BAB I PENDAHULUAN
I.I. Latar Belakang Daerah Sangiran merupakan daerah yang cukup terkenal dan penting karena ditemukannya fosil hominid berupa tengkorak dan rahang bawah oleh von Koeningswald (1940). Salah satu formasi batuan ditemukannya fosil hominid pada daerah Sangiran adalah Formasi Kabuh. Formasi Kabuh memiliki persebaran batuan yang cukup luas. Berdasarkan peta geologi yang disusun oleh Sartono (1975) dalam Kadar (1985), Formasi Kabuh pada daerah Sangiran memiliki persebaran pada bagian tengah kubah maupun di sekitar Kubah Sangiran. Oleh karena itu, penelitian mengenai stratigrafi secara rinci pada daerah Sangiran menjadi cukup penting dan masih diperlukan, terutama untuk daerah yang masih belum dilakukan pengukuran stratigrafi. Formasi Kabuh pada daerah Sangiran merupakan formasi yang terendapkan di atas Formasi Pucangan secara selaras (Itihara dkk., 1985a) dengan batas bagian paling bawah adalah lapisan grenzbank. Lapisan grenzbank merupakan istilah untuk lapisan batas antara Formasi Pucangan dan Formasi Kabuh berupa litologi konglomerat polimik karbonatan. Istilah ini pertama kali dibuat oleh von Koeningswald (1940). Batas bagian atas Formasi Kabuh di Sangiran adalah Formasi Notopuro berupa breksi lahar yang diendapkan secara tidak selaras (Itihara dkk., 1985a). Berdasarkan van Bemmelen (1949) dan Itihara dkk. (1985a), Formasi Kabuh pada daerah Sangiran memiliki karakter batuan berupa batulempung,
1
2
batulanau, batupasir konglomerat-karbonatan, batupasir tufan dengan struktur silangsiur (palung dan sejajar), tuf, dan konglomerat polimik karbonatan. Formasi Kabuh diendapkan pada saat lingkungan paya-paya yang berubah menjadi lingkungan delta hingga sungai (Rahardjo, 1982). Berdasarkan Itihara dkk. (1985a), Formasi Kabuh mulai diendapkan pada lingkungan lakustrin yang masih dipengaruhi oleh lingkungan pantai yang kemudian berubah menjadi lingkungan sungai. Pada daerah Dusun Jagan, Kecamatan Kalijambe yang masih merupakan wilayah Situs Purbakala Sangiran, terdapat singkapan batuan dengan tebal ±18m dengan karakteristik batuan penyusun Formasi Kabuh. Pada tebing singkapan batuan, terdapat variasi batuan yang secara umum terdiri dari konglomerat dengan kandungan karbonat yang diduga merupakan lapisan grenzbank, batupasir dengan struktur silang siur palung dan sejajar, tuf dan paleosoil. Daerah ini merupakan salah satu daerah dimana kondisi lapisan grenzbank masih tersingkap jelas dan sulit ditemukan pada lokasi lain di Sangiran. Selain itu banyaknya struktur sedimen seperti silangsiur (palung dan sejajar) pada batupasir Formasi Kabuh menjadi menarik untuk mengetahui proses sedimentasi dan bagaimana arah sedimentasi berlangsung hingga terendapkan pada suatu lingkungan pengendapanDaerah ini juga memiliki lebar singkapan yang menerus hingga ± 25m, sehingga cukup mewakili untuk melihat perubahan karakter secara lateral. Kondisi terbing singkapan yang cukup curam dengan adanya struktur kekar, menjadikan lokasi ini mudah mengalami kerusakan atau longsor, sehingga sangat disayangkan apabila tidak dilakukan pengukuran pada lokasi penelitian.
3
Itihara dkk. (1985a) membagi Formasi Kabuh di Sangiran menjadi empat bagian, yaitu Formasi Kabuh paling bawah, Formasi Kabuh bagian bawah, Formasi Kabuh bagian tengah dan Formasi Kabuh bagian atas. Pembagian Formasi Kabuh ini dilakukan berdasarkan adanya tiga kali sisipan tuf yang cukup tebal pada Formasi Kabuh. Penelitian kali ini dilakukan pada Formasi Kabuh bagian paling bawah dengan batas kontak antara batulempung hitam yang merupakan bagian dari Formasi Pucangan dan konglomerat karbonatan. Batas atas pengukuran pada daerah penelitian merupakan lapisan tuf bawah (lower tuff). Metode penelitian dilakukan dengan pengukuran stratigrafi terukur pada dua jalur dan pengukuran arah arus purba pada tiap jalur. Pengukuran stratigrafi dan arah arus purba akan digunakan untuk interpretasi proses sedimentasi dan lingkungan pengendapan daerah penelitian. Pengukuran stratigrafi dilakukan dengan skala 1:10 dengan tujuan dapat merekam perlapisan batuan yang tipis, terutama dengan tebal kurang dari 5cm. Pengambilan sampel batuan kemudian akan dipilih dan digunakan untuk analisis komposisi butir, bentuk butir dan petrografi.
I.2. Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud dari penelitian ini adalah untuk melakukan pengukuran stratigrafi secara vertikal dengan skala 1:10. Adapun tujuan dari penelitian ini antara lain: 1. Mengetahui bagaimana karakter batuan (fasies) pada Formasi Kabuh bagian paling bawah pada lokasi penelitian. 2. Mengetahui perubahan mekanisme transportasi Formasi Kabuh bagian paling bawah pada lokasi penelitian.
4
3. Mengetahui arah arus purba Formasi Kabuh bagian paling bawah pada lokasi penelitian. 4. Mengetahui lingkungan pengendapan Formasi Kabuh bagian paling bawah pada lokasi penelitian.
I.3. Manfaat Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian, manfaat yang akan diperoleh antara lain memberikan informasi baru secara lebih rinci mengenai Formasi Kabuh bagian paling bawah di Sangiran khususnya pada lokasi penelitian. Informasi ini antara lain terdiri dari perubahan karakter batuan, proses sedimentasi, arah arus purba dan lingkungan pengendapan. Pada penelitian sebelumnya, Formasi Kabuh menjadi bagian penting ditemukannya beberapa fosil vertebrata dan hominid di daerah Sangiran, sehingga penelitian ini sekiranya dapat memberikan manfaat dan informasi tambahan apabila akan dilakukan penelitian, terutama untuk penelitian seperti penggalian arkeologi.
I.4. Lokasi dan Kesampaian Daerah Berdasarkan peta RBI lembar Gemolong, secara administratif daerah penelitian terletak pada lokasi Dusun Jagan, Desa Bukuran, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen, Provinsi Jawa Tengah. Berdasarkan koordinat, lokasi penelitian terbagi menjadi, yaitu: 1. Jalur 1 (A-A’) dimulai dari koordinat S 07o27’58,4”- E 110o51’17,7” hingga S 07o27’58,9”- E 110o51’18,3”.
5
2. Jalur 2 dibagi menjadi 2 lokasi pengukuran. Lokasi pertama (titik B-C) dari koordinat S 070 27' 59"-E 1100 51' 04" hingga S 070 28' 00"- E 1100 51'12". Lokasi kedua (titik D-E) pada S 70 27' 59"- E 1100 51' 09,1” hingga S 070 27' 59"- E 1100 51' 04". Lokasi penelitian masih termasuk dalam bagian dari wilayah Cagar Budaya Museum Purbakala Sangiran, terletak pada sebelah tenggara dari museum utama dengan jarak ±800m.
Gambar 1.1. Peta lokasi penelitian secara umum dengan menggunakan citra satelit dengan aplikasi google map dengan modifikasi peta RBI lembar Gemolong. Gambar (a) peta daerah Surakarta dan sekitarnya, gambar (b) lokasi titik pengukuran.
I.5. Peneliti Terdahulu Daerah Sangiran merupakan daerah yang cukup sering dilakukan penelitian. Adapun peneliti terdahulu yang terkait pada penelitian kali ini dapat dilihat pada Tabel 1.1. Adapun perbedaan dari beberapa peneliti terdahulu antara lain terletak pada lokasi penelitian dan lingkungan pengendapan dari Formasi Kabuh. Penelitian yang dilakukan oleh Yoshikawa dan Sudjiono (1985) pada Tabel 1.2 merupakan
6
penelitian tambahan mengenai fasies tuf dan grenzbank pada Formasi Kabuh di wilayah Sangiran.
Tabel 1.1. Tabel perbandingan peneliti terdahulu dengan penelitian yang akan dilakukan. Penelitian terdiri dari tahun, lokasi, metode dan hasil dari penelitian.
No. Peneliti dan Lokasi Tahun Penelitian 1 von Koeningswald Sangiran, (1940) Trinil, dan Jetis.
Metode Penelitian Pemetaan geologi, penggalian arkeologi
Fokus dan Hasil Penelitian
2
Meneliti seluruh daerah di Indonesia. Untuk wilayah Sangiran pada Dusun Tegalrejo dan dekat Bapang
Pemetaan geologi, petrografi dan paleontologi.
Kubah Sangiran termasuk Fosiografi Zona Solo.
Sendangbusik, (timur Kubah Sangiran)
Pemetaan geologi skala 1:1.000 dengan luas area 60.000m2. Pengukuran stratigrafi, penggalian dan pengukuran arah arus purba
Lingkungan meander.
3
van Bemmelen (1949)
Widiasmoro (1980)
Peta geologi Penggalian arkeologi pada wilayah di Sangiran. Penemuan fosil tulang manusia purba di daerah Bapang, Tanjung, dan Selatan Bukuran. pada
Formasi Kabuh pada daerah Sangiran tersusun oleh konglomerat polimikkarbonatan dengan fragmen andesit berukuran kerakal-bongkah, konkresi batugamping dan kataklastik kuarsa putih, augit, hornblenda, dan feldspar pada lingkungan pengendapan sungai. pengendapan
sungai
Arah arus purba ke arah timurlaut dengan perpindahan alur sungai ke arah tenggara.
7
Tabel.1.1. (Lanjutan)
4
Rahardjo (1982)
Brangkal, (baratlaut Kubah Sangiran)
Pengukuran stratigrafi
Formasi Kabuh terdiri dari konglomerat polimik sebanyak empat kali dengan komposisi konglomerat yang berbeda, batupasir konglomeratan dengan struktur silang siur sejajar dan palung, batulanau, dan batulempung. Pada forset batupasir pertama memiliki arah azimut utama ke arah timur. Forset batupasir kedua memiliki arah azimut utama ke arah selatan.
5
6
Itihara dkk. (1985a)
Larick dkk. (2001)
Kubah Sangiran, Sambungmacan, Trinil, Mojokerto,Sonde, Ngandong ,dan Kedungbrubus. Brangkal, Bapang, Bukuran, Dayu, Grogolan, Bukit Jokotingkir, Ngebung, Pucung, Pablenga, Sendangbusik, dan Tanjung.
Pemetaan geologi, pengukuran stratigrafi
Formasi Kabuh diendapkan pada lingkungan paya-paya yang kemudian berubah menjadi delta hingga sungai. Membuat peta geologi dan kolom stratigrafi daerah Sangiran.
Batas bagian bawah merupakan lapisan grenzbank (konglomeratkarbonatan) dan batas pada bagian atas adalah breksi vulkanik dari Formasi Notopuro. Formasi Kabuh diendapkan pada lingkungan pantai, lakustrin hingga sungai. Pengukuran Hasil endapan fluvial pada Formasi stratigrafi Kabuh dipengaruhi oleh hasil erupsi dan dating Gunung Api pada cekungan Solo, isotop 40Ar/ Jawa Tengah . 39 Ar pada pumice Fasies yang membentuk Formasi Kabuh terdiri dari fasies hasil endapan perpindahan aliran sungai yang cepat dan fasies sungai dengan energi pengendapan rendah yang mencirikan sedimen hasil endapan overbank.
8
Tabel.1.1. (Lanjutan)
7
Penelitian ini
Jagan (tenggara Kubah Sangiran)
Pengukuran stratigrafi, pengukuran arah arus purba, petrografi dan analisis komposisi dan morfologi butir sedimen.
Formasi Kabuh paling bawah tersusun oleh 18 litofasies. Secara umum tersusun dari fasies batulempung hitam (Fsm), konglomerat karbonatan (Gt,Gh), batupasir karbonatan (St1,Sh2, Sr2), batupasir silangsiur palung dengan ukuran sedang-kerikil (St 2, St3, St4, St5, St6), batupasir silangsiur sejajar (Sp), batupasir gelembur aruslaminasi (Sr1), batupasir halus berlapis (Sh1), batulanau tufan (Fl), batulempung berlapis (Fm), paleosoil, dan fasies perlapisan tuf dengan sisipan lapilli-tuf (Pfa). Mekanisme tranportasi berupa arus traksi, saltasi, turbid, debris, suspensi oleh media air dan suspensi oleh media udara. Arah arus purba semula relatif menuju tenggara (SE), tenggara-selatan (SES), kemudian berubah perlahan menjadi tenggara-timur (ESE) hingga timurlaut-timur (NEE). Lingkungan pengendapan berupa delta lakustrin dan sungai teranyam.
Tabel 1.2. Tabel peneliti tambahan mengenai fasies tuf dan grenzbank pada daerah penelitian.
No.
1.
Peneliti dan Tahun Penelitian Yoshikawa dan Suminto (1985)
Lokasi
Metode Fokus dan Hasil Penelitian Penelitian
Kubah Petrografi Sangiran dan sekitarnya
Penelitian dilakukan terhadap komposisi lapisan tuf. Pada Formasi Kabuh terdapat tiga lapisan tuf yang disebut dengan tuf pada bagian bawah, tuf bagian tengah dan tuf bagian atas.
9
Tabel 1.2. (Lanjutan)
2.
Sudjiono (1985)
Daerah sekitar Kubah Sangiran hingga Sungai Brangkal, Ngrejeng, Blimbing kulon, Wonolelo Bojong, Grogol kulon, Bapang, Tanjung, Ngrawan, dan Ngebung.
Petrografi
Lapisan grenzbank terdiri dari: 1. Batuan karbonat darat (calclithite) menurut klasifikasi Folk (1959). Komposisi berupa klastika batuan vulkanik (andesit), butir karbonat (litik batuan karbonat dan fosil foram kecil) dan semen karbonat. 2. Konglomerat karbonatan (calcareous conglomerate). Komposisi berupa klastika vulkanik, fosil foram kecil sangat jarang dan semen karbonat.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, Formasi Kabuh pada daerah Sangiran secara umum tersusun oleh litologi konglomerat, tuf dan batupasir dengan silangsiur palung dan sejajar. Penelitian yang telah dilakukan sebelumnya tidak membahas bagaimana proses sedimentasi yang berjalan pada Formasi Kabuh dan bagaimana proses arus yang membawa material sedimen tersebut secara rinci. Penelitian sebelumnya juga masih sedikit yang membahas mengenai arah arus purba dan bagaimana perkembangan arah arus purba pada Formasi Kabuh. Adanya perbedaan interpretasi lingkungan pengendapan pada beberapa lokasi penelitian menjadikan daerah ini menjadi menarik untuk dilakukan penelitian secara rinci. Hal ini berguna untuk menambah informasi lebih rinci mengenai Formasi Kabuh, terutama dalam membahas perubahan proses sedimentasi, arah arus dan lingkungan pengendapan.
10
I.6. Batasan Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian yang telah disebutkan sebelumnya, maka diperlukan adanya batasan masalah dalam penelitian ini. Adapun batasan penelitiannya antara lain: 1. Penelitian kali ini akan membahas mengenai perubahan proses sedimentasi, arah arus purba dan lingkungan pengendapan Formasi Kabuh di daerah Sangiran secara rinci. 2. Pengambilan data akan dilakukan dengan melakukan pengukuran stratigrafi terukur dengan skala 1:10 pada batuan yang tersingkap di permukaan dengan tujuan dapat merekam perlapisan batuan yang tipis, terutama dengan tebal kurang dari 5cm. 3. Berdasarkan kondisi singkapan batuan yang cukup baik, lokasi penelitian ditetapkan pada Dusun Jagan, Desa Bukuran, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen, Provinsi Jawa Tengah. 3. Pengambilan data stratigrafi terukur dilakukan pada dua jalur, yaitu jalur pertama (titik A-A’) dimulai dari koordinat S 07o27’58,4”- E 110o51’17,7” hingga S 07o27’58,9”- E 110o51’18,3”. Jalur kedua dibagi menjadi 2 lokasi pengukuran. Lokasi pertama (titik B-C) dari koordinat S 070 27' 59"- E 1100 51' 04" hingga S 070 28' 00"- E 1100 51'12". Lokasi kedua (titik D-E) pada S 70 27' 59"- E 1100 51' 09,1” hingga S 070 27' 59"- E 1100 51' 04". 4. Posisi stratigrafi lokasi penelitian dan sayatan dibantu berdasarkan peta geologi yang telah dibuat sebelumnya oleh Sartono dalam Kadar (1985).
11
5. Metode yang digunakan terdiri dari pengambilan data di lapangan dengan kolom stratigrafi terukur dengan skala 1:10, pengukuran arah arus purba dan pengambilan sampel batuan. 6. Sampel batuan yang diambil akan digunakan untuk analisis komposisi butir, morfologi butir dan atau petrografi digunakan untuk mengetahui genesa batuan, perubahan mekanisme proses sedimentasi dan lingkungan pengendapan pada daerah penelitian. 7. Analisis arah arus purba digunakan untuk melihat arah arus pengendapan dan perubahannya secara vertikal pada daerah penelitian.