BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Kajian pembelajaran terhadap nilai-nilai budaya adiluhung di era digital seperti sekarang ini dirasa semakin berkurang kualitas penyajian dan penerapannya di dalam kehidupan bermasyarakat, khususnya bagi generasi muda dewasa ini. Kemajuan teknologi informasi seperti televisi, radio, smart phone dan internet menjadi salah satu indikator rendahnya selera dan minat kaum muda terhadap nilai-nilai luhur budaya lokal. Dampaknya, estetika dan kearifan lokal yang terkandung di dalamnya semakin terlupakan, bahkan dapat dikatakan terancam kelestariannya. Seperti dikatakan McLuhan1 bahwa, “teknologi komunikasi menjadi penyebab utama perubahan budaya.” Hal ini dikarenakan teknologi komunikasi memiliki kemampuan untuk mengubah sikap, perilaku, dan cara pandang seseorang terhadap apa yang dijumpainya atau dirasakannya. Kita melihat bagaimana pergeseran budaya itu terjadi tepat setelah teknologi-teknologi baru diciptakan dan kemudian dipergunakan secara masif. Perkembangan media massa misalnya telah memberikan pengaruh besar terhadap cara pandang orang terhadap dunia disekitarnya, atau penemuan 1
Morissan, Andy Corry Wardhani, Farid Hamid U. Teori Komunikasi Massa. Ghalia Indonesia: Jakarta. 2013 hal 31
1
http://digilib.mercubuana.ac.id/
2
telepon yang menawarkan kepraktisan dalam melakukan percakapan tanpa harus bertatap muka dan tanpa harus mempertimbangkan ruang, jarak dan waktu. Esensinya kebudayaan selalu berkembang dari waktu ke waktu sesuai dengan perkembangan jaman, tergantung bagaimana budaya tersebut diadaptasikan dengan teknologi dan budaya-budaya baru. Perubahanperubahan tersebut memungkinkan terbentuknya suatu akulturasi, atau mungkin sebaliknya, merubah total dan menggantikan kultur yang sudah ada sebelumnya dengan kultur yang benar-benar baru. Lebih lanjut, perubahan budaya menyangkut banyak aspek dalam kehidupan seperti kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, aturan-aturan hidup berorganisasi dan filsafat.2 Maka tidak mengherankan jika pada masa sekarang tradisi-tradisi masa lalu mulai ditinggalkan karena dianggap sudah tidak relevan lagi dengan kondisi dan situasi saat ini. Dan dampak yang paling terasa adalah nilai-nilai kearifan lokal sebagai ciri khas dan karakteristik suatu bangsa semakin lama semakin ditinggalkan, bahkan dilupakan. Sebagai salah satu aspek vital dalam proses pembentukan mental dan karakteristik suatu bangsa, nilai-nilai kearifan lokal memiliki peranan yang sangat besar. Bukan hanya sebagai pembeda, tetapi juga sebagai identitas atau jati diri bangsa itu sendiri. Seperti diketahui, setiap bangsa memiliki budayanya sendiri-sendiri. Budaya orang Sunda misalnya, tentu akan berbeda 2
Nanang Martono. Sosiologi Perubahan Sosial Perspektif Klasik, Modern, Posmodern, dan Poskolonial. PT. Raja Grafindo Persada: Jakarta. 2011 hal 12
http://digilib.mercubuana.ac.id/
3
dengan budaya orang Batak, baik dari segi bahasa, aturan-aturan, kebiasaan ataupun dalam tata cara berbusana, dan lain sebagainya. Mengingat betapa pentingnya untuk menjaga keorisinalitasan budaya dan kearifan-kearifan lokal agar tidak ikut tergerus oleh perkembangan teknologi informasi yang dalam penerapannya belum tentu selaras dengan karakteristik dan kepribadian bangsa. Maka dibutuhkan suatu acuan untuk menjaga dan melestarikan warisan-warisan budaya dan mewariskannya ke generasi-generasi selanjutnya. Salah satu upaya dalam rangka menjaga dan melestarikan kearifan lokal adalah dengan cara memberikan pemahaman-pemahaman mengenai sejarah dan budaya kepada generasi-generasi muda dengan melalui berbagai sosialisasi atau pun dengan cara melalui pelatihan-pelatihan bagi para generasi muda. Pewarisan budaya lokal yang sampai saat ini masih terus dilakukan adalah upacara adat Seren Taun di desa kecamatan Cigugur, Kuningan. Upacara adat Seren Taun diselenggarakan setiap tanggal 22 Rayagung tahun Saka Sunda yang merupakan suatu perwujudan rasa syukur masyarakat setempat kepada Tuhan Yang Maha Esa atas hasil bumi (panen) yang telah diperoleh sekaligus merupakan perwujudan doa agar dapat memperoleh hasil panen yang lebih baik pada masa-masa yang akan datang. Perayaan upacara Seren Taun diselenggarakan cukup meriah setiap tahunnya, bukan semata-mata untuk menampilkan suatu tontonan tetapi lebih
http://digilib.mercubuana.ac.id/
4
daripada itu, yaitu melestarikan budaya dan mewariskannya kepada generasi berikutnya. Seperti yang diungkapkan oleh Deddy Mizwar, wakil gubernur Jawa barat, Jumat (17/10/2014), bahwa kehadirannya dalam perayaan Upacara Seren Taun saat itu adalah sebagai bentuk apresiasi terhadap upaya pelestarian kekayaan seni dan budaya di Jawa Barat melalui upacara adat Seren Taun 22 Rayagung 1947 saka di Cigugur.3 Namun dalam prosesnya, upacara Seren Taun memiliki sejarah panjang dari mulai kisah pangeran Madrais atau kiai Madrais sebagai pendiri ajaran Agama Djawa Sunda (ADS) atau sering dikenal juga dengan sebutan “Ajaran Sunda Wiwitan” pada masa penjajahan Belanda, hingga cerita pembubaran diri ADS pada masa orde lama, tepatnya pada tanggal 21 September 1964. Pada tahun tahun 1981 Pangeran Djatikusumah (cucu Pangeran Madrais), mendirikan sebuah aliran kepercayaan baru yang diberi nama Paguyuban Adat Cara Karuhun Urang yang disingkat PACKU. Secara politis berdirinya PACKU dimungkinkan oleh GBHN 1978, yang mengakui eksistensi aliran kepercayaan dalam wilayah hukum NKRI di samping lima agama yang telah lama diakui secara resmi oleh negara. Namun setahun kemudian pemerintah menganggap PACKU sebagai aliran neo-ADS yang sebelumnya sempat membubarkan diri pada tahun 1964, oleh karena itu PACKU kemudian dilarang dengan Surat Keputusan Kepala Kejaksaan Tinggi
3
http://www.pikiran-rakyat.com/seni-budaya/2014/10/17/301210/deddy-mizwar-apresiasiupacara-adat-seren-taun-cigugur 14/10/2016
http://digilib.mercubuana.ac.id/
5
Jawa Barat Nomor: Kep. 44/K.2.3/8/82. Upacara Seren Tahun baru dapat diselenggarakan kembali pada masa pemerintahan presiden KH. Abdurrahman Wahid pada tahun 1999 hingga sekarang.4 Merujuk pada sejarah panjang Seren Taun serta perkembangan dan peranannya dalam mewariskan nilai-nilai budaya lokal bagi masyarakat setempat, khususnya bagi generasi muda. Hal yang menjadi perhatian peneliti adalah, peneliti melihat adanya fenomena bahwa belum sepenuhnya masyarakat Cigugur mengapresiasi keberadaan upacara Seren Taun dengan baik sebagai salah kebudayaan dan kearifan lokal yang patut dijaga kelestariannya. Perbedaan cara pandang masyarakat Cigugur terhadap keberadaan upacara Seren Taun sebenarnya cukup wajar mengingat kondisi latar belakang masyarakatnya yang memang plural, terutama dalam hal berkeyakinan sehingga timbul ketidak samaan persepsi terhadap keberadaan upacara Seren Taun, tergantung dari sudut pandang mana masing-masing individu ataupun kelompok melihatnya. Seperti yang dikatakan Een Herdiani Dalam penelitiannya yang berjudul “Konservasi Upacara Seren Taun Sebagai Upaya Memelihara Perilaku Gotong Royong Dalam Masyarakat Adat Paseban Kabupaten Kuningan” disebutkan bahwa:
4
http://pensa-sb.info/madrais/ 14/05/2016
http://digilib.mercubuana.ac.id/
6
“Masyarakat Adat Paseban, merupakan sebuah komunitas yang masih menjunjung tinggi nilai-nilai lokal genius kesundaan. Kebersamaan, kekeluargaan, tidak membeda-bedakan suku, agama, ras serta sangat menghargai alam lingkungannya. Kehidupan berbagai agama yang ada di daerah ini sangat harmonis. Kecuali dengan komunitas masyarakat lain di luar masyarakat adat Paseban yang cenderung kurang harmonis karena dianggap ada perbedaan keyakinan dengan masyarakat umum. Kendatipun masyarakat ini agak terisolir dari masyarakat umum, namun yang patut dihargai adalah kekentalan dari nilai-nilai budaya lokal sangat menonjol terutama dalam memelihara hubungan vertikal maupun horisontal.”5 Terkait upacara Seren Taun dalam konteks warisan budaya peneliti merasa tertarik untuk meneliti keberadaan upacara Seren Taun dalam mewariskan nilai-nilai kearifan lokal di tengah-tengah masyarakat yang plural dan ancaman global yang secara nyata telah memberikan dampak pada penurunan selera atau minat masyarakat, khususnya generasi muda terhadap nilai-nilai warisan budaya lokal. Pewarisan budaya adalah tentang bagaimana menyampaikan pesanpesan yang terkandung di dalam kebudayaan itu sendiri agar dapat diterima dengan baik. Agar pesan itu dapat diterima dibutuhkan suatu kegiatan komunikasi, dimana ada suatu upaya pendistribusian pesan atau informasi dari komunikator kepada komunikan atau publik. Dapat dikatakan upacara Seren Taun adalah salah satu bentuk kampanye tentang pelestarian budaya sekaligus diharapkan dapat memicu kepedulian serta kecintaan masyarakat terhadap budaya yang telah diwariskan secara turun temurun.
5
http://www.eenherdiani.net/2013/11/konservasi-upacara-seren-taun-sebagai.html
http://digilib.mercubuana.ac.id/
7
Mengingat pesan-pesan yang disampaikan dalam perayaan upacara Seren Taun lebih banyak menggunakan simbol-simbol, isyarat ataupun bahasa tubuh (gestur). Meski lebih aplikatif, pesan-pesan yang ditampilkan tersebut tetaplah tidak mudah untuk dipahami, terlebih kondisi masyarakat Cigugur yang memang plural dan juga latar belakang sejarahnya yang cukup kental dengan nuansa kepentingan politik di masa lalu. Untuk itu melalui penelitian yang berjudul “Peranan Upacara Seren Taun Sebagai Media Komunikasi Pada Pemahaman Sejarah dan Budaya Bagi Masyarakat Desa Kecamatan Cigugur, Kuningan” ini, peneliti berusaha menggali makna-makna yang terkandung di dalam simbol-simbol, bahasa, dan tata cara yang digunakan sebagai sarana media komunikasi dalam mendistribusikan ataupun dalam mengkampanyekan nilai-nilai budaya kearifan lokal sehingga timbul suatu pemahaman yang padu bahwa upacara Seren Taun bukan semata-mata milik kelompok tertentu saja, tetapi milik seluruh masyarakat Sunda, khususnya masyarakat Cigugur. Melalui penelitian ini pula, peneliti mencoba menganologikan upacara Seren Taun sebagai media komunikasi, karena pada dasarnya media komunikasi memiliki banyak ragam jenis yang tak terbatas. Di masa lalu misalnya mayarakat menggunakan media komunikasi seperti kentongan, asap, api, dan lain sebagainya untuk menyampaikan pesan kepada orang lain. Begitu pun dalam perayaan upacara Seren Taun, dimana pesan-pesan berupa nilainilai budaya, nilai-nilai moral dan kearifan lokal dikode dan dikemas dalam bentuk rentetan acara yang kemudian dipertunjukkan kepada khalayak ramai.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
8
Berdasarkan pemahaman peneliti, bahwasannya upacara Seren Taun dalam konteks komunikasi lebih bersifat instrumental yang berfungsi atau digunakan sebagai media untuk mengkampanyekan dan memberitahukan kepada khalayak ramai terkait pesan-pesan budaya ataupun pesan-pesan kearifan lokal yang hendak disampaikan. Tujuannya tentu saja untuk menggugah kesadaran dan kecintaan masyarakat untuk turut serta dalam menjaga dan melestarikan nilai-nilai budaya kearifan lokal. Berdasarkan uraian di atas, penting bagi peneliti untuk menggali dan menyingkap berbagai hal terkait peranan upacara Seren Taun sebagai media komunikasi dalam mendistribusikan pesan-pesan komunikasi baik berupa pesan verbal maupun non verbal yang kemudian dikonstruksikan dalam bentuk deskripsi hasil penelitian. 1.2. Fokus Penelitian Upacara Seren Taun dalam hubungan sosial-kultur memiliki cakupan yang sangat luas sehingga kajiannya pun akan sangat kompleks dan tidak terarah. Agar penelitian dapat lebih fokus, maka peneliti merasa perlu membatasi pada beberapa kajian, diantaranya adalah : 1. Bagaimana peranan upacara Seren Taun sebagai media komunikasi dalam memberikan pemahaman-pemahaman nilai-nilai sejarah dan budaya bagi masyarakat desa kecamatan Cigugur? 2. Apa saja komponen komunikasi yang membentuk peristiwa-peristiwa komunikasi terkait peranan upacara Seren Taun sebagai media
http://digilib.mercubuana.ac.id/
9
komunikasi dalam memberikan pemahaman nilai-nilai sejarah dan budaya bagi masyarakat desa kecamatan Cigugur? 3. Bagaimana pola komunikasi terkait peranan upacara Seren Taun sebagai media komunikasi dalam memberikan pemahaman nilai-nilai sejarah dan budaya bagi masyarakat desa kecamatan Cigugur?
1.3. Identifikasi Masalah Berdasarkan fokus penelitian yang sudah ditentukan di atas, maka dapat diidentifikasikan permasalahannya sebagai berikut : 1. Perayaan upacara Seren Taun tidak semata-mata sebagai upacara tradisi tahunan, tetapi juga merupakan salah satu upaya dalam mengkampanyekan nilai-nilai kearifan lokal. 2. Upacara Seren Taun sebagai warisan budaya masyarakat Sunda, khususnya di Cigugur belum sepenuhnya diapresiasi dengan baik oleh masyarakat setempat. 3. Sebagai media komunikasi yang dapat berperan serta dalam mengintegrasikan seluruh lapisan masyarakat yang plural di desa kecamatan Cigugur, pesan-pesan yang ditampilkan dalam upacara Seren Taun lebih banyak menggunakan pesan non verbal sehingga memungkinkan terjadinya ketidak mengertian maksud dan tujuan dari pesan-pesan tersebut.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
10
1.4. Tujuan Penelitian Adapun tujuan-tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui peranan upacara Seren Taun dalam memberikan pemahaman mengenai sejarah dan budaya bagi masyarakat desa kecamatan Cigugur. 2. Untuk memperoleh gambaran secara lebih rinci terkait apresiasi masyarakat Cigugur terhadap perayaan upacara Seren Taun yang diadakan secara rutin satu tahun sekali. 3. Untuk
memperoleh
pemahaman
dan
juga
sebagai
metode
pembelajaran bagi peneliti sebagai seorang Public Relations dalam mencari
pemahaman
dan
mengenali
karakter-karakter
media
komunikasi, terutama dalam memanfaatkan media rakyat sebagai media komunikasi. 1.5. Manfaat Penelitian 1.5.1. Manfaat Akademis Melalui penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan kontribusi yang bermanfaat bagi bidang ilmu komunikasi, khususnya jurusan Public Relations dan para praktisi yang memiliki perhatian besar terhadap kebudayaan dan elemen-elemen komunikasi yang terdapat di dalamnya.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
11
1.5.2.
Manfaat Praktis Besar harapan, hasil dari studi penelitian ini dapat memberikan
manfaat praktis bagi pemerintah, khususnya pemerintah daerah dengan melalui Cagar Budaya Nasional Paseban Tri Panca Tunggal dalam mengembangkan dan melestarikan, serta merangsang kecintaan generasigenerasi muda untuk turut serta dan berperan aktif dalam memberdayakan kebudayaan lokal Selain itu, diharapkan hasil dari penelitian ini juga dapat memberikan gambaran rinci bagi para akademis bidang Ilmu Komunikasi, khususnya jurusan Public Relations dalam memahami dan mengenal karakteristik berbagai media komunikasi, termasuk media komunikasi tradisional yang kemudian dapat digunakan dan dimanfaatkan dalam menghadapi berbagai tantangan baik dalam kultur sosial maupun dalam organisasi sebagai seorang praktisi Public Relations.
http://digilib.mercubuana.ac.id/