BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Stroke adalah gangguan neurologis tiba-tiba yang bersifat fokal atau
global dan berlangsung lebih dari 24 jam atau menyebabkan kematian dan disebabkan oleh sebab vaskular (WHO, 2004). Insiden stroke di Amerika Serikat ± 700.000 pertahunnya dan merupakan penyebab kematian ketiga setelah penyakit jantung koroner serta kanker (Gorelick, 2002). Widjaja mengemukakan bahwa di Indonesia penderita stroke 60,7 persen disebabkan oleh stroke non hemoragik sedangkan 36,6 persen oleh karena stroke hemoragik. Prevalensi terbanyak stroke non hemoragik jenis trombosis (58,3%), disusul oleh stroke hemoragik jenis intraserebral (PIS) (35,6%). Stroke non hemoragik jenis emboli dan stroke hemoragik jenis perdarahan subaraknoid (PSA) hanya sedikit sekali 2,4% dan 1 %. (Widjaja,2000). Prevalensi stroke hemoragik di Jawa Timur tahun 2008 adalah 0,04%. Angka ini relatif sama dibandingkan angka dua tahun sebelumnya yaitu tahun 2007 sebesar 0,04 dan pada tahun 2006 sebesar 0,04%. (Depkes,2008). Stroke hemoragik biasanya diasosiasikan dengan tingkat kematian yang lebih tinggi dibandingkan dengan stroke non hemoragik. Pasien dengan stroke hemoragik biasanya tampil dengan sakit yang lebih berat dibandingkan dengan pasien stroke non hemoragik. Pasien dengan perdarahan intraserebral lebih cenderung untuk sakit kepala, terganggu kesadarannya, kejang, mual dan muntah dengan hipertensi yang sangat bermakna.
1
2
Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap prognosis stroke pada fase akut yakni: jenis lesi, kesadaran saat onset dan ada tidaknya gangguan kardial maupun pulmoner (Iswadi, 2003). Faktor prognosis lain adalah usia, hipertensi, penurunan derajat kesadaran saat onset, polisitemia, peningkatan glukosa darah dan suhu tubuh tinggi (Boysen, 2000). Faktor-faktor tersebut tidak hanya berpengaruh pada prognosis awal atau fase akut, tetapi juga pada prognosis jangka panjang atau fase pasca stroke (Widjaja, 2000). Faktor prognosis awal diidentifikasi sebagai peningkatan tekanan darah dan gula darah (Lancet, 1994). Woods dan Blythe (1967) meneliti hipertensi menyebabkan prognosis yang buruk dengan angka mortalitas mencapai 90% (Parsudi, 2001). Kondisi sakit akut (termasuk stroke) seringkali diikuti oleh munculnya hiperglikemia. Hiperglikemia terjadi pada sekitar 60% pasien stroke akut dan sekitar 12-53% pasien stroke akut tidak terdiagnosa diabetes sebelumnya (Bravata, 2003). Kenaikan kadar gula darah yang terjadi pada 48 jam pertama pada penderita stroke fase akut baik yang terdiagnosa Diabetes Melitus maupun tidak, mempengaruhi angka mortalitas dan angka morbiditas penderita (Gentile, 2006). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa hiperglikemia yang terjadi setelah stroke akut pada pasien bukan Diabetes Melitus, merupakan respon stres yang mencerminkan keparahan dari kerusakan neurologis (Weir, 2000). Hiperglikemia pada pasien yang belum/tidak terdiagnosis diabetes, dan dijumpai pada saat sakit akut disebut dengan “stress hiperglikemia”.
Hiperglikemia
berhubungan dengan peningkatan luas infark, mengurangi aliran darah otak, menyebabkan kelainan perdarahan dan lesi sawar otak (Bruno, 2006).
3
Penelitian klinis dan eksperimental tentang hiperglikemia dan stroke pada umumnya berfokus pada stroke non hemoragik. Jumlah penelitian untuk stroke hemoragik masih sangat terbatas. Kajian sistematis terdahulu menunjukkan bahwa hiperglikemia tidak terbukti sebagai faktor prognosis kematian stroke. Penelitian lanjutan dengan jumlah sampel yang lebih besar tentu saja diharapkan (Pinzon, 2010). Oleh karena itu diusulkan penulis untuk meneliti hubungan antara stres hiperglikemi dengan tingkat mortalitas pada penderita stroke perdarahan yang dirawat di Bangsal Rawat Inap RSU dr.Saiful Anwar Malang dimana sebagai rumah sakit rujukan 10 wilayah sekitarnya seperti kota malang, kabupaten malang, kota batu, kota pasuruan, kabupaten pasuruan, kota blitar, dll. Jumlah penderita stroke perdarahan di Rumah Sakit Syaiful Anwar (RSSA) Malang semakin meningkat. Hal ini terbukti dengan adanya kasus pada tahun 2007 sebanyak 780 pasien dan pada tahun 2010 sudah mencapai 950 pasien (Data Statistik RSU dr.Saiful Anwar Malang, 2010). Penelitian ini masih terdapat beberapa keterbatasan karena tidak melihat lokasi perdarahan, volume darah dan tidak memperhitungkan nilai gula darah yang itu semua dapat mempengaruhi rasio prevalensi kematian stroke perdarahan. Penelitian selanjutnya sangat diharapkan dengan memperhatikan kelemahan seperti hal di atas sehingga dapat diketahui pasti bahwa stres hiperglikemi mempengaruhi mortalitas pada pasien stroke perdarahan.
4
1.2
Rumusan Masalah Apakah ada hubungan antara stres hiperglikemi dengan peningkatan
mortalitas pada penderita stroke perdarahan di RSU dr.Saiful Anwar Malang periode 1 Januari - 31 Desember 2010? 1.3
Tujuan Penelitian
1.3.1
Tujuan umum Untuk mengetahui hubungan antara stres hiperglikemi dengan peningkatan
mortalitas pada penderita stroke perdarahan di RSU dr. Saiful Anwar Malang periode 1 januari - 31 desember 2010. 1.3.2
Tujuan khusus 1.
Untuk mengetahui karakteristik usia, jenis kelamin, jenis stroke dan kadar gula darah acak (GDA) pada pasien stroke hemoragik.
2.
Untuk mengetahui jumlah mortalitas pasien stroke hemoragik yang tidak dan mengalami stres hiperglikemi.
3.
Untuk mengetahui hubungan faktor resiko (usia, jenis kelamin dan jenis stroke perdarahan) dengan kematian pada penderita stroke perdarahan.
1.4
Manfaat Penelitian 1.
Manfaat Klinis Memberi informasi kepada tenaga medis tentang stres hiperglikemi pada pasien stroke perdarahan sehingga dapat diperoleh tindakan antisipasi yang lebih tepat dan menentukan tindakan selanjutnya untuk menyelamatkan penderita.
5
2.
Manfaat Masyarakat Meningkatkan pengetahuan dan wawasan masyarakat tentang stres hiperglikemi yang dapat meningkatkan mortalitas pada penderita stroke perdarahan. Serta memberikan informasi untuk pencegahan dengan selalu melakukan pemeriksaan secara rutin.
3.
Manfaat Akademis Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan atau sumber data untuk penelitian berikutnya.