I.
1.1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Perkembangan peran dan posisi kaum wanita sejak masa lampau hingga saat
ini telah menempatkan wanita sebagai mitra yang sejajar dengan kaum laki-laki. Wanita memiliki kesempatan yang sama dalam berbagai bidang. Wanita sebagai komponen masyarakat memiliki peran dan fungsi strategis karena merupakan bagian integral yang tidak terpisahkan dalam proses pembangunan. Kuantitasnya yang lebih dari separuh jumlah penduduk Bali menjadikan wanita sebagai aset bangsa yang partisipasi, kontribusi dan potensinya perlu dioptimalkan dan diberdayakan. Hal ini tercermin dari 4.104.900 penduduk Provinsi Bali pada tahun 2014, jumlah penduduk perempuan 0,4% lebih sedikit dibandingkan penduduk laki-laki (perempuan 2.038.200 dan laki-laki 2.066.700) (Badan Pusat Statistik Provinsi Bali, 2014). Saparinah (dalam Ihromi, 1995) menyatakan feminisme sebagai suatu gerakan politik sebenarnya berakar pada suatu gerakan yang dalam akhir abad ke-19 di berbagai Negara Barat dikenal dengan “suffrage”, yaitu suatu gerakan untuk memajukan perempuan baik mengenai kondisi kehidupannya maupun tentang status dan perannya. Inti dari perjuangan mereka adalah bahwa mereka menyadari bahwa di dalam masyarakat ada satu golongan manusia yang belum banyak terpikirkan nasibnya, golongan tersebut adalah kaum perempuan. Walaupun dalam bidang pertanian perempuan telah memiliki pengakuan secara legal di Indonesia dengan ratifikasi Convention on the Elimination of All Discrimination Against Women (CEDAW) atau konvensi tentang hak-hak politik
1
2
perempuan dengan UU No. 68/1958 dan konvensi tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan (Hartono, 2000). Pendapat ini semakin meyakinkan bahwa perempuan memiliki kesempatan yang sama dengan laki-laki dalam berbagai bidang. Pembinaan wanita tani yang ada di pedesaan melalui suatu wadah kelompok yang disebut Kelompok Wanita Tani (KWT) perlu ditingkatkan sehingga potensinya yang besar dapat dimanfaatkan serta peranannya sebagai mitra kerja laki-laki secara serasi, selaras baik di lingkungan keluarga maupun masyarakat lebih meningkat. Upaya pemberdayaan wanita melalui wadah KWT lebih menekankan kepada upayaupaya peningkatan peranan wanita tani dalam pengolahan hasil pertanian, pemenuhan gizi keluarga, serta kesejahteraan keluarga mereka, tidak terkecuali KWT yang ada di Provinsi Bali. Jumlah KWT yang terdapat di Provinsi Bali yang merupakan binaan Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali sampai tahun 2007 berjumlah 207, namun setiap tahunnya dibentuk satu KWT di setiap kabupaten. Yang terakhir terbentuk yaitu tahun 2012, sehingga sampai saat ini terdapat 252 KWT di Provinsi Bali (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali, 2014). Diantara KWT di Provinsi Bali, KWT dari Kabupaten Gianyar memiliki prestasi dengan pernah memperoleh juara pada saat perlombaan KWT Tingkat Provinsi Bali pada tahun 2011. Terdapat enam KWT yang ada di Kecamatan Payangan, yang memiliki jumlah terbanyak nomer dua setelah Kecamatan Gianyar dengan tujuh KWT. Dipilihnya KWT di Kecamatan Payangan karena lebih terorganisir dari segi
3
kelembagaan, aktif dari segi pengolahan, dan kerjasama yang baik dengan aparat desa, sehingga saling membantu satu sama lain. KWT yang terdapat di Kecamatan Payangan sudah pernah tiga kali mewakili Kabupaten Gianyar pada perlombaan KWT yang diadakan oleh pemerintah terkait dan mendapatkan juara, dibandingkan KWT di kecamatan lain. (Dinas Pertanian, Perhutanan, dan Perkebunan Kabupaten Gianyar, 2014). KWT Mekar Sari merupakan salah satu KWT yang terdapat di Kecamatan Payangan. KWT Mekar Sari pernah menyabet juara III dalam lomba olahan produk pangan lokal berbahan baku perkebunan tahun 2008 yang diselenggarakan oleh Dinas Perkebunan Provinsi Bali. KWT Mekar Sari memiliki berbagai kegiatan, baik yang rutin maupun tidak rutin dilaksanakan setiap harinya. Kegiatan yang dominan dilakukan adalah pengolahan produk pangan. Produk olahan pangan yang terdapat di Desa Bukian yang merupakan produksi dari KWT Mekar Sari berupa rempeyek, kue sagon, dan jaje uli. Namun dari sekian jenis olahan pangan tersebut, rempeyek yang lebih banyak diproduksi. Setiap anggota dari KWT Mekar Sari aktif setiap harinya memproduksi di rumah mereka masing-masing maupun secara berkelompok yang selanjutnya dipasarkan di warung-warung terdekat, sampai di luar Kecamatan Payangan. Rempeyek sudah menjadi produk unggulan dan menjadi ciri khas yang dimiliki oleh KWT Mekar Sari. Rempeyek buatan anggota KWT Mekar memiliki beberapa keunggulan diantaranya lebih terasa bumbu balinya, tidak terlalu berminyak, dan tanpa pengawet. Hal tersebut membuat produk rempeyek ini sudah
4
berhasil dipasarkan sampai ke luar Kecamatan Payangan, bahkan sampai ke luar Kabupaten Gianyar. Pemasaran rempeyek produksi KWT Mekar Sari ini sudah berlangsung sejak tahun 2007, akan tetapi belum memiliki izin produksi dari dinas kesehatan terkait. Selain itu dari segi pengemasan masih digunakannya jepretan yang mengurangi daya tarik produk rempeyek tersebut, padahal saat hari-hari besar keagamaan (Hindu) produk yang dihasilkan oleh anggota KWT Mekar Sari sangat laku di pasaran, karena memang sudah terkenal kualitas produknya oleh masyarakat Gianyar. Melihat kondisi KWT Mekar Sari yang sudah berdiri sejak tahun 2007 dengan produk utama rempeyek dan sudah menjadi mata pencaharian anggotanya, menarik untuk dikaji bagaimana kegiatan KWT ini dalam mensejahterakan anggotanya dengan produk rempeyek yang tetap bertahan eksistensinya selama tujuh tahun. Maka dari itu dilakukan penelitian mengenai tingkat pengetahuan dan penerapan anggota KWT Mekar Sari tentang industri rempeyek. Pengetahuan yang tinggi, baik itu mampu memberikan penjelasan atau memberikan pemahaman yang lebih rinci tentang rempeyek akan mampu menghasilkan produk rempeyek yang baik secara kualitas dan kuantitas. Pengetahuan yang tinggi tersebut diimbangi dengan penerapan yaitu proses berfikir setingkat lebih tinggi dibandingan pemahaman berupa tindakan yang harus dilakukan dengan pengetahuan yang dimiliki tentang rempeyek. Sehingga hasil dari penelitian ini dapat direkomendasikan kepada KWT Mekar Sari untuk meningkatkan peran wanita tani dalam pengolahan hasil pertanian, eksistensi dan konsumsi pangan lokal dari Desa
5
Bukian oleh masyarakat pada umumnya dan khususnya bagi anggota KWT Mekar Sari, yang sekaligus dapat meningkatkan kesejahteraan mereka. 1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan
yaitu bagaimana tingkat pengetahuan (kognitif) dan penerapan (psikomotorik) anggota KWT Mekar Sari tentang industri rempeyek? 1.3
Tujuan Penelitian Bertolak dari rumusan masalah yang telah dikemukakan, tujuan penelitian
ini untuk mengetahui tingkat pengetahuan (kognitif) dan penerapan (psikomotorik) anggota KWT Mekar Sari tentang industri rempeyek. 1.4
Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut.
1. Memberikan tolak ukur kepada anggota KWT Mekar Sari agar tetap terus aktif dalam kegiatan wirausaha rempeyek di Desa Bukian, Kecamatan Payangan, Kabupaten Gianyar. 2. Bagi peneliti, bisa menjadi objek dalam mempraktikkan langsung teori-teori ilmu pengembangan masyarakat yang sudah didapat di bangku perkuliahan. 3. Bagi mahasiswa dan mahasiswi, penelitian ini diharapakan dapat dijadikan sebagai suatu referensi dalam melakukan penelitian di bidang konsep pengetahuan (kognitif) dan penerapan (psikomotorik) pada suatu kelompok.
6
4. Bagi pemerintah, diharapkan penelitian ini sebagai sumbangan pemikiran agar tetap membina dan mengembangkan kelompok wanita tani yang sudah ada di Bali, agar tetap berkelanjutan dan tidak aktif pada saat diadakan perlombaan saja. 1.5
Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup dari penelitian ini adalah kajian mengenai tingkat
pengetahuan (kognitif) dan penerapan (psikomotorik) anggota KWT Mekar Sari tentang industri rempeyek di Desa Bukian, Kecamatan Payangan, Kabupaten Gianyar. Pengukuran penelitian ini mencakup pengetahuan meliputi bahan baku rempeyek, syarat bahan baku rempeyek, alat-alat pembuatan rempeyek, cara membuat rempeyek, penyebab baik tidaknya kualitas rempeyek, cara pengemasan rempeyek, pemasaran rempeyek, dan cara penanganan limbah rempeyek. Penerapan meliputi penggunaan jenis bahan baku rempeyek, penggunaan bahan baku yang berkualitas, penggunaan alat-alat pembuatan rempeyek, pembuatan rempeyek, efektivitas waktu dan volume produksi rempeyek, pengemasan rempeyek, pelaksanaan pemasaran rempeyek sesuai dengan prinsip 4P, dan penanganan limbah rempeyek.