BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kosmetik tidak lepas dari kehidupan manusia, terutama kosmetik dekoratif yang banyak diminati kaum wanita. Lipstik merupakan salah satu kosmetik dekoratif yang digunakan untuk memperindah bibir dengan warna yang menarik, melindungi bibir agar tidak kering, serta dapat menonjolkan sisi yang baik dan menyamarkan yang buruk pada bentuk bibir. Sediaan lipstik yang baik harus mudah diaplikasikan, tidak mengiritasi, tidak lengket, maupun kering, dan dapat menjaga ketahanan warna yang menempel pada bibir. Parameter kualitas lipstik yang baik dipengaruhi oleh proses pembuatan, penyimpanan, dan penggunaannya. Wax dan zat warna merupakan komponen penting pembentuk lipstik. Zat warna pada lipstik dapat meningkatkan nilai estetika sediaan serta menarik konsumen untuk membelinya. Menurut Yulianti (2007), tidak semua zat warna aman digunakan pada bibir, terutama zat warna sintetik seperti rhodamine yang dapat menyebabkan gatal, bibir pecah-pecah, kering, serta dapat mengelupas kulit bibir. Zat warna alami semakin dibutuhkan keberadaannya karena dianggap lebih aman dibanding dengan pewarna sintetik. Banyak zat warna alami yang belum dimanfaatkan padahal banyak ditemukan disekitar kita. Menurut Nakamura, dkk (1990), bunga
kembang
sepatu
(Hibiscus 1
rosa-sinensis
L.)
dapat
2
digunakan sebagai zat warna alami karena memiliki pigmen merah dari antosianin. Basis lilin memegang peran penting dalam kestabilan lipstik. Basis lilin yang umum digunakan dalam lipstik, antara lain: carnauba wax, Paraffin wax, ozokerites, beeswax, candelilla wax, spermaceti, dan ceresin. Penggunaan komposisi basis lilin yang berbeda dapat memberikan karakteristik yang berbeda pada lipstik, seperti kekerasan, titik lebur, dan kemudahan mengaplikasikan. Pemilihan komposisi basis lilin yang tepat akan menghasilkan lipstik dengan karakteristik terbaik. Beeswax pada lipstik dapat membuat sediaan menjadi lebih keras, konsistensinya tidak meningkat karena pengadukan, dan dapat menghambat eksudasi minyak (Jellineck, 1970). Beeswax memiliki titik lebur 61-66°C, selain mudah dibentuk juga dapat stabil mempertahankan bentuknya. Sedangkan Paraffin wax, termasuk tipe alkane hydrocarbon, memiliki titik lebur 5061°C (Rowe et al, 2009), tidak toksik jika diaplikasikan secara topikal, dapat bercampur dengan sejumlah produk berbasis lilin, dan digunakan untuk membuat produk lebih creamy dan shiny. Namun, penggunaan beeswax dalam jumlah besar dapat menghasilkan sediaaan lipstik yang agak tumpul, tidak rata permukaannya, dan relatif mahal (Smolinske dan Susan, 1992; Sagarin, 1957). Oleh karena itu, melalui penelitian ini ingin diketahui bagaimana pengaruh dari kombinasi basis Beeswax dan Paraffin wax terhadap sifat dan stabilitas fisik serta uji iritasi primer dari
3
sediaan lipstik yang menggunakan zat warna alami dari ekstrak pelarut etanol bunga kembang sepatu (H. rosa-sinensis L.).
B. Perumusan Masalah 1.
Bagaimanakah pengaruh komposisi kombinasi basis Beeswax dan Paraffin wax terhadap sifat fisik sediaan lipstik bunga kembang sepatu (H. rosa-sinensis L. )
2.
Bagaimanakah pengaruh komposisi kombinasi basis Beeswax dan Paraffin wax terhadap stabilitas fisik sediaan lipstik bunga kembang sepatu (H. rosa-sinensis L.) selama penyimpanan.
3.
Bagaimana tingkat keamanan dari formula sediaan lipstik bunga kembang sepatu (H.rosa-sinensis L.) dengan
kombinasi basis
Beeswax dan Paraffin wax ketika diaplikasikan pada kulit.
C. Pentingnya Penelitian 1. Penelitian ini dapat memberikan informasi tentang pemanfaatan zat warna alami dari bunga kembang sepatu (H. rosa-sinensis L.) 2. Penelitian ini dapat memberikan informasi tentang sifat dan stabilitas fisik serta tingkat keamanan sediaan lipstik bunga kembang sepatu (H. rosa-sinensis L.) pada komposisi kombinasi basis Beeswax dan Paraffin wax tertentu.
4
D. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari kombinasi basis Beeswax dan Paraffin wax pada sedian lipstik ekstrak etanol dari bunga kembang sepatu (H. rosa-sinensis L.) terhadap sifat fisik, stabilitas fisik serta tingkat keamanannya pada hewan uji.
E. Tinjauan Pustaka 1. Bibir Bibir merupakan kulit yang memiliki ciri khusus yaitu memiliki stratum korneum yang tipis dan adanya aliran darah yang banyak mengalir di dalam pembuluh darah di lapisan bawah kulit bibir yang menyebabkan bibir berwarna merah (Wibowo, 2005). Kulit bibir mengandung lebih sedikit melanosit atau sel yang berfungsi menghasilkan pigmen melanin. Pada lapisan dermisnya tidak terdapat kelenjar keringat maupun kelenjar lemak sehingga dalam cuaca yang dingin dan kering, lapisan stratum korneum
akan
cenderung
mengering,
dan
pecah-pecah
yang
memungkinkan zat yang melekat padanya mudah berpenetrasi ke dalam statum germinativum, tetapi pada permukaan kulit bibir sebelah dalam terdapat kelenjar liur yang menjadi pembasah alami pada bibir. Bibir terdiri dari 3 bagian yaitu kutaneus, vermillion dan mukosa. Bibir berfungsi untuk membantu proses berbicara dan makan. Hal ini menyebabkan bibir harus ditarik, berbelok, dan berkontraksi ke berbagai arah. Bibir memiliki permukaan kulit transisi yang dikenal dengan nama
5
vermillion (Draelos dan Thaman, 2006). Daerah vermillion adalah batas paling bawah dari bagian bibir atas atau disebut bingkai merah bibir yang merupakan daerah transisi
dimana kulit bibir bergabung kedalam
membran mukosa. Vermillion dibatasi oleh garis basah dimana mukosa bibir dimulai. Garis basah adalah perbatasan antara bagian luar bingkai vermillion yang biasanya kering, dan bagian dalam mukosa yang lembut dan lembab. Pada daerah ini biasanya lipstik diaplikasikan (Woelfel dan Scheild, 2002).
2. Kosmetik Dekoratif Kosmetik
dekoratif
digunakan
untuk
mempercantik
dan
memperindah diri pemakainya. Pewarna merupakan komponen utama dalam setiap formulasi kosmetik dekoratif. Tujuan kosmetik dekoratif yaitu untuk memperbaiki penampilan, memberikan rona pada wajah, meratakan
dan
menghaluskan
warna
kulit,
menyembunyikan
ketidaksempurnaan, serta sebagai fungsi protektif (Barel et al, 2001). Persyaratan untuk kosmetik dekoratif antara lain adalah warna menarik, memiliki bau yang harum dan menyenangkan, tidak lengket, dan tidak merusak kulit, bibir, kuku, dan adeneksa lainnya. Kosmetik dekoratif dapat dibagi dalam dua golongan besar, yaitu: 1. Kosmetik dekoratif yang hanya menimbulkan efek pada permukaan dan pemakaiannya sebentar, misalnya bedak, lipstik, perona pipi, eye shadow, dan lain-lain.
6
2. Kosmetik dekoratif yang efeknya mendalam dan digunakan dalam waktu lama setelah itu akan meluntur, misalnya kosmetik pemutih kulit, cat rambut, dan preparat penghilang rambut (Tranggono dan Latifah, 2007). Kosmetika dekoratif hanya melekat pada alat tubuh yang dirias dan tidak bermaksud untuk memberikan suatu efek pengobatan. Bahan dasar kosmetika dekoratif adalah zat warna dengan pelengkap bahan penstabil atau emulgator dan parfum. Berdasarkan bagian tubuh yang dirias, kosmetika dekoratif dapat dibagi menjadi: 1) Kosmetika rias kulit (wajah); 2) Kosmetika rias bibir; 3) Kosmetika rias rambut; 4) Kosmetika rias mata; dan 5) Kosmetika rias kuku (Wasitaatmadja, 1997).
3.
Lipstik
Lipstik adalah sediaan kosmetika yang digunakan untuk mewarnai bibir dengan sentuhan artistik sehingga dapat meningkatkan estetika dalam tata rias wajah yang dikemas dalam bentuk batang padat. Lipstik dapat digunakan untuk mengoreksi bentuk bibir, bibir yang kecil dapat dikoreksi dengan mengaplikasikan lipstik sampai diluar garis bibir, atau bibir juga dapat dibuat nampak lebih kecil dengan mengaplikasikan lipstik tepat di garis bibir. Hakikat fungsinya adalah untuk memberikan warna bibir
7
menjadi merah, yang dianggap akan memberikan ekspresi wajah sehat dan menarik. Persyaratan lipstik yang baik, antara lain: 1. Dapat bertahan dibibir selama mungkin. 2. Cukup melekat pada bibir, tetapi tidak sampai lengket. 3. Tidak mengiritasi atau menimbulkan alergi pada bibir. 4. Melembabkan bibir dan tidak mengeringkannya. 5. Memberikan warna yang merata pada bibir. 6. Penampilannya harus menarik, baik warna maupun bentuknya. 7. Tidak meneteskan minyak, permukaannya mulus, tidak bopeng atau berbintik-bintik, atau memperlihatkan hal-hal lain yang tidak menarik. (Tranggono dan Latifah, 2007) Lipstik terdiri dari zat warna yang terdispersi dalam basis yang umunya terbuat dari campuran lilin dan minyak, dalam komposisi yang optimal sehingga dapat memberikan suhu lebur dan viskositas yang dikendaki. Suhu lebur lipstik yang ideal diatur hingga suhu mendekati suhu bibir, yaitu antara 36-38○C. Menurut Vishwakarma, dkk. (2011), suhu lebur lipstik yang ideal umumnya 50○C. a.
Komponen utama dalam sediaan lipstik Adapun komponen utama dalam sediaan lipstik terdiri dari minyak, lilin, lemak, dan zat warna.
8
1. Minyak Minyak
dalam
lipstik
berfungsi
sebagai
emollient,
membuat bibir lebih berkilau, dan sebagai medium pendispersi zat warna (Poucher, 2000). Fase minyak dalam lipstik dipilih terutama berdasar kemampuannya melarutkan zat warna eosin. Misalnya: Minyak castor, tetrahydrofurfuryl alcohol, fatty acid alkylolamides, dihydric alcohol beserta monoethers dan monofatty acid ester, isopropyl myristate, isopropyl palmitate, butyl stearate, paraffin oil (Tranggono dan Latifah, 2007). 2. Lilin Lilin digunakan untuk memberi struktur batang yang kuat pada lipstik dan menjaganya tetap padat walau dalam keadaan hangat. Campuran lilin yang ideal akan menjaga lipstik tetap padat setidaknya pada suhu 50 C dan mampu mengikat fase minyak agar tidak keluar atau berkeringat, tetapi juga harus tetap lembut dan mudah dioleskan pada bibir dengan tekanan serendah mungkin (Balsam, 1972). Misalnya: carnauba wax, paraffin wax, ozokerites, beeswax, candelilla wax, spermaceti, ceresin. Semuanya berperan pada kekerasan lipstik (Tranggono dan Latifah, 2007). 3. Lemak Lemak yang biasa digunakan adalah campuran lemak padat yang berfungsi untuk membentuk lapisan film pada bibir, memberi tekstur yang lembut, meningkatkan kekuatan lipstik, dan dapat
9
mengurangi efek berkeringat dan pecah pada lipstik. Fungsinya yang lain dalam proses pembuatan lipstik adalah sebagai pengikat dalam basis antara fase minyak dan fase lilin dan sebagai bahan pendispersi untuk pigmen (Jellineck,1970). 4. Zat warna Zat warna dalam lipstik dibedakan atas dua jenis yaitu staining dye dan pigmen. Staining dye merupakan zat warna yang larut
atau
terdispersi
dalam
basisnya,
sedangkan
pigmen
merupakan zat warna yang tidak larut tetapi tersuspensi dalam basisnya. 5. Antioksidan Antioksidan digunakan untuk melindungi minyak dan bahan tak jenuh lain yang rawan terhadap reaksi oksidasi. BHT, BHA dan vitamin E adalah antioksidan yang paling sering digunakan (Poucher, 2000). Antioksidan lainnya antara lain: ekstrak rosemary, asam sitrat, propil paraben, metil paraben, dan tokoferol (Barel, Paye dan Maibach, 2001). Antioksidan yang digunakan harus memenuhi syarat yaitu: tidak berbau agar tidak mengganggu wangi parfum dalam kosmetika, tidak berwarna, tidak toksik, dan tidak berubah meskipun disimpan lama (Wasitaatmadja, 1997).
10
6. Pengawet Kemungkinan bakteri atau jamur untuk tumbuh di dalam sediaan lipstik sebenarnya sangat kecil karena lipstik tidak mengandung air. Akan tetapi ketika lipstik diaplikasikan pada bibir kemungkinan terjadi kontaminasi pada permukaan lipstik sehingga terjadi pertumbuhan mikroorganisme. Oleh karena itu perlu ditambahkan pengawet di dalam formula lipstik. Pengawet yang sering digunakan yaitu metil paraben dan propil paraben. 7. Parfum Parfum
digunakan
untuk
memberikan
bau
yang
menyenangkan, menutupi bau dari lemak yang digunakan sebagai basis, dan dapat menutupi bau yang mungkin timbul selama penyimpanan dan penggunaan lipstik.
4. Proses Pembuatan Lipstik a. Colour – Grinding/ Penggilingan atau Pencampuran Zat Warna Warna yang homogen dalam formulasi sediaan lipstik didapat dengan mendispersikan zat pewarna kedalam minyak, atau kedalam basis. Mencampurkan pewarna kedalam campuran bahan sekaligus akan membuat zat warna menggumpal atau tidak terdispersi merata dalam sediaan, sebaiknya zat pewarna dicampurkan kedalam salah satu bahan lalu didispersikan kedalam basis sehingga didapatkan keseragaman warna dan tekstur yang lembut dari massa lipstik.
11
Proses grinding tidak bertujuan untuk menurunkan ukuran partikel dari masing-masing bahan, namun untuk memecah gumpalan. Alat yang digunakan biasanya roller mill atau colloid mill.Pada roller mill, suspensi pigmen dalam minyak dilewatkan diantara silinder berputar pada kecepatan yang berbeda satu sama lain. Untuk colloid mill, pencampuran dilakukan diantara dua kepingan atau alat berbentuk kerucut dan diputar pada kecepatan tinggi. b. Mixing / Pencampuran Pada proses pencampuran sebaiknya tidak menggunakan panas yang berlebihan, waktu pemanasan yang tidak terlalu lama, dan proses pengadukan yang terlalu cepat. Pencampuran dilakukan secara perlahan untuk memastikan apakah campuran bahan telah homogen. Setelah
homogen,
barulah
ditambah
dengan
parfum
untuk
memberikan aroma yang mengenakan pada lipstik. Massa minyak kemudian disimpan kedalam wadah yang inert serta tertutup rapat, diruangan yang gelap, dan suhu yang rendah. Proses tersebut sangat penting jika akan disimpan dalam jangka waktu yang lama. c. Molding/ Pencetakan Pada proses pencetakan sangat penting untuk menghilangkan gelembung udara. Adanya udara, dapat membuat sediaan menjadi berlubang-lubang kecil di sisi luarnya. Jika massa minyak tidak memungkinkan untuk bebas dari udara yang ada didalamnya, maka dilakukan pemanasan dibawah vakum. Cetakan yang paling umum
12
digunakan terbuat dari lempeng kuningan atau alumunium, kemudian dijepit dengan menggunakan pin. Pendinginan cetakan tidak boleh terlalu dingin, jika terlalu dingin maka perlu sedikit dipanaskan terlebih dahulu sebelum mengisi ulang. Ketika sudah terbentuk batangan lipstik, maka lipstik segera dikeluarkan dari cetakan. Lipstik tersebut kemudian disimpan ditempat yang bersuhu rendah. d. Flaming / Pengkilapan Flaming umumnya dilakukan dengan cara melewatkan lipstik melalui nyala api gas atau menggunakan pemanas listrik. Jika menggunakan pemanas biasa nyala api hanya berasal dari satu arah, maka lipstik perlu diputar saat melewati api untuk mencairkan seluruh permukaan. Proses ini dilakukan untuk membuat permukaan lipstik menjadi lebih mengkilap dan memiliki permukaan yang rata. Setelah proses pengkilapan selesai, maka lipstik ditutup dan dimasukan kedalam wadahnya.
5. Bunga Kembang Sepatu (Hibiscus Rosa Sinensis L.) a.
Klasifikasi Divisi
: Spermatophyta
Sub-divisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledonae
Sub- kelas
: Dialypetalae
13
Ordo
: Malvales / Columniferae
Famili
: Malvaceae
Genus
: Hibiscus
Species
: Hibiscus rosa-sinensis L. (Tjitrosoepomo, 2007)
b.
Nama Daerah Sumatera
: Bungong roja (Aceh), Bunga-bunga (Batak Karo), Soma- soma (Nias), Bekeju (Mentawai).
Jawa
: Kembang sepatu (Betawi), Kembang Wera (Sunda), Kembang Sepatu (Jawa Tengah), Bunga Rebong (Madura).
Bali
: Waribang
Sulawesi
: Ulange (Gorontalo),Kulango(Buol), Bunga Cepatu (Makasar), Bunga Bisu (Bugis).
Maluku
: Ubu-ubu (Ternate), Bala Bunga (Tidore).
c. Deskripsi Tumbuhan Kembang sepatu (Hibiscus Rosa Sinensis L.) merupakan tanaman perdu, tahunan, tumbuh tegak dan mempunyai tinggi 1-4 meter. Daunnya tunggal berwarna hijau, bertangkai, berbentuk bulat telur, meruncing, bergerigi kasar, dan pangkal bertulang daun menjari. Tangkai bunga beruas. Bunga berdiri sendiri, di ketiak,
14
tidak atau sedikit menggangtung. Kelopak bentuk tabung, daun kelopak tambahan 6-9, berbentuk lanset garis, hampir selalu lebih pendek daripada kelopak. Daun mahkota bulat telur terbalik, panjang 5,5-8,5cm, merah dengan noda tua pada pangkal (Van Steenis, 2008). d. Kandungan Kimia Daun dan batang mengandung ß-sitosterol, stigmasterol, taraxeryl
acetate
turunannya.
dan
Bunga
tiga
senyawa
mengandung
siklopropana
beserta
cyanidin-3,5-diglucoside,
flavonoids dan vitamins, thiamine, riboflavin, niacin dan ascorbic acid (Kumar dan Ashatha, 2012). e. Khasiat Bagian bunga dimanfaatkan untuk peluruh dahak, penurun panas, dan pelembut kulit. Bagian bunga juga dimanfaatkan untuk mengatasi disentri, infeksi saluran kemih, bisul, melancarkan haid (Widjayakusuma dkk., 1994). Bagian daun dapat digunakan sebagai emollient, mengobati penyakit gonorhoea, serta dapat digunakan sebagai penghitam rambut (Kumar dan Ashatha, 2012).
6.
Antosianin
Antosianin adalah suatu kelas dari senyawa flavonoid, yang secara luas terbagi dalam polifenol tumbuhan. Flavonol, flavan-3-ol, flavon, flavanon, dan flavanonol adalah kelas tambahan flavonoid yang berbeda
15
dalam oksidasi dari antosianin (Wrolstad, 2001). Antosianin merupakan turunan suatu struktur aromatik tunggal, yaitu sianidin, dan semuanya terbentuk dari pigmen sianidin ini dengan penambahan atau pengurangan gugus hidroksil, metilasi dan glikosilasi (Harborne, 1987). Antosianin merupakan suatu pigmen yang dapat memberikan zat warna alami dan diperoleh dari tanaman tertentu seperti kubis ungu (Brassica oleracea), ubi ungu (Ipomea batatas), bunga rosela (Hibiscus sabdariffa), bunga sepatu (H.rosa-sinensis L.). Warna pigmen antosianin merah, biru, violet, dan biasanya dijumpai pada bunga, buah buahan dan sayur-sayuran. Antosianin bersifat larut dalam air. Dalam suasana asam akan berwarna merah dan lebih stabil, sedangkan dalam suasana basa akan berwarna biru (Marwati, 2011). Degradasi antosianin dapat terjadi selama proses ekstraksi, pengolahan
makanan,
dan
penyimpanan.
Faktor-faktor
yang
mempengaruhi stabilitas antosianin antara lain karena adanya modifikasi pada struktur spesifik antosianin (glikolisasi, asilasi dengan asam alifatik atau aromatik), pH, Temperatur, cahaya, dan oksigen. Subtitusi beberapa gugus kimia pada struktur antosianin dapat mempengaruhi warna yang dihasilkan
dan
stabilitasnya.
Penambahan
gugus
glikosida
atau
penambahan gugus hidroksi bebas dapat menyebabkan warna cenderung biru dan relatif tidak stabil. Sebaliknya, penambahan jumlah gugus metoksi menghasilkan warna merah dan relatif stabil. Pada pH sangat asam (pH 1-2), antosianin di dominasi oleh bentuk kation flavilium dan
16
memberikan warna paling baik serta stabil. Ketika pH dinaikkan (pH>4) terbentuk senyawa antosianin berwarna kuning (bentuk kalkon), senyawa berwarna biru (bentuk quinouid), atau senyawa tidak berwarna ( basa karbinol) (Andarwulan dan Fitri, 2012). Menurut Brouillard (1982), pada pH 2 sampai 4 antosianin stabil, terutama dalam keadaan tanpa oksigen. Antosianin dapat berfungsi sebagai antioksidan di dalam tubuh. Selain itu, antosianin juga merelaksasi pembuluh darah untuk mencegah aterosklerosis dan penyakit kardiovaskuler lainnya. Selain itu, beberapa studi juga menyebutkan bahwa senyawa tersebut mampu mencegah obesitas dan diabetes, meningkatkan kemampuan memori otak dan mencegah penyakit neurologis, serta menangkal radikal bebas dalam tubuh.
7.
Ekstraksi
Ekstraksi adalah proses pemisahan suatu zat atau beberapa zat dari suatu padatan atau cairan dengan bantuan pelarut yang sesuai. Pemisahan ini terjadi karena adanya perbedaan kelarutan dari komponen-komponen tersebut.Prinsip kelarutan yaitu pelarut yang polar akan melarutkan senyawa polar, pelarut yang semipolar akan melarutkan senyawa semipolar, sedangkan pelarut yang nonpolar akan melarutkan senyawa nonpolar. Ekstraksi digunakan untuk menarik kandungan kimia yang larut dalam pelarut yang digunakan, sehingga dapat terpisah dari bahan yang tidak larut. Ekstraksi dilakukan terhadap tumbuhan segar yang telah
17
dihaluskan atau material tumbuhan yang dikeringkan dan diproses dengan cairan pengekstraksi (Voigt, 1984). Pemilihan solven menjadi hal yang perlu diperhatikan, sebaiknya solven memiliki sifat sebagai berikut: a. Solven dapat melarutkan solut dan sedikit atau tidak melarutkan diluen b. Tidak mudah menguap saat ekstraksi c. Mudah dipisahkan dari solut, sehingga dapat digunakan kembali d. Tersedia dan tidak mahal Proses ekstraksi dibedakan menjadi dua fase, yaitu fase pembasahan dan fase ekstraksi. Pada fase pembasahan, pelarut akan kontak langsung dengan dinding sel tumbuhan yang terdiri dari serabut selulosa. Jika serbuk telah terbasahi, maka serabut selulosa akan dikelilingi oleh cairan penyari dan simplisia kembali mengembang. Pengembangan tersebut dipengaruhi oleh persentase gugus OH dalam larutan penyari. Pembasahan serbuk bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada cairan penyari untuk memasuki seluruh pori-pori dalam simplisia, sehingga akan memudahkan proses penyarian selanjutnya. Pada proses ekstraksi, pelarut harus mampu mendesak masuk lebih dalam hingga menembus membran sel dan masuk ke ruang dalam sel. Peristiwa osmosis dan difusi sangat berperan dalam proses ekstraksi. Keduanya dipengaruhi oleh perbedaan konsentrasi, tebal lapisan atas, serta koefisien difusi (Anonim, 1986; Voigt, 1984).
18
Antosianin merupakan senyawa yang tidak stabil dalam suasana netral atau basa, sehingga dalam prosedur ekstraksi biasanya digunakan pelarut asam yang dapat merusak jaringan tanaman. Salah satu cara yang paling sering digunakan untuk mengekstraksi antosianin adalah dengan memaserasi bahan yang akan diekstrak dalam alkohol, dengan panambahan sedikit asam seperti HCl pada suhu rendah. Metode ekstraksi yang paling baik untuk bahan yang berasal dari tanaman adalah dengan menggunakan 1% HCl dalam metanol. Namun dalam penggunaannya di dalam pangan, metode yang paling baik menggunakan 1% HCl dalam etanol, karena metanol mempunyai sifat toksik (Brouillard dan Oliver, 1994).
8. a.
Monografi Bahan
Paraffin wax Parafin adalah campuran hidrokarbon padat yang dimurnikan yang diperoleh dari minyak tanah. Senyawa berbentuk hablur tembus cahaya atau agak buram; tidak berwarna atau putih; tidak berbau; tidak berasa; agak berminyak. Parafin tidak larut dalam air maupun dalam etanol, tetapi mudah larut dalam kloroform, dalam eter, dalam minyak menguap dalam hampir semua jenis minyak lemak hangat, serta sukar larut dalam etanol mutlak (Rowe et al, 2009)..
19
b.
Beeswax Beeswax mengandung lebih kurang 70% ester terutama myristol palmitate, selain itu juga mengandung asam bebas, hidrokarbon, ester, kolesterol, dan zat warna. Beeswax dapat digunakan pada kosmetik seperti cream, lotion, maupun lipstik. Beeswax berfungsi sebagai bahan pengikat, dapat menaikkan titik lebur, dan membentuk massa menjadi homogen, Beeswax merupakan zat padat berwarna kekuningan, bau enak seperti madu, agak rapuh, jika dingin menjadi elastis, jika hangat dan keras patahannya buram dan berbutir-butir. Praktis tidak larut dalam air, sukar larut dalam etanol, larut dalam kloroform, larut dalam eter hangat, larut dalam minyak lemak dan minyak atsiri (Howard, 1974). Beeswax mempunyai sifat pengikat yang baik untuk membatu menghasilkan massa yang homogen. Beeswax memiliki sifat retensi minyak yang baik untuk digunakan sebagai pengikat komponenkomponen lain di dalam formula serta dapat memperbaiki struktur lipstik. Selain itu beeswax juga mempunyai kompaktibilitas yang baik dengan pigmen dan sifat adhesi dengan kulit (Behrer, 1999), akan tetapi penggunaan beeswax dalam jumlah banyak menyebabkan permukaan menjadi kasar dan bergranul serta terlihat kusam (Jellineck, 1970).
20
c.
Carnauba wax Carnauba wax didapat dari tunas daun dan daun Copernicia cerifera yang dikeringkan kemudian dihancurkan sehingga menjadi serpihan. Zat lilin didalamnya dipisahkan dengan menambahkan air panas. Carnauba wax berwarna cokelat muda sampai kuning pucat, dapat berbentuk bubuk, berupa serpihan atau tidak teratur. Memiliki bau yang khas ringan, hampir hambar, dan tidak berasa. Carnauba wax tidak mudah berubah menjadi tengik. Hampir tidak larut dalam air, sedikit larut dalam etanol mendidih (95%); serta dapat dilarutkan dalam kloroform hangat dan toluena. Titik lebur :80-88℃ (Rowe et al, 2009). Carnauba wax dapat berfungsi untuk membuat sediaan lebih mengkilap, dan memiliki sifat pengemulsi yang baik. Banyak digunakan dalam lilin, lipstik, bedak, dan pensil alis.
d.
Castor oil Minyak jarak adalah minyak lemak yang diperoleh dengan perasan dingin biji Ricinus communis L. yang telah dikupas. Pemeriannya berupa cairan kental, jernih, kuning pucat atau hampir tidak berwarna, bau lemah, rasa manis dan agak pedas. Kelarutannya yaitu larut dalam kloroform, dietileter, etanol, asam asetat glasial, dan metanol. Mudah larut pada etanol 95% dan petroleum eter, susah larut di air dan praktis tidak larut pada minyak mineral kecuali dicampurkan dengan vegetable oil. Dalam sediaan farmasi biasanya digunakan pada krim
21
topikal dan semi solid lainnya dengan konsentrasi 5-12,5%. Kelebihan dari minyak jarak jika digunakan pada lipstik adalah memberikan viskositas
yang
tinggi
sehingga
memperlambat
terjadinya
pengendapan zat warna. Minyak jarak biasa digunakan pada kosmetik, makanan atau sediaan farmasi baik secara oral, parenteral dan topikal serta termasuk kedalam senyawa non iritan dan non toksik (Rowe et al, 2009). e.
Adeps lanae Adeps lanae secara luas digunakan dalam formulasi kosmetik dan berbagai sediaan topikal, namun adeps lanae dapat mengalami autooksidasi selama proses penyimpanannya. Sehingga dibutuhkan penambahan
butil
hidroksitoluen
sebagai
antioksidan
untuk
menghambat auto-oksidasi (Rowe et al, 2009). Adeps lanae merupakan zat serupa lemak yang dimurnikan, diperoleh dari bulu domba Ovis aries L. yang dibersihkan dan dihilangkan warna dan baunya. Mengandung air tidak lebih dari 0,25%. Pemeriannya yaitu massa seperti lemak, lengket, warna kuning, bau khas. Kelarutannya yaitu tidak larut dalam air, dapat bercampur dengan air lebih kurang dua kali beratnya, agak sukar larut dalam etanol dingin, lebih larut dalam etanol panas, mudah larut dalam eter, dan dalam kloroform. Suhu leburnya yaitu antara 38 C dan 44 C (Rowe et al, 2009).
22
f.
Setil alkohol Setil alkohol secara luas digunakan dalam kosmetik dan formulasi farmasetik seperti suppositoria, sediaan padat modified-release, emulsi, losion, krim dan salep. Pemeriannya yaitu berupa serpihan putih licin, granul, atau kubus, putih, bau khas lemah, dan rasa lemah. Kelarutannya yaitu tidak larut dalam air, larut dalam etanol dan dalam eter, kelarutannya bertambah dengan naiknya suhu. Suhu leburnya yaitu antara 45 C hingga 50 C (Rowe et al, 2009). Setil alkohol stabil terhadap cahaya, udara, dan zat-zat yang bersifat asam dan basa. Dalam penyimpanannya, setil alkohol lebih baik disimpan dalam wadah tertutup dan kering, serta pada suhu rendah. Setil alkohol dalam sediaan dapat berfungsi sebagai emolien, penyerap air, dan pembentuk emulsi, sehingga dapat membantu meningkatkan stabilitas, viskositas, dan memperbaiki tekstur sediaan (Unvala, 2005).
g.
Oleum rosae (Minyak mawar) Minyak mawar adalah minyak atsiri yang diperoleh dari penyulingan uap bunga segar Rosa gallica L., Rosa damascena Miller, Rosa alba L., dan varietas Rosa lainnya. Pemeriannya yaitu berupa cairan tidak berwarna atau kuning, jika didinginkan perlahan-lahan berubah menjadi massa hablur bening yang jika dipanaskan akan mudah melebur, mempunyai bau menyerupai bunga mawar, rasa khas,
23
pada suhu 25 C kental. Oleum rosae larut dalam kloroform dan berat jenisnya yaitu antara 0,848 sampai 0,863 (Anonim, 1979). h.
Propilen glikol Propilen glikol merupakan cairan kental, jernih, tidak berwarna, memiliki rasa khas, praktis tidak berbau, dan dapat menyerap air pada udara lembab. Umumnya digunakan dengan konsentrasi 15%. Dapat bercampur dengan air, dengan aseton, dan dengan kloroform, larut dalam eter, dan dalam beberapa minyak esensial; tetapi tidak dapat bercampur dengan minyak lemak. Propilen glikol berfungsi sebagai pelembab, dan dapat membantu melarutkan ekstrak agar dapat bercampur dengan basis lainnya (Rowe et al, 2009).
i.
Nipasol Propil paraben atau nipasol berupa serbuk putih atau hablur kecil tidak berwarna yang sangat sukar larut dalam air, sukar larut dalam air mendidih, mudah larut dalam etanol dan eter. Konsentrasi propil paraben yang biasa digunakan pada sediaan topikal antara 0,01%0,6% (Rowe et al, 2009). Propil Paraben berfungsi sebagai pengawet pada produk kosmetik, makanan, maupun formulasi farmasetika baik sendiri atau dikombinasikan dengan pengawet yang lain.
9.
Uji iritasi Primer Kualitatif
Iritasi adalah suatu reaksi pada kulit akibat terpapar zat kimia tertentu seperti alkali kuat, asam kuat, pelarut, dan deterjen. Iritasi dapat
24
menyebabkan hyperemia, edema, dan vesikula sampai pemborokan. Iritasi primer terjadi di tempat kontak dan umumnya terjadi pada sentuhan pertama (Lu, 1995). Pengujian iritasi pada suatu produk kosmetik merupakan suatu hal yang penting untuk menjamin keamanan produk, kenyamanan konsumen, dan sebagai persyaratan agar produk lolos ke pasaran. Uji iritasi primer kulit biasanya menggunakan hewan, seperti kelinci, marmot, atau mencit (Donatus, 2001). Pada uji iritasi primer kualitatif, hanya digunakan pada kelompok kelinci kulit utuh. Prosedur yang diterapkan di U.S. Federal Hazardous Substance Act (FHSA) antara lain: apabila bahan uji berupa cairan, maka 0,5 mL bahan itu dioleskan pada kulit hewan uji yang telah dicukur dengan ukuran 2x1 inci2 pada daerah dorsum, salah satu sisi dibiarkan utuh, sisi yang lain dilukai dengan jarum., kemudian ditutup dengan kasa yang direkatkan dengan leucoplast di sepanjang daerah kulit yang tercukur Apabila bahan ujinya berupa padatan, maka 0,5 gram zat itu dilarutkan dalam suatu pelarut misalnya minyak nabati atau air, kemudian diolesikan pada 1x1 inci kulit hewan uji yang telah dicukur, dan ditutup kasa yang direkatkan dengan plester (Loomis, 1978). Data uji iritasi primer berupa hasil pengamatan terhadap timbul atau tidaknya gejala klinis iritasi primer yaitu timbulnya eritema dan edema pada jam ke 24 dan 72 setelah senyawa uji dipejankan. Eritema adalah reaksi radang yang berupa warna kemerahan pada kulit akibat
25
dilatasi kapiler yang disebabkan oleh racun kimia atau sunburn. Edema adalah akumulasi berlebihan dari carian serosa atau air dalam sel, jaringan, atau rongga serosa (Lu, 1995). F. Landasan Teori Lipstik dari zat warna alami telah banyak dikembangkan, salah satunya yang berasal dari antosianin. Penelitian dari Safitri (2010), lipstik dengan ekstrak bunga rosella (Hibiscus sabdariffa L.) dan lipstik dari ekstrak kulit manggis (Tyastuti, 2012) yang menggunakan zat warna alami dari antosianin dapat memberikan warna yang homogen, relatif stabil, dan tidak mengiritasi. Sehingga penulis memilih penggunaan bunga kembang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.) yang mengandung antosianin sebagai zat warna alami lipstik. Stabilitas fisik lipstik dapat diketahui dari beberapa parameter, antara lain kekerasan, titik lebur, dan daya lekat. Salah satu faktor yang menentukan kestabilan lipstik adalah kombinasi wax yang digunakan. Pada penelitian ini, digunakan 2 jenis wax untuk diamati pengaruhnya terhadap sifat fisik lipstik, yaitu Beeswax dan Paraffin wax. Beeswax memiliki titik lebur yang lebih tinggi dibandingkan paraffin wax sehingga pencampuran wax ini diharapkan dapat meningkatkan titik lebur sediaan. Penggunaan beeswax dalam jumlah besar dapat menghasilkan sediaan lipstik yang agak tumpul dan tidak rata permukaannya (Smolinske dan Susan, 1992 ; Sagarin,1957). Selain itu beeswax dapat berfungsi sebagai zat pengikat, emollient dan stabil dalam mempertahankan bentuknya.
26
Pengkombinasian dengan paraffin wax dapat membuat lipstik lebih mengkilap, stabil dan memiliki permukaan yang rata.
G. Hipotesis Kombinasi basis Beeswax 10-18% dan Paraffin wax 7-15% dalam sediaan lipstik bunga kembang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.) dapat memberikan perbedaan respon sifat dan stabilitas fisik (kekerasan, daya lekat, dan titik lebur). Sediaan lipstik bunga kembang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.) tidak menimbulkan eritema dan edema pada hewan uji.