1
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Penelitian
Konsep penggunaan bahan kimia untuk perawatan dalam rongga mulut telah diterapkan dalam bidang kedokteran gigi sejak ratusan tahun yang lalu. Pierre Fauchard adalah pelopor penggunaan terapi mekanis dan kimiawi pada bidang periodontal. Tujuan utama perawatan periodontal adalah menghilangkan bakteri plak supragingva dan subgingiva. Penghilangan plak supragingiva dapat diakses oleh individu sendiri dengan cara menyikat gigi dan penggunaan alat-alat pembersih gigi interproksimal. Sedangkan penghilangan plak subgingiva tidak dapat diakses oleh individu itu sendiri secara mekanis. Penggunaan bahan kimiawi yang bersifat anti mikroba dapat digunakan sebagai terapi penunjang perawatan periodontal yang diaplikasikan secara topikal pada permukaan gigi dan gusi dalam bentuk pasta gigi, gel, obat kumur, spray, chip, permen karet dan bahan irigasi. Perawatan individual ini jika dikombinasikan dengan perawatan gigi ke dokter gigi secara teratur akan menunjukkan hasil yang lebih efektif untuk mencegah tanda dan gejala penyakit periodontal, misalnya eritema, edema, perdarahan gusi dan sakit gigi. 1, 2, 3 Bahan-bahan antimikroba tersebut antara lain mengandung antibiotik, anti inflamasi, baking soda, garam, hidrogen peroksida, klorheksidin, minyak essensial, povidon iodin, quatenary ammonium compounds, sanguinarine,
2
natrium hipoklorit, stannous fluoride, triclosan, bahan oksigen seperti klorin dioksida, buffered sodium peroxyborate, dan peroxycarbonate 2, 4, 5 Bentuk sediaan anti mikroba yang paling banyak digunakan di bidang periodontologi adalah yang berbentuk obat kumur dan gel. Bentuk sediaan gel dipilih untuk terapi poket periodontal karena gel dapat langsung dimasukkan secara intrasulkular ke daerah subgingiva dan berkontak dengan jaringan periodontal yang sulit ditembus oleh obat kumur, dan juga perlekatan gel dengan jaringan periodontal di daerah subgingiva lebih lama dibandingkan dengan obat kumur. 6 Beberapa peneliti telah melakukan penelitian mengenai penggunaan bahan anti mikroba berbentuk gel dalam bidang periodontologi, diantaranya Funosas, dkk., (2009) melaporkan bahwa penggunaan gel anti inflamasi non-steroid berupa asam asetil salisilat 1%, ketoprofen 1% dan ketoprofen 2% menunjukkan penurunan jumlah plak, kedalaman poket periodontal (PPD), indeks gusi, dan perdarahan saat probing (bleeding on probing / BOP).7 Hasil penelitian Salvi, dkk., (2002), mengenai terapi anti mikroba secara lokal setelah perawatan periodontal inisial dengan menggunakan gel doksisiklin, gel metronidazole, dan chip klorheksidine glukonat menunjukkan terjadinya penurunan kehilangan perlekatan epitel secara signifikan pada subyek yang menerima terapi gel doksisiklin dibandingkan dengan gel metronidazol, sedangkan penggunaan chip klorheksidin glukonat tidak menunjukkan perubahan yang signifikan dibandingkan dengan gel doksisiklin. Penurunan kedalaman poket periodontal menunjukkan hasil yang signifikan dari penggunaan ketiga bahan tersebut.8 Penggunaan gel minosiklin pada pasien
3
periodontitis sedang dan parah menunjukkan hasil yang signifikan jika dikombinasikan dengan perawatan skeling dan root planing (SRP).3 Bahan antimikroba yang mengandung klorheksidin merupakan obat anti mikroba yang telah banyak digunakan secara klinis sejak tahun 1953. Beberapa negara Eropa telah menggunakan klorheksidin selama lebih dari 25 tahun dan memberikan pengaruh yang baik terhadap bidang kedokteran gigi, yaitu sebagai agen anti mikrobial yang efektif secara in vitro terhadap bakteri Gram positif (+) dan Gram negatif (-), jamur, dan bakteri fakultatif aerob dan anaerob sehingga klorheksidin banyak digunakan sebagai obat anti plak dan anti gingivitis.
3, 9
Perawatan SRP yang disertai dengan penggunaan gel klorheksidin pada pasien periodontitis dapat menghasilkan penurunan PPD yang signifikan setelah aplikasi pada kunjungan pertama, bulan ketiga dan bulan keenam. 10 Perkembangan dalam ilmu periodontal telah menghasilkan beberapa penemuan produk baru yang dapat digunakan sebagai penunjang perawatan periodontal, salah satunya adalah bahan klorin dioksida yang mengandung oksigen, bahan ini tersedia dalam bentuk sediaan obat kumur, gel dan pasta gigi. Indikasi penggunaan klorin dioksida adalah sebagai antiseptik pada luka dan mempercepat penyembuhan, efektif untuk halitosis, gingivitis, periodontitis, dan perdarahan gusi. 11, 12, 13 Efektifitas klorin dioksida terhadap penyakit periodontal sebagai antibakteri telah diteliti oleh Spindler dan Spindler pada tahun 1998 yang menunjukkan bahwa obat kumur yang mengandung klorin dioksida memiliki efektifitas yang
4
lebih baik dibandingkan dengan obat kumur yang mengandung fenol terhadap parameter klinis periodontal.14 Yates R., dkk (1997) meneliti mengenai perbandingan efektifitas obat kumur yang mengandung klorin dioksida dan klorheksidin terhadap pertumbuhan ulang plak dan jumlah bakteri dalam saliva. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa baik obat kumur yang mengandung klorin dioksida dan klorheksidin memiliki kemampuan yang ekuivalen dalam hal menghambat pembentukan plak. 15 Penelitian mengenai efek antibakteri gel klorin dioksida dan gel hialuronat terhadap dental biofilm menunjukkan bahwa gel klorin dioksida memiliki efek antibakteri yang lebih kuat terhadap dental biofilm dibandingkan dengan gel hialuronat sehingga gel klorin dioksida dapat dipilih sebagai alternatif terapi yang digunakan dalam bidang kedokteran gigi.12 Penelitian Ermawati (2007) mengenai pengaruh pemberian gel atau rinse yang mengandung
klorin
dioksida
terhadap
jumlah
bakteri
Actinobacillus
actinomycetemcomitans pada sulkus gusi tikus diabetes melitus (DM) yang diterapi insulin, menunjukkan bahwa gel klorin dioksida mempunyai kemampuan yang
lebih
besar
dalam
menurunkan
jumlah
bakteri
Actinobacillus
actinomycetemcomitans dibandingkan dengan klorin dioksida rinse pada tikus DM yang diterapi insulin, walaupun keduanya mempunyai kemampuan yang sama dalam menurunkan PPD.16 Perdarahan saat probing (BOP) merupakan indikator yang penting dalam mendeteksi penyakit periodontal. BOP terjadi oleh karena terputusnya kontinuitas epitelium gusi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Chapek C., dkk (1995)
5
menunjukkan hasil bahwa penggunaan pasta gigi dan obat kumur yang mengandung klorin dioksida dapat mengurangi BOP.17 Berdasarkan uraian latar belakang penelitian tersebut, maka penulis tertarik untuk meneliti efektifitas gel yang mengandung klorin dioksida yang diaplikasikan secara intrasulkular
terhadap
penurunan
kedalaman poket
periodontal, perdarahan saat probing dan kehilangan perlekatan epitel pada pasien periodontitis kronis.
1.2
Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Apakah gel klorin dioksida dan gel klorheksidin dapat menurunkan kedalaman poket periodontal pada pasien periodontitis kronis. 2) Apakah gel klorin dioksida dan gel klorheksidin dapat menurunkan indeks perdarahan saat probing pada pasien periodontitis kronis. 3) Apakah gel klorin dioksida dan gel klorheksidin dapat memperbaiki kehilangan perlekatan epitel pada pasien periodontitis kronis.
1.3
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas gel klorin dioksida dan gel klorheksidin yang digunakan sebagai penunjang perawatan periodontal dan perbaikan jaringan periodontal pada pasien yang mengalami periodontitis kronis.
6
1.4
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah: 1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi yang bermanfaat bagi dokter gigi maupun pihak akademisi mengenai aplikasi gel klorin dioksida dan gel klorheksidin dalam upaya membantu proses penyembuhan pada pasien periodontitis kronis. 2) Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi data ilmiah untuk penelitian lebih lanjut mengenai gel klorin dioksida dan gel klorheksidin sebagai alternatif terapi pada pasien periodontitis kronis.