I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lengkung gigi adalah lengkung yang dibentuk oleh mahkota gigi geligi. Lengkung gigi merupakan suatu garis lengkung imajiner yang menghubungkan sederetan gigi pada rahang atas dan rahang bawah (Mokhtar, 2002). Susunan lengkung gigi dipengaruhi oleh refleksi gabungan dari ukuran mahkota gigi, posisi dan inklinasi gigi, bibir, pipi dan lidah (Moyers, 1988). Lengkung gigi dipengaruhi oleh beberapa adanya interaksi faktor genetik dengan ras, lingkungan, usia, dan jenis kelamin (Rudge, 1981; Cassidy, et al, 1998). Selama periode tumbuh kembang gigi geligi terjadi perubahan pada ukuran lengkung gigi dan bentuk lengkung gigi (Barber, 1982 sit. Budiarjo, 2003). Salah satu periode tumbuh kembang gigi geligi bercampur berada pada anak usia 6-12 tahun, yang ditandai dengan mulai erupsinya gigi permanen hingga bergantinya semua gigi susu menjadi gigi permanen, atau biasa disebut fase geligi bercampur. Selama fase gigi bercampur perubahan lengkung gigi biasanya dihasilkan karena adanya pergerakan gigi dan pertumbuhan tulang pendukung, disamping adanya komponen genetik yang menyertai, (Carter, et al, 1998; Bishara, et al, 1997). Pada usia 6-12 tahun, ukuran lengkung gigi mengalami perubahan, yaitu terjadi pengurangan panjang lengkung gigi sebesar 3 mm, peningkatan lebar lengkung gigi sebesar 1-2 mm, dan pengurangan perimeter
1
2
lengkung gigi sebesar 5mm (Moyers, 1973). Lengkung gigi susu merupakan titik awal dan dasar dari perkembangan lengkung gigi dewasa (Aznar, et al, 2006). Ukuran lengkung gigi biasanya akan berubah tergantung dari perubahan lebar intercaninus, lebar interpremolar, lebar intermolar, panjang/tinggi lengkung gigi, dan keliling lengkung gigi (Hussein, 2008; Sangwan, et al, 2011). Beberapa penelitian telah meneliti adanya peningkatan lebar intercaninus dan intermolar sampai terbentuk secara lengkap periode gigi permanen. Peningkatan terbesar terjadi selama periode puncak pertumbuhan dan perkembangan dan menurun perlahan setelah periode tersebut, hal ini nampak jelas terutama pada lebar intercaninus. Penelitian yang lain menyatakan bahwa lebar intermolar relatif tetap dan stabil meskipun pada periode puncak pertumbuhan dan perkembangan dan telah diteliti pada berbagai etnis juga menunjukkan hasil yang sa ma (Paulino, et al, 2011). Lebar interkaninus dan intermolar meningkat secara signifikan antara usia 6 minggu – 1 tahun pada mandibula, dan pada maksila antara usia 1-2 tahun dan terus berkembang sampai usia 3-13 tahun (Bishara, et al, 1997). Penelitian selama lebih dari 50 tahun, panjang lengkung gigi pada gigi susu ditemukan berbanding terbalik dengan
lebar lengkung gigi (Warren, et al, 2001).
Peningkatan lebar dan panjang lengkung gigi secara moderat terjadi sebelum erupsi dari gigi kaninus permanen (Slaj, et al, 2003). Berbagai penelitian juga menunjukkan bahwa terdapat perbedaan dimensi lengkung gigi berdasarkan jenis kelamin. Ukuran lengkung gigi pada laki- laki lebih besar dibanding anak perempuan hal ini dikarenakan ukuran gigi anak laki-
3
laki lebih besar dibandingkan anak perempuan (Kuswahyuning, 1985 cit Sarasti, 2002; Hong, et al, 2008; Radmer, et al, 2009). Individu yang berasal dari etnis berbeda, terdapat perbedaan ukuran lengkung gigi (Burris dan Harris, 2000; Paramesthi, dkk, 2009; Sangwan, et al, 2011). Menurut Sukadana (1976) salah satu suku yang tergolong Deutro-Melayu adalah suku Jawa. Suku Jawa paling banyak tinggal di tanah Jawa dan merupakan suku terbesar di Indonesia. Suku Jawa yang termasuk ke dalam ras Mongoloid memiliki ciri-ciri tertentu yang berbeda dengan ras Kaukasoid sehingga diperlukan suatu ukuran tersendiri untuk meningkatkan keakuratan diagnosis dan rencana perawatan (Paramesthi, dkk, 2009). Kecamatan Pakem termasuk dalam Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kecamatan ini terdapat di dataran tinggi Jogja berjarak sekitar 8 Km dari puncak Gunung Merapi. Beberapa desa di kecamatan ini mempunyai jalur transportasi yang sulit dijangkau dengan kendaraan umum dikarenakan daerahnya kebanyakan pegunungan dan suku pendatang tidak banyak tinggal di kecamatan ini. Suku yang paling banyak tinggal di kecamatan ini adalah Suku Jawa. Lengkung gigi dapat membentuk suatu kurva yang digambarkan dalam rumusan matematis (Pepe, 1975). Bentuk lengkung gigi terdiri dari unit gigi yang tersusun pada posisi khusus sepanjang kurva yang menggambarkan keadaan tetap dari keseimbangan yang dibatasi oleh bidang kekuatan imbangan dari lidah dan kekuatan otot pipi (Brader, 1972 cit. Nugroho, 2010). Bentuk kurva lengkung gigi berubah secara sistematis selama periode pertumbuhan dan perkembangan intensif, tetapi cenderung berkurang pada periode dewasa. Oleh karena itu, banyak
4
penelitian dilakukan untuk mengetahui perubahan bentuk kurva lengkung gigi pada berbagai tahap pertumbuhan dan perkembangan, seperti penelitian tentang bentuk lengkung gigi antar etnis yang dihubungkan dengan 3 bentuk dasar kurva lengkung yaitu tapered, ovoid, dan square. (Carter, et al, 1998; Bishara, 2001; Othman, et al, 2012). Perubahan bermakna pada bentuk kurva lengkung gigi terjadi selama periode perkembangan gigi bercampur awal (Thilander, 2009). Bentuk kurva lengkung gigi ditentukan oleh ukuran lengkung gigi (Thilander, 2009). Bentuk lengkung gigi dapat digunakan sebagai penuntun dalam menentukan rencana perawatan dalam perawatan interseptif orthodonti. Jika bentuk lengkung gigi lebar, susunan gigi tidak dapat diubah ke bentuk lengkung yang sempit karena dapat terjadi rileps. Untuk itu perlu ditentukan bentuk lengkung yang sesuai agar stabilitas hasil perawatan baik (Raberin, et al, 1993; Febrina, dkk, 1997; Mclaughun, et al, 1999). Berbagai penelitian telah menyebutkan adanya standar ukuran lengkung gigi dan bentuk lengkung gigi, tetapi belum ada kesepakatan secara universal tentang ukuran lengkung gigi dan bentuk lengkung gigi. Hal ini disebabkan karena adanya variasi individu dalam tiap populasi dan adanya variasi cara pengukuran (Ling, et al, 2009), oleh karena itu perlu diteliti ukuran dan bentuk lengkung gigi pada anak suku Jawa di Kecamatan Pakem Kabupaten Sleman Yogyakarta sebagai data standar ukuran dan bentuk lengkung di Kecamatan Pakem sehingga dapat mendukung rencana perawatan dibidang interseptif orthodonti.
5
B. Perumusan Masalah Berdasarkan
uraian
latar
belakang,
maka
dapat
dirumuskan
suatu
permasalahan antara lain sebagai berikut : 1.
Bagaimana ukuran lebar dan panjang lengkung gigi pada fase geligi bercampur anak suku Jawa di Kecamatan Pakem Kabupaten Sleman Yogyakarta.
2.
Bagaimana bentuk kurva lengkung gigi pada fase geligi bercampur anak suku Jawa di Kecamatan Pakem Kabupaten Sleman Yogyakarta.
3.
Apakah ada perbedaan ukuran dan bentuk lengkung gigi anak suku Jawa di Kecamatan Pakem Kabupaten Sleman Yogyakarta pada fase geligi bercampur antara anak laki- laki dan perempuan. C. Keaslian Penelitian Penelitian tentang variasi lebar lengkung gigi pada fase geligi bercampur pada
berbagai etnis sudah banyak dilakukan oleh peneliti-peneliti lain, misalnya : Defraia, et al (2006) meneliti tentang dimensi lengkung gigi pada fase geligi pergantian pada anak-anak Italia, Lindsten, et al (2002) mengevaluasi perubahan dimensi lengkung gigi dan dimensi kedalaman lengkung gigi pada fase geligi pergantian anak-anak Norwegia, Louly, et al (2010) meneliti tentang dimensi lengkung gigi pada fase geligi bercampur anak-anak Brasilia usia 9-12 tahun, Sarasti (2002) meneliti tentang pengaruh ukuran mesiodistal gigi desidui terhadap lengkung gigi rahang atas dan bentuk wajah arah lateral anak suku Jawa pada umur 5 tahun, dan Paramesthi, et al (2009) meneliti tentang besar indeks pont dan
6
korkhaus serta hubungan antara lebar dan panjang lengkung gigi terhadap tinggi palatum pada suku Jawa. Para peneliti terdahulu meneliti dimensi lengkung gigi anak-anak pada fase geligi bercampur diatas usia 9 tahun dan hanya dilakukan di etnis luar. Peneliti belum menemukan penelitian tentang pengukuran untuk standar ukuran dan bentuk lengkung gigi pada anak-anak suku Jawa pada rentang usia 6-12 tahun. D. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah : 1. Manfaat bagi Ilmu Pengetahuan a.
Memberi informasi data komparatif untuk ukuran lengkung gigi dan bentuk lengkung gigi untuk kebutuhan pengembangan ilmu pengetahuan, terutama di bidang preventif dan interseptif orthodontik.
b.
Sebagai data standar dasar ukuran lengkung gigi dan bentuk lengkung gigi lengkung gigi untuk bahan kajian lebih lanjut penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan tumbuh kembang dan preventif serta interseptif orthodontik.
2. Manfaat bagi Masyarakat Sebagai sumber informasi hubungan ukuran dan bentuk lengkung dengan kemungkinan maloklusi pada gigi anak. E. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan data standar ukuran lengkung gigi dan bentuk lengkung gigi anak-anak suku Jawa di Kecamatan Pakem Kabupaten Sleman Yogyakarta pada fase geligi bercampur.