BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah Bagi para investor dalam menanamkan dananya selain memiliki tujuan
jangka pendek juga memiliki tujuan jangka panjang berupa harapan untuk memperoleh pendapatan berupa return atas investasinya. Pendapatan yang diinginkan oleh pemegang saham adalah pendapatan berupa deviden (divident yield) dan capital gain (Jogiyanto, 2013). Divident yield merupakan tingkat kembalian (return) yang diterima investor dalam bentuk tunai setiap akhir periode pembukuan. Capital gain diperoleh apabila nilai jual instrumen tersebut lebih tinggi daripada nilai belinya. Harga pasar saham yang semakin tinggi menunjukkan bahwa saham tersebut sangat diminati oleh investor karena semakin meningkatnya harga saham maka akan menghasilkan capital gain yang semakin besar. Dalam menanamkan sahamnya, investor berharap memperoleh return saham yang sebesar-besarnya. Oleh karena itu diperlukan berbagai jenis informasi relevan yang mampu menggambarkan nilai kinerja perusahaan yang dapat digunakan oleh investor untuk mengambil keputusan investasinya. Secara umum analisis terhadap return saham terdapat dua pendekatan dasar, yaitu analisis fundamental dan analisis teknikal (Husnan, 2009). Analisis fundamental mencoba memperkirakan harga saham dimasa yang akan datang dengan cara mengestimasi nilai faktor-faktor fundamental yang mempengaruhi harga saham dimasa yang
1
akan datang dan menerapkan hubungan variabel-variabel tersebut sehingga diperoleh taksiran harga saham. Sedangkan analisis teknikal dilakukan melalui pengamatan terhadap perubahan harga saham (kondisi pasar) di masa lalu sebagai upaya untuk memperkirakan harga saham (kondisi pasar) dimasa yang akan datang. Analisis fundamental dibagi menjadi tiga pendekatan yaitu analisis faktor ekonomi makro yang mempengaruhi perusahaan, analisis industri terkait, dan analisis kondisi perusahaan. Analisis fundamental yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kondisi perusahaan melalui analisis kinerja keuangan perusahaan berupa rasio-rasio keuangan yang diperoleh dari data laporan keuangan. Menurut Sartono (2012), rasio keuangan dikelompokkan dalam empat kategori dasar yaitu rasio likuiditas, rasio aktivitas, rasio solvabilitas, dan rasio profitabilitas. Dari data-data rasio keuangan yang diperoleh dari laporan keuangan yang diterbitkan oleh perusahaan dapat dijadikan acuan bagi investor untuk menilai kinerja dari perusahaan sehingga akan mempengaruhi keputusan untuk memilih investasi saham pada perusahaan yang memiliki kinerja yang lebih baik. Sebagai alat ukur kinerja perusahaan, penggunaan analisis rasio keuangan dianggap masih mengabaikan adanya biaya modal sehingga sulit untuk menentukan apakah suatu perusahaan telah berhasil menciptakan nilai atau tidak. Hal ini dianggap sebagai kelemahan, sehingga agar kelemahan tersebut dapat teratasi maka muncullah suatu konsep baru alat ukur kinerja perusahaan yaitu EVA (Economic Value Added) pada tahun 1990-an. EVA atau nilai tambah ekonomis dipopulerkan oleh George Bennet Stewart III dan Joel M. Stern (1991),
2
analis keuangan di dalam kantor konsultan Stern Steward Management Service of New York, Amerika Serikat. EVA telah dikenal secara luas di dunia internasional sebagai suatu pendekatan yang telah teruji dalam mengukur kinerja perusahaan memberikan nilai tambah bagi para pemegang sahamnya. Menurut Stewart (1991), EVA merupakan alat ukur terbaik atas kinerja perusahaan, bahkan Stewart menyatakan untuk meninggalkan penggunaan EPS, ROE, ROI dan menggantikannya dengan EVA sebagai alat ukur yang paling tepat dalam menentukan harga saham. EVA dinilai mampu memberikan solusi bagi perusahaan dalam upaya mendorong proses penciptaan nilai (value creation) karena dinilai mampu menutup kelemahan berbagai metode pengukuran kinerja keuangan konvensional seperti EPS (Earning per Share), ROE (Return on Equity) dan ROA (Return on Asset). Jika model ROI atau ROE berhenti hanya pada laba (return) yang diraih, EVA mengurangi laba dengan biaya modal sehingga manajemen perusahaan dituntut mampu memilih investasi dengan return optimum dengan tingkat risiko yang minimum. Dengan pendekatan EVA pemegang saham bisa melihat dengan jelas berapa besar nilai tambah yang diraih perusahaan. EVA lebih baik dalam menjelaskan return saham dibandingkan ukuran kinerja tradisional (Stewart, 1994 dalam Biddle et al, 1997). Dengan demikian, EVA memiliki kemampuan untuk menggantikan kinerja pendapatan berbasis tradisional untuk pengukuran kinerja perusahaan dalam menjelaskan saham. Sejumlah penelitian empiris mendukung argumen ini dan menemukan bahwa asosiasi EVA dengan return saham lebih unggul daripada ukuran kinerja akuntansi berbasis tradisional seperti laba. Sebagai contoh, O'Byrne (1996)
3
berpendapat bahwa EVA melebihi laba dalam menjelaskan variasi return saham. Lehn dan Makhija (1996) juga menyatakan bahwa EVA mempunyai hubungan yang lebih dekat dengan return saham dibandingkan dengan ROA (Return on Asset). Begitu juga penelitian yang dilakukan oleh Panggabean (2005) menyimpulkan bahwa EVA mempunyai hubungan lebih kuat dan signifikan dengan harga saham bila dibandingkan dengan ROE. Dari hasil penelitian yang dilakukan Dodd dan Chen (1996) menyimpulkan bahwa EVA dan ROA memiliki hubungan dengan return saham tetapi ROA mengungguli EVA dalam menentukan return saham. Di sisi lain, beberapa studi berpendapat sebaliknya yaitu menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan lebih kuat antara EVA dan return saham jika dibanding dengan analisis kinerja tradisional yang menggunakan rasio keuangan. Penelitian yang paling berpengaruh dalam pernyataan ini dilakukan oleh Biddle et al (1997) yang menemukan bahwa laba memiliki keterkaitan yang lebih tinggi dengan return saham dibandingkan EVA dan earning mendominasi EVA dalam menjelaskan return saham. Sementara itu studi yang dilakukan Visaltanachoti et al (2008) menyimpulkan bahwa tiga ukuran kinerja berbasis akuntansi tradisional: cash flow from operations (CFO), earnings (EBIT), dan residual income (RI) memiliki hubungan yang lebih kuat dalam menjelaskan saham 90 sektor jika dibandingkan dengan EVA. Salehi dan Mahmoodi (2011) juga menunjukkan bahwa pengukuran berbasis akuntansi lebih unggul dibandingkan pengukuran berbasis nilai dimana return saham mempunyai hubungan lebih kuat dengan ROA, ROE dan EPS bila dibandingkan dengan EVA. Begitu pula hasil penelitian
4
yang dilakukan Hartono dan Chendrawati (1999) bahwa ROA merupakan pendekatan yang lebih baik dari pada EVA dalam menjelaskan return saham. Dari berbagai penelitian empiris tentang ukuran kinerja mana yang lebih baik dalam penciptaan nilai perusahaan secara umum hasilnya masih terdapat perbedaan pendapat manakah yang lebih superior dalam menjelaskan return saham, apakah EVA ataukah analisis kinerja tradisional yang lebih unggul. Bahkan penelitian yang dilakukan Sumiyana dan Hendrian (2011) menunjukkan bahwa kombinasi dari ROE dan EVA tidak dapat menjelaskan variasi return saham. Penelitian ini juga menemukan bahwa kombinasi ROE tinggi dan EVA tinggi tidak bisa menjelaskan variasi return saham yang lebih tinggi daripada yang lain. Dengan masih adanya perbedaan pendapat ini membuat penelitian lanjutan masih menarik untuk dilakukan. Penelitian ini akan diaplikasikan pada kelompok perusahaan manufaktur dengan pertimbangan bahwa perusahaan manufaktur dan perusahaan non manufaktur memiliki kepekaan yang berbeda dengan perubahan kondisi ekonomi (Tuasikal 2002). Perusahaan non manufaktur memiliki perubahan yang relatif besar terhadap perubahan pasar, misalnya sektor keuangan dan properti. Perusahaan yang memiliki kepekaan yang lebih tinggi terhadap pasar mengindikasikan perusahaan tersebut mempunyai resiko pasar yang lebih tinggi. (Harianto dan Sudono, 1998 dalam Tuasikal 2002). Dengan demikian sebelum menjatuhkan pilihan terhadap saham mana yang akan dibeli, investor mempertimbangkan industri mana yang memiliki prospek kedepan.
5
Oleh karena itu, berdasarkan uraian diatas dimana masih terdapat research gap terkait superioritas EVA terhadap analisis kinerja tradisional melalui pendekatan rasio keuangan dalam menjelaskan return saham maka dalam penelitian ini akan diuji kembali apakah EVA dan pendekatan rasio keuangan tradisional yang diwakili EPS, ROA, dan ROE dapat berpengaruh secara signifikan terhadap return saham pada perusahaan sektor manufaktur yang terdaftar pada BEI periode 2010-2012 dengan menggunakan dua variabel kontrol yaitu ukuran perusahaan (SIZE) dan pertumbuhan perusahaan (Price to Book Value). Juga akan diteliti apakah memang EVA lebih superior daripada analisis kinerja tradisional melalui pendekatan rasio keuangan dalam menjelaskan return saham pada perusahaan sektor manufaktur yang terdaftar pada BEI periode 20102012.
1.2
Rumusan Masalah Hasil penelitian yang beragam tentang penggunaan pendekatan EVA dan
pendekatan rasio keuangan tradisional masih terlihat dalam berbagai penelitian empiris tentang ukuran kinerja mana yang lebih baik dalam menjelaskan return saham. Keadaan tersebut mendorong peneliti untuk melakukan studi lanjutan tentang pengaruh penggunaan pendekatan EVA dan rasio keuangan terhadap return saham di dalam pasar modal Indonesia. Dengan demikian dapat dilihat manakah pendekatan yang lebih superior dalam menjelaskan return saham antara pendekatan EVA bila dibandingkan dengan pendekatan rasio keuangan tradisional yang diwakili EPS (Earning per share), ROA (Return on Asset), dan ROE (Return
6
on Equity) dalam menjelaskan return saham pada perusahaan sektor manufaktur yang terdaftar pada BEI periode 2010-2012.
1.3
Pertanyaan Penelitian Dalam penelitian ini akan diuji kembali kembali apakah EVA dan rasio
keuangan tradisional yang diwakili Earning per Share (EPS), Return on Asset (ROA), dan Return on Equity (ROE) dalam menjelaskan return saham pada perusahaan sektor manufaktur yang terdaftar pada BEI periode 2010-2012 sehingga dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam penelitian yaitu: 1.
Apakah Economic Value Added (EVA) berpengaruh positif terhadap return saham?
2.
Apakah Earning per Share (EPS) berpengaruh positif terhadap return saham?
3.
Apakah Return on Asset (ROA) berpengaruh positif terhadap return saham?
4.
Apakah Return on Equity (ROE) berpengaruh positif terhadap return saham?
5.
Apakah EVA lebih superior dalam menjelaskan return saham jika dibandingkan dengan rasio keuangan tradisional yang diwakili EPS, ROA, dan ROE pada perusahaan sektor manufaktur yang terdaftar pada BEI periode 2010-2012?
7
1.4
Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah diuraikan,
maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1.
Menguji pengaruh EVA, EPS, ROA, dan ROE terhadap return saham perusahaan sektor manufaktur yang terdaftar pada BEI periode 20102012.
2.
Menganalisis superioritas EVA dalam menjelaskan return saham jika dibandingkan dengan rasio keuangan yang diwakili EPS, ROA, dan ROE pada perusahaan sektor manufaktur yang terdaftar pada BEI periode 2010-2012.
1.5
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan nantinya akan bermanfaat bagi pihak-pihak
yang berkepentingan antara lain ; 1.
Bagi investor dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan investasi di pasar modal agar dapat mencapai return yang optimal.
2.
Bagi emiten dapat digunakan sebagai dasar pengambilan kebijakan finansial guna meningkatkan kinerja perusahaan sehingga dapat memobilisasi dana dari pihak ketiga.
3.
Bagi dunia akademik, penelitian ini dapat dijadikan tambahan referensi dan mampu memberikan kontribusi pada pengembangan teori yang berkaitan dengan analisis fundamental.
8
1.6
Sistematika Penulisan Sistematika penulisan yang digunakan dalam penelitian ini terbagi dalam
lima bab, masing-masing bab akan membahas hal-hal sebagai berikut: BAB I Pendahuluan Bab ini memberikan penjelasan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II Landasan Teori Bab ini menjelaskan dasar teori dari penelitian yang akan dilakukan. BAB III Metode Penelitian Bab ini berisi tentang metode-metode yang digunakan dalam penelitian, penentuan sampel, periode penelitian, jenis dan sumber data, dan metode analisis data. BAB IV Analisis dan Pembahasan Bab ini membahas tentang hasil pengujian statistik disertai analisis tentang pengaruh EVA, EPS, ROA, dan ROE terhadap return saham perusahaan sektor manufaktur yang terdaftar pada BEI periode 2010-2012. BAB V Simpulan, Keterbatasan, dan Implikasi Bab ini memberikan simpulan berdasarkan hasil analisis, dan menyebutkan keterbatasan yang dihadapi dalam penelitian, dan implikasi teoritis dan praktis sebagai saran untuk penelitian selanjutnya.
9