BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Masalah Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan unsur yang penting dalam
menentukan keberhasilan suatu organisasi. Pengembangan SDM yang terencana dan berkelanjutan merupakan kebutuhan yang mutlak terutama untuk masa depan organisasi. Untuk mewujudkan hal itu diperlukan manajemen SDM yang aktivitasnya dimulai dari perencanaan SDM, recruitment dan seleksi, orientasi, pendidikan dan pelatihan, penilaian kinerja, promosi, mutasi dan demosi, serta pemberian imbalan atau kompensasi. Dalam mewujudkan masa depan yang dicita-citakan oleh manajemen organisasi maka organisasi dapat memanfaatkan sumber daya manusia yang dimilikinya seoptimal mungkin supaya dapat memberikan“added value” bagi organisasi tersebut. Oleh karena itu, untuk mewujudkannya diperlukan SDM yang terampil dan handal dibidangnya. Sumber daya manusia yang berkualitas merupakan salah satu faktor untuk meningkatkan kinerja suatu organisasi atau instansi. Oleh karena itu, diperlukan sumber daya manusia yang mempunyai keahlian tinggi karena keahlian akan dapat mendukung peningkatan prestasi kinerja pegawai. Sumber daya manusia sebenarnya dapat dilihat dari 2 aspek yaitu aspek kualitas dan aspek kuantitas. Aspek kuantitas mencakup jumlah SDM yang tersedia, sedangkan aspek kualitas mencakup kemampuan SDM baik fisik maupun nonfisik/kecerdasan dan mental dalam melaksanakan tanggungjawabnya. Sehingga dalam proses pembangunan pengembangan sumber daya manusia sangat diperlukan, sebab kuantitas SDM yang besar tanpa didukung kualitas yang baik akan menjadi beban pembangunan suatu bangsa. Selama ini banyak instansi pemerintah yang belum 1 Universitas Sumatera Utara
mempunyai pegawai dengan kompetensi yang memadai, ini dibuktikan dengan rendahnya produktivitas pegawai dan sulitnya mengukur kinerja pegawai di lingkup instansi pemerintah. Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Mantan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Bapak Azwar Abubakar, bahwa hanya 5% staf pegawai negeri sipil di Indonesia memiliki kompetensi di bidangnya. Sisanya sebanyak 95% staf, menurut keterangannya tidak memiliki kompetensi khusus dibidangnya atau hanya memiliki kompetensi umum. Azwar Abubakar mengatakan (Tribunnews.com, diakses tanggal 03 Januari 2015) “….ini kan PNS ada atasan, ada staf. Staf itu banyak sekali. Di staf ini yang punya kompetensi tertentu itu hanya lima persen. Yang lain itu kompetensi umum dan banyak yang tidak ikut pelatihan, jadi kan tidak punya kompeten…”. Dari apa yang diutarakan oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi pegawai negeri sipil yang mempunyai kompetensi di bidangnya masih sedikit, hanya 5% dari 4,7 juta pegawai negeri sipil. Selain itu permasalahan yang terjadi menunjukkan proses penilaian pelaksanaan pekerjaan PNS cenderung terjebak ke dalam proses formalitas. DP3-PNS dirasa telah kehilangan arti dan makna substantif, tidak berkait langsung dengan apa yang telah dikerjakan PNS. DP3-PNS secara substantif tidak dapat digunakan sebagai penilaian dan pengukuran seberapa besar produktivitas dan kontribusi PNS terhadap organisasi. Seberapa besar keberhasilan dan atau kegagalan PNS dalam melaksanakan tugas pekerjaannya.Penilaian DP3-PNS, lebih berorientasi pada penilaian kepribadian (personality) dan perilaku (behavior) terfokus pada pembentukan karakter individu dengan menggunakan kriteria behavioral, belum terfokus pada kinerja, peningkatan hasil, produktivitas (end result) dan pengembangan pemanfaatan potensi. Beberapa
2 Universitas Sumatera Utara
tinjauan terkait dengan implementasi DP3 PNS selama ini, proses penilaian lebih bersifat rahasia, sehingga kurang memiliki nilai edukatif, karena hasil penilaian tidak dikomunikasikan secara terbuka. Selain itu, pengukuran dan penilaian prestasi kerja tidak didasarkan pada target goal, sehingga proses penilaian cenderung terjadi bias dan bersifat subyektif, nilai jalan tengah dengan rata-rata baik untuk menghindari nilai “amat baik” atau “kurang”, apabila diyakini untuk promosi dinilai tinggi, bila tidak untuk promosi cenderung mencari alasan untuk menilai “sedang” atau “kurang”. Dalam hal Atasan langsung sebagai pejabat penilai, ia hanya sekedar menilai, belum/tidak memberi klarifikasi hasil penilaian dan tindak lanjut penilaian. Dalam menghadapi dan memecahkan masalah-masalah sumber daya manusia sehari-hari pada hakikatnya setiap pimpinan yang mempunyai wewenang tertentu seperti pengangkatan, penempatan, pemindahan, pemanfaatan, pengembangan serta pemberhentian biasanya juga menentukan kebijaksanaan pelaksanaan sendiri. Semua proses tersebut dari mulai pengangkatan sampai pemberhentian salah satunya harus didukung dari kinerja yang dimiliki oleh seorang karyawan yang idealnya dinilai secara objektif sehingga tidak didasarkan atas selera pribadi yang tentunya sangat subjektif sifatnya (Sumatoni, 2007). Penilaian kinerja (Rivai dkk, 2008) bertujuan untuk menilai seberapa baik karyawan telah melaksanakan pekerjaannya dan apa yang harus mereka lakukan untuk menjadi lebih baik di masa mendatang. Penilaian ini didasarkan pada isi pekerjaan yang mereka lakukan dan apa yang mereka lakukan untuk mencapai setiap aspek dari pekerjaan mereka. Ada yang beranggapan bahwa banyak segi sumber daya manusia diatur atas dasar hak prerogatif pimpinan yang berwenang memutuskan. Keputusan tersebut sering dirasakan oleh pihak-pihak tertentu sangat subjektif, pilih kasih, like and
3 Universitas Sumatera Utara
dislike, dan sebagainya. Penetapan suatu kebijakan berupa keputusan tentang orang sering menimbulkan perbedaan persepsi terhadap kebijaksanaan atau keadilan pimpinan kepada bawahan termasuk di dalamnya penilaian kinerja PNS/Karyawan BUMN yang dilakukan dengan menggunakan Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3), karena belum ada ukuran yang objektif sebagai patokan yang dimengerti. Seringkali pula perbedaan itu membawa akibat yang merugikan bagi pihak yang dinilai berdasar ukuran yang berbeda tersebut. Padahal penilaian kinerja bagi pegawai organisasi sangat penting dan bermanfaat untuk mengetahui prestasi kerjanya dan langkah-langkah positif ke depan dalam rangka meniti karier (penempatan, promosi dan sukses) (Chairulah, 2014). Adapun unsur-unsur dalam DP3 terdiri dari kesetiaan, prestasi kerja, tanggung jawab, ketaatan, kejujuran, kerja sama, prakarsa, dan kepemimpinan. Penilaian DP3 ini bersifat satu arah, karena dilakukan langsung oleh atasan atau pejabat yang berwenang. Bila ada keberatan dari pegawai yang dinilai, keputusan akhir penilaiannya tetap kembali kepada pejabat penilai dan hal ini menimbulkan ketidakadilan dalam penilaian. Unsur-unsur yang dinilai dalam DP3 secara umum hanya mengandung tentang ideologi dan nasionalisme, sementara untuk penilaian kinerjanya tidak tergambarkan di dalam DP3, sehingga diperlukan instrument baru yang lebih lengkap untuk pengukuran kinerja pegawai berdasarkan fungsi dan peran pegawai. Kajian yang dilakukan oleh Tim Pusat Pendidikan dan Latihan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan Republik Indonesia (2008) dengan judul Meningkatkan Efektivitas Penilaian Kinerja Staf Melalui DP3 Pada Bidang Evaluasi Dan Pelaporan Pusdiklat PSDM Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan menujukkan hasil kajian bahwa, (1) pelaksanaan penilaian kinerja pegawai melalui
4 Universitas Sumatera Utara
DP3 hanya merupakan kegiatan rutinitas tahunan belum sesuai dengan tujuan dari penilaian pegawai yang diamanatkan oleh Undang-Undang Pokok Kepegawaian; dan (2) rendahnya pemahaman ketentuan DP3 serta tidak pernah melakukan keberatan. Format
DP3
yang
ada
sekarang
terkesan
kurang
fleksibel
untuk
mengekspresikan hal-hal yang menjadi karakter khusus yang membedakan suatu profesi satu dengan profesi lainnya. Unsur-unsur yang dinilai (seperti kesetiaan, tanggung jawab, ketaatan, kejujuran dan prakarsa) tumpang tindih satu sama lainnya, standar yang digunakan tidak jelas dan interpretable serta cenderung pada penilaian terhadap ciri-ciri atau karakteristik kepribadian (Ruky, 2006). DP3 yang ada saat ini 8 (delapan) aspek seperti tersebut diatas perlu ditinjau kembali. Hal itu disebabkan pada model penghitungan jumlah nilai dari aspek-aspek yang dinilai dalam DP3. Aspek-aspek dalam DP3 tersebut dianggap saat ini butuh dikembangkan sehingga mampu memberikan penilaian yang lebih komprehenship dan objektif terhadap kinerja pegawai. Disamping itu peninjauan kembali penggunaan DP3 disebabkan oleh variasi dari variabel-variabelnya yang tidak mencerminkan sebagai alat untuk mengukur keberhasilan atau prestasi kerja seorang pegawai, dan juga karena pembobotan yang tidak jelas antara variabel yang satu dengan yang lain, sehingga dalam pelaksanaannya tidak dapat berfungsi dengan baik (Nawawi, 2008). Data menunjukkan bahwa DP3 yang ada di BPKD Kota Medan menunjukkan masih kurang baik,, dimana setiap pegawai mendapatkan penilaian dari pimpinannya masing-masing kurang dari 100. Hal ini menunjukkan bahwa pelayanan yang diberikan oleh BPKD Kota Medan kepada masyarakat dinilai masih sedikit rendah. Hal lain ditunjukkan dengan tingkat kehadiran tidak mencapai 100%, melayani masyarakat dengan kurang memuaskan seperti dalam menyelesaikan surat izin membutuhkan waktu yang cukup lama.
5 Universitas Sumatera Utara
Beberapa kelemahan DP3 ditunjukkan oleh Rosemaryati dalam Sumartoni (2007) dimana ketidakrelevanan DP3 sebagai sistem penilaian kinerja yang efektif adalah sebagai berikut: (1) Proses penilaian karyawan dan proses pengisian DP3 hanya terjadi sekali dalam setiap tahun, dan dilaksanakan di setiap akhir tahun. Dikarenakan proses penilaian hanya terjadi di akhir tahun atau di akhir periode, maka biasa yang terjadi apabila atasan hanya menilai berdasarkan hasil pengamatan atau penilaian kinerja pada waktu terakhir mendekati waktu penilaian. (2) Pada proses penilaian kinerja, DP3 hanya merupakan produk akhir, sehingga seringkali DP3 tidak dipergunakan untuk keperluan apapun, kecuali hanya 2 hal, yaitu untuk kenaikan pangkat dan sebagai dasar keputusan promosi. (3) Pada DP3 tidak tercantum standar penilaian yang jelas, sehingga seringkali proses pemberian nilai DP3 bersifat perkiraan kepantasan, dan sangat subyektif. (4) Tidak pernah ada mekanisme umpan balik pada proses penilaian kinerja PNS, padahal proses umpan balik merupakan hal yang sangat penting, sehingga pihak yang dinilai bisa memahami hasil penilaian atasan. (5) Banyak ketidakjelasan pada sistem penilaian, terutama karena tidak adanya standar kinerja yang jelas, maka seringkali dalam proses penilaian terjadi kesalahan penilaian akibat unsur subjektivitas tertentu. Dalam kondisi seperti ini sangat penting untuk mempertimbangkan perbaikan, atau penyempurnaan DP3, diantaranya dengan membuat kuesioner yang berindikator pada beberapa aspek yang ada pada DP3. Untuk itu, maka dipandang perlu menganalisis lebih lanjut dalam geladikarya ini suatu penelitian tentang analisis penilaian kinerja pegawai berdasarkan DP3 di Badan Pengelola Keuangan Daerah pemerintah kota Medan.
6 Universitas Sumatera Utara
1.2.
Rumusan Masalah Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang masalah,
bahwa permasalahan yang dihadapi Pemko Medan terkait dengan penggunaan DP3 sebagai alat untuk melakukan penilaian kinerja pegawai negeri sipil, dari sisi efektivitas penilaian kinerja pegawai melalui DP3 belum mampu untuk meningkatkan kinerja PNS secara keseluruhan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Hal tersebut disebabkan oleh aspek DP3 yang tidak menyentuh substantif dari penilaian kinerja serta tingkat subjektivitas yang tinggi dalam menilai kinerja menggunakan DP3. Sehubungan dengan masalah ini, dipandang perlu untuk mencari akar permasalahan dan mengusulkan pemecahan masalah. Oleh sebab itu, dibutuhkan suatu kajian dari pelaksanaan DP3 yang dapat dijadikan sebagai bahan masukkan pengembangan model penilaian kinerja pegawai nantinya. Berdasarkan pada penjelasan tersebut, maka yang menjadi rumusan masalah pada penelitian ini adalah apakah komponen DP3 penilaian kinerja pegawai diantaranya kesetiaan, prestasi kerja, tanggung jawab, ketaatan, kejujuran, kerja sama, prakarsa, dan kepemimpinan berpengaruh dalam penilaian kinerja pegawai negeri sipil di Badan Pengelola Keuangan Daerah Pemerintah Kota Medan.
1.3.
Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah dikemukakan
sebelumnya, maka tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis bahwa komponen DP3 penilaian kinerja pegawai diantaranya kesetiaan, prestasi kerja, tanggung jawab, ketaatan, kejujuran, kerja sama, prakarsa, dan kepemimpinan berpengaruh dalam penilaian kinerja pegawai negeri sipil Badan Pengelola Keuanan Daerah Pemerintah Kota Medan. 7 Universitas Sumatera Utara
1.4.
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Manfaat Manajerial Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi Pemerintah Kota Medan, khususnya Badan Pengelola Keuangan Daerah Pemerintah Kota Medan dalam rangka meningkatkan kinerja pegawai negeri sipil Badan Pengelola Keuangan Daerah Pemerintah Kota Medan dengan pengembangan model penilaian kinerja melalui DP3. 2. Manfaat Akademis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan kontribusi dalam mengembangkan teori-teori mengenai kinerja, terutama yang terkait dengan penilaian kinerja pegawai negeri sipil, sehingga nantinya dapat memberikan sumbangan pemikiran yang bermanfaat bagi dunia ilmu pengetahuan pada umumnya. 3. Manfaat Bagi Penulis Untuk khazanah ilmu pengetahuan bidang sumber daya manusia dan melatih penulis untuk dapat menerapkan teori-teori yang diperoleh pada masa perkuliahan, terutama tentang teori penilaian kinerja pegawai negeri sipil. 4. Manfaat Bagi Penelitian Lain Sebagai bahan referensi atau acuan dalam pengembangan rancanganpenelitian selanjutnya dengan fokus variabel-variabel yang mempengaruhi masalah penilaian kinerja pegawai negeri sipil.
1.5
Ruang Lingkup dan Batasan Sehubungan dengan rumusan masalah dan tujuan yag ingin dicapai dari
penelitian ini, ruang lingkup analisis yang akan dilakukan yaitu pengembangan model 8 Universitas Sumatera Utara
penilaian kinerja pegawai negeri sipil Badan Pengelola Keuangan Daerah Pemerintah Kota Medan. Adapun batasan penelitian dalam geladikarya ini antara lain: 1. Responden dalam penelitian ini yaitu pegawai negeri sipil yang bekerja pada Bagian Keuangan. 2. Faktor yang mempengaruhi penilaian kinerja pegawai negeri sipil diadopsi dari DP3, antara lain kesetiaan, prestasi kerja, tanggung jawab, ketaatan, kejujuran, kerja sama, dan prakarsa.
1.6.
Asumsi-asumsi Asumsi-asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Hasil penelitian yang diperoleh dari penelitian ini dapat diterima dengan baik oleh Badan Pengelola Keuangan Daerah Pemerintah Kota Medan dan menjadi salah satu rujukan dalam penilaian kinerja pegawai negeri sipil, akan tetapi tidak dapat digeneralisasikan untuk semua pegawai negeri sipil yang bekerja di Kantor Walikota Medan. 2. Pegawai yang menjadi responden adalah pegawai negeri sipil yang bekerja di Badan Pengelola Keuangan Daerah di Kantor Walikota Medan. 3. Instrumen penelitian disusun dari indikator yang di adopsi dari unsur-unsur penilaian kinerja yang terdapat pada DP3 berdasarkan teori-teori penilaian kinerja pegawai. 4. Pegawai negeri sipil yang menjadisampel penelitian mengisi kuesioner dengan sebenar-benarnya. 5. Data yang diperoleh dari kuesioner yang diisi oleh sampel penelitian dianggap benar dan layak untuk digunakan pada tahap proses penelitian selanjutnya.
9 Universitas Sumatera Utara