Mengklasifikasikan
data
dari
responden,
kemudian
pengkodean dilakukan oleh peneliti untuk memudahkan dalam pengolahan. 3.
Entri Data Memasukkan data penelitian ke dalam program SPSS versi 12.00 untuk dilakukan pengolahan data.
4.
Tabulasi Yaitu pengelompokan data dalam bentuk tabel menurut sifat-sifatnya dimiliki sesuai tujuan penelitian.Menyajikan data dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan tabel silang antara 2 variabel.
5.
Penyajian data Yaitu menampilkan data dalam bentuk tabel frekuensi dari data yang telah di entry.
70
F.
Analisis Data Analisis data disesuaikan dengan tujuan dan skala dari variabelvariabel yang akan diujikan. Adapun proses pengujian dan sebagai berikut: 1. Analisis Univariat Analisis ini untuk mendeskripsikan setiap variabel penelitian dengan cara membuat tabel distribusi frekuensi setiap variabel. 2. Analisia Bivariat Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan dua variable yaitu variable bebas dan terikat.Untuk membuktikan kebenaran hipotesis digunakan Uji statistic yang digunakan adalah uji chi square. Syarat-syarat uji chi square: a. Bila dalam populasi terdiri atas dua atau lebih kelas hipotesis b. Data dalam bentuk nominal c. Mempunyai sampel besar Rumus uji statistic chi square :
% &'
!" # !$ !$
Keterangan : x2 = statistic chi square
71
fo = Frekuensi yang diteliti fh = Frekuensi yang diharapkan ∑%&'
Penjumlahan semua kategori (k)
Perhitungan uji chi square akan digunakan derajat kebebasan yaitu dengan rumus : Db = (b-1) (k-1)
Keterangan :Db = Derajat bebas b = jumlah baris k = jumlah kolom Dengan dasar pengambilan keputusan, sebagai berikut :26 1.
Bila nilai p value > nilai α = 0,05 maka Ho diterima, yang berarti : Tidak ada hubungan antara praktik PSN masyarakat
Kelurahan
Sendangguwo
dengan
keberadaan jentik di kelurahan tersebut 2.
Bila nilai p value ≤ nilai α = 0,05 maka Ho ditolak, yang berarti
Ada
hubungan
lingkungan,kontainer,dan
perilaku
antara
kondisi
masyarakat
di
kelurahan Sendangguwo dengan keberadaan jentik. Dan sebagai metode alternative untuk uji analisis data statistic di gunakan uji Fisher Exact.26
72
BAB IV HASIL PENELITIAN
D.
Gambaran Umum Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Dinas Kesehatan Kota Semarang dan seluruh Puskesmas di Kota Semarang yang berjumlah 37 Puskesmas terdiri
dari
12
Puskesmas Perawatan
dan
25
Puskesmas Non Perawatan yang menjadi wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Semarang. Dari ke 37 Puskesmas yang ada di Kota Semarang hanya diambil 6 Puskesmas di lihat dari kasus DBD tertinggi dan 6 Puskesmas tersebut merupakan daerah endemis yang kasus DBD nya tinggi. Dinas Kesehatan Kota Semarang merupakan satuan kerja perangkat daerah di Kota Semarang yang memiliki tanggung jawab menjalankan kebijakan Pemerintah Kota Semarang dalam bidang kesehatan. Kota Semarang memiliki jumlah penduduk 1.628.590 jiwa dengan luas wilayah sebesar 373,67
km2
yang
kelurahan.28Dalam
terbagi
dalam
16
kecamatan
dan
mewujudkan gambaran masyarakat
117 Kota
Semarang di masa depan maka Dinas Kesehatan Kota Semarang memiliki visi dan misi. Visi dari Dinas Kesehatan Kota Semarang yaitu terwujudnya masyarakat Kota Semarang yang mandiri untuk hidup sehat. Sedangkan misi Dinas Kesehatan
Kota Semarang
yaitu meningkatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas serta memberdayakan
masyarakat
kemampuan hidup sehat.
untuk
memilik
kemauan
dan
73
Kota Semarang merupakan daerah endemis Demam Berdarah Dengue (DBD). Sampai dengan laporan bulan Oktober tahun 2014 jumlah kasus DBD di Semarang mencapai 2.142 kasus (IR= 121,5/100.000 penduduk dengan CFR 1,17%). Sesuai Peraturan Materi Kesehatan RI, setiap penduduk termasuk tersangka DBD di Kota Semarang harus segera dilaporkan selambat-lambatnya dalam jangka waktu 24 jam oleh unit pelayanan kesehatan kepada Dinas Kesehatan Kota Semarang. Kemudian dilakukan penyelidikan epidemiologi <24jam (target SPM) atau <48 jam (target renstra) oleh petugas Puskesmas di wilayah kasus. Penyelidikan epidemiologi merupakan kegiatan mendatangi rumah –rumah dari kasus yang dilaporkan (indeks kasus) untuk mencari penderita lain dan memeriksa angka jentik dalam radius ± 100 m dari rumah indeks. Materi dari pelaksanaan PE DBD antara lain pencatatan identitas dan informasi lain dari indeks kasus, analisis epidemiologi meliput siapa yang menderita, kapan mulai sakit, dimana penularannya, bagaimana gejala yang dialami ,dan mengapa terjadi sakit DBD,selain itu informasi ada tidaknya kasus lain, angka jentik di sekitar rumah indeks kasus serta rencana tidak lanjut terhadap hasil temuan PE DBD yang telah dilakukan. Sehingga pelaksanaan penyelidikan epidemiologi DBD bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya kasus DBD tambahan,luasnya kemungkinan penyebaran penyakit DBD di lokasi tersebut serta rencana tindak lanjut
penanggulangan yang dilakukan untuk
memutus rantai penularan yang nantinya dapat menurunkan kasus DBD yang terjadi.
74
Kelengkapan dan ketepatan waktu pelaksanaan PE DBD merupakan dua hal yang saling berkaitan. Kelengkapan dan ketepatan waktu pelaksanaan PE DBD berkontribusi besar dalam penaggulangan kasus PE DBD di masyarakat. Dinas Kesehatan Kota Semarang menetapkan kelengkapan merupakan persentase PE DBD yang dikerjakan dibanding kasus DBD
yang di
informasikan sedangkan ketepatan waktu merupakan persentase PE
DBD
yang
dikerjakan dibanding kasus DBD
yang
di
informasikan sedangkan ketepatan waktu merupakan persentase PE DBD yang dikerjakan dalam waktu < 24 jam (sesuai target SPM) atau <48 jam (sesuai target renstra) dibanding jumlah PE DBD yang dikerjakan.
Indikator
kelengkapan
dan
ketepatan
waktu
pelaksanaan PE DBD yang ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Kota Semarang sebesar 100% untuk kelengkapan dan 97% untuk ketepatan waktu. Informasi kasus ataupun tersangka DBD kepada Puskesmas selain dari Dinas Kesehatan Kota Semarang harus menyertakan KDRS (Kewaspadaan Dini Rumah Sakit) kemudian Puskesmas melakukan crosscheckepada Dinas Kesehatan Kota Semarang untuk kebenaran informasi tersebut. Apabila Dinas Kesehatan Kota Semarang membenarkan informasi
tersebut maka Puskesmas
harus melakukan penyelidikan epidemiologi <24 jam atau <48 jam sejak
verifiikasi
kebenaran
informasi
tersebut.
Sehingga
pelaksanaan PE DBD oleh petugas PE DBD Puskesmas harus menunggu verifikasi dari Dinas Kesehatan Kota Semarang. Pelaksanaan penelitian dimulai pada tanggal 30 Mei 2014 sampai dengan 5 juni 2014. Pengumpulan data kelengkapan dan
75
ketepatan waktu pelaksanaan PE DBD bulan mei- juni 2014, diperoleh dari laporan di Dinas Kesehatan Kota Semarang. Sedangkan pengumpulan data mengenai faktor internal dan eksternal petugas diperoleh dengan wawancara. Wawancara pada 6 petugas PE DBD Puskesmas dilakukan oleh peneliti sendiri dengan
mendatangi
petugas
PE
DBD
di
masing-masing
Puskesmas. Selain wawancara, dilakukan observasi buku bantu kasus DBD di setiap Puskesmas untuk mengetahui jumlah mekanisme pelaporan yang dilakukan secara on-line selama bulan Januari-November 2013. B.
Gambaran Karakteristik Responden 3. Jenis Kelamin Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Jenis Kelamin Jenis Kelamin Distribusi Frekuensi Jumlah Presentase% Laki-Laki Perempuan Jumlah
7 30 37
18,9% 81,1% 100%
Sumber : Data primer, Tahun 2013
Berdasarkan tabel 4.1 diketahui bahwa petugas PE DBD terbanyak berjenis kelamin perempuan yaitu 30 orang (81,1%) sedangkan petugas PE DBD yang berjenis kelamin laki-laki hanya 7 orang (18,9%)
2. Pendidikan Terakhir
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Pendidikan Terakhir
76
Pendidikan Terakhir
Distribusi Frekuensi Jumlah Presentase%
Selain Sanitarian dan Kesehatan Masyarakat
8
21,6
Sanitarian atau Kesehatan Masyarakat Jumlah
29
78.4
37
100.0
Sumber : Data primer Berdasarkan tabel 4.2 menunjukan bahwa petugas yang mempunyai
pendidikan
masyarakat
terakhir
sanitarian
atau
kesehatan
sebesar 78,4% lebih banyak jika dibandingkan
dengan petugas yang pendidikan terakhirnya selain sanitarian dan kesehatan masyarakat sebesar 21,6% 3. Lama Kerja Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Lama Kerja Lama Kerja
Distribusi Frekuensi Jumlah Presentase %
Baru (< 3 tahun ) Lama (>3 tahun) Jumlah
17
45,9
20
54,1
37
100.0
Sumber : Data primer
Berdasarkan tabel 4.3diketahui bahwa sebagian besar petugas termasuk dalam kategori lama dimana kerja sebagai petugas PE DBD ≥ 3 tahun (54,1%) dan sisanya termasuk dimana lama kerja sebagian petugas PE DBD ≤ 3 tahun yaitu sebesar 45,9%. 4. Pengetahuan tentang DBD dan PE DBD
77
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Pengetahuan Pengetahuan Tidak baik Baik Jumlah
Distribusi Frekuensi Jumlah Presentase % 40,5 15 59,5 22 37
100.0
Sumber : Data primer Berdasarkan tabel 4.4 menunjukkan bahwa petugas yang mempunyai pengetahuan baik sebesar 59,5% lebih banyak jika dibandingkan dengan petugas yang pengetahuannya tidak baik yaitu sebesar 40,5%
C.
Analisis Univariat 1. Suhu Udara Hasil penelitian terhadap 87 responden dan rumah tentang suhu yang baik dan tidak baik bagi perkembangan jentik nyamuk, dimana dikatakan baik bagi perkembangan jentik nyamuk pada (20°C - 30°C) yakni sebesar 49,4% dan tidak baik pada (<20°C
78
atau >30°C) sebesar 50,6%. Suhu tersebut diukur pada kamar mandi dan di dapur, rata-rata suhu di dapur dan dikamar mandi sama, cuma beda satu digit di belakang koma. Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Menurut Suhu Udara Suhu Udara Distribusi Frekuensi Jumlah % Baik (20°C - 30°C) Tidak Baik (<20°C atau >30°C) Jumlah
43 44 87
49,4% 50,6% 100%
Sumber : Data primer, Tahun 2013
2. Kelembaban Udara Hasil penelitian terhadap 87 responden dan rumah tentang kelembaban yang baik dan tidak baik bagi perkembangan jentik nyamuk, dimana dikatakan baik bagi perkembangan jentik pada (70% - 90%) yakni sebesar 56,3% dan tidak baik pada (<70°C atau >90°C) sebesar 43,7% Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Responden Menurut kelembaban Udara Kelembaban Udara Distribusi Frekuensi Jumlah % Baik (70% – 90%) Kurang Baik (<70% atau >90%) Jumlah
49 38
56,3% 43,7%
87
100%
Sumber : Data primer, Tahun 2013
3. Pengetahuan Uji normalitas menunjukkan data berdistribusi tidak normal dengan hasil p < 0,05 ( p value = 0,019 ). Adapun distribusi responden berdasarkan pengetahuan yangberdata tidak normal menggunakan rumus median dengan nilai median ( 6,00 ) Hasil
penelitian
terhadap
87
responden
tentang
pengetahuan yang mencakup penyakit DBD, cara pencegahan
79
serta PSN, dimana data pengetahuan tidak normal maka digunakan median dengan nilai:6,00, jadi dikatakan baik jika ≥ 6 dan buruk < 6 Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Tingkat Pengetahuan Pengetahuan
Distribusi Frekuensi Jumlah %
Pengetahuan Baik Pengetahuan Buruk Jumlah
47 40 87
54% 46% 100%
Sumber : Data primer, Tahun 2013
Berdasarkan tabel 4.7 diketahui, sebagian besar responden berpengetahuan baik yakni 54%. Tabel 4.5 Gamabaran Frekuensi Jawaban Responden Menurut Pengetahuan % Manajemen Perencanaan
Ya
Tidak
1 Apakah petugas rutin melakukan PEitu ?
∑ 60
% 69
∑ 27
% 31
2 Dimana tempat perindukan nyamuk ?
26
29,9
61
70,1
3 Bagaimana mencegah nyamuk tidak bersarang ? 4 Dalam bentuk apa nyamuk bersarang dalam penampungan air ?
9
10,3
78
89,7
13
14
74
85,1
5 Apa kepanjangan dari PSN ?
44
50,6
43
49,4
6 Apa saja kegiatan PSN itu ? 7 Bagaimana cara pemberantasan nyamuk dewasa ?
9 42
10,3 48,3
78 45
89,7 51,7
8 Menurut anda bagaimana cara yang baik dan benar untuk membersihkan bak mandi dan bak WC ?
18
20,7
69
79,3
80
Sebagian
besar
responden
mempunyai
pengetahuan
rendah yakni sebesar 69% tentang “apakah Demam Berdarah Dengue itu? Dan pertanyaan tentang “apa saja kepanjangan PSN” yakni sebesar 50,6% masih menjawab salah. 3. Sikap Uji normalitas menunjukkan data berdistribusi
normal
dengan hasil p> 0,05 ( p value = 0,098 ). Adapun distribusi responden berdasarkan sikap yang berdata normal menggunakan rumus mean dengan nilai mean ( 28,06 ). Hasil penelitian terhadap 87 responden tentang sikap yang mencakup penyakit DBD, cara pencegahan serta PSN, dimana data normal sehingga menggunakan rumus mean dengan kategori baik bila Baik bila = 33, Sedang bila = 23,4 ≤ x ≤ 33, Kurangbila = 23 Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Sikap Distribusi Frekuensi Jumlah %
Sikap Sikap Baik Sikap Sedang Sikap Kurang Jumlah
17 52 18 87
19,5% 59,3% 20,7% 100%
Sumber : Data primer, Tahun 2013
Sebagian besar responden mempunyai sikap yang tergolong sedang (59,3%) Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Jawaban Sikap Responden Pertanyaan
Jawaban SS
S
RR
TS
STS
81
1
Penyakit DBD adalah
∑
%
∑
%
∑
%
∑
%
∑
%
28
32,2
46
52,9
2
2,8
7
8
4
4,6
32
36,8
51
58,6
2
2,3
2
2,3
0
0
34
39,1
46
52,9
5
5,7
1
1,1
1
1,1
7
8
5
5,7
11
12,6
53
60,9
11
12,6
0
0
31
35,6
36
41,4
18
20,7
2
2,3
6
6,9
2
2,3
9
10,3
58
66,7
12
13,8
penyakit yang menular dan sangat berbahaya. 2
Penyakit DBD adalah penyakit
yang
dapat
menyebabkan kematian. 3
Apabila
tetangga
kita
terkena
penyakit
Demam
Berdarah
sebaiknya kita segera lapor
ke
petugas
kesehatan
terdekat
untuk
melakukan
pengasapan/fogging 4
Membersihkan/mengura s bak mandi sebaiknya tidak
perlu
menyikat
bagian
dinding
dasar
bak
dengan
dan mandi
sikat
yang
penting diganti airnya dengan air bersih. 5
Kegiatan pemberantasan dapat
jentik
mencegah
perkembangbiakan nyamuk DBD . 6
Sebaiknya
tempat
penampungan air (bak mandi,
tempayan,
tempat wudlu, tendon air) tidak perlu ditutup rapat-rapat.
82
7
Bak mandi yang diberi
14
16,1
42
48,3
1
1,1
7
8
21
24,1
27
35
40,2
47
28
32,2
3
3,4
0
0
19
21,8
38
43,7
22
25,3
31
29
33,3
8
9,2
2
2,3
54
4
4,6
1
1,1
0
0
abate dapat membunuh jentik . 8
Barang yang sudah tidak dipakai (kaleng bekas, ban bekas dan barang lainnya) sebaiknya dibiarkan begitu saja.
9
Pengasapan/fogging adalah satu-satunya cara yang paling tepat untuk memberantas jentik Aedes aegypti.
10 Kegiatan gotong royong di sekitar rumah penting untuk mencegah adanya sarang nyamuk .
Sebanyak 20,7% responden tidak setuju bahwa kegiatan pemberantasan
jentik
dapat
mencegah
perkembangbiakan
nyamuk DBD dan sebanyak 24,1% responden sangat setuju bahwa
fogging
salah
satunya
cara
paling
tepat
untuk
memberantas jentik padahal kegiatan fogging bukanlah untuk membunuh jentiknya tapi nyamuk dewasanya. 5. Praktik Uji normalitas menunjukkan data berdistribusi tidak normal dengan hasil p < 0,05 ( p value = 5,00 ). Adapun distribusi responden berdasarkan praktik yang berdata
tidak normal
menggunakan rumus median dengan nilai median ( 5,00 )
83
Hasil
penelitian
terhadap
87
responden
tentang
pengetahuan yang mencakup penyakit DBD, cara pencegahan serta PSN, dimana kategori data praktik tidak normal maka digunakan median dengan nilai:5,00, jadi dikatakan baik jika ≥ 5 dan buruk < 5 jadi menggunakan dua kategori baik dan buruk. Tabel 4.10 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Praktik Pengetahuan Distribusi Frekuensi Jumlah % Praktik Baik Praktik Kurang Jumlah
52 35 87
59,8% 40,2% 100%
Sumber : Data primer, Tahun 2013
Berdasarkan tabel 4.10diketahui bahwa hasil penelitian yang dilakukan terhadap 87 responden dimana sebagian besar ketegori baik yakni 59,8%.
Tabel 4.11 Distribusi Frekuensi Jawaban Praktik Responden Pertanyaan Jawaban Tidak Ya ∑ % ∑ % 1 Apakah anda membersihkan/menguras 4 4,6 83 95,4 tempat penampungan air yang ada di rumah anda ? 2 Berapa kali anda membersihkan/menguras tempat penampungan air yang ada di rumah anda dalam seminggu ?
10
11,5
77
88,5
3 Apakah anda menutup tempat penampungan air anda dengan rapat ?
43
49,4
44
50,6
84
4 Apakah tindakan anda terhadap barang bekas seperti kaleng bekas, ban bekas dll ?
13
14,9
74
5 Apakah anda menyikat dinding permukaan tempat penampungan air saat membersihkannya dan menggunakan cairan pembersih ?
35
40,2
52
6 Apa tindakan anda jika terdapat jentik pada barang-barang yang tidak terpakai seperti pot, ban, drum dan ember yang menampung air hujan di rumah anda ?
4
4,6
83
Sebanyak 49,4% responden mengatakan bahwa mereka tidak menutup penampungan air dan 40,2% tidak menyikat dinding permukaan TPA pada saat membersihkannya.
6. Keberadaan Jentik Tabel 4.12 Distribusi Frekunsi Keberadaan Jentik Keberadaan jentik Ada Jentik Tidak Ada Jentik Jumlah
Distribusi Frekuensi Jumlah % 47 40 87
54% 46% 100%
Sumber : Data primer, Tahun 2013
Berdasarkan tabel 4.12 diatas diketahui bahwa hasil penelitian yang dilakukan terhadap 87 responden dan rumah, dimana sebagian besar rumah terdapat jentiknya (54%).
85,1
59,8
95,4
85
a. House Index (HI) =
J*+,-./*+-.0-123456+*7-1861547 100% 8*+,-./*+-.0-123496/47:-
( 100% 54%)
b. Angka Bebas Jentik =
( 100% 45%) D.
J*+,-. /*+-. 0-12 543-7 -3- ,-/@ 100% 8*+,-. /*+-. 0-12 3496/47:-
Analisis Bivariat 1. Hubungan Antara Suhu Udara Dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Penular Demam Berdarah Di RW 01 Kelurahan Sendangguwo Semarang. Tabel 4.13 Hubungan Antara Suhu Udara Dengan Keberadaan Jentik Kategori Suhu Keberadaan Jentik Total Ada % Tidak % ∑ % Baik(20°C-30°C) 22 51,2% 21 48,8% 43 100% Tidak Baik(<20°C atau 25 56,8% 19 43,2% 44 100% >30°C) p = 0,597 p>0,05 Berdasarkan tabel diatas,persentaserumah yang terdapat jentik pada yang suhunya tergolong
tidak
baik
bagi
perkembangan nyamuk (56,8%) lebih besar daripada yang suhunya tergolong baik bagi perkembangan nyamuk (51,2%) Hasil Uji Statistik Chi-Square diperoleh nilai p value = 0,597 (p>α), berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara suhu udara dengan keberadaan jentik nyamuk di RW 01 Kelurahan Sendangguwo. 2. Hubungan Antara Kelembaban Dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Penular Demam Berdarah Di RW 01 Kelurahan Sendangguwo Semarang. Tabel 4.14
86
Hubungan Antara Kelembaban Dengan Keberadaan Jentik Kategori Keberadaan Jentik Total Kelembaban Ada % Tidak % ∑ % Baik(70%-90%) 36 73,5% 13 26,5% 49 100% Kurang baik(<70% 11 28,9% 27 71,1% 38 100% atau >90%) p= 0,001 p<0,05 Berdasarkan tabel diatas, persentase rumah yang terdapat jentik
pada
yang
kelembabannya
tergolong
baik
bagi
perkembangan nyamuk (73,5%) lebih besar daripada yang kelembabannya tergolong tidak baik bagi perkembangan nyamuk (28,9%). Hasil Uji Statistik Chi-Square diperoleh nilai p value = 0,0001 (p<α), berarti ada hubungan yang bermakna antara suhu udara dengan keberadaan jentik nyamuk di RW 01 Kelurahan Sendangguwo.
3. Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Penular Demam Berdarah Di RW 01 Kelurahan Sendangguwo Semarang. Tabel 4.15 Hubungan antara tingkat pengetahuan dengan keberadaan jentik Kategori Pengetahuan Keberadaan Jentik Total Ada % Tidak % ∑ % Pengetahuan Baik 24 51,1% 23 48,9% 47 100% Pengetahuan Buruk 23 57,5% 17 42,5% 40 100% p = 0,548 p>0,05 Berdasarkan tabel diatas, persentase rumah yang terdapat jentik pada yang pengetahuan tergolong baik (51,1%) lebih kecil daripada yang pengetahuannya tergolong buruk (57,5%).
87
Hasil Uji Statistik Chi squarediperoleh nilai p value = 0,548 (p>α), berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan keberadaan jentik nyamuk di RW 01 Kelurahan Sendangguwo. 4. Hubungan Antara Sikap Dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Penular Demam Berdarah Di RW 01 Kelurahan Sendangguwo Semarang. Tabel 4.16 Hubungan Antara Sikap Dengan Keberadaan Jentik Kategori Sikap Sikap Baik Sikap Cukup Sikap Kurang p = 0,146
Ada 10 24 13
Keberadaan Jentik % Tidak % 58,8% 7 41,2% 46,2% 28 53,8% 72,2% 5 27,8%
Total ∑ 17 52 18
p>0,05
Berdasarkan tabel diatas, persentase rumah yang terdapat jentik pada yang mempunyai sikap kurang baik ( 72,2% ) lebih besar daripada yang sikapnya baik ( 58,8% ) dan cukup ( 46,2% ) . Hasil Uji Statistik Chi square diperoleh nilai p value = 0,146(p>α), berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara sikap dengan keberadaan jentik nyamuk di RW 01 Kelurahan Sendangguwo. 5. Hubungan Antara praktik Dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Penular Demam Berdarah Di RW 01 Kelurahan Sendangguwo Semarang. Tabel 4.17 Hubungan Antara Sikap Dengan Keberadaan Jentik
% 100% 100% 100%
88
Kategori Praktik Praktik Baik Praktik Buruk p= 0,025
Ada 23 24
Keberadaan Jentik % Tidak % 44,2% 29 55,8% 68,6% 11 31,4%
Total ∑ 52 35
% 100% 100%
p<0,05
Berdasarkan tabel diatas, persentase rumah yang terdapat jentik pada yang praktik tergolong buruk (68,6%) lebih besar daripada yang praktiknya tergolong baik (44,2%). Hasil Uji Statistik Chi squarediperoleh nilai p value = 0,025(p<α), berarti ada hubungan yang bermakna antara pratik dengan keberadaan jentik nyamuk di RW 01 Kelurahan Sendangguwo.
E.
Hasil Uji Tabel 4.18 Ringkasan hasil uji antara variabel bebas dan terikat Variabel Penelitian Hasil Uji Varibel Varibel Α P Contingensi Bebas Terikat Value Coefisien Suhu Udara Keberadaan 0,05 0,597 0,057 jentik nyamuk penular DBD
Simpulan Tidak ada hubungan
89
Kelembaban
Keberadaan jentik nyamuk penular DBD Pengetahuan Keberadaan jentik nyamuk penular DBD Sikap Keberadaan jentik nyamuk penular DBD Praktik Keberadaan jentik nyamuk penular DBD
0,05
0,001
0,405
Ada hubungan
0,05
0,548
0,064
Tidak ada hubungan
0,05
0,146
0,206
Tidak ada hubungan
0,05
0,025
0,233
Ada hubungan
BAB V PEMBAHASAN C.
Keterbatasan Penelitian Peneltian yang dilakukan memiliki keterbatasan antara lain sebagai berikut :
90
1. Penelitian
yang
dilakukan
menggunakan
mempunyai
kekurangan dan kelemahan dan juga keterbatasan waktu. Jenis penelitian yang dipakai penelitian deskriptif sehingga hanya menggambarakan secara mendetail. 2. Kuesioner sebagai bahan wawancara untuk menggetahui seberapa besar petugas memeahami PE 3. Saat wawancara respon responden baik dan menjawab semua pertanyaan B.
Karakteristik Responden 3. Jenis Kelamin Jenis kelamin adalah perbedaan biologis dari petugas PEDBD
Puskesmas
menunjukkan
di
sebagaian
Kota
Semarang.
besar
petugas
Hasil PE
penelitian
DBD
adalah
perempuan dan sisanya laki-laki. 4. Pendidikan Berdasarkan hasil penelitian pendidikan merupakan latar belakang
sekolah formal terakhir yanh telah ditamatkan oleh
petugas PE DBD Puskesmas di Kota Semarang menunjukkan bahwa sebagian besar petugas mempunyai pendidikan terakhir sanitaria atau kesehatan masyarakat dan ada juga yang berpendidikan terakhir selain sanitaria dan kesehatan masyarakat. 3. Lama kerja Lama kerja merupakan lamanya responden bekerja sebagai tenaga PE DBD di Puskesmas dihitung sejak pertama melakukan tugas sampai penelitian ini dilakukan. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh sebagian besar petugas lama atau lama kerja sebagai PE DBD lebih dari 3 tahun
91
4. Pengetahuan tentang DBD dan PE Pengetahuan tentang DBD dan PE DBD merupakan pemahaman petugas PE DBD terhadap penyakit DBD dan PE DBD meliputi pengertian DBD, penyebab
PE DBD, gejala PE
DBD, mekanisme penularan DBD, pengertian PE DBD, tujuan PE DBD, sumber informasi kasus
DBD , persiapan, pelaksanaan
,dan paska PE,serta waktu laporan hasil PE DBD. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa
pengetahuan
baik
sebagian tentang
besar
PE.
petugas
Adapun
mempunyai
petugas
yang
pengetahuannya kurang baik tentang DBD dan PE DBD. 5. Mekanisme Pelaporan Mekanisme pelaporan merupakan cara yang paling penting sering dipakai petugas PE DBD Puskesmas dalam melaporkan hasil PE DBD ke Dinas Kesehatan Kota Semarang selama bulan Januari-November 2013. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar petugas kadang-kadang mengirimkan laporan PE secara online,ada juga petugas yang mengirimkan laporan PE tidak pernah secara online.
92
suhu kurang dari 10° C/lebih dari 40° C.9 Suhu 22°-30° C merupakan suhu tropis murni yang hangat di Indonesia, suhu yang
cocok
perkembangan
buat jentik
kelangsungan nyamuk
hidup
penular
manusia
Demam
dan
Berdarah
Dengue.29 Hasil analisis Univariat menunjukkan bahwa suhu udara yang baik bagi perkembangbiakan jentik sebesar 49,4% (43 responden/rumah), lebih kecil dibandingkan dengan rumah responden yang kurang baik bagi perkembangbiakan jentik nyamuk
yakni 50,6% (44rumah),
suhu tidak
baik
bagi
perkembangan jentik dikarenakan pengukuran terjadi hanya satu kali pada pukul 08.00-11.00 dan suhu disana pun bisa berubah ubah kapanpun. 1. Kelembaban Uap
air
yang
terkandung
dalam
ruangan
yang
memungkinkan perkembangan jentik nyamuk Aedes aegypti dan diukur pada tempat dimana penghuni menghabiskan sebagian waktunya, diukur dengan menggunakan hygrometer. Hasil analisis univariat menunjukkan bahwa kelembaban rumah responden sebagian besar termasuk kategori baik bagi perkembangan jentik sebesar 56,3% lebih besar dibandingkan
93
dengan rumah yang tidak baik bagi perkembangan jentik yakni 43,7% dikarenakan tempat disana curah hujannya cukup tinggi dan lembab, serta banyak genangan air, kotor/becek. 2. Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan
penginderaan
terhadap
suatu
objek tertentu. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (over behaviour). Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih
baik
daripada
pengetahuan,
perilaku
biasanya
yang tidak
pengetahuan
didasari
oleh
seseorang diperoleh
dari pengalaman yang berasal dari berbagai macam sumber. 19 Hasil analisis univariat menunjukkan bahwa pengetahuan baik sebesar 54%, buruk sebesar 46%, bahwa hasil yang paling banyak menunjukkan kategori baik pengetahuannya disusul dengan kategori buruk. Sebagian besar responden tidak mengetahui tentang PSN yang benar, apa penyebab penyakit DBD dan cara pemberantasan nyamuk dewasa. Tidak tahunya responden
dikarenakan
kemungkinan
karena
kurangnya
informasi yang didapat. 3. Sikap Sikap adalah reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau objek, baik yang bersifat interen maupun eksteren sehingga manifestasi dari sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang
tertutup tersebut. Tingkatan sikap
adalah menerima, merespon, menghargai,
dan
bertanggung
94
jawab. Sikap seseorang sangat mempengaruhi perilaku baik sikap positif maupun negative.20 Hasil analisis univariat menunjukkan bahwa sikap baik sebesar 19,5% , cukup 59,6% , dan kurang20,7%. Hasilnya menunjukkan kategori cukup lebih besar dan disusul dengan kategori baik.Hal tersebut dinyatakan dengan hasil responden yang cukup baik tapi tidak didukung dengan tindakan yang nyata, warga pun juga dalam kehidupan sehari-hari jarang menguras bak mandinya dan banyak yang tidak menggunakan ikan pemakan jentik dan menggunakan bubuk larvasida. 4. Praktik Praktik
atau
tindakan
adalah sesuatu yang dilakukan
atau perbuatan. Tindakan terdiri dari empat tingkatan yaitu : a) Persepsi, mengenal dan memilih berbagai object sehubungan dengan tindakan yang akan diambil. b) Respon terpimpin, melakukan
sesuatu sesuai
dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh. c) Mekanisme, apabila seseorang
telah dapat
melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan. d) Adopsi e) Suatu praktek atau tindakan
yang sudah
berkembang dengan baik. Tindakan itu sudah dimodifikasinya
tanpa
mengurangi
kebenaran
tindakan.21 Hasil analisis univariat menunjukkan bahwa praktik baik sebesar
59,8
%,
dan
buruk
40,2%
,
hasil
kuesioner
95
menunjukkan bahwa responden mengatakan bahwa mereka tidak menutup tempat penampungan airnya sebesar ( 49,4% ) dan tidak menyikat dinding permukaan TPA pada saat membersihkannya dan tidak menggunakan cairan pembersih ( 40,2% ). Hal tersebut bila tidak dilakukan maka akan memperbanyak jentik nyamuk di bak mandi, Membersihkan bak mandi harus disikat permukaan dindingnya supaya kotoran dan telur-telur nyamuk tidak menempel pada dinding bak mandi serta penggunaan cairan pembersih untuk membunuh jentik nyamuk supaya tidak berada di bak mandi. Pemeberantasan jentik dilakukan dengan cara menjaga sanitasi / kebersihan lingkungan yaitu pada umumnya 3M: Menguras dan menyikat dinding bak penampungan air kamar mandi; karena jentik / larva nyamuk demam berdarah (Aedest aegypti) akan menempel pada dinding bak penampungan air setelah dikuras dengan ciri-ciri berwarna kehitam-hitaman pada dinding, hanya dengan menguras tanpa menyikat dinding maka jentik / larva nyamuk demam berdarah (Aedes aegypti) tidak akan mati karena mampu hidup dalam keadaan kering tanpa air sampai dengan 6 (enam) bulan, jadi setelah dikuras diding tersebut harus disikat. Menutup rapat – rapat bak – bak penampungan air; yaitu seperti gentong untuk persediaan air minum, tandon air, sumur yang tidak terpakai karena nyamuk demam berdarah (Aedes aegypti) mempunyai ethology lebih menyukai air yang jernih untuk reproduksinya, Mengubur barang-barang yang tidak berguna tetapi dapat menyebabkan genangan air yang berlarut-
96
larut ini harus dihindari karena salah satu sasaran tempat nyamuk untuk bereproduksi.14 4. Keberadaan jentik Ada tidaknya jentik dalam rumah yang terdapat di kontainer yakni bak mandi,gentong/tempayan/drum dan ember.Hasil dari analisis univariat menunjukkan bahwa terdapat jentik sebesar 54% dan yang tidak ada jentik sebesar 46% dikarenakan banyak warga yang jarang menguras TPAnya, dan tidak menutup tempat penampungan airnya, serta didukung pula dengan Angka Bebas Jentiknya sebesar 45%, Sedangkan indikator keberhasilan menurut pemerintah angka bebas jentik (ABJ) yang ditetapkan adalah sebesar kurang lebihnya atau sama dengan 95%.4 Di wilayah tersebut angka bebas jentiknya kurang dari 95% berarti perlu ditingkatkan program PSN dan 4M+ serta dilakukan PJB/PJR nya. C.
Uji Hubungan 1. Hubungan Antara Suhu Udara Dengan Keberadaan Jentik Penular DBD DI RW 01 Kelurahan Sendangguwo Semarang. Hasil uji statistik Chi Squaretentang hubungan antara suhu udara dengan keberadaan jentik penular DBD dengan tingkat kepercayaan 95% diperoleh nilai p sebesar 0,597 atau lebih besar dari nilai α = 0,05 artinya Ho diterima dan Ha ditolak. Jadi dapat disimpulkan tentang tidak adanya hubungan yang signifikan antara suhu udara dengan keberadaan jentik. Menurut hasil pengukuran suhu udara, diketahui bahwa suhu udara rumah responden menunjukkan kategori tidak baik bagi perkembangan jentik nyamuk sebesar 50,6% lebih besar
97
dibandingkan dengan rumah responden yang baik bagi perkembangbiakan jentik nyamuk yakni49,4%. Hasil penelitian ini sama dengan penelitian Ririh dan Anny (2005) yang menunjukkan tidak adanya hubungan yang bermakna antara suhu udara dengan keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti di Kelurahan Wonokusumo.29 Nyamuk dapat bertahan hidup pada suhu rendah, tetapi metabolismenya turun atau bahkan terhenti bila suhu turun sampai dibawah suhu kritis. Pada suhu yang lebih tinggi dari 35°C dapat memperlambat proses fisiologi, ratarata suhu optimum untuk pertumbuhan nyamuk adalah 25-27°C, pertumbuhan nyamuk ini akan terhenti sama sekali bila suhu kurang dari 10°C atau lebih dari 40°C. Umunya nyamuk akan meletakkan telurnya pada temperature udara sekitar 2030°C.9,10Suhu 22°-30° C merupakan suhu tropis murni yang hangat di Indonesia, suhu yang cocok buat kelangsungan hidup manusia dan perkembangan jentik nyamuk penular Demam Berdarah Dengue.29 Tidak adanya hubungan dikarenakan suhu udara tidak berhubungan langsung dengan jentik, atau dapat dikatakan suhu udara berhubungan langsung dengan pertumbuhan nyamuk bukan dengan jentiknya ,30 dan pada saat pengukuran di kala hampir siang hari suhunya panas dan kebanyakan setelah diukur suhunya bekisar 31-32°C, pagi-siang hari suhunya panas sedangkan kalau sudah sore dan malam hari hujan, serta pengukuran yang dilakukan hanya sekali saja waktu observasi yakni dilakukan pada pukul 08.00-11.00 dan suhu pun bisa berubah-ubah setiap saat, pengukuran yang dipakai
98
hanya di ruangan tertentu saja yakni di kamar mandi dan di dapur bukan mencakup semua ruangan dan luar ruangan jadi suhunya pun tidak menetap dan bisa berubah-ubah.
2. Hubungan Antara Kelembaban Dengan Keberadaan Jentik Penular DBD DI RW 01 Kelurahan Sendangguwo Semarang. Hasil uji statistik Chi Squaretentang hubungan antara kelembaban udara dengan keberadaan jentik penular DBD dengan tingkat kepercayaan 95% diperoleh nilai p sebesar 0,0001 atau lebih kecil dari nilai α = 0,05 artinya Ho ditolak dan Ha diterima. Jadi dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kelembaban dengan keberadaan jentik nyamuk penular DBD. Menurut hasil pengukuran kelembaban udara, diketahui bahwa kelembaban rumah responden menunjukkan kategori baik bagi perkembangan jentik nyamuk ( kelembaban 70-90%) sebesar 56,3% lebih besar dibandingkan dengan rumah responden yang kurang baik bagi perkembangbiakan jentik nyamuk yakni 43,7% . Menurut lembar observasi yang dilakukan oleh peneliti bahwa pengukuran kelembaban mempunyai nilai lebih besar 56,3% rumah responden baik untuk perkembangbiakan jentik, Adanya hubungan di dukung dengan penelitian Mardiyani Nugraha ( 2010 ) yang menyebutkan bahwa adanya hubungan bermakna antara kelembaban udara dengan keberadaan jentik penular DBD di wilayah kerja Puskesmas Kuta Utara dengan nila
99
p value = 0,0001.30 Kelembaban sangan berpengaruh dengan perkembangan
jentik
nyamuk.
Adanya
hubungan
dikarenakankelembaban rumah responden di daerah RW 01 Kelurahan Sendangguwo rata-rata kelembaban di sana baik untuk perkembangbiakan jentik nyamuk, di karenakan disana wilayahnya kotor, dialiri oleh sungai-sungai kecil curah hujannya tinggi,
banyak
terdapat
genangan
air,
sampah-sampah
berserakan, kepadatan rumahnya padat.Kelembaban yang
terlalu
tinggi
dapat
mengakibatkan
mempengaruhikeadaan rumah menjadi basah yang
udara
dan
dan
lembab
memungkinkan berkembangbiaknya kuman atau bakteri
atau virus penyebab penyakit dan bisa menyebabkan nyamuk meletakkan telurnya serta perkembangbiakannya lebih cepat pada
suhu
rata-rata.
Kelembaban
yang
baik
bagi
perkembangbiakan jentik nyamuk berkisar antara 70 % 90%, semakin tinggi nilai kelembaban yakni 100% maka rumah itu akan semakin lembab dan semakin rendah kelembaban yakni dibawah 70% maka akan terlalu kering.31Pada kelembaban udara yang rendah akan menyebabkan penguapan air di dalam tubuh Aedes aegyptiyang akan mengakibatkan keringnya cairan tubuh nyamuk.Oleh karena itu salah satu musuh nyamuk dewasa adalah penguapan. Rata-rata kelembaban udara yang optimal bagi perkembangan jentik nyamuk Aedes aegypti berkisar antara 70-90%.9.10 3. Hubungan Antara Pengetahuan Dengan Keberadaan Jentik Penular DBD DI RW 01 Kelurahan Sendangguwo Semarang.
100
Hasil penelitian dengan menggunakan uji statistic Chi Squareantara pengetahuan tentang DBD, cara pencegahan serta PSN dengan keberadaan jentik penular DBD dengan pvalue 0,548 (p-value > 0,05) sehingga keputusan Ho diterima. Hal ini berarti tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan keberadaan jentik penular DBD. Setelah
dilakukantabulasi
silang
menunjukkan
bahwa
presentase yang terdapat jentik pada yang pengetahuannya tergolong
baik
pengetahuannya
(51,1%) buruk
lebih
kecil
(57,7%).
daripada
Pada
yang
kenyataannya
masyarakat RW 01 Kelurahan Sendangguwo telah memiliki cukup
pengetahuan
tentang
penyakit
DBD, cara
pencegahannya serta PSN. Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian Suyasa (2008) yang menyatakan tidak ada “hubungan antara tingkat pengetahuan responden dengan keberadaan vector DBD di wilayah kerja Puskemas I Denpasar Selatan”.32 dan penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Dewi
Susanti,
yang
berjudul
“
Hubungan
Perilaku
(Pengetahuan, Sikap, Praktik) Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) denga keberadaan jentik pada tempat air di RT 02/II Kelurahan Tambakaji Kota Semarang” yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan keberadaan jentik Aedes Aegypti dengan nilai p value ( 0,0001 ).33 Hasil kuesioner juga menenjelaskan bahwa responden tidak mengetahui tentang penyebab DBD dengan nilai jawaban salah (69%), tidak mengetahui tentang apa itu PSN dengan jawaban
101
salah sebesar (50,6%), serta tidak mengetahui bagaimana cara pemberantasan nyamuk dewasa sebesar (48,3%). Dengan
pengetahuan
yang
baik
tidak
berarti
dapat
memprediksi tindakan yang dilakukan, ketika pengetahuan seseorang baik/positif tindakan yang diambilnya negative, begitu pula sebaliknya.Dalam hal ini penanggulangan DBD ketika ditanyakan pengetahuannya tentang PSN sangat positif atau mendukung tetapi tidakannya tidak sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya. Hal ini bisa dilihat masih adanya tindakan masyarakat yang jarang melakukan kegiatan gotong royong untuk membersihkan lingkungan maupun got atau sungaisungai
kecil
yang
ada
di
sekitar
rumah.Peningkatan
pengetahuan tidak selalu menyebabkan perubahan perilaku. Pengetahuan tertentu tentang kesehatan mungkin penting sebelum suatu tindakan kesehatan pribadi terjadi, tetapi tindakan kesehatan tidak terjadi kecuali apabila seseorang mendapat isyarat yang cukup kuat untuk motivasinya bertindak atau dasar pengetahuan yang dimiliki.34 Untuk membina peran serta masyarakat di wilayah kerja puskesmas
Kedungmundu
khususnya
di
Kelurahan
Sendangguwo perlu dilakukan penyuluhan dan motivasi yang intensif melalui berbagai berbagai jalur komunikasi dan informasi kepada masyarakat seperti melalui televisi, radio dan media massa lainnya, kerja bakti dan lomba PSN DBD di Kelurahan. Apabila kegiatan PSN-DBD ini dapat dilaksanakan dengan intensif, maka populasi nyamuk Aedes aegypti dapat
102
dikendalikan sehingga penularan DBD dapat dicegah atau dikurangi. 4. Hubungan Antara Sikap Dengan Keberadaan Jentik Penular DBD DI RW 01 Kelurahan Sendangguwo Semarang. Hasil penelitian dengan menggunakan uji statisticChi Squareantara sikap dengan keberadaan jentik tentang PSN dan Larvasidasi dengan p-value 0,146 (p value> 0,05) sehingga keputusan Ho diterima. Hal ini berarti tidak ada hubungan antara sikap
dengan keberadaan jentik. Penelitian ini juga
didukung dengan penelitian yang dilakukan Ririh dan Anny (2005) yang menunjukkan tidak adanya hubungan yang bermakna antara sikap dengan keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti di Kelurahan Wonokusumo dengan nilai p value ( 0,113 )29 Setelah dilakukan tabulasi silang menunjukkan bahwa rumah yang terdapat jentik yang mempunyai sikap kurang (72,2%) lebih besar daripada rumah yang terdapat jentik yang mempunyai sikap baik (58,8%). Menurut hasil kuesioner bahwa sebanyak 20,7% responden tidak setuju bahwa kegiatan pemberantasan jentik dapat mencegah perkembangbiakan nyamuk DBD, sebanyak 24,1% responden sangat setuju bahwa fogging salah satunya cara paling tepat untuk memberantas jentik padahal yang benar fogging untuk membunuh nyamuk dewasanya dan masih cukup banyak juga responden yang tidak setuju bahwa penyakit DBD sangat menular dan berbahaya (8%).
103
Sikap responden yang kurang baik bukan dibawa orang sejak lahir, melainkan dibentuk dari pengalaman sendiri atau dari orang lain yang paling dekat.35 Petugas kesehatan merupakan
faktor
penguat
dalam
terbentuknya
perilaku
responden terhadap PSN, adanya sosialisasi adalah satu cara untuk memberikan pengalaman yang bermanfaat kepada responden tentang PSN, sehingga diharapkan responden minimal mau mengerjakan sendiri bahkan mau mengajak orang sekitarnya untuk melakukan PSN bersama-sama. Sikap yang mau mengajak orang lain akan menambah rasa tanggung jawab dan akan berusaha melakukan dengan sebaik-baiknya dengan harapan perkembangbiakan jentik Aedes aegypti pada TPA dapat ditekan.36 Sikap menggambarkan suka atau tidak suka sesorang terhadap obyek. Sikap membuat orang mendekati atau menjauhi orang lain atau obyek lain. Sikap positif terhadap nilainilai kesehatan tidak selalu terwujud dalam satu tindakan nyata. Hal ini disebabkan oleh beberapa alasan antara lain ; sikap terwujud didalam suatu tindakan tergantung pada situasi saat itu, sikap diikuti atau tidak diikuti oleh suatu tindakan tergantung pengalaman
seseorang.35
Sikap
dibentuk
sepanjang
perkembangan orang itu dalam hubungan dengan objeknya. Begitu pula sikap masyarakat terhadap PSN dibentuk dan dipengaruhi oleh lingkungan sekitar.Sikap dapat dipelajari karena sikap dapat berubah bila terdapat keadaan-keadaan dan syarat-syarat tertentu yang mempermudah berubahnya sikap tersebut.30 Perubahan sikap dapat berhasilapabila pada orang-
104
orang tersebut sebelumnya diberi suatu pengetahuan tentang hal-hal tersebut. Sikap responden yang cukup baik terhadap upaya PSN dan Larvasidasi lebih besar dibandingkan sikap responden yang kurang baik terhadap upaya PSN dan Larvasidasi yaitu sebesar 59,8%. Hal ini disebabkan karena responden dalam menjawab pertanyaan selalu menjawab hal hal yang baik saja tetapi dalam tindakan tidak
sesuai dengan sikapnya.Sikap
responden
merupakan merupakan respon yang masih tertutup dan tidak tampak dalam keaadan nyata, sehingga merikapun setuju terhadap upaya PSN dan Larvasidasi belum tentu mereka berperilaku sesuai dengan sikapnya. Di wilayah penelitian kebanyakan responden menggunakan air PDAM air tersebut jarang mengalir, karena kesulitan dalam memperoleh air bersih tersebut responden cenderung membuat TPA dengan ukuran besar atau menggunakan tong-tong sebagai air cadangan dan tong tersebut jarang atau malas untuk mengurasnya.Tingkat
ekonomi
masih
rendah
memaksa
responden untuk mencari sumber penghasilan tambahan salah satunya dengan memanfaatkan barang-barang bekas yang ada untuk dijual sebagai tambahan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.Akan tetapi responden biasanya menjual barang bekasnya tersebut harus menunggu sampai laku dan terkumpul banyak dulu, sehingga menjadi tempat perindukan nyamuk, jadi mereka juga menimbun dulu barang bekasnya. 5. Hubungan Antara Praktik Dengan Keberadaan Jentik Penular DBD DI RW 01 Kelurahan Sendangguwo Semarang.
105
Hasil penelitian dengan menggunakan uji statistickChi Squareantara pratik dengan keberadaan jentik tentang PSN dan Larvasidasi dengan p-value 0,025 (p-value< 0,05) sehingga keputusan Ho ditolak. Hal ini berarti ada hubungan yang signifikan antara praktik dengan keberadaan jentik. Penelitian ini juga di dukung dengan penelitian Mardiyani Nugraha ( 2010 ) yang menyebutkan bahwa adanya hubungan bermakna antara praktik dengan keberadaan jentik penular DBD di wilayah kerja Puskesmas Kuta Utara dengan nila p value = 0,0001.30 Setelah dilakukan tabulasi silang menunjukkan bahwa rumah yang terdapat jentik yang mempunyai praktik buruk ( 68,6% ) lebih besar daripada rumah yang terdapat jentik yang mempunyai praktik baik (44,2%). Hasil kuesioner menunjukkan bahwa (49,4%) responden tidak menutup tempat penampungan airnya dan sebanyak (40,2%) tidak menyikat dinding permukaan TPA pada saat membersihkannya dan tidak menggunakan cairan pembersih. Adanya hubungan yang bermakna kemungkinan karena praktik PSN dari responden termasuk kategori kurang seperti dari hasil observasi di tempat penelitian responden dalam menutup TPA tidak rapat, hal tersebut dapat membuat nyamuk Aedes aegypti masuk dan bertelur didalamnya, kebiasaan dari responden yang jarang menguras TPA memungkinkan telur berkembang mennjadi jentik dan akhirnya menjadi nyamuk. Musim penghujan merupakan salah satu faktor pendukung dalam perkembangbiakan nyamuk kebiasaan dari responden yang mengumpulkan barang-barang bekas, mempermudah
106
nyamuk dalam mencari tempat perindukan. Tempat perindukan dari nyamuk Aedes aegypti adalah pada tempat air bersih yang tidak menyentuh tanah secara langsung.37 Selain itu kebanyakan respoden juga tidak mau menaruh ikan pemakan jentik pada bak mandinya dan jarang dikuras karena menurut mereka air mudah kotor dan terkesan jorok. Pemberantasan nyamuk secara biologis merupakan cara yang paling aman dan biaya yang murah, jenis ikan yang biasa digunakan adalah ikan kepala timah,ikan guppy dan ikan mujahir.Ketiga jenis ikan ini dapat bertahan dalam kondisi air yang
keruh
menggunakan
maupun
jernih.37
bubuk
larvasida
Pada pada
responden bak
yang
mandinya
menganggap bahwa bubuk tersebut dapat mencemari airnya. Proses terjadinya parktik PSN pada responden dimulai dengan adanya pengenalan kegiatan PSN dapat dari petugas kesehatan maupun dari media. Kemampuan untuk dapat melaksanakan PSN sesuai contoh mulai dari mengubur minimal satu minggu sekali. Bila responden telah sering melaksanakan PSN maka kegiatan tersebut akan diadopsi menjadi suatu kebiasaan.36 Keberadaan jentik penular DBD pada TPA banyak dipengaruhi oleh keberhasilan dari kegiatan PSN, hal tersebut ditentukan oleh banyak hal diantaranya adalah : usaha penyuluhan dan motivasi dari pihak Puskemas, Kelurahan dan dari pihak Dawis masing-masing, didukungnya peran serta tokoh masyrakat dan masyarakatnya itu sendiri, faktor perilaku merupakan
faktor
pentingnya
dalam
pemeliharaan
dan
107
peningkatan derajat individu maupun masyarakat, dilakukannya PJB atau pemantauan jentik berkala setiap bulan secara teratur, variabel kuat yang paling penting adalah partisipasi ibu rumah tangga dalam melaksanakan PSN dan adanya anjuran PSN oleh petugas secara langsung dan pengetahuan ibu rumah tangga terhadap DBD.36 Di daerah sana juga jarang sekali melakukan PJB/PJR dikarenakan kader-kader yang ditunjuk sebagai pemantau jentik sibuk dengan urusannya sendiri jadi pemantauannya tidak rutin kadang ada yang tiga bulan sekali,kadang menurut ibu RTnya jarang sekali ada pemantauan
108
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A.SIMPULAN Dari hasil penelitian melalui wawancara dan observasi terhadap 6 petugas PE DBD Puskesmas di Kota Semarang dapat disimpulkan bahwa: 1. Sebagian besar petugas tidak memenuhi standar kelengkapan dan ketepatan w 2Kelembaban Udara paling banyak termasuk kategori baik bagi perkembangan jentik 56,3% 1. Pengetahuan responden paling banyak termasuk kategori baik sebesar 54% 2. Sikap responden paling banyak termasuk kategori cukup sebesar 59,8% 3. Praktik responden paling banyak termasuk kategori baik sebesar 59,8% 4. Keberadaan jentik yang paling banyak banyak ada jentik menunjukkan angka 54% dari 100%
109
5. Tidak adanya hubungan yang bermakna antara Suhu udara dengan keberadaan jentik dengan p value sebesar 0,597 berarti p>0,05 menggunakan uji Chi Square yang berskala Nominal 6. Ada hubungan yang bermakna antara kelembaban udara dengan keberadaan jentik dengan p value sebesar 0,000 berarti p<0,05 menggunakan uji Chi Square yang berskala Nominal 7. Tidak adanya hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan keberadaan jentik dengan p value 0,548 berarti p>0,05 menggunakan uji Chi Square 8. Tidak adanya hubungan yang bermakna antara sikap dengan keberadaan jentik dengan p value 0,146 berarti p>0,05 79 menggunakan uji Chi Square. 9. Adanya hubungan yang bermakna antara praktik dengan keberadaan jentik dengan p value 0,025 berarti p<0,05 menggunakan uji Chi Square. B.
Saran 3.
Bagi Masyarakat i. Para warga harus berperan aktif dalam kegiatan PSN yakni dengan harus selalu rajin dalam menguras bak mandinya,serta
penggunaan
desinfektan
dan
bubuk
larvasida dan melakukan 4M+ seperti program pemerintah yang baru yakni dengan : Menguras, Mengubur, Menutup, Memantau plus tidak menggantung pakaian,memelihara ikan dalam bak mandi, hindari gigitan nyamuk dan menggunakan bubuk larvasida dan warga juga harus
110
selalu
rajin
dalam
menguras
bak
mandinya,serta
penggunaan desinfektan dan bubuk larvasida j. Warga harus selalu membuka jendela, serta mempunyai ventilasi yang cukup baik untuk ruangan sehingga kelembaban dalam rumah tidak lembab dan tidak untuk perkembangan jentik nyamuk. k. Warga harus selalu aktif dalam penyuluhan, dan menjadi warga yang terbuka pemikirannya serta kooperatif dalam menanggapi masalah. l. Perlu adanya pemberdayaan JUMANTIK (juru pemantau jentik) di tingkat dasa wisma dengan cara memberikan pengetahuan dan penyuluhan dari pihak Puskesmas kepada para jumatik dasa wisma agar mereka tau dan paham pentingnya diadakan Pemantauan jentik berkala dan rutin. m. Lebih ditingkatkannya PJB/PJR di wilayah RT masingmasing dengan cara tiap minggu atau tiap bulan rutin diadakan pemantauan jentik rumah ke rumah bukan hanya kalau disuruh oleh ibu RW saja dan kalau ada kasus saja dilakukan pemantaun jentiknya. 2.
Bagi Pemerintah Meningkatkan upaya promotif dan preventif bahaya DBD terhadap
masyarakat
melalui
penyuluhan
tentang
pengetahuan, sikap dan praktik PSN yang baik dan benar. Sosialisasi penggunaan “Larvasida” dan ikan pemakan jentik 3.
Bagi Peneliti Yang Serupa
111
Untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat lagi dilakukan penelitian yang serupa dengan menggunakan cara dan metode yang lebih komplek.