BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Dewasa ini hampir seluruh kehidupan dan perkembangan dunia dipengaruhi oleh ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pengaruh tersebut cukup berarti, sehingga bagi para pemilik usaha komponen pajak merupakan komponen yang harus mendapatkan perhatian serius dan bahkan merupakan faktor yang menentukan bagi lancarnya suatu usaha atau bisnis. Dalam praktek bisnis, bagi perusahaan pajak merupakan beban yang mengurangi laba bersih perusahaan. Upaya meminimalisasi beban pajak dapat dilakukan dengan berbagai cara mulai dari yang masih di dalam ruang lingkup sampai dengan yang melanggar peraturan perpajakan. Hal ini dikarenakan, terdapat perbedaan kepentingan antara wajib pajak (perusahaan) dengan pemerintah. Wajib pajak berusaha untuk membayar sekecil mungkin karena membayar pajak berarti mengurangi kemampuan ekonomisnya. Bagi pemerintah sendiri tidak ada jalan lain bahwa sektor pajak yang menjadi sumber dana terpenting bagi kesinambungan gerak roda pemerintahan dan pembiayaan rutin pambangunan nasional dari belanja pegawai pembiayaan berbagai proyek pembangunan saran dan prasarana pelayanan umum. Pada kondisi saat ini di mana tingkat kepercayaan kepada Pemerintah berada di dalam titik terendah membuat wajib pajak semakin kurang percaya untuk memenuhi kewajibannya dalam membayar pajak namun sebagai warga
1
2
negara yang baik mau tidak mau harus patuh terhadap peraturan yang berlaku. Pajak juga bertujuan untuk membina kesadaran dan menumbuhkan kepedulian yang tinggi serta tanggung jawab dari masyarakat khususnya wajib pajak. Kesadaran membayar pajak merupakan perwujudan dari kewajiban kenegaraan dan peran serta wajib pajak untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan secara baik dan benar. Hal ini sesuai di Indonesia yang menganut self assessment system yaitu wajib pajak diberikan wewenang dan kepercayaan untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajaknya sendiri. Dalam melaksanakan kewajiban perpajakan dan penghematan beban pajak maka perusahaan dapat menerapkan perancanaan pajak (Tax Planning). Perencanaan pajak merupakan upaya legal, mengorganisasi usaha dan transaksi wajib pajak supaya utang pajak berada dalam jumlah minimal tetapi masih dalam ruang lingkup ketentuan peraturan undang-undang perpajakan yang berlaku, dari berbagai jenis pajak di Indonesia diantaranya adalah pajak penghasilan karyawan yang dikenal PPh pasal 21 yaitu pajak yang dikenakan atas penghasilan yang diterima karyawan selama masa perolehan penghasilan secara rutin atau teratur dalam tahun pajak bersangkutan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain. Dari uraian di atas bahwa dasar perhitungan menurut peraturan yang berlaku antara perusahaan dengan perpajakan tidak sama sehingga hasil yang diperoleh berbeda maka untuk menyesuaikan perbedaan kepentingan dibutuhkan koreksi fiskal tanpa melanggar peraturan perpajakan yang berlaku maka
3
perusahaan dapat melakukan implementasi perencanaan pajak. Oleh karena itu penulis mencoba membandingkan antara perhitungan PPh pasal 21 metode ditanggung perusahaan dengan metode tunjangan pajak yang di gross up. Perencanaan pajak tersebut diharapkan dapat meminimalkan beban pajak CV. Sarana Mandiri. Penulis membahasnya dalam skripsi dengan judul “Implementasi Perencanaan Pajak atas Metode Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 pada CV. Sarana Mandiri.”
1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dibuat rumusan masalah secara umum yaitu ”Bagaimana Implementasi Perencanaan Pajak atas Metode Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 pada CV. Sarana Mandiri”
1.3. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui Implementasi Perencanaan Pajak atas Metode Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 pada CV. Sarana Mandiri 1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Manfaat Teoritis Manfaat teoritis disebut sebagai manfaat akademis. Yakni manfaat yang dapat membantu penulis untuk memahami suatu konsep atau teori dalam suatu disiplin ilmu. Manfaat teoritis dapat meliputi: 1. Bagi PenulisMerupakan aplikasi teori-teori dalam
bangku
perkuliahan
dan
dapat
yang telah diperoleh di memberikan
tambahan
4
pengetahuan tentang penerapan kebijakan tax planning terhadap pajak penghasilan pasal 21 sebagai upaya meminimalkan beban pajak pada perusahaan untuk diterapkan ke dalam dunia usaha yang sebenarnya 2. Bagi pihak lain Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan referensi bagi peneliti selanjutnya yang ingin mengetahui dan menambah wawasan tentang tax planning terhadap pajak penghasilan pasal 21 sebagai upaya meminimalkan beban pajak 1.4.2. Manfaat Praktis Manfaat praktis adalah manfaat yang bersifat terapan dan dapat segera digunakan untuk keperluan praktis. Secara praktis berguna sebagai upaya yang dapat dipetik langsung manfaatnya. Manfaat praktis dapat meliputi : 1. Bagi perusahaan Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan maasukan dan
dasar
pertimbangan
dalam
penerapan
tax
planning
untuk
mengefisienkan pajak penghasilan PPh pasal 21 sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku, dan dapat menghindari sanksi-sanksi perpajakan, melalui pemahaman undang-undang perpajakan dan peraturan perpajakan lainnya yang up to dete. 2. Bagi perguruan tinggi Sebagai penambah khasanah perbendaharaan kepustakaan.
5
BAB II TELAAH PUSTAKA
2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pengertian Pajak Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus-menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik meteriil maupun spiritual. Untuk dapat merealisasikan tujuan tersebut perlu banyak memperhatikan masalah pembiayaan pembangunan. Pembiayaan pembangunan dapat berasal dari sumber dana dalam negeri berupa pajak. Apabila membahas pengertian pajak, banyak para ahli memberikan batasan tentang pajak. Menurut Waluyo (2005: 3), pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan- Menurut Mardiasmo (2009: 1) Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum. peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk dan gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas Negara yang menyelenggarakan pemerintahan. Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa pajak merupakan iuran yang bersifat wajib dari rakyat (wajib pajak) kepada negara tanpa mendapat jasa timbal balik secara langsung yang digunakan untuk membiayai pengeluaran umum. 5
6
Dari beberapa pengertian pajak yang telah dikemukakan, pajak memiliki unsur-unsur sebagai berikut: a. Iuran rakyat, dalam perundang-undangan pajak di Indonesia, ditegaskan bahwa pajak merupakan perwujudan keikutsertaan warga dalam pembangunan nasional. b. Kepada kas negara, undang-undang KUP menegaskan bahwa pajak harus dibayar ke kas Negara atau ke badan lain yang ditunjuk secara resmi oleh pemerintah (UU KUP Psl 10). c. Pajak
dipungut
berdasarkan
undang-undang
serta
aturan
pelaksanaannya yang sifatnya dapat dipaksakan. d. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan
adanya
kontraprestasi individual oleh pemerintah. e. Digunakan
untuk
pengeluaran-pengeluaran
negara,
yang
bila
pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai pengeluaran umum Pajak merupakan sumber pendapatan utama pemerintah yang digunakan untuk
membiayai pengeluaran-
pengeluaran umum untuk menyelenggarakan pemerintahan. Pajak diharapkan dapat digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah sebagaimana fungsi pajak itu sendiri. 2.1.2. Fungsi Pajak Pengertian fungsi yang tepat sehubungan dengan fugsi pajak adalah kegunaan atau manfaat dari suatu hal. Maka fungsi pajak berarti kegunaan pokok, manfaat pokok dari pajak itu sendiri. Umumnya dikenal dua macam fungsi pajak yaitu:
7
a. Fungsi Pajak Budgetair Fungsi budgetair disebut fungsi utama pajak, atau fungsi fiskal yaitu suatu fungsi dimana pajak dipergunakan sebagai alat untuk memasukkan dana secara optimal ke kas negara berdasarkan undang-undang perpajakan yang berlaku. Fungsi ini disebut fungsi utama karena timbul secara historis saat pertama kali pajak dikenakan. b. Fungsi Reguler Fungsi reguler atau fungsi mengatur disebut juga fungsi tambahan, yaitu suatu fungsi dimana pajak dipergunakan oleh pemerintah sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka pajak dipakai sebagai alat kebijaksanaan. Pajak dapat dibagi atau dibedakan menurut jenisnya. 2.1.3. Jenis Pajak Terdapat beberapa jenis pajak yang dapat dibedakan menurut golongan, sifat, dan lembaga pemungutannya. 1. Jenis Pajak Menurut Golongannya a. Pajak Langsung Yaitu Pajak yang pembebanannya tidak dapat dilimpahkan kepada pihak lain, tetapi harus menjadi beban langsung wajib pajak yang bersangkutan. b. Pajak Tidak Langsung Yaitu Pajak yang pembebanannya dapat dilimpahkan kepada pihak lain.
8
2. Jenis Pajak Menurut Sifatnya a. Pajak Subjektif Pajak yang didasarkan atas subjeknya, memperhatikan keadaan diri wajib pajak yang selanjutnya dicari syarat objektifnya (memperhatikan keadaan wajib pajak). b. Pajak Objektif Pajak yang berpangkal pada objeknya tanpa memperhatikan diri wajib pajak. 3. Jenis Pajak Menurut Lembaga Pemungutannya a. Pajak Pusat (Negara) Pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai pengeluaran negara. b.
Pajak Daerah Pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai pengeluaran daerah. Pajak daerah diatur dalam PP No. 18 tahun 1997 sebagaimana diubah dengan PP No. 34 tahun 2000. Pajak daerah terdiri dari pajak propinsi dan pajak kabupaten.
Dari pembagian jenis pajak di atas, dapat dilihat bahwa pajak diperoleh dari sumber-sumber penghasilan wajib pajak itu sendiri yang kemudian disebut sebagai pajak penghasilan.
2.1.4. Asas Pemungutan Pajak
9
Asas pemungutan pajak merupakan acuan untuk melakukan pemungutan pajak kepada wajib pajak. Dalam pemungutan pajak, terdapat asas-asas pemungutan pajak yang dikenal dengan nama The Four Cannos atau The Four Maxims (Waluyo, 2005: 13), dengan uraian sebagai berikut: 1. Equality (keseimbangan) Pembebanan pajak di antara subjek pajak hendaknya seimbang dengan kemampuannya, yaitu seimbang dengan penghasilan yang dinikmatinya di bawah perlindungan pemerintah. Dalam hal equality ini tidak diperbolehkan suatu negara mengadakan diskriminasi diantara sesama wajib pajak. Dalam keadaan yang sama wajib pajak harus diperlakukan sama dan dalam keadaan berbeda wajib pajak harus diperlakukan berbeda. 2. Certainty (kejelasan) Pajak yang dibayar oleh wajib pajak harus jelas dan tidak mengenal kompromi (not arbitrary). Dalam asas ini kepastian hukum yang diutamakan adalah mengenai subjek pajak, objek pajak, tarif pajak, dan ketentuan mengenai pembayarannya. 3. Convenience of payment (pemungutan yang tepat) Pajak hendaknya dipungut pada saat yang paling baik bagi wajib pajak, yaitu saat sedekat-dekatnya dengan saat diterimanya penghasilan atau keuntungan yang dikenakan pajak. 4. Economic of collections (penghematan pungutan) Pemungutan pajak hendaknya dilakukan sehemat (seefisien) mung-
10
kin, jangan sampai biaya pemungutan pajak lebih besar dari penerimaan pajak itu sendiri. Karena tidak ada artinya pemungutan pajak jika biaya yang dikeluarkan lebih besar dari penerimaan pajak yang akan diperoleh. Setelah memperhatikan asas pemungutan pajak, maka dapat diketahui bagaimana tata cara pemungutan pajak penghasilan. 2.1.5. Pengertian Pajak Penghasilan Pajak Penghasilan termasuk dalam kategori sebagai pajak subjektif, artinya pajak dikenakan karena ada subjeknya yakni yang telah memenuhi kriteria yang telah ditetapkan dalam peraturan perpajakan. Menurut Suandy, (2000: 33), “Pajak Penghasilan merupakan pajak yang dikenakan karena ada subjek pajak yang telah memenuhi kriteria yang telah ditetapkan dalam peraturan perpajakan.” Menurut Mardiasmo, (2009: 129), “Pajak Penghasilan aedalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam suatu tahun pajak.” Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa pajak penghasilan merupakan pajak yang dikenakan terhadap setiap penghasilan atau tambahan ekonomis terhadap subjek pajak yang telah memenuhi kriteria. Sehingga terdapat ketegasan bahwa apabila tidak ada subjek pajaknya, maka tidak dapat dikenakan pajak penghasilan. 2.1.6. Subjek Pajak Penghasilan Secara garis besar subjek pajak adalah
pihak-pihak (orang maupun
badan) yang akan dikenakan pajak. Wajib Pajak adalah subjek pajak yang telah memenuhi syarat-syarat objektif sehingga kepadanya diwajibkan pajak. Dengan kata lain setiap Wajib Pajak adalah subjek pajak. Subjek pajak tersebut dapat
11
dikemukakan sebagai berikut: a. Orang Pribadi Kedudukan orang pribadi sebagai subjek pajak dapat bertempat tinggal atau berada di Indonesia ataupun di luar Indonesia. Orang pribadi tidak melihat batasan umur dan juga jenjang sosial ekonomi, dengan kata lain berlaku sama untuk semua (nondiscrimination). b. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak Dalam hal ini, warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan merupakan subjek pajak pengganti, menggantikan mereka yang berhak yaitu ahli waris. Penunjukan warisan tersebut dimaksudkan agar pengenaan pajak atas penghasilan yang berasal dari warisan tersebut tetap dapat dilaksanakan, demikian juga dengan tindakan penagihan selanjutnya. c. Badan adalah sekumpulan orang atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha atau tidak melakukan usaha. Badan terdiri dari perusahaan reksadana yang berbentuk perseroan terbatas maupun bentuk lainnya, perseroan komenditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan bentuk apapun, persekutuan, perkumpulan, firma, kongsi, koperasi, yayasan atau organisasi massa ataupun organisasi politik, lembaga dana pensiun dan bentuk usaha uraian di atas terlihat bahwa yang dimaksud lainnya. Dari dengan badan sebagai subjek pajak tidaklah semata yang bergerak dalam bidang usaha (komersial), namun juga yang bergerak di bidang sosial, kemasyarakatan dan sebagainya,
12
sepanjang pendiriannya dikukuhkan dengan akta pendirian oleh yang berwenang. d. Bentuk Usaha Tetap (BUT) adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau juga badan yang tidak didirikan atau tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usahaatau melakukan kegiatan di Indonesia. Sebagaimana telah ditetapkan dalam UU PPh, subjek pajak terdiri dari 2 (dua) jenis yakni: a. Subjek Pajak dalam negeri adalah subjek pajak yang secara fisik memang berada atau bertempat tinggal atau bertempat kedudukan di Indonesia. b. Subjek pajak luar negeri, yang termasuk sebagai subjek pajak luar negeri adalah : -
Menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, ataupun berada di Indonesia namun tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia.
-
Menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, ataupun berada di Indonesia namun tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang
13
tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. Selain subjek pajak penghasilan, dalam pemungutan Pajak Penghasilan juga harus berdasar pada objek pajak penghasilan yang akan dikenakan pajak.
2.1.7. Objek Pajak Penghasilan Dalam perpajakan, yang dimaksud dengan objek pajak yaitu apa yang dikenakan pajak. Mengingat penting dan strategisnya objek pajak, sehingga dalam UU perpajakan selalu dengan tegas dinyatakan apa yang menjadi objek setiap jenis pajak. Untuk itu, Undang-undang Pajak Penghasilan telah memberikan penegasan mengenai objek Pajak Penghasilan yaitu penghasilan. Penghasilan merupakan setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diperoleh dari suatu aktifitas yang dilakukan oleh wajib pajak. Dari mekanisme aliran pertambahan kemampuan ekonomis, penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak dapat dikategorikan atas 4 (empat) sumber yakni: a. Penghasilan yang diterima
atau
diperoleh
dari
pekerjaan
berdasarkan hubungan kerja dan pekerjaan bebas. b. Penghasilan dari uasaha dan kegiatan. c. Penghasilan dari modal. d. Penghasilan lain-lain, seperti hadiah, pembebasan utang dan sebagainya. Berdasarkan keempat kategori tersebut di atas, sesuai dengan Pasal 4 ayat
14
(1) UU PPh telah diberikan uraian mengenai objek PPh antara lain: a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yangditerima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang PPh. b. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan. c. Laba usaha. d. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk: -
Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal.
-
Keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, anggota.
-
Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha.
-
Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan.
e. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya.
15
f. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang. g. Deviden, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk deviden dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi. h. Royalti. i. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta. j. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala. k. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah. l. Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing. m. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva. n. Premi asuransi. o. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas. p. Tambahan kekayaan netto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak. Di samping penghasilan dari selisih lebih karena penilaian kembali di atas, sesuai pasal 4 ayat (2) Undang-undang PPh terdapat beberapa jenis penghasilan yang pengenaannya dilakukan secara final yakni atas: a. Bunga deposito dan tabungan-tabungan lainnya. b. Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek. c. Penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan.
16
d. Penghasilan tertentu lainnya, seperti dari usaha migas, kertas, baja, dan sebagainya. Dalam pemungutan pajak, objek pajak merupakan aspek yangat diperhatikan karena menyangkut apa yang dikenakan pajak. Selain objek pajak, asas dan dasar pemungutan pajak juga harus dijadikan acuan dalam pemungutan pajak. Dalam Standar Akuntansi Keuangan (SAK) No. 23, pendapatan didefinisikan sebagai kenaikan manfaat ekonomi selama satu periode akuntansi dalam bentuk penambahan aktiva atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanaman modal. Menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000, yang dimaksud dengan penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun. Pajak penghasilan adalah “Pajak yang dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh subyek pajak orang pribadi atau badan usaha dalam tahun pajak yang bersangkutan”. Besarnya pajak penghasilan yang dikenakan pada satu periode masa pajak akan bergantung pada besarnya penghasilan yang diperoleh dalam periode itu. Dasar hukum yang berkenaan dengan pelaksanaan operasional PPh Pasal 21 yang dikeluarkan Pemerintah baik dalam bentuk Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden maupun Keputusan Menteri Keuangan serta
17
untuk pelaksanaan teknis operasional yang diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak maupun dalam surat edaran Direktur Jenderal Pajak. Dasar hukum. 1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan UndangUndang No. 28 Tahun 2007 2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 3. Keputusan
Menteri
Keuangan
Republik
Indonesia
Nomor
541/KMK.04/2000 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Peraturan
Menteri
Keuangan
Republik
Indonesia
Nomor
184/PMK.03/2007 tentang Penentuan Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran dan Penyeroran Pajak, Penentuan Tempat Pembayaran Pajak, dan Tata Cara Pembayaran, Penyetoran dan Pelaporan Pajak, serta Tata Cara Pengangsuran dan Penundaan Pembayaran Pajak 4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-254/PMK.03/2008 tentang Penetapan Bagian Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan dari Pegawai Harian dan Mingguan serta Pegawai Tidak Tetap Lainnya yang Tidak Dikenakan Pemotongan Pajak Penghasilan. 5. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2009 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER57/PJ/2009 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran,
18
dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21/26. Secara umum pengertian subyek pajak adalah pihak-pihak (orang pribadi maupun badan) atau siapa saja yang akan dikenakan pajak. Subyek pajak adalah segala sesuatu yang mempunyai potensi untuk memperoleh penghasilan dan menjadi sasaran uantuk dikenakan pajak penghasilan. Subyek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan dalam undang-undang perpajakan disebut wajib pajak. Penerima penghasilan yang dipotong PPh pasal 21 (Pasal 1 angka 2, Pasal 3, Pasal 26 Kepdirjen No. KEP-545/PJ./2000, Kepdirjen No. KEP-110/PJ./2003) adalah : 1. Pegawai tetap termasuk anggota dewan komisaris dan anggota dewan pengawas yang secara teratur terus menerus ikut mengelola kegiatan perusahaan secara langsung; 2. Tenaga lepas, yaitu orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja yang hanya menerima imbalan apabila orang pribadi yang bersangkutan bekerja; 3. Penerima pensiun; 4. Penerima honorarium; 5. Penerima upah, yaitu orang pribadi yang menerima upah harian, upah mingguan, upah borongan, atau upah satuan; 6. Orang pribadi lainnya yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan dari Pemotong Pajak.
19
Subjek yang bertindak sebagai pemotong PPh pasal 21 (Pasal 2 ayat 1 Kepdirjen No.KEP-545/PJ./2000 ) adalah : 1. Pemberi kerja, 2. Bendaharawan Pemerintah, 3. Dana pensiun atau badan lain yang membayarkan uang pensiun dan pembayaran lain 4. Perusahaan, 5. Badan, 6. Bentuk Usaha Tetap, 7. Yayasan, 8. Lembaga, 9. Kepanitiaan, 10. Asosiasi, 11. Perkumpulan, 12. Organisasi massa, 13. Organisasi sosial politik, 14. Penyelenggara kegiatan, 15. yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun, sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa, serta kegiatan Objek Penghasilan Yang Dipotong PPh Pasal 21 (Pasal 2 ayat (1) Kepdirjen No.KEP-545/PJ./2000 ) adalah : 1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap, baik berupa
20
penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur. 2. Penghasilan yang diterima atau diperoleh penerima pensiun secara teratur berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya. 3. Penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan penghasilan sehubungan dengan pensiun yang diterima secara sekaligus berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau jaminan hari tua, dan pembayaran lain sejenis 4. Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang dibayarkan secara bulanan 5. Imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan imbalan sejenisnya dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan 6. Imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, dan imbalan sejenis dengan nama apapun. Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk pula penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan lainnya dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh: a.
Bukan Wajib pajak,
b.
Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final, atau
21
c.
Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma penghitungan khusus (deemed profit).
Tidak termasuk dalam pengertian penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah sebagai berikut: 1. Pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan asuransi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa. 2. Penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dalam bentuk apapun diberikan oleh Wajib Pajak atau Pemerintah, termasuk Pajak Penghasilan yang ditanggung oleh pemberi kerja, termasuk yang ditanggung oleh Pemerintah merupakan penerimaan. 3. Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, iuran tunjangan hari tua atau iuran jaminan hari tua kepada badan penyelenggara tunjangan hari tua atau badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja yang dibayar oleh pemberi kerja. 4.
Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah, atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di
22
antara pihak-pihak yang bersangkutan. 5. Beasiswa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf l UndangUndang Pajak Penghasilan 2.1.8. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) Penghasilan tidak kena pajak adalah batas penghasilan bagi karyawan yang dikenai pajak penghasilan. Besarnya PTKP tergantung dari status pribadi karyawan dan jumlah anggota keluarga yang menjadi tanggungannya pada awal tahun pajak. PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak) adalah penghasilan yang menjadi batasan tidak kena pajak bagi wajib pajak orang pribadi, dengan kata lain apabila penghasilan neto wajib pajak orang pribadi jumlahnya dibawah PTKP tidak akan terkena Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25/29. Jumlah PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak) Tahun 2011 dan Tahun 2012 adalah sebagai berikut : a. Rp15.840.000,00 (lima belas juta delapan ratus empat puluh ribu rupiah) untuk diri Wajib Pajak orang pribadi; b. Rp1.320.000,00 (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah) tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin; c. Rp15.840.000,00 (lima belas juta delapan ratus empat puluh ribu rupiah) tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1); dan d. Rp1.320.000,00 (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah) tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis
23
keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga. Penerapan ketentuan tersebut ditentukan oleh keadaan pada awal tahun pajak atau awal bagian tahun pajak.Contoh : Tahun 2010 Tuan A status Kawin anak 1 .Pada Pebruari Tahun 2011 Isteri Tuan A melahirkan anak. PTKP Tahun 2011 untuk status Tuan A adalah Kawin anak 1Penerapan PTKP Tahun 2011 dan Tahun 2012
Tabel 2.1 Penghasilan Tidak Kena Pajak Tahun 2011 PTKP STATUS
TK/0
K/0
K/1
K/2
K/3
Istri Tidak Kerja 15.840.000
17.160.000
18.480.000
19.800.000
21.120.000
Istri Kerja
33.000.000
34.320.000
35.640.000
36.960.000
Diri Sendiri
15.840.000
Status Kawin
1.320.000
Istri/Suami Kerja
15.840.000
Tanggungan 1
1.320.000
Sumber : Pasal 7 UU No.36 Tahun 2008 tentang PPh (Pajak Penghasilan). Tabel 2.2 menjelaskan tarif pajak yang dikenakan untuk penghasilan kena pajak. Tabel 2.2 Tarif Pasal 17 Undang-Undang Pajak Penghasilan
24
Lapisan Penghasilan Kena Pajak
Tarif Pajak
Sampai dengan Rp. 50.000.000,-
5%
Diatas Rp. 50.000.000,- sampai dengan Rp. 250.000.000,-
15%
Diatas Rp. 250.000.000,- sampai dengan Rp. 500.000.000,-
25%
Diatas Rp. 500.000.000,-
30%
Sumber : Pasal 7 UU No.36 Tahun 2008 tentang PPh Pajak Penghasilan. 2.1.9. Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 Pegawai harian, pegawai mingguan, pemagang, dan calon pegawai, serta pegawai tidak tetap lainnya yang menerima upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan dan uang saku harian yang besarnya melebihi Rp 150.000 sehari tetapi dalam satu bulan takwim jumlahnya tidak melebihi Rp 1.320.000 dan atau tidak di bayarkan secara bulanan, maka PPh Pasal 21 yang terutang dalam sehari adalah dengan menerapkan tarif 5% dari penghasilan bruto setelah dikurangi Rp 150.000. Bila dalam satu bulan takwim jumlahnya melebihi
Rp
1.320.000 sebulan, maka besarnya PTKP yang dapat dikurangkan untuk satu hari adalah sesuai dengan jumlah PTKP sebenarnya dari penerima penghasilan yang bersangkutan. Penerima pesangon, tebusan pensiun, Tunjangan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua yang dibayarkan sekaligus dikenakan tarif PPh final sebagai berikut: - 5% dari penghasilan bruto diatas Rp 25.000.000 s.d. Rp. 50.000.000. - 10% dari penghasilan bruto diatas Rp. 50.000.000 s.d. Rp. 100.000.000. - 15% dari penghasilan bruto diatas Rp. 100.000.000 s.d.Rp. 200.000.000. - 25% dari penghasilan bruto diatas Rp. 200.000.000. Penghasilan bruto sampai dengan Rp. 25.000.000,- dikecualikan dari pemotongan pajak.
25
Ada 3 metode yang memiliki nilai plus dalam rangka mengefisienkan beban perusahaan yakni: -
Gross Method (PPh Pasal 21 ditanggung sendiri oleh karyawan). Adalah suatu metode pemotongan pajak dimana karyawan menanggung
sendiri jumlah pajak penghasilannya, pada umumnya dipotong langsung dari gaji karyawan. Perhitungan metode ini adalah hal yang hampir sebagian besar dilakukan perusahaan karena mungkin tidak terlalu rumit bagi perusahaan atau mungkin memang cocok dengan keadaan perusahaan (siklus hidup perusahaan). -
Net Method (PPh Pasal 21 ditanggung Perusahaan) Merupakan metode pemotongan pajak dimana perusahaan menanggung
pajak karyawannya. -
Gross Up Method (Tunjangan pajak yang digross up) Suatu metode pemotongan pajak dimana perusahaan memberikan tunjan-
gan pajak yang jumlahnya sama besar dengan jumlah pajak yang akan dipotong dari karyawan. Berikut ini rumusan gross up, dimana formula gross up PPh Pasal 21 terbagi dalam 4 (empat) lapisan rentang Penghasilan Kena Pajak (PKP) sesuai dengan tarif pasal 17 UU PPh (Tarif Progresif), yaitu : PKP s.d Rp. 50.000.000
: PKP
X 5% 0.95
PKP di atas Rp. 50.000.000 s.d Rp. 250.000.000,- :
(PKP x 15%) –Rp5juta 0.85
PKP di atas Rp. 250.000.000 s.d Rp. 500.000.000,- : (PKP x 25%) - Rp. 30Juta 0.75
26
PKP di atas Rp. 500.000.000
:
(PKP x 30%) -Rp. 55 Juta 0.70
Pada prinsipnya Gross Up adalah untuk mencari tunjangan pajak yang jumlahnya sama dengan pajak yang terutang. Karena besarnya tunjangan pajak yang diberikan perusahaan dimasukan agai penghasilan yang dicantumkan dalam SPT PPh Pasal 21 maka atas seluruh tunjangan pajaknya dapat dibiayakan (deductible). Sumber : www.penyesuaian PTKP 2013.com 19/6/2013 20:16 2.1.10. Perencanaan Pajak ( Tax Planning ) Menurut (Suandy, 2006:7) “Perencanaan pajak adalah langkah awal dalam manajemen pajak di mana dalam tahap ini dilakukan pengumpulan dan penelitian terhadap peraturan perpajakan dengan maksud dapat diseleksi jenis tindakan penghematan pajak yang dapat dilakukan.” Pada umumnya tujuan perencanaan pajak mengacu pada suatu proses untuk merekayasa atau mengorganisasi usaha dan transaksi wajib pajak sedemikian rupa sehingga utang pajaknya berada dalam jumlah minimal tetapi masih dalam lingkup ketentuan peraturan undang – undang perpajakan yang berlaku ( Thahjono dan Husein, 1999:475) Manfaat yang diperoleh dari perencanaan pajak yang dilakukan secara cermat (Husein, 1999:477) yaitu : a. Penghematan kas keluar Pajak sebagai unsur pengurangan penghasilan, merupakan beban yang ditanggung sepenuhnya oleh perusahaan. Dengan meminimalkan beban pajak, dana yang tersedia untuk membayar pajak dapat dialokasikan kepada pos lain dalam perusahaan. b. Mengatur aliran kas
27
Dengan perencanaan pajak yang matang dapat ditentukan dengan langkah yang tepat dalam mengestimasikan kebutuhan kas untuk pajak dan menentukan saat pembayaran sehingga perusahaan dapat menyusun anggaran secara lebih akurat. Sebenarnya banyak hal yang menjadi motivasi atau yang mendasari seorang wajib pajak untuk melakukan suatu perencanaan pajak, namun semua itu bersumber dari adanya tiga unsur perpajakan (Suandy, 2001) yaitu: a. Kebijaksanaan perpajakan (tax policy) merupakan alternatif dari berbagai sasaran yang hendak dituju dalam system perpajakan. b. Undang-undang perpajakan (tax law) merupakan suatu pedoman atau ketentuan yang harus dipatuhi oleh wajib pajak yang berasal dari Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Keputusan Menteri Keuangan, dan Keputusan Direktur Jenderal Pajak. c. Administrasi perpajakan (tax administration) merupakan kewajiban wajib pajak untuk mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP dan NPPKP serta wajib menyelenggarakan suatu pembukuan atau pencatatan, menghitung, menyetor pajak, menyampaikan SPT disamping memotong dan memungut pajak. Ada beberapa tolak ukuran yang biasanya digunakan dalam mengukur kepatuhan perpajakan wajib pajak (Thahjono dan Husein, 1999:475) yaitu: a. Tax saving merupakan upaya wajib pajak mengelakan utang pajaknya dengan cara menahan diri untuk tidak membeli produk yang ada PPN dan mengurangi jam kerja sehingga penghasilan menjadi kecil.
28
b. Tax avoidance adalah upaya wajib pajak melakukan perbuatan yang dikenakan pajak atau upaya memanipulasi penghasilan wajib pajak secara legal yang masih sesuai dengan ketentuan perundangan-perundangan untuk memperkecil jumlah pajak terutang jumlah pajak terutang. c. Tax evasion merupakan upaya wajib pajak dengan penghindaran pajak terutang secara ilegal dengan cara menyembunyikan keadaan yang sebenarnya. Terdapat dua hal yang harus diperhatikan dalam suatu perencanaan pajak (Suandy, 2001:10) yaitu: 1. Tidak melanggar ketentuan perpajakan. Bila suatu perencanaan pajak ingin dipaksakan dengan melanggar ketentuan perpajakan bagi wajib pajak merupakan resiko yang berbahaya dan mengancam keberhasilan perencanaan pajak itu sendiri. 2. Bukti-bukti pendukungnya memadai misalnya dukungan perjanjiannya atau peraturan, faktur dan juga perlakuan akutansinya. 2.1.11. Manajemen Pajak Perencanaan pajak secara teoritis merupakan bagian dari manajemen pajak. Secara umum manajemen pajak adalah sarana untuk memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar tetapi dalam jumlah yang dibayar dapat ditekan serendah mungkin untuk memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan untuk dapat mencapai tujuan manajemen pajak ada dua hal yang perlu dikuasai dan dilaksanakan (Suandy, 2001) yaitu : a. Memahami ketentuan peraturan perpajakan. Dengan mempelajari peratu-
29
ran perpajakan maka wajib pajak dapat mengetahui peluang- peluang yang dapat dimanfaatkan untuk menghemat beban pajak. b. Menyelenggarakan pembukuan yang memenuhi syarat. Pembukuan merupakan saran yang sangat penting dalam penyajian informasi keuangan dan menjadi saran dalam menghitung besarnya jumlah pajak terutang. Kesimpulan yang diambil dari uraian tersebut dapat dikemukakan bahwa fungsi-fungsi managemen pajak adalah sebagai berikut ini (Suandy, 2001): a.
Perencanaan pajak ( tax planning ) Merupakan tahap pertama dalam penghematan pajak di mana strategi disusun untuk penelitian dan pengumpulan ketentuan peraturan perpajakaan dilakukan pada tahap ini untuk memenuhi strategi penghematan yang dilakukan uuntuk meminimalkan kewajiban pajak.
b. Pelaksanaan kewajiban perpajakan (tax implementation) Yaitu tahap pelaksanaan kewajiban perpajakaan baik formal maupun material harus dipastikan bahwa pelaksanaannya telah memenuhi peraturan perpajakan yang berlaku serta tidak melanggar ketentuan yang ada. c. Pengendalian pajak (tax control) Bertujuan untuk memastikan bahwa kewajiban pajak telah dilaksanakan sesuai dengan yang telah direncanakan dan telah memenuhi persyaratan formal maupun material. 2.2. Penelitian Terdahulu Fauziah istiqomah, jurusan akuntansi fakultas ekonomi pada universitas
30
sumatra utara (2006) skripsi yang berjudul “Tax Planning dan Implementasinya terhadap Upaya Meningkatkan Kinerja Perusahaan pada PT. Surya Sukma”. Secara garis besar penelitian ini merupakan studi kasus pada perusahaan di bidang usaha jasa furniture. Penelitian tersebut mengacu pada pembahasan perencanaan kinerja perusahaan. Penelitian Adi jurusan akuntansi fakultas ekonomi pada universitas sumatra utara (2008) dalam skripsi yang berjudul “Upaya Penghematan Pajak Melalui Perencanaan Pajak” menunjukkan bahwa upaya penghematan dilakukan dengan memanfaatkan celah-celah dalamperaturan perpajakan, yang memungkinkan perusahaan menghemat beban pajaknya, sehingga seluruh biaya yang diakui pajak/fiskal dapat diperhitungkan perusahaan. Sedangkan penelitian yang dilakukan penulis adalah mengacu pada Implementasi Perencanaan Pajak atas Metode Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21, perusahaan dapat menghemat beban pajaknya tanpa melanggar peraturan perpajakan yang berlaku. Hal ini dapat dikaukan dengan melakukan rekonsiliasi serta koreksi fiskal terhadap biaya-biaya yang dapat dikurangkan serta biaya-biaya yang tidak dapat dikurangkan dari penghasilan kenapajak. Apabila biaya semakin besar secara langsung jumlah penghasilan bersih sebelum pajak akan berkurang sehingga dapat menghemat beban pajak perusahaan namun bebrbeda dengan penelitian sebelumnya, penelitian ini merupakan studi kasus pada perusahaan yang bergerak di bidang distributor telekomunikasi, sedangkan persamaanya dengan penelitian terdahulu adalah sama-sama melakukan penghematan pajak PPh pasal 21 untuk meminimalkan jumlah pajak yang dibayarkan. 2.3. Kerangka Konseptual
31
LAPORAN KEUANGAN CV. Sarana Mandiri Komersial
Dengan Tax Planning ( Undang-undang PPh No 17 Tahun 2000 )
Tanpa Tax Planning
Setelah kebijakan Tunjangan pajak di gross up
Sebelum adanya kebijakan tunjangan pajak gross up
EFISIENSI
Gambar 2.3 Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual yang dapat dijabarkan sebagai tuntunan untuk memecahkan masalah penelitian dalam skripsi ini, diwakili oleh bagan
alur.
Dasar penelitian ini dalam melakukan tax planning adalah melalui laporan keuangan dari CV. Sarana Mandiri yaitu laporan laba-rugi. Laporan laba-rugi tersebut akan dianalisa dan hasilnya dibandingkan antara laporan keuangan labarugi yang dilakukan tax planning berdasarkan ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan No 17 tahun 2000 dan tanpa tax planning. Dan akan diketahui tentang pengaruh atas pajak penghasilan yang dibayarkan oleh perusahaan dengan di bayar oleh karyawan tersebut dalam mencapai efesiensi karena adanya tax planning
32
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah, rumusan masalah dan tujuan penelitian, maka penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif, menurut Kirk Dan Miller penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan social yang secara fundamental tergantung pada pengamatan manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang lain dalam pembahasannya dan peristilahanya (Moleong, 1998:3). Pada umumnya, penelitian kualitatif merupakan penelitian non hipotesis, sehingga dalam langkah penelitiannya tidak memerlukan hipotesis. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif (Descriptive Research), yaitu suatu metode dalam penelitian status sekelompok manusia, objek, kondisi, sistem pemikiran ataupun peristiwa pada masa sekarang. Descriptive research bertujuan untuk membuat diskripsi, memberikan gambaran atau lukisan secara tepat dan lengkap mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki atau obyek studi. 3.2. Populasi dan Teknik penentuan sampel Menurut Nazir (2005) dalam bukunya metode penelitiaan popolasi dapat diartikan sebagai kumpulan dari individu dengan kualitas serta ciri-ciri yang telah ditetapkan, bisa juga kumpulan dari ukuran-ukuran tentang sesuatu yang ingin kita buat inferensi yang berkenaan dengan data, bukan orang ataupun bendanya. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh aktivitas pada CV. Sarana Mandiri. 32
33
Sedangkan penentuan sampel dapat didefinisikan sebagai bagian dari hipotesis, dalam menentukan besarnya sampel, pemilihanya perlu dihubungkan dengan tujuan penelitian serta banyaknya variabel yang ingin dikumpulkan, sebuah sampel bagian dari populasi, sedangkan survei sampel adalah suatu prosedur dimana hanya sebagian dari populasi saja yang diambil dan dipergunakan untuk menentukan sifat serta ciri yang dikehendaki dari populasi. Sampel dalam penelitian ini adalah perencanaan pajak penghasilan pasal 21 di CV. Sarana Mandiri tahun 2011 hal ini dikarenakan data perpajakan yang tersedia hanya tahun 2011,untuk tahun 2012 dan 2013 belum dikeluarkan oleh perusahaan. 3.3. Variabel dan definisi operasioanal variabel 3.3.1. Variabel Penelitian Variabel penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah : 1. Perencanaan Pajak Penghasilan 2. Metode penghitungan pajak ditanggung perusahaan dan metode gross up 3.3.2. Definisi Operasional Variabel 1. Perencanaan Pajak Penghasilan pph pasal 21 Merupakan upaya meminimalkan pajak penghasilan terutang dan mengoptimalkan laba perusahaan melalui perencanaan pajak yang efektif yang merupakan bagian dari kebijakan strategi perusahaan secara keseluruhan untuk mencapai tujuan perusahaan yang antara lain berupa pemanfaatan sumber daya perusahaan secara optimal khususnya dalam bidang perpajakan, sebagai
sarana dan usaha untuk mencapai tujuan
utama perusahaan yakni pertumbuhan usaha yang menguntungkan dan
34
berkesinambungan. 2. Metode penghitungan pajak ditanggung perusahaan dan metode gross up Merupakan metode pemotongan pajak dimana perusahaan menanggung pajak karyawannya. Artinya besarnya PPh Pasal 21 yang ditanggung perusahaan tidak bisa dibiayakan (non deductible), sedangkan metode Gross Up merupakan Suatu metode pemotongan pajak dimana perusahaan memberikan tunjangan pajak yang jumlahnya sama besar dengan jumlah pajak yang akan dipotong dari karyawan. Pada prinsipnya Gross Up adalah untuk mencari tunjangan pajak yang jumlahnya sama dengan pajak yang terutang. Karena besarnya tunjangan pajak yang diberikan perusahaan dimasukan sebagai penghasilan yang dicantumkan dalam SPT PPh Pasal 21 maka atas seluruh tunjangan pajaknya dapat dibiayakan (deductible). Ruang lingkup adalah pembatasan atas suatu pembahasan, yang dimaksudkan agar pembahasan tidak terlalu meluas dan mengarah. Dalam penelitian ini dibatasi pada penelitian terhadap pajak penghasilan yang diatur dalam Undang-Undang No. 17 tahun 2000 di mana lebih difokuskan pada Implementasi Perencanaan Pajak Atas Metode Penghitungan PPh Pasal 21. Data yang digunakan adalah data gaji karyawan tetap CV. Sarana Mandiri Tahun 2011 Jenis data dalam penelitian ini adalah data kualitatif dengan sumber meliputi: 1. Data Primer yaitu data yang bisa didapat langsung dari lapangan, dapat berasal dari para responden, bisa juga berasal dari sumber intern perusahaan dan melakukan wawancara dengan staf-staf perusahaan itu
35
sendiri. Data tersebut berupa apa saja yang berkaitan dengan perhitungan pajak penghasilan pasal 21. 2. Data Sekunder merupakan data informasi yang berupa struktur organisasi perusahaan, akta pendirian perusahaan dan lain-lain.
3.4. Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian Sesuai dengan prosedur penelitan pada umumnya, maka secara ringkas prosedur pengumpulan data skripsi adalah sebagai berikut : 1. Survey Pendahuluan Dilaksanakan dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran umum perusahaan dan kondisi perusahaan pada saat ini 2. Studi Kepustakaan Penulis melakukan pengumpulan data yang berasal dari literatur kuliah, makalah, jurnal, artikel, buku lainnya dan dokumen perusahaan berupa sejarah, struktur organisasi perusahaan, laporan laba rugi, daftar gaji karyawan, SPT tahunan. 3. Dokumentasi perusahaan berupa sejarah, struktur organisasi perusahaan, laporan laba rugi, daftar gaji karyawan, serta SPT tahunan yang dilaporkan oleh perusahaan. Langkah ini bertujuan untuk melihat secara lebih jelas serta memperoleh data yang akurat sebagai masukan dalam proses analisis selanjutnya. Penelitian ini dilaksanakan melalui :
Observasi
36
Suatu cara pengumpulan data dengan jalan mengadakan pengamat langsung terhadap obyek yang diteliti guna mencocokan hasil interview sehingga mendapatkan keyakinan terhadap kebenaran data.
Wawancara Mengadakan tanya jawab secara langsung dengan pihak perusahaan untuk mendapatkan data yang dibutuhkan untuk menunjang serta mempermudah masalah penelitian
3.5. Teknik Analisis Data Dari data yang dikumpulkan akan dianalisis adapun langkah-langkah penelitian adalah sebagai berikut : 1. Mengumpulkan data perusahaan yang berkaitan dengan permasalahan melalui
wawancara dengan pihak perusahaan serta dokumentasi
perusahaan. 2. Mengolah data yang diperoleh sebagai bahan untuk menganalisis permasalahan. 3. Membahas dan menganalisa data yang ada dengan mengacu pada teknikteknik implementasi perencanaan pajak atas penghitungan PPh pasal 21 4. Menyimpulkan hasil pembahasan sesuai bidang masalah dan memberikan saran kepada CV. Sarana Mandiri atas pentingnya Implementasi Perencanaan Pajak Atas PPh Pasal 21.
BAB IV
37
PENYAJIAN DAN ANALISA DATA 4.1. Penyajian Data Pada bab empat akan dijelaskan mengenai sejarah singkat perusahaan, struktur organisasi dan tujuan perusahaan serta kebijaksanaan perusahaan, sehingga didapat gambaran yang jelas mengenai deskripsi penelitian. Dilakukan juga pembahasan mengenai perbandingan dan perhitungan PPh pasal 21 Metode Yang Ditanggung Perusahaan dengan metode tunjangan PPh yang di gross up 4.1.1.Sejarah CV. Sarana Mandiri CV. Sarana Mandiri berdiri pada tahun 2001 yang beralamat di Ruko graha surya blok D No 3 Sidoarjo Jawa timur dengan klasifikasi usaha 51900perdangangan besar lainnya, Perusahaan ini bergerak di bidang usaha pendistribusian produk telekomunikasi, seperti kartu perdana, voucher, pengisian pulsa dan semua jenis produk yang dikeluarkan oleh telkomsel. Pada awalnya perusahaan ini hanya mempekerjakan 20 karyawan yang masing-masing mempunyai peranan yang saling terkait, namun dengan bertambahnya produkproduk telekomunikasi yang di jual maka perusahaan pada tahun 2010 menambah karyawan menjadi 45 karyawan. Ada beberapa karyawan yang disebar di luar jawa timur untuk mengontrol jalannya kegiatan usaha karena Pendistribusian ini dilakukan hampir diseluruh wilayah Indonesia, rute wilayah pendistribusian dilakukan sesuai prosedur perusahaan sehingga perusahaan dapat melakukan perencanaan terhadap pendistribusiannya,dan melakukan controling produk.
4.1.2. Tujuan CV. Sarana Mandiri 37
38
Tujuan perusahaan adalah suatu upaya yang hendak dicapai sebagai sasaran utama dari segala kegiatan yang diadakan berdasarkan jangka waktu tertentu. dalam menetapakan tujuan perusahaan yang ingin dicapai adalah: a. Tujuan Jangka Pendek Tujuan jangka pendek yang hendak dicapai oleh perusahaan dalam waktu yang relatif singkat misalnya kurang dari satu tahun yaitu: Berusaha mencapai target penjualan produk yang ditetapkan perusahaan b. Tujuan Jangka Panjang Tujuan yang dicapai setelah tujuan jangka pendek tercapai dalam jangka waktu lebih dari satu tahun antara lain : 1. Berusaha meningkatkan profit perusahaan 2. Mengadakan ekspansi perusahaan ke berbagai wilayah di Indonesia.
4.1.3.Visi_ CV. Sarana Mandiri Visi perusahaan adalah untuk menjadi perusahaan distributor terbesar di indonesia. Manajemen memulai transformasi dari organisasi tingkatan tradisional menuju ke sebuah organisasi yang lebih fleksibel. Membuat mimpi menjadi nyata untuk konsumen melalui merk dan produk yang dijual seperti produk telkomsel kartu perdana, pengisian pulsa, kartu perdana modem,dll.
4.1.4. Struktur Oraganisasi Perusahaan
39
Organisasi adalah sekelompok orang ( dua atau lebih ) yang secara formal dipersatukan dalam suatu kerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Menurut Chester I. Bernard “ organisasi merupakan suatu sistem aktivitas kerjasama yang dilakukan oleh dua orang atau lebih.” Pengertian struktur organisasi
adalah susunan komponen-komponen
(unit-unit kerja) dalam organisasi. Struktur organisasi menunjukan adanya pembagian kerja dan menunjukan bagaimana fungsi-fungsi atau kegiatan-kegiatan yang berbeda-beda tersebut diintegrasikan (koordinasi). Selain daripada itu struktur organisasi juga menunjukan spesialisasi-spesialisasi pekerjaan, saluran perintah dan penyampaiaan laporan.
Gambar 4.1
40
STRUKTUR ORGANISASI CV. Sarana Mandiri
Komisaris
Pimpinan
Ka. Bagian controling
Ka. Bagian Personalia
Ka. Bagian Keuangan
Ka. Bagian Pemasaran
Pengawas gudang
Kasir
Penjualan
Petugas Gudang
Pembukuan
Distribusi
Petugas pengiriman
Sumber : Data Perusahaan Berikut ini akan dijelaskan mengenai struktur organisasi sesuai dengan job description pada masing-masing bagian, yaitu : a. Komisaris :
41
-
Mengangkat dan memberhentikan pimpinan sesuai dengan rapat dewan komisaris.
-
Memberikan dana investasi kepada perusahaan dan membubarkan perusahaan sesuai dengan kondisi perusahaan.
-
Memberikan pertimbangan dan kebijaksanaan khusus kepada pimpinan bilamana diperlukan.
b. Pimpinan -
Mengangkat dan memberhentikan kepala-kepala bagian yang dianggap tidak produktif.
-
Bertanggung jawab sepenuhnya terhadap kelangsungan hidup perusahaan.
-
Memberikan masukan dan kebijakan bilamana diperlukan para kepala bagian.
c. Kepala Bagian controling -
Membuat rencana kerja dan melakukan proses controling.
-
Memberikan pertimbangan dan saran yang berguna pada masingmasing bagian dibawahnya.
-
Membuat perencanaan dan realisasi atas biaya pendistribusian untuk diajukan kepada kepala bagian keuangan. 1. Pengawas gudang -
Melakuan pengawasan terhadap jalannya proses pendistribusian barang yang harus sesuai dengan rencana kerja yang ada.
-
Melakukan pengawasan terhadap para karyawan yang terlibat
42
dalam proses pendistribusian. -
Membuat perhitungan jam kerja lembur karyawan bilamana diperlukan.
-
Memberikan tindakan dan peringatan kepada karyawan yang mangkir dalam menyelesaikan pekerjaan.
2. Petugas Gudang -
Menyediakan perlengkapan dan alat-alat kerja yang dibutuhkan karyawan dalam proses pendistribusian barang.
-
Menyediakan bahan yang diperlukan.
-
Membuat laporan harian pemakaian dan perlengkapan lainnya yang digunakan selama pendistribusian.
-
Membuat laporan persediaan produk yang ada di gudang.
3. Petugas pengiriman -
Bertanggung jawab terhadap proses pendistribusian agar tepat waktu dalam pengiriman.
-
Bertanggung jawab terhadap ketepatan pendistribusian.
-
Membuat laporan pengiriman,melaporkannya pada bagian gudang.
d. Kepala Bagian Personalia -
Mengangkat dan memberhentikan para karyawan.
-
Membuat laporan pengeluaran dan penambahan karyawan.
-
Memberikan training kepada para karyawan baru.
-
Membuat perhitungan gaji,upah dan lembur untuk setiap karyawan.
e. Kepala Bagian Keuangan
43
-
Membuat laporan posisi keuangan rutin setiap bulannya dan dilaporan kepada Pimpinan.
-
Memberikan pertimbangan rencana anggaran biaya yang dibuat oleh masing-masing kepala bagian.
Kepala bagian keuangan membawahi beberapa bagian antara lain : 1. Kasir -
Melakukan semua pembayaran-pembayaran tunai kepada supplier.
-
Melakukan pembayaran-pembayaran kepada para karyawan (gaji, premi, bonus, tunjangan dan lain-lain).
-
Melakukan pembayaran-pembayaran rutin perusahaan (pajak, astek, listrik, air, telepon, dan lain-lain).
2. Pembukuan -
Melakukan pencatatan terhadap transaksi-transaksi keuangan.
-
Mencatat semua penerimaan dan pengeluaran baik kas maupun bank.
f. Kepala Bagian Pemasaran -
Memonitoring fluktuasi harga di pasaran.
-
Melakukan
usaha-usaha
dan
strategi
pemasaran
yang
dapat
meningkatkan hasil penjualan. -
Membuat laporan hasil penjualan secara berkala dan melaporkannya kepada pimpinan.
4.2. Analisis Data
44
Manajemen perusahaan yang sehat selalu memperhatikan karyawannya, karena perusahaan akan memperoleh timbal balik dari karyawan. Supaya perusahaan dapat bertahan hidup dan berkembang maka perusahaan harus mengadakan program-program tertentu, perusahaan juga harus memperoleh dana segar untuk inventasi perusahaan. Oleh karena itu manajemen perusahaan harus dapat mengelola keuangan sehingga terus dapat berkembang dan kesejahteraan karyawan tidak berkurang. Salah satu cara dilakukan agar tujuan dapat tercapai maka meminimalkan penghematan pajak. 4.2.1. Penghitungan Penghasilan Karyawan Dalam hal PPh pasal 21 atas gaji karyawan, pajak yang ditanggung perusahaan dengan pajak yang ditanggung oleh karyawan termasuk dalam pengertian imbalan atau penghasilan dan juga tunjangan yang dipotong PPh pasal 21 sesuai peraturan perundang-undangan perpajakan. 4.3. Interpretasi Sebelum dilakukan penghitungan PPh pasal 21 tentang metode memberikan tunjangan pajak yang menggunakan metode gross up, peneliti mengambil sampel penghasilan karyawan tetap yang penghasilannya di atas PTKP dengan sampel sebanyak 45 orang yang dapat dilihat pada Tabe 4.1 berikut ini :
Tabe 4.1 CV. SARANA MANDIRI
45
PENGHASILAN PPh PASAL 21 KARYAWAN TETAP UNTUK PERIODE JANUARI - DESEMBER 2011 No.
Nama
Status
1
Karyawan 1
K/3
2
Karyawan 2
TK/-
3
Karyawan 3
TK/-
4
Karyawan 4
K/3
5
Karyawan 5
TK/-
6
Karyawan 6
K/1
7
Karyawan 7
K/2
8
Karyawan 8
TK/-
9
Karyawan 9
TK/-
10
Karyawan 10
TK/-
11
Karyawan 11
TK/-
12
Karyawan 12
TK/-
13
Karyawan 13
TK/-
14
Karyawan 14
K/1
15
Karyawan 15
TK/-
16
Karyawan 16
TK/-
17
Karyawan 17
TK/-
18
Karyawan 18
K/1
19
Karyawan 19
TK/-
20
Karyawan 20
TK/-
21
Karyawan 21
TK/-
22
Karyawan 22
K/1
23
Karyawan 23
K/1
24
Karyawan 24
TK/-
25
Karyawan 25
TK/-
26
Karyawan 26
K/1
27 No.
Karyawan 27 Nama
TK/Status
Masa Kerja JANDES JANDES JANDES JANDES JANDES JANDES JANDES JANDES JANDES JANDES JANDES JANDES JANDES JANDES JANDES JANDES JANDES JANDES JANDES JANDES JANDES JANDES JANDES JANDES JANDES JANDES JANDES Masa Kerja
Gaji Sebulan(Rp)
THR / Bonus(Rp)
Gaji Bruto Setahun(Rp)
3.200.000
3.200.000
41.600.000
3.200.000
3.200.000
41.600.000
3.200.000
3.200.000
41.600.000
3.200.000
3.200.000
41.600.000
3.200.000
3.200.000
41.600.000
3.200.000
3.200.000
41.600.000
3.200.000
3.200.000
41.600.000
3.200.000
3.200.000
41.600.000
3.000.000
3.000.000
39.000.000
3.000.000
3.000.000
39.000.000
3.000.000
3.000.000
39.000.000
3.000.000
3.000.000
39.000.000
3.000.000
3.000.000
39.000.000
3.000.000
3.000.000
39.000.000
2.750.000
2.750.000
35.750.000
2.750.000
2.750.000
35.750.000
2.750.000
2.750.000
35.750.000
2.750.000
2.750.000
35.750.000
2.750.000
2.750.000
35.750.000
2.500.000
2.500.000
32.500.000
2.500.000
2.500.000
32.500.000
2.500.000
2.500.000
32.500.000
2.500.000
2.500.000
32.500.000
2.500.000
2.500.000
32.500.000
2.500.000
2.500.000
32.500.000
2.500.000
2.500.000
32.500.000
2.500.000 Gaji Sebulan(Rp)
2.500.000 THR / Bonus(Rp)
32.500.000 Gaji Bruto Setahun(Rp)
46
28
Karyawan 28
TK/-
29
Karyawan 29
TK/-
30
Karyawan 30
K/1
31
Karyawan 31
TK/-
32
Karyawan 32
TK/-
33
Karyawan 33
TK/-
34
Karyawan 34
K/1
35
Karyawan 35
TK/-
36
Karyawan 36
TK/-
37
Karyawan 37
TK/-
38
Karyawan 38
TK/-
39
Karyawan 39
TK/-
40
Karyawan 40
TK/-
41
Karyawan 41
TK/-
42
Karyawan 42
TK/-
43
Karyawan 43
TK/-
44
Karyawan 44
TK/-
45
Karyawan 45
TK/-
Jumlah
JANDES JANDES JANDES JANDES JANDES JANDES JANDES JANDES JANDES JANDES JANDES JANDES JANDES JANDES JANDES JANDES JANDES JANDES
2.500.000
2.500.000
32.500.000
2.500.000
2.500.000
32.500.000
2.500.000
2.500.000
32.500.000
2.500.000
2.500.000
32.500.000
1.750.000
1.750.000
22.750.000
1.750.000
1.750.000
22.750.000
1.750.000
1.750.000
22.750.000
1.750.000
1.750.000
22.750.000
1.750.000
1.750.000
22.750.000
1.750.000
1.750.000
22.750.000
1.750.000
1.750.000
22.750.000
1.750.000
1.750.000
22.750.000
1.750.000
1.750.000
22.750.000
1.500.000
1.500.000
19.500.000
1.500.000
1.500.000
19.500.000
1.500.000
1.500.000
19.500.000
1.500.000
1.500.000
19.500.000
1.500.000
1.500.000
19.500.000
110.600.000
1.437.800.000
110.600.000
Dapat dilihat lampiran Tabel 4.2 Laporan Data Perhitungan Pajak Penghasilan pasal 21 Karyawan Tahun 2011 sebelum dan sesudah Tax Planning dibawah ini :
47
contoh : Karyawan 1
48
gaji karyawan 1 sebulan Rp 3.200.000 sudah menikah dengan tanggungan 3 anak, setiap satu tahun sekali memperoleh THR sebesar gaji per bulan nya yakni Rp 3.200.000 perhitungan PPh pasal 21 sebelum adanya kebijakan dari perusahaan adalah sebaagai berikut.
gaji karyawan 1
=
3.200.000
THR Gaji Bruto setahun Pengurangan : biaya jabatan biaya jabatan atas THR total pengurangan gaji netto setahun PTKP setahun :
=
3.200.000
WP sendiri
=
15.840.000
karena menikah
=
1.320.000
anak 3
=
1.320.000
x 12 bln
PPh psl 21
PPh THR
=
38.400.000
38.400.000
=
3.200.000
0
41.600.000
38.400.000
1.920.000
=
38.400.000
x 5%
=
1.920.000
=
3.200.000
x 5%
=
160.000
0
2.080.000
1.920.000
39.520.000
36.480.000
21.120.000
21.120.000
18.400.000
15.360.000
1.320.000 1.320.000 Total PTKP
21.120.000
penghasilan kena pajak setahun PPh pasal 21 5% x 18.400.000
=
: 12
=
768.000
Pajak THR
=
920.000
920.000
PPh pasal 21 sebulan 920.000
5% x 15.360.000
76.667
768.000 152.000
Kesimpulan PPh pasal 21 setahun PPh THR
=
920.000
49
152.000 1.072.000 PPh yang harus dibayar (PPh 21 + THR)
=
1.072.000
50
contoh : Karyawan 1
51
gaji karyawan 1 sebulan Rp 3.200.000 sudah menikah dengan tanggungan 3 anak, setiap satu tahun sekali memperoleh THR sebesar gaji per bulan nya yakni Rp 3.200.000 mendapat tunjangan kesehatan Rp 320.000, dan mendapatkan tunjangan PPh pasal 21 yang di gross Up perhitungan PPh pasal 21 sesudah adanya kebijakan dari perusahaan yang menanggung PPh pasal 21 karyawan adalah sebaagai berikut.
gaji karyawan 1
=
3.200.000
THR
=
3.200.000
Tunjangan Kesehatan setahun
=
X12
PPh 21
PPh THR
=
38.400.000
38.400.000
=
3.200.000
=
320.000
-
41.920.000
38.400.000
1.920.000
0
Pengurangan : biaya jabatan biaya jabatan atas THR total pengurangan
=
38.400.000
x 5%
=
1.920.000
=
3.200.000
x 5%
=
160.000
gaji netto setahun
PTKP setahun : WP sendiri karena menikah
=
15.840.000
=
1.320.000
anak 3
=
1.320.000 1.320.000 1.320.000
2.080.000
1.920.000
39.840.000
36.480.000
52
Total PTKP
21.120.000
penghasilan kena pajak setahun PPh pasal 21 Tunjangan Pajak PPh 21 5% x 18.720.000
=
985.263
18.720.000
15.360.000 5% x 15.360.000
=
Pajak THR
=
768.000
920.000
152.000
985.263/12
82.105
=
PPh THR
985.263 152.000 1.137.263
PPh yang harus dibayar (PPh 21 + THR)
21.120.000
768.000
0,95 PPh pasal 21 sebulan
Kesimpulan : PPh pasal 21 setahun
21.120.000
=
1.137.263
Tabel 4.4
53
PERBANDINGAN PERHITUNGAN BIAYA FISKAL, BIAYA KOMERSIAL DAN SELISIH ANTARA KEDUANYA Tahun 2011 Sesuai Kebijakan yang dijalankan Perusahaan di bayar perusahaan (Rp)
Uraian
Gross Up (Rp)
Take Home Pay : Gaji setahun & THR
1.437.800.000
1.437.800.000
Tunjangan PPh+THR Tunjangan Kesehatan dikurangi :
-
38.333.100 11.060.000
PPh pasal 21+THR
-
(38.333.100)
jumlah
1.437.800.000
1.448.860.000
1.437.800.000
1.481.940.526
biaya fiskal ditambah : PPh pasal 21
1.437.800.000
1.481.940.526
Jumlah
1.473.927.000
selisih biaya fiskal dan biaya komersial
36.127.000
biaya fiskal : penghasilan bruto Biaya Komersial :
36.127.000
-
1.481.940.526
Ikhtisar Take Home Pay, Biaya Fisakal, Baiaya Komersial,serta selisihnya merupakan penentu pemilihan alternatif yang dapat dilihat dibawah ini :
54
Tabel 4.5 Pemilihan Alternatif
Uraian
Take Home Pay (Rp)
Biaya Fiska (Rp)
Biaya Komersial (Rp)
Selisih biaya fiskal dan biaya komersial(Rp)
sesuai kebijakan yang dijalankan perusahaan( tanpa adanya tunjangan kesehatan dan tunjangan PPh 21) diberikan tunjangan PPh pasal 21 (di Gross Up) kenaikan biaya fiskal
1.437.800.000
1.437.800.000
1.473.927.000
36.127.000
1.448.860.000
1.481.940.526
1.481.940.526
-
44.140.526
Setelah memperhatikan alternatif diatas maka sudah jelas penggunaan metode Gross Up sangatlah menguntungkan bagi kedua belah pihak. Dilihat dari sudut pandang karyawan gaji yang dibawa pulang mereka merupakan jumlah yang terbesar, tanpa adanya selisih biaya fiskal dan biaya komersial dan juga pemilihan alternatif Gross up ini dapat menghemat PPh pasal 21 karyawan sebesar Rp 38.333.100. selain itu adanya kenaikan biaya fiskal sebesar Rp 44.140.526 yang akan berdampak kepada laba sebelum pajaknya menjadi lebih kecil dan selanjutnya PPh badan pun akan menjadi lebih kecil dan oleh karena itulah perusahaan juga akan diuntungkan jika menggunakan metode gross up ini.kebijakan pajak yang sekarang dijalankan oleh perusahaan sebaiknya tidaklagi dijalankan karena sangat merugikan kedua belah pihak baik itu karyawan maupun perusahaan. Disisi karyawan gaji yang dibawa pulang sangatlah tidak maksimal karena hanya mengandalkan gaji pokok dan THR saja. Dampak perencanaan PPh
55
pasal 21 terhadap karyawan dan perusahaan Berdapak positif baik bagi karyawan maupun perusahaan setelah dilakukan perencanaan pajak PPh pasal 21 yang mengggunakan metode tunjanagan pajak yang di gross up yaitu : 1. Adanya penghematan PPh pasal 21 karyawan yang dilakukan perusahaan sebesar Rp. 38.333.100. penghematan disisni bukan tidak adanya transaksi pembayaran PPh 21 karyawan, akan tetapi penghematan diatas tidak ada lagi pajak yang dipotong dari penghasilan pokok karyawan. Hal ini terjadi karena perusahaan memberikan tunjangan PPh kepada karyawan sebesar PPh pasal 21 terutang. Sehingga penghasilan karyawan akan diterima dengan maksimal. Besarnya penghematan PPh pasal 21 diatas didapat dari : PPh pasal 21 terutang
Rp 38.333.100
Tunjangan Pajak PPh
( Rp 38.333.100)
PPh pasal 21 dipotong
-
2. Bertambahnya biaya fiskal perusahaan sebesar Rp 44.140.526 karena diberikan tunjangan PPh yang di ( gross up ) dan tunjangan kesehatan kepada karyawan oleh perusahaan. Secara sekilas mungkin pemberian tunjangan ini tidaklah menguntungkan perusahaan bahkan sangat merugikan perusahaan karena dapat mengurangi laba perusahaan. Akan tetapi jika dilihat dari segi fiskal hal ini sangat menguntungkan perusahaan karena pada saat pembuatan laporan keuangan fiskal pertambahan biaya
56
ini dapat menambah biaya perusahaan menjadi lebih besar sehingga pendapatan perusahaan menjadi lebih kecil otomatis pembayaran pajak badan CV. Sarana Mandiri juga dapat lebih ditekan. Hal tersebut juga bisa disebut sebagai cara untuk meningkatkan efisiensi biaya operasi perusahaan disisilain biaya tersebut dapat mengefisiensikan pembayarn pajak bada CV. Sarana Mandiri dan dapat memaksimalkan laba perusahaan. Pertambahan biaya ini boleh mengurangi biaya perusahaan karena sesuai dengan undang-undang pajak No. 17 tahun 2000 pasal 6 ayat (a). Besarnya nominal pertambahan biaya fiskal yang dikeluarkan perusahaan setelah perencanaan pajak didapat dari : Biaya Fiskal sebelum perencanaan pajak
Rp 1.437.800.000
Biaya Fisakal setelah perencanaan pajak
Rp 1.481.940.526
Kenaikan biaya fiskal perusahaan
Rp 44.140.526
Dampak terhadap laporan laba rugi perusahaan dengan adanya pajak penghasilan PPh 21 ditanggung perusahaan dengan menggunakan metode tunjangan gross up dapat dilihat pada Tabel 4.6 sebagai berikut
57
Tabel 4.6 CV SARANA MANDIRI Laporan Laba-Rugi UNTUK PERIODE 1 JANUARI SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 2011 (Sebelum Tax Planning ) KETERANGAN
KOMERSIAL Rp
Pendapatan Usaha Penjualan
4.350.000.475
HARGA POKOK PENJUALAN Saldo Awal Pembelian Barang Siap Dipakai Persediaan Akhir Harga Pokok Penjualan
477.234.571,00 2.122.442.475,68 2.599.677.046,68 -198.430.080,00 2.401.246.966,68
LABA KOTOR
1.948.753.508,32
BIAYA OPERASIONAL ~ Gaji & THR ~ Tunjangan PPh 21 ~ Tunjangan Kesehatan ~ Biaya Voucher & Telekomunikasi ~ Biaya Listrik Air & PBB ~ Biaya Telepon, Internet, dan Fax ~ Biaya Entertainment ~ Biaya Umum Kendaraan ~ Biaya Bahan dan Pemeliharaan Bangunan ~ Biaya Pemeliharaan dan Sparepart Kendaraan ~ Biaya Peralatan dan Pemeliharaan Inventaris ~ Biaya Perjalanan Dinas ~ Biaya Transport, BBM, Parkir & Tol ~ Biaya Jilid & Fotocopy ~ Biaya Materai, Paket & Pos ~ Biaya Sumbangan ~ Biaya Konsumsi Kantor ~ Biaya ATK dan Perlengkapan Kantor ~ Biaya Lain-lain ~ Penyusutan Inventaris Kantor ~ Penyusutan Kendaraan Kantor ~ Penyusutan Biaya Pendirian TOTAL BIAYA OPERASIONAL
1.437.800.000,00 18.328.700,00 37.645.054,00 25.263.600,00 30.231.400,00 2.317.800,00 1.723.100,00 18.631.300,00 3.129.800,00 60.327.000,00 50.123.700,00 7.218.300,00 16.123.440,00 4.500.000,00 9.213.700,00 25.238.300,00 902.300,00 30.482.604,15 47.531.006,50 2.500.000,00 1.829.231.104,65
LABA BERSIH SEBELUM PAJAK PAJAK BADAN LABA / ( RUGI ) BERSIH SETELAH PAJAK
119.522.403,67 19.033.118,86 100.489.284,81
58
Tabel 4.7 CV SARANA MANDIRI Laporan Laba-Rugi UNTUK PERIODE 1 JANUARI SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 2011 (Setelah Tax Planning ) KETERANGAN
KOMERSIAL Rp
Pendapatan Usaha Penjualan HARGA POKOK PENJUALAN Saldo Awal Pembelian Barang Siap Dipakai Persediaan Akhir Harga Pokok Penjualan
477.234.571,00 2.122.442.475,68 2.599.677.046,68 -198.430.080,00 2.401.246.966,68
LABA KOTOR
1.948.753.508,32
4.350.000.475
BIAYA OPERASIONAL ~ Gaji & THR ~ Tunjangan PPh 21 ~ Tunjangan kesehatan ~ Biaya Voucher & Telekomunikasi ~ Biaya Listrik Air & PBB ~ Biaya Telepon, Internet, dan Fax ~ Biaya Entertainment ~ Biaya Umum Kendaraan ~ Biaya Bahan dan Pemeliharaan Bangunan ~ Biaya Pemeliharaan dan Sparepart Kendaraan ~ Biaya Peralatan dan Pemeliharaan Inventaris ~ Biaya Perjalanan Dinas ~ Biaya Transport, BBM, Parkir & Tol ~ Biaya Jilid & Fotocopy ~ Biaya Materai, Paket & Pos ~ Biaya Sumbangan ~ Biaya Konsumsi Kantor ~ Biaya ATK dan Perlengkapan Kantor ~ Biaya Lain-lain ~ Penyusutan Inventaris Kantor ~ Penyusutan Kendaraan Kantor ~ Penyusutan Biaya Pendirian TOTAL BIAYA OPERASIONAL LABA BERSIH SEBELUM PAJAK
11.060.000 18.328.700,00 37.645.054,00 25.263.600,00 30.231.400,00 2.317.800,00 1.723.100,00 18.631.300,00 3.129.800,00 60.327.000,00 50.123.700,00 7.218.300,00 16.123.440,00 4.500.000,00 9.213.700,00 25.238.300,00 902.300,00 30.482.604,15 47.531.006,50 2.500.000,00 1.878.624.204,65 70.129.303,67
PAJAK BADAN LABA / ( RUGI ) BERSIH SETELAH PAJAK
14.517.243,85 55.612.059,81
1.437.800.000
38.333.100
59
LABA / ( RUGI ) KOMERSIAL KOREKSI FISKAL PPh pasal 21
70.129.303,67
119.522.404
ditanggung perusahaan
gross up
POSITIF : -
BY. PAJAK PPH PASAL 21 BY. DENDA STP PPH PASAL 21
-
BY. DENDA STP PPN DN
-
BY. PPH JASA GIRO BY. TUNJANGAN KESEHATAN
-
JUMLAH KOREKSI POSITIF
36.127.000
38.333.100
.00
.00
.00
.00
846.113
846.113 11.060.000
36.973.113
50.239.213
PENDAPATAN JASA GIRO
4.230.566
4.230.566
JUMLAH KOREKSI NEGATIF
4.230.566
4.230.566
NEGATIF : -
TOTAL KOREKSI FISKAL
32.742.547
46.008.647
32.742.547
46.008.647
LABA / ( RUGI ) FISKAL
152.264.951
116.137.951
PENGHASILAN KENA PAJAK
152.264.951
116.137.951
TARIF PPh Psl 17 penghasilan kena pajak (laba fiskal) =
19.033.119
14.517.244
50% x 25% x PKP
PAJAK TERHUTANG
19.033.119
14.517.244
-
PAJAK PPH PASAL 25
.00
-
PAJAK PPH PASAL 22
-
PAJAK KURANG BAYAR
19.033.119
14.517.244
60
Setelah memperhatikan koreksi fiskal diatas terlihat bahwa adanya penurunan laba bersih sebelum pajak karena adanya tunjangan PPh Pasal 21 dan Tunjangan Kesehatan sebesar Rp 119.522.404 menjadi Rp 70.129.303,67 dengan demikian akan ber pengaruh terhadap PPh badan pasal 25akan semakin kecil yang awalnya, sebesar Rp 19.033.119 menjadi Rp 14.517.244. penghematan Pajak yang dilakukan oleh CV. Sarana Mandiri adalah sebesar Rp 4.515.875.
61
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan oleh penulis maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Perhitungan PPh pasal 21 terhutang yang dilakukan oleh CV. Sarana Mandiri antara lain sebagai berikut yaitu : a.
Perhitungan pajak perusahaan atas PPh pasal 21 yaitu menggunakan Metode pajak ditanggung perusahaan dengan memberikan tunjangan pajak yang di Gross Up.
b. CV. Sarana Mandiri selama ini belum pernah melakukan kegiatan Tax Planning dengan metode tunjangan pajak yang di Gross Up . c. Kegiatan pembukuan CV. Sarana Mandiri dilaksanakan berdasarkan Standar akutansi keuangan yang berlaku umum. d. CV. Sarana Mandiri selama ini sudah memiliki karyawan khusus menangani pajak. e. Pengisian, Penyetoran dan Pelaporan SPT Masa PPh 21 yang dilakukan oleh perusahaan adalah sebagai berikut : f. Pengisian SPT Masa PPh 21 juga sudah lengkap dan jelas, karena SPT yang disampaikan disertai dengan lampiran yang telah dibakukan oleh Direktorat jenderal Pajak dan sudah dibubuhi tanda tangan, nama jelas, dan cap perusahaan baik di dalam SPT induk maupun stempelnya. SPT 61
62
diisi secara jelas maksudnya adalah pengisian menggunakan bahasa Indonesia, huruf Latin, angka arab dan mata uang Rupiah. g. Perusahaan sudah menyetorkan PPh pasal 21 kurang bayarnya tepat waktu dan tidak melanggar UU PPN No. 42/2009. h. Perusahaan melakukan pelaporan SPT PPh pasal 21 selalu tepat pada waktunya dan sesuai dengan UU PPN yang berlaku. 5.2. Saran Berdasarkan analisis dan pembahasan yang telah dilakukan pada penulis maka penulis dapat mengemukakan beberapa saran kepada perusahaan yaitu: a. Perusahaan sebaiknya memberikan pelatihan khusus kepada pegawai yang menangani pajak agar dapat melakukan Tax Planning. b. Perusahaan sebaiknya melakukan implementasi perencanaan pajak yang dibuat dan dilaksanakan jangan sampai melanggar karena sangat penting untuk menghindari sanksi perpajakan. c. Menajemen perusahaan selalu mengikuti perkembangan ketentuan peraturan undang – undang perpajakan yang berlaku.
63
DAFTAR PUSTAKA Hermanto, 2001. Perencanaan Pajak, Salemba Empat, Jakarta Lumbantoruan, Sophar, 1996. Akuntansi Pajak, Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta Larry, Jack and Anders Susan B., 1994. Dictionary of Tax Terms, Barron`s Business Guides, New York Mardiasmo, 2009. Perpajakan, edisi revisi 2009, Andi, Yogyakarta Sihombing, Alvide. 2007. Implementasi Perencanaan Pajak (Tax Planning) atas Penghasilan, Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, Medan. Suandy, Erly. 2006. Perencanaan Pajak. Edisi Revisi, Salemba Empat, Jakarta Tax Planner, 2013. Penyesuaian PTKP.www peneyesuaian PTKP.com 19/6/2013 20:16 Undang-undang No. 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan, Waluyo, 2005. Perpajakan Indonesia, Edisi 5, Buku satu, Salemba Empat, Jakarta