BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Wanita Indonesia saat ini memiliki kesempatan yang terbuka lebar untuk bekerja, sehingga hampir tidak ada lapangan pekerjaan dan kedudukan yang belum dimasuki oleh kaum wanita baik sebagai dokter, guru, pedagang, buruh, dan sebagainya. Karena sifat ketelitian dan kesabaran yang dimiliki wanita, banyak jenis pekerjaan yang mengutamakan tenaga kerja wanita seperti sekretaris atau pekerja sosial. Menurut data tahun 2000 di Indonesia sebanyak 43% wanita bekerja paruh waktu dengan rata-rata jam kerja perminggu 30,4 jam, semua pekerja wanita bekerja di sektor umum dengan persentase 67,5%, pada sektor kesehatan dan sosial yang secara umum terdiri dari layanan masyarakat sebanyak 83% (Departemen Sosial, 2001). Manusia mempunyai tujuan atau motivasi dalam bertindak, baik disadari maupun tidak disadari. Demikian pula pekerjaan atau kegiatan pegawai mempunyai motivasi misalnya mengharapkan gaji atau upah yang layak, kepuasan pribadi dari apa yang dikerjakannya, promosi atau kenaikan jabatan dan lain sebagainya. Pegawai sebagai makhluk sosial dalam bekerja tidak hanya mengejar penghasilan saja tetapi juga mengharapkan selama bekerja pegawai juga dapat diterima dan dihargai sesama pegawai dan pegawai pun akan merasa bahagia juga dapat membantu pegawai lain (Adizalkandar, 2010). Untuk teori motivasi kerja sendiri tidak banyak berbeda dengan teori-teori motivasi pada umumnya, namun demikian perlu disadari adanya satu perbedaan yang cukup mendasar dimana teori motivasi kerja lebih bersifat spesifik, yang memfokuskan pada perilaku yang berkaitan dengan kerja.
Barendoom dan Stainer (dalam Kartono, 1994) mengatakan bahwa motivasi kerja sebagai kondisi mental yang mendorong aktivitas dan memberikan energi yang mengarah kepada pencapaian kebutuhan dalam memberi kepuasan ataupun mengurangi ketidakseimbangan. Motivasi kerja dapat berfungsi mengarahkan individu untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan potensi yang memilikinya. Selain itu, motivasi kerja mampu meningkatkan semangat individu dalam melakukan berbagai aktifitasnya, termasuk bekerja. Individu dengan tingkat motivasi yang cukup tinggi akan lebih bersemangat dalam memulai dan menyelesaikan segala pekerjaan. Pada individu dengan tingkat motivasi yang relatif rendah cenderung enggan untuk memulai dan menyelesaikan pekerjaan. Menurut Munandar (2008) bila motivasi kerja rendah maka unjuk kerja akan rendah pula meskipun kemampuannya ada dan baik, serta peluang pun tersedia. Banyak sekali teori tentang motivasi kerja yang telah dikembangkan, seperti teori motivasi kerja dua faktor oleh Herzberg. Herzberg (dalam Asnawi, 2007) mengatakan ada dua faktor yang mempengaruhi seseorang dalam pekerjaannya, yaitu faktor motivator dan faktor hygiene. Faktor-faktor yang berperan penting sebagai motivator terhadap pegawai adalah yang mampu memuaskan dan mendorong orang untuk bekerja dengan baik yaitu dengan pencapaian hasil, pengalaman, pekerjaan itu sendiri, tanggung jawab, dan harapan pribadi. Rangkaian kepuasan tersebut berkaitan dengan sifat pekerjaan atau kedudukan pekerjaan dan dengan imbalan yang dihasilkan secara langsung dari prestasi kerjanya serta peningkatan dalam tugas. Untuk faktor hygiene meliputi gaji, kondisi pekerjaan, hubungan antar pribadi, supervisi, dan kebijakan serta administrasi perusahaan atau organisasi. Bekerja bagi wanita merupakan sarana untuk memenuhi kebutuhan akan peningkatan kesejahteraan pribadi secara ekonomis, memanfaatkan kesempatan
berinteraksi, menyumbangkan sesuatu yang kreatif bagi masyarakat, atau sekadar mencari pengalaman (Lewis dalam Nainggolan, 1996). Sekarang ini banyak wanita yang berambisi dan mampu mengembangkan karir, baik wanita tunggal atau yang menikah, yang belum atau sudah mempunyai anak, yang muda maupun setengah baya. Mudzhar (2001) mengatakan wanita karir adalah wanita yang bekerja untuk mengembangkan karir. Hal ini memang dimungkinkan karena meningkatnya jumlah wanita yang berpendidikan menengah dan tinggi. Wanita yang telah menikah dan mempunyai anak banyak yang memilih untuk bekerja dengan alasan-alasan tertentu. Beberapa faktor yang mendorong peningkatan jumlah pekerja wanita yang sudah menikah adalah kesempatan, kapasitas, dan motivasi (Parker dkk, 1990). Selain itu, Hoffman (dalam Williams, 1996) mengatakan ada beberapa pertimbangan seorang wanita yang telah berkeluarga untuk bekerja adalah uang, sudut pandang yang menyangkut peran seorang istri sebagai ibu, faktor kepribadian, dan meningkatnya biaya kehidupan sehari-hari. Seorang wanita dalam menjalani karirnya besar kemungkinan akan menikah dan memiliki anak. Sebagai wanita yang telah menikah akan memiliki peran utama dalam keluarga yaitu sebagai istri, dan sebagai ibu yang mengurus urusan rumah tangga. Dalam berbagai perannya wanita dituntut untuk sepenuhnya memberikan dirinya demi kesejahteraan keluarga. Namun dalam kehidupan modern dan era pembangunan dewasa ini wanita dituntut dan sering juga bermotivasi untuk memberikan sumbangan yang lebih dari sekedar melayani suami, perawatan anak dan urusan rumah tangga. Dari banyaknya peran wanita karir yang telah berkeluarga, maka wanita karir akan menjalani peran ganda. Tuntutan seorang wanita untuk berperan ganda bukanlah hal yang mudah. Pada saat wanita mengejar karir, wanita dituntut untuk mendahulukan keluarga
sebagai tanggung jawab tradisionalnya. Sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Lestari (dalam Ihromi, 1990) bahwa sebagian besar responden yang bekerja, maupun yang tidak bekerja (semuanya ibu rumah tangga), 47,1% ibu yang bekerja dan 53% ibu yang tidak bekerja menjawab bahwa mengurus dan membimbing anak adalah peran utama ibu rumah tangga. Sanksi yang ada, dari masyarakat maupun keluarga dapat menimbulkan konflik peran ganda. Menurut Goldman dan Millman (1969) konflik peran ganda adalah situasi dimana harapan-harapan peran seseorang datang pada saat yang bersamaan, baik dari individu sendiri maupun dari lingkungan, tetapi bersifat bertentangan. Konflik peran ganda yang dialami seorang wanita akan memberikan dampak negatif bagi keluarganya. Munandar (2001) mengatakan bahwa ada beberapa dampak negatif dari ibu bekerja, antara lain: ibu tidak ada di saat-saat penting ketika anak sangat membutuhkannya, misalnya saat anak sakit, dan apabila ibu atau istri menjadi terlalu lelah bekerja akan membuat dirinya tidak mempunyai energi lagi untuk bermain dengan anak, serta menemani suami dalam kegiatan tertentu. Perasaan bersalah juga timbul pada wanita karir yang telah berkeluarga karena kurang dapat memberikan perhatian dan waktu pada anak. Berdasarkan hasil angket yang dilakukan oleh majalah Femina (dalam Nainggolan, 1996), 45% responden (semua perempuan) mengaku bahwa mereka memiliki rasa cemas bila tidak bisa hadir pada saat mereka dibutuhkan anak sehingga timbul rasa bersalah. Bekerjanya seorang ibu akan membuat dirinya berada pada situasi sulit terutama berkaitan dengan anggapan masyarakat bahwa wanita dinilai dari prestasi yang dicapai suami atau anak dan bukan oleh dirinya sendiri (Frieze dalam Rachminiwati, 1988).
Papane (dalam Nainggolan, 1996) mengatakan wanita diharapkan sebagai pendukung karir suami dan bukan karirnya sendiri. Selain itu, menurut Munandar (2001) dampak positif dari ibu bekerja, antara lain: merasakan kepuasan hidup yang membuat seorang ibu berpandangan positif terhadap masyarakat, ibu yang berkarir kurang menggunakan teknik disiplin yang keras dalam mendidik anak, dan lebih merawat penampilan, serta lebih banyak menunjukkan pengertian terhadap pekerjaan suami dan masalah-masalah yang bersangkutan, sehingga berdampak positif terhadap hubungan suami-istri. Menurut Rose dan Dizzed (dalam Nainggolan, 1996), bahwa bekerjanya seorang ibu dapat meningkatkan kepuasan dan mengurangi konflik dalam perkawinan. Selain itu, Roy (dalam Nainggolan, 1996) mengatakan bahwa anak akan menjadi lebih mandiri dan bertanggung jawab. Konflik peran ganda yang dialami wanita karir yang berkeluarga kemungkinan akan mempengaruhi motivasi dalam melaksanakan pekerjaan. Dimana wanita karir dituntut untuk dapat menyelesaikan tugas-tugasnya didalam keluarga, sementara di sisi lain juga dituntut untuk dapat memberikan unjuk kerja yang maksimal di kantor. Menurut Arofani dan Seniati (2007) motivasi kerja merujuk pada sikap umum individual terhadap pekerjaan mereka yang dapat menghasilkan dampak yang positif dan negatif pada performa kerja karyawan, maka motivasi kerja dapat dikatakan sebagai salah satu variabel yang penting dalam kehidupan di setiap organisasi. Banyaknya permasalahan di dalam keluarga akan menyebabkan konsentrasi wanita karir terpecah karena memikirkan keluarga khususnya sang anak. Hal ini kemungkinan menyebabkan wanita karir tidak termotivasi untuk menyelesaikan tugas-tugas di kantor sehingga mengakibatkan pekerjaannya menjadi terbengkalai dan menyebabkan prestasi kerjanya menurun.
Dari uraian di atas maka permasalahan yang ingin dikaji dalam penelitian ini adalah: Apakah ada hubungan antara motivasi kerja dengan konflik peran ganda pada wanita karir?
B. Tujuan Penelitian Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara konflik peran ganda dengan motivasi kerja pada wanita karir.
C. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang bermanfaat bagi perkembangan ilmu psikologi, khususnya psikologi industri dan organisasi. Hal ini dilakukan dengan cara memberikan data yang empiris yang sudah teruji secara ilmiah, khususnya menyangkut hubungan motivasi kerja antara dengan konflik peran ganda serta dapat digunakan dan bermanfaat untuk penelitian selanjutnya. Serta dapat digunakan sebagai tambahan pengetahuan ataupun referensi sekaligus bahan pertimbangan dan masukan untuk penelitian sejenis dimasa yang akan datang. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai hubungan motivasi kerja dengan konflik peran ganda pada wanita karir secara umum dan sehubungan dengan hal itu diharapkan pimpinan dalam organisasi serta anggota yang terlibat didalamnya dapat mengambil langkah-langkah yang sesuai
sehingga dapat meningkatkan motivasi kerja. Hasil penelitian ini juga hendaknya dapat digunakan sebagai bahan masukan dan evaluasi terhadap peningkatan motivasi kerja pada wanita karir untuk mengambil tindakan guna memperbaiki, meningkatkan dan mengembangkan kualitas kerja.