1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Keberhasilan suatu bangsa salah satunya ditentukan oleh etos kerja yang dimiliki oleh bangsa tersebut. Etos kerja merupakan salah satu kunci sukses sekaligus fondasi untuk mencapai suatu keberhasilan. Dengan tingginya etos kerja suatu bangsa merupakan salah satu akar yang akan membawa suatu Negara pada kualitas yang lebih baik terutama pada bidang ekonomi, sehingga pada level yang lebih luas menjadikan suatu Negara menjadi lebih maju. Oleh karena itu etos kerja merupakan sebuah syarat perlu tetapi belum merupakan syarat cukup untuk mencapai kesuksesan. Dalam dunia pekerjaan etos kerja yang rendah merupakan masalah yang dapat menghambat tercapainya tujuan perusahaan. Tujuan perusahaan dapat tercapai secara maksimal membutuhkan pekerja yang memiliki etos kerja yang tinggi sehingga dapat memungkinkan suatu perusahaan menjaga eksistensinya. Etos kerja merupakan bagian dari sikap dan perilaku hidup manusia, dan perilaku manusia selalu diarahkan pada tujuan tertentu agar dapat mencapai suatu keberhasilan. Setiap manusia memiliki kemampuan untuk berpikir, memandang sesuatu dan bertingkah laku dengan cara tertentu yang merupakan bagian dari kepribadiannya. Begitupun dengan etos kerja, setiap manusia atau bangsa tertentu di bumi ini memiliki etos kerja yang berbeda-beda. Sebab etos kerja lahir atau dibentuk dari berbagai kebiasaan, pengaruh budaya, agama, iklim serta sistem nilai yang dimiliki. Etos selalu mencerminkan jati diri suatu bangsa atau
2
masyarakat. Menurut Hofstede (1980) menyatakan bahwa garis lintang dan iklim merupakan kekuatan utama dalam membentuk budaya Seperti yang dikemukakan Geertz (dalam Taufik Abdullah,1986) Etos diartikan sebagai sikap yang mendasar terhadap diri dan dunia yang dipancarkan hidup. Sedangkan kerja menurut Jansen Sinamo (2009:286) adalah segala aktifitas manusia yang mengerahkan energi biologis, psikologis, spiritual dengan tujuan memperoleh hasil tertentu. Kemudian menurut Jansen Sinamo (2009:33) etos kerja adalah sehimpunan perilaku positif yang lahir sebagai buah keyakinan fundamental dan komitmen total pada sehimpunan paradigma kerja yang integral. Etos kerja
merupakan sesuatu kekuatan yang tak terlihat yang
mempengaruhi pemikiran, perasaan, pembicaraan serta tindakan manusia dalam suatu bidang pekerjaan. Termasuk didalamnya cara berfikir, bersikap dan bertingkah laku dipengaruhi oleh etos kerja yang ada di suatu lingkungan. Etos kerja mampu meningkatkan produktifitas, motivasi, kedisiplinan serta gairah atau semangat yang amat kuat untuk mengerjakan sesuatu seoptimal mungkin agar lebih baik bahkan berupaya untuk mencapai kualitas kerja sesempurna mungkin. Dari sekian banyak bangsa di dunia ini yang memiliki etos kerja yang unggul diantaranya adalah bangsa Jepang dengan ciri-ciri bersikap benar dan tangggung jawab, berani dan kesatria, murah hati dan mencintai, bersikap santun dan hormat, bersikap tulus dan sungguh-sungguh, menjaga martabat dan kehormatan, mengabdi pada bangsa dan loyal. Etos kerja bangsa Jerman, bertindak rasional, berdisiplin tinggi, bekerja keras, berorientasi sukses material, tidak mengumbar kesenangan, hemat dan bersahaja, menabung dan berinvestasi.
3
Sedangkan etos kerja bangsa Korea Selatan adalah kerja keras, disiplin, hemat, gemar menabung dan mengutamakan pendidikan Bangsa Indonesia menurut Muchtar Lubis (1977) memiliki etos kerja yang munafik dan hipokrit, tidak bertanggung jawab, berjiwa feodal, percaya takhayul, berwatak lemah dan artistic (dekat dengan alam). Dari enam etos kerja bangsa Indonesia ini menurut Mochtar Lubis hanya satu yang dapat dikatakan positif yaitu dekat dengan alam Pendapat etos kerja menurut Muchtar Lubis ini dibuat sekitar empat abad yang lalu, tidak menutup kemungkinan bahwa sekarang etos bangsa Indonesia mengalami perubahan atau jauh lebih baik dari sekitar empat abad yang lalu. Saat ini tidak sedikit masyarakat Indonesia yang memiliki etos kerja yang tinggi dan berkualitas seiring dengan perkembangan zaman. Pada dasarnya ada beberapa penyebab etos kerja masyarakat Indonesia masih sangat rendah, diantaranya banyaknya pekerja yang hanya lulusan SD, SMP dan SLTA yang mutunya kurang dari standar, faktor budaya dan sejarah bangsa Indonesia, serta pemerintah dan kebijakan yang diambil dalam melayani kebutuhan masyarakat masih jauh dari optimum. Selain faktor-faktor tersebut, kondisi alam Indonesia yang sangat subur juga mempengaruhi etos kerja bangsa Indonesia, sehingga apapun yang dibutuhkan tersedia. Masyarakat Indonesia menjadi terbiasa untuk menempatkan segala sesuatunya dengan mudah tanpa banyak usaha. Manusia Indonesia dimasa lalu tidak perlu bekerja keras untuk mendapatkan bahan makanan sebab alam menyediakannya sepanjang tahun.
4
Merupakan suatu kenyataan yang pahit bila melihat kenyataan etos kerja bangsa Indonesia tertinggal dari bangsa-bangsa lain di dunia. Jika kita melihat ke belakang Indonesia merupakan sebuah negara yang memiliki prestasi cukup baik. Namun sangat disayangkan, di era globalisasi ini justru etos kerja masyarakat Indonesia jauh dari apa yang diharapkan. Berbeda dengan Korea selatan sebagai salah satu Negara Asia Timur yang dapat dikatakan sebagai sebuah Negara yang mengalami kemajuan sangat cepat di era globalisasi ini. Pada tahun 1960-an Negara ini tidak jauh berbeda dengan Negara kita merupakan Negara yang masih dikategorikan Negara miskin dengan pendapatan perkapita kurang dari US$100. Dilihat dari luas wilayahnya Korea Selatan hanya memiliki luas wilayah 1/20 dari luas daratan Indonesia namun kini pendapatan Negara ini jauh diatas kita. Memiliki luas wilayah yang besar ternyata tidak cukup menjadikan Indonesia menjadi sebuah Negara yang maju. Saat ini Korea Selatan termasuk ke dalam jajaran ekonomi volume dagang dunia terbesar ke-11 (2007) dengan pendapatan perkapita pertahun US$20.045 (2007), produk domestic bruto (GDP) US$970 miliar (2007) dan memiliki cadangan devisa sebesar US$ 262,2 miliar (2007). Kemajuan yang dialami oleh Korea Selatan ini salah satunya karena mereka memiliki etos kerja tinggi. Etos kerja ini dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu baik faktor budaya maupun faktor geografis. Budaya dalam artian disini adalah perilaku khas suatu kelompok sosial, termasuk cara hidup, gaya hidup, kebiasaan dan nilai-nilainya. Korea Selatan sebagai negara maju di bidang industri memperluas investasi dan pemasaran hingga ke Indonesia. Tidak sedikit perusahaan di
5
berbagai bidang atau industri didirikan oleh komunitas
Korea Selatan yang
tinggal di Indonesia. Saat ini ada 32.000 jiwa (2005) jumlah komunitas Korea Selatan yang tinggal di Indonesia dan tersebar di beberapa daerah, terutama Jawa seperti Jakarta, Tanggerang, Bekasi, Bogor, Surabaya , Bandung dll. Di bawah ini merupakan data yang menunjukan bahwa Korea Selatan merupakan salah satu negara yang banyak melakukan investasi di Provinsi Jawa Barat : TABEL 1.1 PERINGKAT REALISASI INVESTASI IZIN USAHA TETAP (IUT) PMA DI JABAR MENURUT NEGARA ASAL, PERIODE 01 JANUARI SD 31 JANUARI DESEMBER 2009 Penanaman Modal Asing (PMA) Tahun 2009 Peringkat Negara Asal 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Jepang Gabungan Negara Korea Selatan Singapura Amerika Serikat Seychel Inggris Italia Malaysia Taiwan Belanda Perancis Jerman India R.R.China Australia Swiss Belgia Norwegia Filipina Hongkong JUMLAH
Jumlah Proyek 72 62 80 22 5 3 9 2 14 10 9 1 3 3 4 4 2 3 2 1 1 312
Sumber: BKPPMD Provinsi Jabar, Thn 2009
Jumlah Investasi (Rp.) 6.843.992.840.245 6.325.383.908.167 3.143.943.718.437 2.755.600.105.000 2.278.381.299.500 2.007.604.020.596 627.883.784.865 437.576.299.500 432.504.980.700 408.644.794.924 152.878.700.000 145.578.500.000 138.589.432.500 138.575.000.000 90.275.000.000 60.013.500.000 32.000.000.000 17.250.000.000 5.750.000.000 1.840.000.000 1.150.000.000 26.045.415.884.435
Rasio (%) 26,28 24,29 12,07 10,58 8,75 7,71 2,41 1,68 1,66 1,57 0,59 0,56 0,53 0,53 0,35 0,23 0,12 0,07 0,02 0,01 0,00 100,00
6
Bandung sebagai salah satu kota yang memiliki jumlah komunitas Korea Selatan yang cukup banyak. Saat ini terdapat 929 jiwa (Dinas Imigrasi Kota Bandung, 2010) komunitas Korea Selatan yang tinggal di kota Bandung. Sedangkan jumlah perusahaan yang dimiliki oleh orang-orang Korea Selatan yang ada di kota Bandung kurang lebih berjumlah 250 perusahaan (BKPPMD Provinsi Jabar, 2010). Demi kepentingan bisnisnya banyak masyarakat Korea Selatan yang menetap untuk beberapa waktu di kota Bandung. Selain pemilik tidak sedikit perusahaan-perusahaan ini juga memiliki pegawai yang berasal dari Korea Selatan, sehingga jumlah komunitas Korea Selatan di kota Bandung semakin bertambah. Tingkat penyesuaian diri merupakan salah satu hal yang harus dilakukan komunitas Korea Selatan ketika tinggal di kota Bandung. Korea Selatan dan Indonesia khususnya kota Bandung merupakan dua Negara yang memiliki latar kebudayaan dan kondisi geografis yang sangat berbeda. Penyesuaian diri yang dilakukan oleh komunitas Korea Selatan yang tinggal di kota Bandung mengharuskan mereka berinteraksi dan berkomunikasi dengan masyarakat kota Bandung dalam keseharian mereka yang tak dapat dihindarkan. Sehingga akhirnya muncul kata interaksi kebudayaan. Kita perlu mengingat bahwa manusia merupakan makhluk sosial yang selalu membutuhkan orang lain dengan berkomunikasi dengan mereka. Dalam interaksi budaya, pemahaman mutual atau saling memahami adalah sangat penting. Kita perlu memahami mereka dan mereka pun perlu memahami kita. Setiap individu dalam mengkomunikasikan budayanya akan sangat berperan
7
dalam pemahaman dan penerimaan orang lain terhadap budayanya tersebut. Komunikasi disini tentu adalah komunikasi yang mencakup segala lini interaksi dengan individu lain. Tidak hanya sekedar melalui obrolan, tetapi bahasa tubuh, penulisan email, tingkah laku dalam rapat, dan segala sesuatu yang dapat dilihat orang lain Interaksi yang di dalamnya terdapat kontak sosial dan komunikasi terjadi dalam suatu lingkungan sosial termasuk di dalamnya budaya, dimana lingkungan sosial ini merefleksikan bagaimana seseorang hidup dan bagaimana ia dapat berinteraksi dengan orang lain. Budaya dan komunikasi itu adalah dua hal yang tak dapat dipisahkan. Budaya merupakan bagian dan muncul akibat dari perilaku komunikasi, dan pada akhirnya komunikasipun turut menentukan, memelihara, mengembangkan atau mewariskan budaya. Seperti yang
telah dijelaskan sebelumnya bahwa etos kerja bangsa
Indonesia jauh tertinggal dari bangsa-banga lain di dunia seperti Korea. Saat ini kemajuan IPTEK sangat cepat begitupula dengan mobilitas manusia. Demi kemajuan ekonominya masyarakat Korea Selatan yang terkenal memiliki etos kerja yang unggul banyak yang mengembangkan perusahaan di Indonesia termasuk kota Bandung. Jika ini terus berlanjut dikhawatirkan perekonomian kita akan dikuasai oleh mereka. Oleh karena itu bila masyarakat kita tidak mau tertinggal dari bangsa-bangsa lain maka kita harus meningkatkan etos kerja kita salah satunya belajar dari etos kerja bangsa lain. Ketika kita membicarakan tentang pembangunan masyarakat Indonesia di era globalisasi ini, maka pembangunan etos kerja seharusnya menjadi sentral dalam upaya tersebut. Karena
8
itu jelas sekali bahwa pengembangan etos kerja yang baru
yang positif dan
berstandar tinggi merupakan sebuah hal yang sangat penting bagi bangsa Indonesia agar bisa bangkit dari keterpurukan dan menghilangkan cap budaya loyo pada bangsa kita. Diharapkan dalam penelitian ini kita mengetahui bagaimana budaya kerja mereka agar kita dapat mempelajari cara kerja serta pola pikir yang positif dari komunitas Korea Selatan yang tinggal di kota Bandung. Komunitas Korea yang tinggal di kota Bandung harus beradaptasi dengan kebudayaan dan kondisi geografis yang ada di Kota Bandung. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa etos kerja lahir salah satunya dari kebudayaan suatu bangsa. Menetap dalam jangka waktu yang cukup lama mengharuskan mereka melakukan interaksi kebudayaan dengan masyarakat kita dan juga harus menyesuaikan diri dengan kondisi geografis di kota Bandung. Etos kerja yang mereka miliki sebelumnya mungkin saja mengalami perubahan setelah mereka tinggal di kota Bandung. Maka dari itu untuk mengetahuinya penelitian ini dilakukan.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang dapat diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah etos kerja komunitas Korea Selatan yang tinggal di kota Bandung? 2. Apakah
interaksi
kebudayaan
dengan
masyarakat
mempengaruhi etos kerja komunitas Korea Selatan?
kota
Bandung
9
3. Bagaimanakah tingkat perubahan etos kerja komunitas Korea Selatan yang tinggal di kota Bandung?
C. Tujuan Penelitian Atas dasar rumusan masalah di atas maka tujuan yang hendak dicapai penulis dalam penelitian ini adalah : 1. Menganalisis etos kerja komunitas Korea Selatan yang tinggal di kota Bandung 2. Mendeskripsikan sejauh mana interaksi kebudayaan dengan masyarakat kota Bandung mempengaruhi etos kerja komunitas korea selatan 3. Menghitung tingkat perubahan etos kerja komunitas Korea Selatan yang tinggal di kota Bandung
D. Manfaat Penelitian Dengan dilakukannya penelitian ini penulis mengharapkan manfaat yang berguna bagi semua pihak yang terkait. Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian yang dilakukan adalah : Manfaat Teoritis 1. Diharapkan dapat berguna dalam memberikan sumbangan pemikiran untuk bidang pendidikan khususnya yang berkaitan dengan etos kerja dan interaksi kebudayaan 2. Memberikan informasi terutama mengenai etos kerja dan pola pikir masyarakat Korea Selatan yang tinggal di kota Bandung 3. Menemukan faktor kendala yang menjadi penghambat dalam interkasi yang dilakukan oleh orang yang berbeda kebudayaan
10
4. Mengetahui faktor-faktor yang memepengaruhi etos kerja suatu komunitas 5. Memberikan gambaran tentang etos kerja komunitas Kores Selatan yang tinggal di kota Bandung Manfaat Praktis 1. Sebagai bahan masukan bagi masyarakat ataupun pemerintah dalam meningkatkan etos kerja agar lebih baik dan setara dengan bangsa-bangsa lain yang memiliki etos kerja profesional seperti Korea Selatan. 2. Sebagai bahan pertimbangan atau acuan, bagi peneliti selanjutnya yang akan melakukan penelitian yang berhubungan dengan tema yang berkaitan.
E. Definisi Operasional Penelitian ini berjudul “Etos Kerja Komunitas Korea Selatan di Kota Bandung”, untuk menghindari kesalahfahaman penafsiran atau makna dalam tulisan ini, maka penulis akan menguraikan beberapa konsep dalam penelitian ini : 1. Etos Kerja Secara etimologis berasal dari bahasa Yunani yaitu ethos yang berarti karakter, watak, kesusilaan, adat istiadat atau kebiasaan. Etos ini dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti faktor budaya, faktor iklim, bahkan faktor agama. Menurut Jansen Sinamo etos adalah kunci dan fondasi keberhasilan suatu masyarakat atau bangsa. Etos juga merupakan salah satu syarat bagi upaya peningkatan kualitas tenaga kerja atau SDM, baik pada level individual, organisasional, maupun sosial. Jadi etos yang dimaksudkan disini merupakan suatu sikap, pandangan atau nilai yang mendasari prinsip kerja suatu komunitas, masyarakat atau bangsa.
11
Kerja adalah usaha komersial yang menjadi suatu keharusan demi hidup, atau sesuatu yang imperatif dari diri, maupun sesutu yang terkait pada identitas diri yang telak bersifat sakral (Taufik Abdullah, 1986). Berdasarkan uraian pengertian diatas dapat disimpukan bahwa etos kerja adalah perilaku khas suatu komunitas atau masyarakat mencakup motivasi yang menggerakan, karakteristik utama, spirit dasar, pikiran dasar, kode etik, kode moral, kode perilaku, sikapsikap, aspirasi-aspirasi,
keyakinan-keyakinan, prinsip-prinsip, nilai-nilai dan
standar-standar terhadap suatu pekerjaan yang dilakukan. Etos kerja dalam penenitian ini dilihat atau diukur dari beberapa variabel diantaranya penilaian hasil dan mutu kerja, cara pandang terhadap kerja dan cara pandang terhadap waktu. 2. Interaksi Kebudayaan Interaksi adalah proses hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi dalam pikiran dan tindakan antar individu dalam suatu masyarakat. Sedangkan interaksi sosial merupakan hubungan-hubunga sosial yang dinamis, yang menyangkut hubungan antara orang-perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara perorangan dan kelompok. Adapun pengertian kebudayaan menurut Koentjaraningrat (1979:193) adalah keseluruhan system gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik dari manusia sebagai belajar. Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi (1964:113) mengartikan kebudayaan sebagai semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat. Selanjutnya pengertian Kebudayaan menurtut E.B Tylor (1924:1) kebudayaan adalah kompleks yang
12
mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral hukum, adat istiadat serta kesanggupan dan kebiasaan lainnya yang dipelajari oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Selain beberapa pengertian kebudayaan yang tercantum diatas kebudayaan di dalam penelitian ini juga mencakup perilaku khas suatu komunitas yang didalamnya terdapat aktifitas, tindakan, cara hidup, gaya hidup atau nilainilai yang telah menjadi kebiasaan dalam bekerja pada suatu masyarakat atau komunitas tertentu. Setelah mempelajari pengertian dari interaksi dan kebudayaan, maka dapat disimpulkan bahwa interaksi kebudayaan adalah hubungan timbal balik antar individu yang saling mempengaruhi, dimana antar individu ini merupakan individu yang memiliki latar kebudayaan yang berbeda. 3. Komunitas Korea Selatan Komunitas adalah sebuah kelompok sosial dari beberapa organisme yang berbagi lingkungan, umumnya memiliki ketertarikan dan habitat yang sama. Dalam komunitas manusia, individu-individu didalamnya dapat memiliki maksud, kepercayaan, sumber daya, preferensi, kebutuhan, risiko dan sejumlah kondisi lain yang serupa. Komunitas pada awalnya berasal dari bahasa latin yaitu communitas yang berarti “kesamaan”. Menurut Bruce C. Johen (1992:315) ”Komunitas dapat didefinisikan sebagai kelompok khusus dari orang-orang yang tinggal dalam wilayah tertentu, memiliki kebudayaan dan gaya hidup yang sama, sadar sebagai satu kesatuan, dan dapat bertindak secara kolektif dalam usaha mereka mencapai sesuatu tujuan”.
13
Komunitas oleh Hassan Sadily (1983) disebut sebagai paguyuban yang memperlihatkan rasa sentimen yang sama seperti terdapat dalam gemmenshaft. Anggota-anggotanya mencari kepuasan berdasarkan adat kebiasaan dan sentimen (faktor primer), kemudian diikuti oleh lokalitas (faktor sekunder) Maksud dari komunitas Korea Selatan yang tinggal di kota Bandung dalam penelitian ini adalah sekumpulan orang Korea Selatan baik laki-laki ataupun perempuan yang bekerja di berbagai bidang baik produksi, jasa atau bidang-bidang yang lainnya, menduduki berbagai macam jabatan dan tinggal di wilayah kota Bandung.