BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pruritus uremia (PU) masih merupakan keluhan yang paling sering ditemukan pada pasien gagal ginjal terminal (GGT). Keluhan pruritus yang signifikan ditemukan pada 15% - 49% pasien gagal ginjal kronis dan 50% - 90% pada pasien dialisis (Kurban dkk., 2008). Beberapa penelitian sebelumnya mengungkapkan
pruritus
uremia
tidak
dipengaruhi
oleh
karakteristik
sosiodemografi pasien misalnya jenis kelamin, umur, etnis, status ekonomi, dan status pendidikan; selain itu juga tidak didapatkan hubungan pruritus uremia dengan parameter medis misalnya penyakit penyebab gagal ginjal, tipe dialisis, lamanya dialisis, penyakit diabetes melitus, penyakit jantung koroner, penyakit pada hepar, dan penggunaan obat rutin gagal ginjal (Kurban dkk., 2008; Patel dkk., 2007). Mekanisme patofisiologi dari pruritus uremia pada pasien gagal ginjal terminal masih belum jelas. Banyak hipotesis mengenai penyebab dan patofisiologi dari pruritus uremia, diantaranya : kulit serotik, produksi sitokin pruritogenik pada dermis, perubahan yang berhubungan dengan uremia, hipotesis opioid, hipotesis neuropati uremia dan yang terakhir adalah hipotesis inflamasi imun (Manenti dkk., 2009). Berdasarkan hipotesis terakhir ini, PU diduga terjadi karena gangguan keseimbangan sistem imun yang menyebabkan status inflamasi oleh karena peningkatan sintesis sitokin-sitokin T helper-1 (Th-1). Dominansi sitokin Th-1 akan lebih banyak menginduksi sel-sel sitotoksik. Sitokin
1
proinflamasi seperti interleukin-2 (IL-2), IL-6, IL-8, tumor necrosis factor-α (TNF-), monocyte chemotactic protein-1 (MCP-1), c-reactive protein (CRP), dan reactive oxygen species (ROS) meningkat dalam serum pasien pruritus uremia yang menjalani hemodialisis. Hal ini disebabkan kontak darah dengan permukaan asing membran dialisis saat proses hemodialisis yang kemudian akan terjadi aktivasi komplemen dan sel mononuklear dan menginduksi proses peradangan akut; walaupun secara klinis gambaran peradangan tidak tampak jelas. (Manenti dkk., 2009; Kimmel dkk., 2006; Patel dkk., 2007). Pada penelitian Kimmel dkk, didapatkan hasil serum CRP dan interleukin-6 (IL-6) meningkat secara signifikan pada pasien HD dengan PU dibanding yang tanpa PU (Kimmel dkk., 2006). Interleukin-6 itu sendiri merupakan salah satu petanda inflamasi dan merupakan sitokin proinflamasi yang diduga terlibat dalam mekanisme PU. Modalitas terapi sspesifik untuk pruritus uremia merupakan tantangan. Tatalaksana PU dimulai dari terapi topikal, terapi sistemik, dan fototerapi. Beberapa penelitian menunjukkan fototerapi dengan broad-band ultraviolet B (BBUVB) maupun narrow-band ultraviolet B (NBUVB) menunjukkan hasil yang efektif pada manajemen pruritus uremia (Patel dkk.,
2007). Narrow-band
ultraviolet B lebih baik dibandingkan BBUVB karena sifat NBUVB yang lebih minimal dalam beberapa risiko, antara lain: eritemogenik, pruritogenik, dan karsinogenik (Ada dkk., 2002). Efektivitas fototerapi NBUVB pada pruritus uremia dapat dilihat dari perbaikan klinis dengan cara menilai intensitas pruritus dengan Visual Analogue Scale (VAS) (Chen, 2012). Narrowband-UVB memiliki efek imunosupresif dan
2
digunakan secara luas untuk terapi pada penyakit-penyakit yang dimediasi oleh sistem imun dan inflamasi. Efek imunomodulasi dari radiasi UV dapat menjelaskan terjadinya stabilisasi dari respon imun abnormal lokal maupun sistemik. NBUVB dapat mengurangi secara selektif produksi sitokin proinflamasi oleh sel T (Bulat dkk., 2011). Pruritus uremia disebabkan karena adanya peranan mikroinflamasi dan terdapat perubahan (ketidakteraturan) dari sistem imun. Kemampuan dari radiasi NBUVB menekan secara sistemik komponen utama dari fungsi sel yang dimediasi oleh sistem imun sepertinya merupakan efek yang menguntungkan pada beberapa penyakit inflamasi pada kulit termasuk pruritus uremia (Dogra dkk., 2004). Interleukin-6 merupakan salah satu petanda inflamasi dan pada penelitian Kimmel dkk, didapatkan adanya peningkatan yang signifikan IL-6 serum pada pasien HD dengan PU dibanding yang tanpa PU. NarrowbandUVB memiliki efek dapat mengurangi produksi sitokin proinflamasi, antara lain salah satunya IL-6 pada penderita psoriasis. Penelitian yang mengkaji tentang penurunan kadar IL-6 serum setelah fototerapi NBUVB pada penderita PU yang menjalani hemodialisis belum pernah dilaporkan.
B. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan uraian di atas, pertanyaan yang diajukan dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah fototerapi NBUVB dapat menurunkan kadar IL-6 serum pada penderita pruritus uremia yang menjalani hemodialisis?
3
2. Apakah fototerapi NBUVB dapat menurunkan intensitas pruritus pasien pruritus uremia yang menjalani hemodialisis?
C. Tujuan Penelitian Tujuan Penelitian ini adalah: 1.
Untuk mengetahui penurunan kadar IL-6 serum setelah fototerapi NBUVB pada pasien pruritus uremia yang menjalani hemodialisis rutin.
2.
Untuk mengetahui penurunan intensitas pruritus setelah fototerapi NBUVB pada pasien pruritus uremia yang menjalani hemodialisis rutin.
D.Manfaat Penelitian 1. Bagi Dokter Apabila terbukti bahwa terdapat penurunan kadar sitokin IL-6 serum sesudah fototerapi NBUVB dibandingkan dengan sebelum fototerapi NBUVB pada penderita pruritus uremia yang menjalani hemodialisis rutin, maka dokter mendapat wawasan baru mengenai efektifitas fototerapi NBUVB terhadap sitokin proinflamasi (IL-6) yang merupakan faktor penyebab terjadinya pruritus uremia pada penderita gagal ginjal yang menjalani hemodialisis sehingga fototerapi NBUVB dapat dijadikan pilihan terapi pada pruritus uremia penderita gagal ginjal yang menjalani hemodialisis. 2.
Bagi Perkembangan Dermatologi Apabila terbukti bahwa terdapat penurunan kadar sitokin IL-6 serum
sesudah fototerapi NBUVB dibandingkan dengan sebelum fototerapi NBUVB
4
pada pasien pruritus uremia yang menjalani hemodialisis rutin, maka wawasan mengenai patogenesis pruritus uremia yang disebabkan sitokin proinflamasi (IL6) semakin jelas, sehingga hasil ini dapat dijadikan dasar untuk mengembangkan terapi yang lebih spesifik terhadap sitokin proinflamasi (IL-6) pada pruritus uremia penderita gagal ginjal yang menjalani hemodialisis. 3.
Bagi Pasien Apabila terbukti bahwa terdapat penurunan kadar sitokin IL-6 serum
sesudah fototerapi NBUVB dibandingkan dengan sebelum fototerapi NBUVB pada pasien pruritus uremia yang menjalani hemodialisis rutin, maka bagi pasien akan memililki pilihan terapi yang lebih baik dan spesifik serta dengan efek samping yang lebih minimal.
E.Keaslian Penelitian Berdasarkan penulusuran arsip karya tulis baik skripsi, tesis, disertasi, maupun paper yang ada di perpustakaan Fakultas Kedokteran Unversitas Gadjah Mada, serta penelusuran jurnal ilmiah mengenai pengaruh fototerapi NBUVB pada pruritus uremia terhadap kadar sitokin proinflamasi (IL-6) serum sebelum dan sesudah fototerapi, belum pernah dilakukan. Adapun penelitian mengenai kadar sitokin pada pasien gagal ginjal dengan hemodialisis yang ditemukan dalam penelusuran, antara lain:
5
Tabel 1. Keaslian penelitian Peneliti (Gimdt 1998)
Judul
Hasil
dkk., Production of proinflammatory and regulatory monokines in hemodialysis patients shown at a single-cell level. dkk., Blood serum levels of IL-2, IL-6, IL-8, TNF-alpha and IL-1 beta in patients on maintenance hemodialysis.
(Rysz 2006)
(Kimmel 2006)
Perbedaan
Kadar IL-6 Tidak ada proinfalmasi dan intervensi IL-10 regulator fototerapi. monosit meningkat pada pasien HD
dkk., The role of microinflammation in the patogenesis of uraemia pruritus in hemodialysis patients.
Adapun mengenai fototerapi pada
Selama sesi HD Tidak ada tunggal kadar IL-1, intervensi IL-6, IL-8, dan fototerapi. TNF-α meningkat, kecuali kadar IL-2 yang tidak berubah. Kadar CRP dan IL- Tidak ada 6 serum pada intervensi pasien HD yang fototerapi. menderita pruritus uremia lebih tinggi dibandingkan pasien HD yang tidak menderita pruritus uremia pruritus uremia pasien gagal ginjal
dengan hemodialisis yang ditemukan dalam penelusuran, antara lain: Tabel 2. Keaslian Penelitian Peneliti
Judul
(Ada dkk., 2002) Treatment of uremic pruritus with narrowband ultraviolet B phototherapy: an open pilot study
Hasil
Perbedan
Penelitian pada 20 pasien, setengahnya tidak menyelesaikan fototerapi selama 6 minggu, 6 diantaranya sudah puas dengan respon terapi. Tiga pasien yang menyelesaikan
Tidak dilakukan pengukuran kadar IL-6 serum.
6
(Ko dkk., 2011)
Narrowband ultraviolet B phototherapy for patients with refractory uraeamic pruritus: a randomized controlled trial.
terapi dinyatakan sembuh setelah 6 bulan follow-up. Empat pasien yang menyelesaikan terapi kambuh pada saat follow-up. Intensitas pruritus menunjukkan perbaikan pada terapi NBUVB maupun UVA selama periode terapi dan folow-up. Pengurangan luas lebih banyak ditemukan pada terapi NBUVB
Tidak dilakukan pengukuran kadar IL-6 serum.
7