BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Kebijakan dividen merupakan salah satu kebijakan yang penting yang
dilakukan oleh pihak manajemen dengan penentuan membagikan laba yang diperoleh dari perusahan atau justru menahan laba tersebut untuk diinvestasikan kembali. Kebijakan dividen juga merupakan hal yang diperhatikan tidak hanya oleh pihak manajemen, namun juga oleh pemegang saham. Keterlibatan oleh dua pihak tersebut membuat kebijakan pembagian dividen menjadi sangat penting yang didasari oleh kepentingan yang berbeda dari kedua belah pihak. Apabila perusahaan memilih untuk membagikan dividen, maka perusahaan mengurangi laba ditahan dan mengurangi sumber dana internal yang digunakan untuk investasi kembali dan begitu pula jika perusahaan memilih untuk tidak memberikan dividen, maka terdapat berbagai informasi yang dapat diinterpretasi oleh pemegang saham. Sehingga penentuan kebijakan pembayaran dividen diperlukan pertimbangan yang matang. Kebijakan dividen terkait erat dengan hubungan antara manajemen dengan pemegang saham yang memiliki kepentingan yang berbeda. Di satu sisi para pemegang saham menginginkan keuntungan yang mendasari kegiatan investasi tersebut, namun di sisi lain pihak manajemen juga memiliki kewajiban untuk menambah nilai dari perusahaan dan mengejar insentif dari keberhasilan perusahaan. Hal ini dapat menimbulkan suatu konflik antara kedua belah pihak. Maka dari itu menentukan kebijakan dividen yang baik bukanlah suatu hal yang sederhana dan dapat dilakukan dengan mudah.
Pihak manajemen memiliki peran yang besar dalam pengambilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan perusahaan untuk beroperasi dengan kecenderungan tidak sekaligus menjadi pemegang saham atau hanya minoritas. Berdasarkan
hal
tersebut,
maka
keputusan
pihak
manajemen
terdapat
kecenderungan untuk menguntungkan pihak manajemen dan bukan pemegang saham.
Konflik yang terjadi akan menimbulkan agency cost. Hal ini sesuai
dengan pendapat Jensen (1976) yang menjelaskan bahwa agency cost terjadi yang diakibatkan pemisahan dari kepemilikan dan kontrol, yang mana pemilik saham (principal) memberikan kontrol atas kepada pihak manajemen (agent) untuk melakukan pembuatan keputusan dan tindakan yang mengatasnamakan pemilik saham. Untuk mengatasi agency cost, terdapat beberapa alternatif yang dapat dilakukan yaitu: Pertama, adalah dengan meningkatkan kepemilikan saham perusahaan oleh manajemen sehingga pihak manajemen merasakan langsung manfaat dari keputusan – keputusan yang diambil serta kerugian yang didasari oleh kesalahan pengambilan keputusannya. Kepemilikan saham oleh pihak manajemen merupakan salah satu bentuk insentif bagi pihak manajemen untuk mengelola perusahaan dengan baik. Kedua, adalah dengan meningkatkan dividend payout ratio sehingga perusahaan tidak memiliki banyak free cash flow dan pihak manajemen akan berusaha untuk menggunakan dana yang dimiliki perusahaan dengan bijaksana. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Rozeff (1982) yang melihat beberapa perusahaan yang meningkatkan pembayaran dividen cenderung mengalami penurunan agency cost. Selain itu, menurut La Porta, et al. (2000)
menjelaskan bahwa dividen merupakan salah satu sistem yang meimiliki manfaat untuk melindungi pemegang saham. Upaya yang ketiga adalah dengan melakukan kegiatan monitoring. Kegiatan memonitor ini dapat dilakukan baik secara internal yaitu dengan melakukan pendanaan melalui utang yang sesuai dengan Jensen (1986). Adapun kegiatan memonitor ini dapat dilakukan secara eksternal yaitu dengan menyewa jasa auditor dan meningkatkan presentase kepemilikan saham institusional oleh perusahaan tersebut. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Bathala, et al. (1994) mengatakan bahwa kepemilikan saham institusional bergerak sebagai agen pemonitor yang berperan dalam melindungi investasi dari pemegang saham dan mengurangi konflik keagenan, hal ini dikarenakan kepemilikan saham institusional dapat mengendalikan perilaku oportunistik manajer dan mendorong pihak manajemen untuk memaksimalkan penggunaan hutang. Penelitian yang dilakukan D’Souza & Saxena (1999) menjelaskan dalam penelitiannya bahwa kepemilikan saham institusional memiliki hubungan yang negatif dengan rasio pembayaran dividen. Hal ini berdasarkan pandangan bahwa peran dividen yang digunakan sebagai salah satu instrumen untuk mengurangi konflik yang menimbulkan agency cost telah disubstitusi perannya oleh kehadiran kepemilikan saham institusional yang melakukan kegiatan monitoring. Institusi bergerak dengan menghadirkan external monitoring kepada perusahaan tersebut. Hal tersebut juga didukung oleh pemegang saham institusional yang memiliki anggapan bahwa perkembangan perusahaan akan memberikan keuntungan yang lebih besar daripada keuntungan jangka pendek.
Terdapat
perbedaan
cara
pandang
terhadap
kepemilikan
saham
institusional pada suatu perusahaan yaitu bahwa kepemilikan saham institusional dapat meningkatkan kegiatan monitoring sehingga dapat menentukan aliran kas yang sesuai dengan kebutuhan investasi yang berdampak meningkatnya laba perusahaan dan dapat dibagikan sebagai dividen dibanding menahan laba tersebut. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Allen, et al. (2000) yang mendapatkan hasil yang positif antara kepemilikan saham institusional dan rasio pembayaran dividen. Penelitian tersebut menambahkan bahwa kepemilikan institusi memiliki kekuatan untuk menentukan kebijakan manajemen dan institusi mendapatkan keutungan pajak secara komparatif dibandingkan dengan investor individual. Maka dari perbedaan pendekatan pandangan yang mungkin mempengaruhi kebijakan pembayaran dividen, maka peneliti menguji apakah pandangan pada penelitian terdahulu konsisten berlaku pada perusahaan di Indonesia pada saat ini. Risiko pasar merupakan salah satu faktor penentu investor untuk melakukan investasi. Terdapat beragam jenis perilaku investor dalam melihat risiko yang ada di dalam pasar. Investor yang cenderung risk averse akan memilih risiko terkecil untuk mendapatkan return tertentu, sedangkan investor yang less risk averse akan cenderung untuk mengejar return yang tinggi dengan risiko tertentu. Pada umumnya, investor akan berusaha melakukan investasi pada perusahaan yang memiiki risiko yang kecil. Hal yang terjadi apabila investor melakukan investasi pada perusahaan yang memiliki risiko yang besar adalah investor akan menuntut return yang tinggi atau secara linear. Hal ini juga berdampak pada perusahaan dalam kelangsungannya untuk melanjutkan
kegiatannya, sehingga perusahaan harus mempertimbangkan risiko pasar dalam menentukan kebijakan pembayaran dividen. Berdasarkan teori risk and return menjelaskan bahwa semakin tinggi tingkat risiko yang dihadapi perusahaan, maka investor akan menuntut perusahaan untuk memberikan return yang tinggi. Dalam hal ini ini dividen yang akan diberikan oleh perusahaan akan naik seiring dengan risiko yang dihadapi oleh perusahaan. Teori bird in the hand yang diprakarsai oleh Lintner (1962) juga menyatakan bahwa perusahaan sebaiknya memberikan dividen kepada pemegang saham. Hal ini dikarenakan dividen merupakan bentuk keuntungan yang pasti yang diterima oleh pemegang saham, sedangkan capital gain merupakan keuntungan yang belum terealisasi dan bersifat tidak pasti. Hal ini diibaratkan satu burung di tangan lebih berharga dibandingkan seribu burung di udara. Pada hal ini dijelaskan bahwa hubungan antara risk dan return adalah positif. Teori tersebut disanggah oleh pandangan bahwa semakin tinggi risiko, maka akan semakin kecil kemungkinan perusahaan untuk mendapatkan dana eksternal. Dengan demikian, perusahaan harus menggunakan dana internal untuk membiayai kegiatan perusahaan. Berdasarkan pecking order theory dijelaskan dimana perusahaan lebih mempertimbangkan menggunakan dana internal dalam membiayai
investasi
dan
mengimplementasikannya
sebagai
peluang
pertumbuhan. Hal yang menjadi pilihan pertama adalah internal equity lalu utang yang aman, utang berisiko, serta yang terakhir adalah penerbitan saham biasa. Hal ini dikarenakan penggunaan dana internal adalah yang paling murah dibandingkan pendanaan lainnya (Myers & Majluf, 1984). Internal equity adalah laba yang yang ditahan dan depresiasi atau amortisasi. Dengan demikian, perusahaan dengan
risiko yang tinggi akan memperbesar laba yang ditahan dan mengurangi jumlah dividen yang diberikan kepada pemegang saham sebagai akibat dari semakin kesulitan untuk mendapatkan dana eksternal. Dapat disimpulkan menurut pandangan ini hubungan antara risiko pasar dengan kebijakan pembayaran dividen adalah negatif. Sehingga dalam penelitian ini, peneliti akan membuktikan apakah teori yang dikemukakan peneliti terdahulu konsisten berlaku pada pasar di Indonesia. Pada penelitian Myers (1977), diperkenalkan investment opportunity set (IOS) dalam kaitannya terhadap nilai perusahaan. Menurut Myers (1977), set kesempatan investasi memberikan petunjuk yang lebih luas dimana nilai perusahaan sebagai tujuan utama tergantung pada pengeluaran perusahaan di masa yang akan datang. Menurut Kallapur & Trombley (2001) investment opportunity set adalah tersedianya alternatif investasi di masa datang bagi perusahaan. Kesempatan investasi berkaitan dengan keputusan perusahaan dalam pengalokasian dana. Apabila terdapat peluang investasi yang menguntungkan yang membantu perusahaan mencapai nilai pasar dengan proyek bernilai NPV positif, maka perusahaan akan cenderung meningkatkan laba ditahan untuk membiayai investasi tersebut. Hal ini akan berbalik jika tidak terdapat peluang investasi yang menguntungkan, maka perusahaan akan membagikan laba yang diperoleh dalam bentuk dividen. Dalam menentukan proksi
dari
set
kesempatan investasi
dapat
menggunakan proksi berbasis harga, yaitu berdasarkan pada perbedaan antara asset dan nilai pasar perusahaan, oleh karena itu proksi ini sangat tergantung pada harga saham (Kallapur & Trombley, 2001). Salah satunya yang dapat digunakan
adalah dengan rasio market to book value of equity (future growth). Set kesempatan investasi dapat dilihat juga dengan menggunakan pertumbuhan (current growth), dan price to earnings. Pada perusahaan yang bertumbuh, cenderung memiliki nilai pasar yang lebih tinggi secara relatif terhadap asset yang dimiliki. Sehingga perusahaan yang memiliki nilai set kesempatan investasi tinggi merupakan perusahaan yang sedang bertumbuh. Set kesempatan investasi sendiri pertama kali diperkenalkan oleh Myers (1977). Secara matematis perusahaan berusaha untuk menyesuaikan nilai bukunya dengan nilai ekspektasi pasar. Oleh karena itu, perusahaan memerlukan dana untuk membiayai investasinya agar nilai buku yang dimiliki mendekati nilai ekspektasi tersebut. Sehingga perusahaan akan meningkatkan laba yang ditahan dan mengurangi pembagian dividen. Oleh karena itu, dividen yang dibagikan akan cenderung berkurang apabila set kesempatan investasi mengalami peningkatan. Peningkatan penjualan dan performa perusahaan yang baik menyebabkan investor yang berada dalam pasar merespon dengan baik hal tersebut. Pada peningkatan penjualan, investor menanggapi hal tersebut dengan positif dan beranggapan bahwa perusahaan masih mampu untuk terus berkembang untuk mengakuisisi pasar atau pasar yang juga sedang berkembang. Perusahaan yang juga
beranggapan
bahwa
perusahaan
mampu
untuk
mengembangkan
perusahaannya, menyebabkan meningkatnya kebutuhan dana untuk membiayai pertumbuhan perusahaan tersebut. Maka perusahaan akan menggunakan dana yang ada dengan mengutamakan dana internal yang didukung oleh pecking order theory, untuk membiayai investasi perusahaan untuk berkembang. Hal ini menyebabkan perusahaan akan mengambil kebijakan untuk meningkatkan laba
yang ditahan dan mengurangi pembagian laba yang diperoleh. Kebijakan ini menyebabkan perusahaan mengurangi pembagian dividen. Dengan berbagai teori mengenai kebijakan dividen yang saling berlawanan, maka hal tersebut menjadi alasan peneliti untuk meneliti pengaruh sejumlah variabel tersebut terhadap kebijakan pembayaran dividen. Hal ini bertujuan untuk membuktikan sejumlah pandangan dari beragam teori yang sesuai dengan kondisi di Indonesia serta konsistensi hasil penelitian dari D’Souza & Saxena (1999). Variabel – variabel yang diduga mempengaruhi kebijakan pembayaran dividen adalah kepemilikan saham institusional, risiko pasar, pertumbuhan penjualan dan rasio market to book value of equity. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang dilakukan oleh D’Souza & Saxena (1999) yang berjudul “Agency Cost, Market Risk, Investment Opportunities and Dividend Policy – An International Perspective”. Pada penelitian milik D’Souza& Saxena (1999) menggunakan dividend payout ratio sebagai proksi dari kebijakan pembayaran dividen, kepemilikan institusi sebagai proksi dari agency cost, beta sebagai proksi dari risiko pasar, pertumbuhan penjualan sebagai proksi dari growth, dan menggunakan rasio market to book value of equity sebagai proksi dari set kesempatan investasi. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data dari 349 perusahaan berskala internasional dengan periode penelitian antara 1995 hingga 1997. Dalam mereplikasi penelitian tersebut, peneliti menggunakan perusahaan – perusahaan berskala nasional yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Periode waktu yang dipilih oleh peneliti adalah rentang waktu antara tahun 2009-2012,
dengan mempertimbangkan bahwa periode yang dipilih merupakan periode setelah krisis dunia yang diakibatkan oleh subprime mortgage yang berimbas pula pada pasar di Indonesia. Sehingga pemilihan periode penelitian tersebut diharapkan mampu meminimalisir terjadinya anomali pada data dalam penelitian yang memungkinkan terjadinya bias dan tidak dapat diinterpretasikan. Sejumlah data yang dianggap outlier dikeluarkan dari sampel penelitian. Peneliti akan menguji hubungan antara kepemilikan saham institusional, risiko pasar (beta), set kesempatan investasi (rasio market to book value of equity) dan pertumbuhan (sales growth) terhadap kebijakan pembayaran dividen (dividend payout ratio). Dalam penelitian ini, peneliti mencoba untuk membuktikan sejumlah teori yang saling kontradiktif guna mengetahui pandangan mana yang berlaku pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan konsistensi dari penelitian terdahulu. Penelitian ini sebelumnya telah direplikasi oleh Sutanto (2003), namun terdapat perbedaan perhitungan dengan pada dua variabel independen. Pada replikasi tersebut tidak terdapat hasil uji simultan dan saran yang diberikan untuk penelitian setelahnya adalah untuk menyertakan hasil uji simultan. Replikasi ini diharapkan bermanfaat untuk menyempurnakan replikasi sebelumnya.
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya,
diketahui bahwa terdapat beberapa teori dan pandangan yang kontradiktif dari beberapa variabel yang diteliti oleh peneliti terdahulu. Teori dan hasil tersebut menjadi dasar dari pengembangan untuk penelitian ini dan kedepannya.
Permasalahan yang terdapat dari penelitian ini kemudian disusun dalam beberapa pertanyaan untuk dijawab, yaitu: 1. Apakah kepemilikan saham institusional berpengaruh positif/negatif terhadap kebijakan pembayaran dividen? 2. Apakah nilai risiko pasar berpengaruh positif/negatif terhadap kebijakan pembayaran dividen? 3. Apakah set kesempatan investasi berpangaruh negatif terhadap kebijakan pembayaran dividen? 4. Apakah tingkat pertumbuhan berpengaruh negatif terhadap kebijakan pembayaran dividen?
1.3
Tujuan Penelitian Tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui ada atau tidaknya serta membuktikan pandangan mana yang berlaku pada kepemilikan saham institusional dalam mempengaruhi kebijakan pembayaran dividen. 2. Untuk mengetahui ada atau tidaknya serta membuktikan pandangan mana yang berlaku pada risiko pasar dalam mempengaruhi kebijakan pembayaran dividen. 3. Untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh set kesempatan investasi pada kebijakan pembayaran dividen. 4. Untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh tingkat pertumbuhan pada kebijakan pembayaran dividen.
1.4
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk: 1. Bagi investor, diharapkan dapat membantu dalam pemilihan perusahaan
sebagai
tempat
untuk
melakukan
investasi
serta
membangun portofolio yang mampu mengoptimalkan kekayaan investor. 2. Bagi
perusahaan,
mempertimbangkan
diharapkan besarnya
dapat
pembayaran
membantu dividen
yang
dalam akan
dilakukan dengan beberapa faktor yang diteliti. 3. Bagi akademisi, diharapkan dapat menjadi penjelasan serta tanggapan terhadap pandangan – pandangan yang saling kontrakdiktif. 4. Bagi penelitian, diharapkan dapat menjadi sumber acuan atau referensi bagi pengembangan penelitian selanjutnya mengenai faktor yang mempangaruhi kebijakan dividen perusahaan di Indonesia.
1.5
Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisikan latar belakang mengenai alasan melakukan penelitian, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian skripsi ini.
BAB II LANDASAN TEORI Bab ini berisi mengenai tinjauan pustaka atau kajian teori serta landasan teori yang terkait dengan penelitian, penelitian-penelitian terdahulu yang berhubungan dengan penelitian ini dan pengembangan hipotesis dari penelitian.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bab ini menjelaskan mengenai variael penelitian, definisi operasional, jenis data, sumber data dan metode analisis data yang digunakan untuk membuktikan hipotesis yang telah dikembangkan dalam Bab II.
BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini berisi uraian hasil analisis data yang diolah dengan metode yang dikemukakan di dalam Bab III beserta keterbatasannya, serta menjelaskan interpretasi hasil penelitian dan pengaruhnya terhadap hipotesis yang telah dikembangkan dalam Bab II.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini berisi kesimpulan dari hasil penelitian yang dilakukan, keterbatasan dalam penelitian dan saran-saran yang dianggap perlu dan bermanfaat bagi setiap pihak yang terlibat dalam perdagangan saham dan pengembangan penelitian selanjutnya.